Mobil sedan berwana hitam bermerk BMW itu terpakir rapi di depan rumah Audy. Seorang pria turun dari mobil itu dengan pakaian smart cassual. Dia terlihat sangat keren dengan menggunakan kaus polos berwana putih berpadu dengan celana dan jaket berwana navy.
Hendra yang dari tadi sudah tak sabar menunggu, kini mengembangkan senyumnya menyambut kedatangan Gerald. Hendra merasa bangga pada putrinya, saat Audy memberitahu padanya, jika pacarnya itu Gerald Purnama. Anak satu-satunya keluarga Purnama, pembisnis yang sudah melalang buana di bidang property.
Dilain sisi, Audy sedang sibuk dipermak oleh sang bunda. Ia bahkan sampai melupakan kegugupan yang tadi melandanya. Karena sang ayah tanpa berpikir panjang ingin menyambut langsung kedatangan Gerald.
"Oke honey, sudah selesai." Ucap Della yang terlihat puas dengan hasil karyanya."Apa ini tidak terlalu menor?" tanya Audy tak percaya diri.
"Tidak ... ini sangat cantik dan perfect."
Audy mengamati pantulan wajahnya sekali lagi di depan cermin yang tampak lain dari biasanya. Gurat kecantikan natural yang dimilikinya semakin menawan dengan polesan make up yang menyatu dengan sempurna di kulit putihnya.
"Biar dia sadar jika wanita yang mencintainya sangat cantik dan berfikir ratusan kali jika ingin menyelingkuhinya." Goda Della seraya mengedipkan sebelah matanya.Audy mengangguk sekilas. Semoga saja sifat dingin Gerald bisa meleleh oleh kencantikan yang disuguhkannya malam ini.
Saat tadi membantu Della mempersiapkan hidangan untuk makan malam, Audy sudah mengatakan semua tentang hubungannya dengan Gerald. Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar kamar Audy."Non dan nyonya, tuan memanggil kalian." Seru suara cempreng mbok Ani, pembantu di rumah keluarga Gunawan.
"Baik mbok," jawab Della.Audy menarik nafas lalu membuang dengan kasar. Baru pertama kalinya Ia mengenalkan pacarnya pada orang tuanya. Grogi, deg degan itu yang dirasakannya.
"hai, hallo!" Della mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Audy yang tampak melamun.
"Jangan grogi begitu. Ini baru mengenalkan pacar, bagaimana kalau nanti kamu dilamar?"
"Aku pasti sudah pingsan duluan." Canda Audy untuk mengurangi rasa groginya.
Audy dan Della turun dari lantai dua untuk menyambut Gerald. Gerald yang sedari tadi ayik mengobrol dengan Hendra kini mengalihkan matanya pada dua sosok wanita yang berjalan beriringan menuruni anak tangga menuju ke arahnya.Bibirnya tanpa sadar membuka dua senti saat netranya menangkap sosok wanita yang sangat dia rindukan. Begitupun dengan wanita itu, dia terdiam dan memaku saat bertatap mata dengan Gerald.
"Banyak nama Gerald Purnama, kenapa harus dia?" batin Della yang masih belum percaya dengan sosok yang dilihatnya.
"Gerald!" Panggil Audy memutus lamunan Gerald.
Gerald tersenyum kaku mendengar panggilan dari kekasihnya.
"Iya." Ucap Gerald menyahuti Audy. Berbeda dengan manik matanya malah tertuju kearah Della yang masih mematung."Ow ya Ger, kenalkan ini Bundaku." Ucap Audy yang dengan bangga menyebut Della sebagai bundanya.
Bagaikan tersambar petir disiang bolong. Kekasih yang selama ini menghilang begitu saja dan baru beberapa detik lalu ditemukan, sekarang sudah berstatus menjadi istri orang?. Bagaimana bisa? Gerald mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan amarah yang membuncah di dadanya."Nak Gerald?!!" panggil Hendra lembut.
"Eh iya, Maaf om. Saya terlalu terpesona dengan pemandangan yang ku lihat malam ini." Ucap Gerald tersenyum kecut.
Audy yang mendengar kalimat yang di lontarkan Gerald merasa senang. Untuk pertama kalinya Gerald memuji Audy. Dan untuk pertama kalinya kalimat yang diucapkan Gerald itu sangat panjang.
Audy melirik Della penuh rasa terimakasih. Memang benar yang di ucapkan Bundanya, Gerald bahkan tak berkedip menatapnya!.
"Sangat luar biasa." Ucap Gerald dengan mengangguk-anggukan kepalanya. Ia benar-benar tak menyangka, takdir bisa sekejam ini mempermainkannya dan ucapan itu tentu saja bukan untuk memuji kecantikan Audy.
"Dia anakku satu-satunya, jaga dia baik-baik jangan pernah menyakitinya. Dia memang manja belum bisa mandiri," tutur Hendra.
"Iya om."
"Ayah, aku sudah besar dan sangat mandiri, kenapa ayah menjatuhkan harga diriku." Kesal Audy pada ayahnya."Tapi, kamu memang anak ayah yang manja dan tidak bisa mandiri. Buktinya kamu gak bisa keluar rumah sendiri."
