Di lantai atap rumah sakit.
Jenna dengan kaki goyah, mulai memanjat dinding pembatas atap itu. Gedung rumah sakit ini tidak terlalu tinggi, hanya memiliki 7 lantai, tetapi jika melompat, maka Jenna yakin ia pasti akan mati. Walaupun tidak tinggi, tetapi gedung rumah sakit ini begitu luas.
Namun, dari begitu banyak sudut gedung ini, Jenna menaiki sisi atap yang tepat menghadap ke arah depan rumah sakit.
Mata Jenna menatap jauh ke atas langit, air mata sudah berhenti mengalir. Kedua kakinya sudah menapak di atas dinding pagar. Perlahan, Jenna merentangkan kedua tangan, lebar. Memejamkan mata, merasakan terpaan angin dan hangatnya pancaran sinar mentari. Namun, perasaan Jenna tetap sama, ya ia hanya merasa begitu hampa, kosong.
"A-Anakku.... N-Nenek.... Apakah kalian menunggu kedatanganku?" bisik Jenna dengan suara yang begitu pelan. Seulas senyum putus asa menghiasi wajah pucatnya.
Kembali menundukkan kepala, Jenna perlahan membuka mata.
Seakan tidak cukup penderitaan yang diterima, ia yang ingin mengakhiri hidup, kembali harus melihat sang suami dengan wanita lain. Ya, dari ketinggian gedung itu, Jenna dapat melihat semua dengan jelas. Tatapannya tertuju pada lahan parkir rumah sakit.
Semua kemalangan ini, bermula 7 bulan yang lalu.
***
Tujuh bulan yang lalu.
Jenna Ren duduk di kloset toilet, perusahaan tempatnya bekerja selama 5 tahun belakangan ini.
Tangannya gemetar, saat melihat dua garis merah pada alat tes kehamilan yang baru dibelinya. Mendorong kacamata yang merosot, Jenna menatap lekat sekali lagi ke arah dua garis itu. Berharap, salah lihat.
Namun, dilihat berapa lama, bahkan berkali-kali, tetapi hasilnya tetap sama.
Panik! Ya, panik dan mulai berkeringat dingin, Jenna berdiri dan menaikkan celana panjangnya. Menggigit kuku dan mulai ketakutan. Apalagi saat mendengar langkah kaki orang-orang yang masuk ke dalam toilet.
Buru-buru, Jenna memasukkan alat tes kehamilan ke dalam saku celana kerjanya dan membuka pintu ruangan dalam toilet. Lalu, buru-buru keluar tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Kehadirannya tidak terlihat, bahkan tidak penting. Lima tahun bekerja di perusahaan ini, mungkin mereka yang sering melihatnya tidak tahu siapa namanya.
Jenna Ren adalah sekretaris dari CEO, King Company, Leonel Kim. Perusahaan yang bergerak di bidang perhiasan, fashion, perhotelan dan pusat perbelanjaan, serta di bidang properti. King Company adalah perusahaan terbesar di kota dan negara ini, dengan ratusan cabang serta ribuan pegawai.
Berlari kembali ke ruang kerjanya, di lantai yang sama dengan pimpinan tertinggi perusahaan ini. Menarik kursi putar dan duduk di balik meja kerjanya. Mengatup kedua tangan yang gemetar, Jenna berusaha menenangkan diri.
Bagaimana bisa begitu bodoh? Setelah kejadian satu bulan lalu, ia sama sekali tidak memikirkan kemungkinan ini. Cinta satu malam dan berakhir hamil. Jenna curiga, saat haid nya tidak kunjung datang dan saat hendak menuju perusahaan, ia singgah ke apotik untuk membeli satu alat tes kehamilan. Kecurigaannya benar.
Kedua kakinya terus bergerak tidak berhenti, ia begitu panik dan tanpa sadar menatap ke arah dinding kaca di sampingnya. Menatap ke arah bosnya, Leonel Kim. Ayah, bayi yang ada dalam kandungannya.
"Arggghhhh!" pekik Jenna tertahan dan mengacak rambutnya yang memang sudah kusut.
Satu bulan yang lalu, ya satu bulan yang lalu, seperti biasa Jenna mengantarkan kontrak untuk bosnya itu di klub malam terbesar di kota. Saat itu, ia baru diputuskan oleh sang kekasih yang kesal karena Jenna lebih mementingkan pekerjaan daripada hubungan mereka. Merasa frustasi, Jenna minum cukup banyak alkohol saat menunggu kontrak ditandatangani.
Sebenarnya alasan yang membuatnya dapat bekerja selama 5 tahun adalah karena kerja kerasnya yang seperti seorang budak. Siaga 24 jam dan melakukan semua hal untuk CEO itu. Mulai dari menyemir sepatu sampai membersihkan aquarium raksasa di ruang kerja pria itu. Bahkan dalam tas tangan, berisi semua barang bosnya. Malam itu, Leonel Kim mabuk berat dan Jenna yang juga merangkap sebagai sopir dadakan, sama mabuknya. Penjaga klub memanggilkan taksi untuk mereka. Menuju apartemen mewah di tengah kota, untuk mengantar bosnya itu pulang.
Jenna yang juga sesekali diperintahkan untuk membersihkan apartemen itu, sudah tahu letak ruangan di apartemen dan langsung membawa bosnya ke dalam kamar. Entah mengapa, saat terjatuh bersama bosnya itu di atas ranjang king size yang begitu mewah, Jenna yang kehilangan akal sehat, langsung mengecup bibir tipis pria itu.
Awalnya, Jenna hanya penasaran dan hanya ingin mengecup sekilas, tetapi yang tidak disangka, sang bos yang setengah sadar langsung menerkam. Dan begitulah semua terjadi dan itu adalah kali pertama bagi Jenna. Keesokan paginya, mereka sepakat itu adalah kesalahan karena mabuk dan tidak akan membahasnya lagi.
Awalnya cukup canggung, tetapi setelah beberapa hari, mereka sudah mampu mengatasinya. Sampai saat ini, saat Jenna tahu dirinya hamil.
Pesawat telepon di meja kerja berdering dan membuat Jenna terlonjak karena terkejut.
"H-Halo!"
[Siapkan kontrak kerjasama dengan Victor Company!]
Kemudian sambungan telepon diputuskan.
Jenna meletakkan gagang telepon dan menatap ke layar datar komputer di hadapannya, berusaha konsentrasi. Membuka file dan memperbarui draft kontrak yang ada.
Siang hari.
Ding!
Pintu lift pribadi terbuka dan seorang staff keamanan, mengantar langsung seorang tamu yang merupakan perwakilan dari Victor Company.
Jenna langsung berdiri dan menyambut tamu itu, mengetuk pintu ganda ruang kerja sang CEO.
"Masuk."
Suara berat Leonel Kim terdengar dari balik pintu itu.
Jenna membuka pintu dan mempersilahkan tamu itu masuk.
"Selamat siang Tuan Victor," sapa Leo yang berdiri dari duduknya dan sambil merapikan jas jahitan tangan, yang membalut sempurna tubuh atletis itu.
Kedua pria itu saling berjabat tangan dan duduk di sofa hitam di tengah ruang kerja luas ini.
"Jenna, bawakan kontrak!"
"Baik, Tuan."
Jenna berlari keluar dari ruangan itu dan mengambil dokumen yang dimaksud, dari meja kerjanya. Sepatu flat berwarna hitam, membuat langkahnya lancar, celana panjang hitam membuat geraknya tidak terbatas dan atasan kemeja longgar, membuat kedua tangannya dapat bergerak leluasa. Rambut bergelombang selalu diikat sanggul pada bagian belakang kepala, sehingga tidak mengganggu pandangannya. Kacamata berbingkai hitam membuat tatapannya jelas. Namun, hari ini otaknya bermasalah, tidak dapat fokus karena kenyataan mengejutkan yang terus membuatnya khawatir.
Dengan kedua telapak tangan berkeringat, Jenna berjalan cepat kembali ke ruang kerja sang CEO.
Menyerahkan dokumen itu kepada bosnya dan melangkah ke arah mesin pembuat kopi. Meletakkan gelas dan menyalakan mesin itu.
Leonel memeriksa sekilas kontrak itu, sekilas saja sebab biasanya sangat sekretaris sangat teliti dan tidak pernah membuat kesalahan. Namun, pada halaman pertama satu kesalahan fatal sudah tertangkap oleh matanya.
"Jenna!" panggil Leonel, sambil memijat pelipisnya.
Jenna yang tiba-tiba dipanggil, kembali terkejut. Cangkir berisi kopi panas yang ada dalam genggamannya bergoyang dan tumpah mengenai tangannya.
"Arghhh!" pekik Jenna tertahan, saat kopi panas mengenai tangannya.
Panik! Jenna hendak meletakkan cangkir itu ke meja, tetapi karena begitu panik, cangkir itu semakin terguncang dan isinya menyiram tangannya semakin banyak.
Saat kedua cangkir itu hendak terlepas dari tangannya, beruntung Leonel mengambilnya.
"M-Maafkan aku, Tuan."
Buru-buru Jenna meminta maaf dan menyembunyikan tangannya kebalik punggung.
Leo tidak menjawab apa pun, meletakkan cangkir itu kembali ke meja di mana mesin kopi berada, lalu berjalan ke balik meja kerja, mengangkat gagang telepon.
"Rosa, segera keruanganku! Gantikan Jenna!" ujar Leo dingin, lalu meletakkan gagang telepon cukup kasar.
"Keluar! Kembali bekerja, setelah kamu dapat fokus!" perintah Leo dingin dan kembali duduk di sofa kulit, meminta maaf atas kericuhan yang tidak penting.
Dengan menunduk, Jenna berjalan cepat keluar dari ruangan itu, menuju toilet. Membuka keran di wastafel dan air dingin mengalir, menyiram ke luka lepuh pada jari jemarinya.
Leonel Kim, pekerja keras dan tidak mentolerir kesalahan, sekecil apa pun. Di usia yang masih amat belia, yaitu 25 tahun, Leo berhasil menduduki posisi sebagai CEO, berkat kepiawaiannya dalam berbisnis.
Begitu juga dengan Jenna, walaupun tidak memiliki mimpi setinggi itu, tetapi ia selalu bekerja dengan penuh ketelitian, tetapi pengecualian untuk hari ini. Ia tidak mampu fokus, saat memikirkan ada nyawa lain di dalam rahimnya.
Satu hari itu, Jenna hanya duduk di anak tangga yang ada di balik pintu darurat. Memikirkan apa yang harus dilakukan? Yang pasti, ia tidak ingin menjadi pembunuh dengan menggugurkan kandungannya. Lalu, apa? Menjerat bosnya itu ke dalam pernikahan? Sepertinya itu tidak mungkin, lagipula Jenna tidak mau. Pernikahan harus dilandasi dengan cinta dan kepercayaan, bukan karena kecelakaan satu malam seperti ini.
Termenung begitu lama, akhirnya Jenna dikejutkan dengan getar ponselnya. Buru-buru, mengeluarkan ponsel dari saku dan itu adalah panggilan dari Rosa, sekretaris Direktur perusahaan ini, Nyonya Besar Kim, nenek dari Leonel Kim.
"Halo._
[Mau sampai kapan kamu meninggalkan pekerjaanmu padaku? Kembali sekarang, atau aku akan hancurkan meja kerjamu!]
Belum sempat menjawab, panggilan itu sudah diputuskan. Jenna berdiri dan perlahan membuka pintu darurat, keluar.
"Ini semua sudah aku selesaikan! Dan ini, yang harus kamu kerjakan sekarang!. Maaf, aku harus pulang awal, pengasuh anakku tidak akan menunggu!" seru Rosa dan meninggalkan meja kerjanya. Yang ternyata, hari sudah sore dan waktunya pulang kerja. Berarti, begitu lama dirinya termenung duduk di tangga, tanpa melakukan apa pun. Bahkan, Jenna sama sekali tidak merasa lapar ataupun haus.
Menatap ke arah catatan kecil yang dituliskan Rosa, tetapi Jenna tidak mampu membaca isinya. Dirinya benar-benar kacau.
Drittt Drittt!
Ponselnya kembali bergetar kembali terkejut. Namun, kali ini adalah panggilan dari sang bos.
"H-Halo!"
[Antarkan kontrak A&T ke restoran Hotel King, sekarang! Aku tidak mau ada kesalahan!] Tegas Leonel Kim dari seberang panggilan.
Kemudian, panggilan diputuskan.
A&T, A&T, ah... Ini dia. Dokumen ini sudah dipersiapkan beberapa hari yang lalu, jadi Jenna yakin terhindar dari kesalahan. Mengambil tas tangan dan memasukkan dokumen serta ponsel, Jenna langsung masuk ke dalam lift, turun ke lobi.
Keluar dari lobi, Jenna masuk ke dalam taksi dan minta diantar ke Hotel King. Jalanan macet, karena waktunya pulang kerja. Jenna merasa perutnya kembung dan sedikit mual, apalagi saat menghirup aroma pengharum di dalam taksi ini. Membuka kaca jendela mobil, barulah Jenna dapat bernapas lega.Perjalanan cukup lama, karena terjebak macet. Saat dapat melihat gedung Hotel King yang menjulang tinggi, Jenna membayar biaya taksi dan turun. Berlari di trotoar untuk menuju ke gedung hotel. Berlari bahkan lebih cepat dari barisan kendaraan yang merayap lambat.Seperti inilah Jenna, melakukan apa pun untuk menyenangkan bos yang tidak suka menunggu. Selalu lupa akan dirinya sendiri, apalagi saat ini dalam tubuhnya sudah ada jiwa yang lain.Akhirnya setelah berlari beberapa menit, Jenna tiba di depan pintu lobi hotel itu. Para penjaga keamanan sudah mengenalnya sebagai sekretaris hantu sang CEO. Ya, sebutan untuk dirinya selain budak, juga sebagai sek
Para perawat berdiri di samping, membiarkan beberapa dokter langsung turun tangan, memeriksa pasien istimewa itu."Lakukan pengecekan seluruh tubuh! Termasuk, tes kehamilan," ujar Leo santai.Para dokter membeku sejenak, lalu melakukan perintah Leonel Kim. Pihak lain yang mendengar perintah itu langsung berlari, ya berlari. Melaporkan kepada pihak yang lebih tinggi.Leonel menarik kursi dan duduk di samping ranjang, mengeluarkan ponsel dan mulai memeriksa surel, dengan seulas senyum di wajahnya. Sebentar lagi, ya sebentar lagi pria tua itu pasti akan segera tiba.Di sudut kota yang lain, Bugatti hitam membelah jalanan kota dengan kawalan mobil kepolisian, lengkap dengan sirene yang menyala, meraung-raung. Ya, ini menyalahi aturan, tetapi untuk kali pertama Tuan Lucas Kim melakukannya. Setelah mendapatkan panggilan dari rumah sakit, yang menyampaikan bahwa putra bungsunya membawa seorang wanita halim ke sana. Jelas putra bungsunya i
Malam itu, Jenna duduk termenung. Berpikir, apakah ini keberuntungan? Sepertinya begitu. Selama hidupnya, Jenna tidak pernah memiliki keberuntungan sebesar ini. Siapa yang menyangka, ia akan menjadi Nyonya Muda Kim? Jenna yakin, perlahan Leonel Kim akan mulai mencintainya. Ya, Jenna wanita polos yang percaya akan cinta sejati atau dongeng akan kisah Cinderella.Namun yang tidak disadari, Jenna melangkah penuh percaya diri menuju gerbang neraka.***Keesokan paginya, seorang wanita paruh baya, melangkah masuk ke dalam ruang rawat di mana Jenna berada."Perkenalkan saya Yura, asisten Tuan Besar Kim. Hari ini, aku akan menemani Nona pergi ke kediaman Kim untuk melakukan pertemuan keluarga," jelas Yura sopan.Tuan Leonel Kim tidak mengangkat panggilan telepon dari sang ayah. Seperti dugaan, karena ini hari Minggu maka Tuan Muda masih tidur, setelah kemarin malam pulang dalam kondisi mabuk berat. Mau tidak mau, Tuan Besar Kim yan
"Ibu kira, kamu tidak akan datang," ujar Nyonya Besar Kim, penuh ejekan."Aku hanya terlambat dan kamu bukan Ibuku!" balas Leonel dingin. Ia tidak pernah akur dengan ibu tirinya itu dan tidak sudi, memanggil wanita mata duitan itu dengan sebutan ibu."Cukup! Kita memiliki tamu," tegur Tuan Besar Kim tegas."Ibu...." pekik seorang gadis muda yang berlari masuk ke ruang makan.Jenna menatap ke arah gadis muda itu, ya begitu mirip dengan Nyonya Besar. Begitu cantik dengan penampilan berkelas.Lulu Kim, adik tiri Leonel Kim baru pulang dari sekolah dan langsung berlari ke arah sang ibu, memeluknya erat."Bagaimana ulangan hari ini?" tanya Nyonya Besar sambil mengecup pipi anak gadisnya itu.Menarik kursi dan duduk di samping sang ibu, Lulu menjawab, "Tidak sulit.""Tidak sopan! Tidakkah kamu melihat kita memiliki tamu? Setidaknya ucapkan salam. Tunjukkan sedikit tata krama!" tegur Tuan Besa
Janji suci diucapkan oleh Leonel tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, ia yakin tidak ada yang berubah walau statusnya berubah, sebab Jenna Ren yang menjadi istrinya.Lima tahun, ya Jenna menjadi sekretarisnya yang paling lama. Sebelum Jenna, sekretaris sebelumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Tidak ada yang tahan dengan perangai dan tuntutan kerjanya yang tidak masuk akal. Hanya Jenna yang mampu bertahan, walau sudah dicaci maki karena kesalahan kerja yang sepele.Namun, hal itu membuat Jenna menjadi sekretaris yang sempurna. Menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna dan mengerti apa yang harus dilakukan, tanpa harus diberitahu.Malam itu, malam di mana mereka bercinta, Leonel masih sadar akan apa yang terjadi. Awalnya, ia hanya penasaran apakah wanita polos itu pernah berciuman? Jadi, saat Jenna mendaratkan bibirnya dalam keadaan mabuk, Leo diam dan merasakan. Ternyata, bibir wanita itu begitu lembut dan hangat, mampu membangunkan
Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan.Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu.Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin.Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama.Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah."Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna.Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati.""Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Bes
Duduk di kursi taman, Jenna menatap nanar. Mengapa pernikahan ini tidak seperti yang dibayangkan? Ia tidak berharap kehidupan mewah, Jenna hanya berpikir akan berbeda saat memiliki seorang suami di sisinya. Namun, itu tidak terjadi. Kedua tangan yang diletakkan di atas pangkuan, meremas kain celana yang dikenakannya.Entah berapa lama, ia duduk termenung. Sampai pada seorang pelayang datang menghampiri dan membuat lamunan Jenna terhenti."Nyonya, sudah saatnya sarapan," ujar sang pelayan sopan."Ah, terima kasih."Setelah mengucapkan terima kasih, Jenna mengikuti pelayan itu masuk ke dalam kediaman.Di ruang makan, Tuan dan Nyonya Besar Kim, beserta adik iparnya, sudah duduk di kursi masing-masing, mengitari meja makan.Jenna menyapa sopan dan hanya ayah mertua yang membalas. Menarik kursi dan duduk."Di mana Leo?" tanya Nyonya Besar sambil mengaduk kopi miliknya. Dulu, ia sama sekali tidak peduli d
Tiba di rumah sakit, Jenna langsung duduk di ruang tunggu. Ia tidak perlu melakukan pendaftaran apapun, sebab semua telah diatur oleh Yura."Nyonya, tunggulah di sini. Nanti, saat tiba giliran Nyonya, perawat akan memanggil," ujar Yura, yang berdiri di sampingnya.Jenna mengangguk.Yura pun meninggalkan ruang tunggu rumah sakit. Tinggallah, Jenna sendirian di ruang tunggu yang begitu ramai dengan pasangan suami istri. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Tentu saja, pasangan yang datang ke rumah sakit ini, pasti akan sangat bahagia. Sebab, mereka menunggu kehadiran buah hati.Tanpa sadar, Jenna menyentuh perutnya dan menatap penuh rasa iri, kepada pasangan lain yang ada di sana. Ia satu-satunya yang menunggu di ruang tunggu ini sendirian, tanpa ditemani oleh pasangannya.Sambil menunggu, Jenna lebih banyak menundukkan kepala. Sebab, ia dapat merasakan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.Tidak perlu
Minggu demi minggu, berlalu. Lima bulan kembali dilewati, setelah mereka berpisah.Jenna, membuka toko bunga kecil di daerah puncak, di mana ia memilih untuk memulai kehidupan barunya. Hidup sederhana, dengan para tetangga yang penuh perhatian, membuatnya mulai dapat tersenyum. Walaupun, dalam hatinya seakan ada lubang yang tidak mampu ditutup sampai sekarang ini.Pagi ini, banyak jenis bunga yang masuk ke toko. Daerah puncak, juga merupakan tempat wisata. Bunga-bunga indah ini, selalu menarik minat wisatawan yang datang dan penginapan, serta restoran di daerah ini. Awalnya, Jenna tidak yakin apakah dapat hidup dengan mengandalkan dari bunga-bunga yang dijualnya. Namun, kenyataannya bisa, bahkan ia memiliki tabungan saat ini.Yang tidak diketahui Jenna adalah Leo, selalu memperhatikan dan menjaganya, dari jauh. Hotel dan restoran besar di daerah puncak ini telah dibeli olehnya dan semua keperluan bunga, diperintahkan untuk dibeli pada toko mili
Tidak lama, wanita itu tiba dengan dikawal oleh beberapa orang polisi. Wajah itu masih terlihat begitu angkuh, bahkan tidak ada tersirat rasa bersalah sama sekali."Ah, pasangan suami istri yang harmonis," ejek Anya, saat melihat keberadaan Leo dan Jenna."Pembunuh!" seru Jenna."Pembunuh? Apakah kamu memiliki bukti?" ejek Anya kembali."Kau–""Aku tidak akan menjawab pertanyaan apa pun! Tunggu pengacara keluargaku tiba dan beliau yang akan berbicara, mewakili diriku!" ujar Anya, memotong ucapan Leo.Ya, Anya yakin ia akan terbebas dari masalah ini. Keluarganya kaya dan tidak ada rencana pembunuhan yang diperintahkan olehnya. Tidak ada!Jenna yang berang, mulai melangkah dan melepaskan tangan Leo, yang berusaha menghentikannya.Tiba di hadapan Anya, Jenna pun berkata, "Mengapa kamu melakukan semua itu? Apakah aku memiliki kesalahan pada dirimu?""Ck ck ck! Pengacara ku berp
"Kamu sudah bangun?" tanya Leo, pelan.Jenna yang baru terbangun, melihat ke sekeliling ruangan dan tatapannya kembali tertuju pada Leo yang duduk di sisi ranjang, tepat di sampingnya."Di mana ini?" tanyanya dengan suara tercekat.Leo tidak menjawab, ia membantu Jenna untuk duduk dan bersandar di sandaran ranjang.Menggeser duduknya lebih dekat, tangan Leo menyelipkan rambut Jenna ke belakang telinga."Kita menginap di penginapan terbagus di daerah perkemahan Bukit Utara. Besok, kita harus menghadiri upacara pemakaman untuk Yura dan putrinya," jelas Leo, singkat. Padahal, begitu banyak hal yang harus diurus, terkait penemuan jenazah itu.Jenna menatap ke arah jendela dan langit sudah gelap."Istirahatlah," pinta Leo. Ia tahu, Jenna pasti ingin kembali ke tempat itu."Biarkan pihak kepolisian bekerja. Kita tidak dapat melakukan apapun, jika berada di sana. Lagipula, setiap ada kab
Leo menutup layar laptop dan menggenggam tangan Jenna, seraya berkata, "Untuk kali ini, izinkan aku melakukan segalanya. Kamu cukup tetap berada di sisiku dan melihat."Lalu, Leo menarik tangan Jenna dan mereka berdua berjalan keluar dari ruang kerja. Di depan, Rosa dan Lulu masih menunggu dengan penasaran."Jangan berani masuk ke ruang kerja!" tegas Leo, ditujukan pada ibu tirinya itu. Kemudian lanjut melangkah dengan Jenna berada dalam gandengannya.Di depan kediaman, Leo membukakan pintu mobil untuk Jenna.Jenna melangkah masuk dan duduk. Leo membungkuk dan membantu memasangkan sabuk pengaman."Apakah kamu akan baik-baik saja duduk di sini?" tanya Leo, menatap wajah Jenna yang berada begitu dekat. Ia bertanya, sebab teringat akan kejadian terakhir kali saat menemani istrinya itu ke rumah sakit.Jenna mengangguk dan berkata, "Bisakah kita segera menemukan Yura?""Kita akan menemukannya. Aku berjanji!" j
Kembali ke ruang kerja, Jenna mulai mengerjapkan mata berulang kali. Walaupun sudah dapat melihat, tetapi terkadang pandangannya akan kabur, jika terlalu lelah.Ah, mengapa begitu bodoh? Bukankah ia hanya perlu menemukan file terbaru. Mengedit penyimpanan berdasarkan tanggal, maka file terbaru semua berada pada bagian paling atas.Jenna, membeku saat melihat file teratas, di sana tertera tanggal di saat ia terbangun di hotel dan saat Yura pergi. Selain itu, waktu yang tertera adalah pukul 10 malam.Memberanikan diri, Jenna membuka file itu, tepatnya rekaman video.Yura, terlihat di rekaman video itu. Wajahnya menunjukkan rasa takut dan penyesalan.[Nyonya, maafkan aku. Tapi, tapi aku melakukan ini, karena mereka menahan putriku. Setelah aku berhasil mendapatkannya putriku kembali, maka aku akan menjelaskan dan membersihkan nama Nyonya. Aku bersumpah!][Pria itu, nama aslinya adalah George Smith dan, dan ia beker
Jenna, membuka pintu kamar dengan perlahan. Kediaman sudah sepi, sebab para pelayan sudah beristirahat.Dengan jantung yang terus berdebar tidak menentu, Jenna melangkah ke arah ruang kerja. Perlahan, membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk, tidak lupa untuk segera menutup pintu.Ruangan gelap, hanya sinar rembulan lembut yang menerobos kaca jendela, menerangi remang ruangan itu. Namun, itu cukup dan Jenna segera berjalan ke arah meja kerja besar, yang diatasnya terdapat sebuah laptop.Menarik dan membuang napas beberapa kali, barulah Jenna mendekati perangkat itu. Mungkin saja, flashdisk ini tidak berisi hal penting, tetapi insting mengatakan berbeda. Ia yakin, ada sesuatu yang penting di dalamnya.Pintu ruang kerja terbuka, tepat di saat Jenna hendak menyambungkan flashdisk ke perangkat itu. Spontan, Jenna menarik tangannya menjauh dan menyembunyikan flashdisk itu dalam genggamannya.Leo, baru saja tiba di kedi
Suasana hati yang buruk, membuat Leo segera kehilangan kesabaran. Dengan kasar, Leo menepis tangan Logan yang mencengkeram kerah kemeja dan melayangkan satu tinju, tepat ke wajah sang paman.BUKKK!Leo tidak lagi peduli dengan status Logan, yang adalah pamannya sendiri. Pukulan itu, membuat tubuh Logan terpental ke belakang dan terjatuh di atas lantai.Leo tidak berhenti di sana, ia pun langsung melompat ke atas tubuh Logan dan kembali meluncurkan satu pukulan tepat ke wajah pamannya itu. Tentu, Logan membalas.Keributan langsung terjadi dan itu menarik perhatian seluruh tamu yang ada di dalam pub, termasuk dengan para karyawan.Tidak butuh waktu yang lama beberapa petugas keamanan berbadan kekar, langsung melerai mereka. Tidak peduli dengan status mereka, para petugas keamanan langsung melemparkan mereka berdua keluar dari pub.Baik Leo maupun Logan, tubuh mereka berdua terjatuh di atas aspal dengan cukup keras. Seti
"Selamat tinggal."Itulah ucapan Paman Bong yang didengar Jenna, sebelum ia terbangun dari mimpi.Napas memburu dan wajah basah, karena air mata yang masih mengalir deras. Memeluk dirinya sendiri begitu erat, Jenna berusaha menenangkan diri. Ia tahu itu adalah mimpi dan semua, masih terasa begitu nyata.Kesedihan, melanda jiwa. Butuh waktu cukup lama, untuk menghentikan tangisan dan menenangkan diri. Jenna yang mulai tenang, membalikkan tubuh dan tidur telentang. Napasnya sudah kembali normal, hanya saja perasaannya masih begitu kacau.Membuka mata dan seperti biasa, disambut oleh kegelapan. Hanya saja, ini terasa lain. Ia dapat melihat cahaya rembulan yang lembut. Cahaya yang menerobos masuk, dari celah-celah tirai dan membuat Jenna dapat melihat langit-langit kamar.Apakah ia mendapatkan keajaiban? batin Jenna. Rasa takut dan antusias, menggantikan rasa sedih yang dirasakan tadi. Perlahan, ia bangkit dan turun dari ranjang
Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. Jenna, memastikan tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi. Entah perlakuan Leo tulus, atau hanya pura-pura, ia tidak lagi memikirkan hal tersebut. Kebahagiaan, bukanlah sesuatu yang pantas dimiliki. Itulah yang diyakini oleh Jenna.Kembali ke kediaman, Jenna melakukan aktivitas seperti biasanya.Leo, mendatangkan seorang perawat profesional untuk mendampingi, tetapi Jenna langsung menolak. Ia yakin, perawat itu hanya akan memata-matai dan melaporkan segala sesuatu kepada Leo, sama seperti Maya, perawat yang diperkerjakan oleh ibu mertuanya.Dengan berat hati, Leo menyetujui penolakan Jenna dan meminta sang perawat untuk pergi.Jenna semakin menutup diri. Ia hanya akan berbicara saat ditanya, itu pun hanya satu atau dua kata yang diucapkan.***Hari demi hari, kembali berlalu. Leo semakin kesulitan, mendekati Jenna. Wanita itu akan memintanya pergi, jika ia datang mengh