"Ayah ... "
"Mari Nak, kita makan malam bersama." Ajak Hendra tanpa memedulikan Audy yang merajuk.Audy masih bergelayut manja dengan ayahnya sampai mereka berada di meja makan. Sedangkan Gerald dan Della kini saling beradu pandang. Tersirat jelas dari tatapan Gerald ada beribu pertanyaan yang siap dilontarkan pada Della.
Makan malam berjalan dengan lancar kini Gerald pulang dengan perasaan yang tak menentu setelah melihat keakraban yang terjalin antara Audy dan Della. Terlebih lagi Hendra yang seakan menjadi penengah serta mengayomi mereka berdua.๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐Pagi menjelang, hari ini Audy tersenyum dengan sangat lebar. Dia bahagia karena orang tuanya dapat menerima kekasihnya, Gerald. Kalau dipikir-pikir, tak mungkin juga orang tuannya menolak Gerald.
Dia bahkan sudah bisa ditebak dari keluarga kaya raya dengan bisnis di bidang properti dimana-mana, yang tiap tahun kekayaannya semakin bertambah.
Kini Audy berada di kantin kampus untuk menikmati secangkir teh hangat kesukaannya sambil membuka laptop untuk mengerjakan revisi tesisnya. "Audy!!" teriak seseorang dari kejauhan yang suaranya sangat familiar namun jarang dia dengar.Audy menoleh ke sumber suara, jantungnya berdebar keras saat melihat siluet seseorang yang barusan memanggilnya. Selama enam bulan pacaran, baru kali ini seorang Gerald, memanggilnya dari kejauhan dan terlebih dahulu menghampirinya.
Biasanya Audy, yang selalu berinsiatif untuk menghampirinya dan mengajak kemana-mana. Ibarat kata, Audy yang selalu meminta sedangkan Gerald yang selalu memberikan. Seperti cinta secara sepihak.Gerald kini duduk di depan Audy, muka yang biasanya datar tanpa expresi itu kini tersenyum padanya."Gerald? kamu nggak salah minum obat?" tangan Audy kini mulai memeriksa kening Gerald.
"Kenapa?"
"Aneh saja."
"Ada yang ingin aku tanyakan padamu!" ucap Gerald tanpa basa basi.
"Tanyalah, aku siap dua puluh empat jam untuk menjawab." Jawab Audy terkekeh kecil.
"Aku, ingin bertanya tentang Del ... " ucapan Gerald terputus saat mendengar bunyi telepon Audy berbunyi.
"Maaf... Ini dari bunda, aku angkat sebentar ya." Audy meminta ijin pada Gerald.
15 menit Audy berbicara dengan Della di telepon, setelah selesai dia kembali pada Gerald untuk melanjutkan pembicaraan.
"Tadi mau tanya apa?"
"Tidak papa, itu bunda kamu kenapa?"
"Astaga, Ger, boleh aku meminta tolong?" tanya balik Audy tanpa menjawab pertanyaan Gerald.
"Iya." Kesal Gerald yang ingin tahu apa yang terjadi pada Della, namun tak dijawab Audy.
"Begini, bunda sekarang sedang berbelanja di supermarket Grand Lucky dan dia lupa membawa dompetnya, kalau boleh aku ... "
"Oke aku akan kesana." Potong Gerald tanpa menunggu Audy selesai berbicara. Ia sudah hafal di luar kepala kelakuan Della yang sedikit pelupa.
Tanpa pamit pada Audy kini gerald sudah pergi meninggalkannya. Ada rasa penasaran pada diri Audy dengan sifat Gerald sekarang. Seketika rasa itu ditepisnya.
"Mungkin dia begitu karena ingin dekat sama Bunda, sebagai calon mertua," gumam Audy. Lalu meninggalkan kantin untuk bertemu dosen bimbingannya.
Gerald menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru supermarket. Kaki jenjangnya melangkah tergesa saat matanya telah menemukan sosok yang dicarinya."Entah sampai kapan kau akan membuang penyakit pikun mu itu." Cibir Gerald melipat kedua tangannya ke dada.Della yang sedang memilah cemilan di salah satu rak, tersentak kaget saat sebuah suara bariton yang tak asing menyapa gendang telingannya.Ada desiran aneh di dadanya saat Ia takut-takut memutar tubuhnya kebelangkang."Ka ... u?." Desis Della lirih.Gerald menyorot tajam kedua manik milik Della. Berbagai macam pertanyaan yang menjejali otaknya sejak semalam, kini semakin kuat berputaran di benaknya."Lepaskan aku." Pekik Della saat tangan kekar Gerald tanpa permisi menariknya paksa menuju kasir."Diam." Bentak Gerald tak peduli pada tatapan mata pengunjung lain yang menatap penuh tanya kearah mereka. D
Hendra nampak berjalan mondar-mandir di kamar menunggu kedatangan istrinya. Matahari telah berwarna jingga keemasan, namun yang dinantinya tak kunjung pulang.Lelaki paruh baya itu melirik jam dinding berwarna merah muda yang tampak anggun menempel di tembok."Dia pergi kemana?." Gumam Hendra cemas. Tak biasanya Della pulang telat. Sekarang bahkan sudah dua jam lebih dari waktu jam pulang kantor.Hendra melangkah gusar menuju nakas disamping tempat tidurnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak diatasnya."Semoga saja sudah ada kabar." Ucap Hendra penuh harap. Ia menggeser layar ponselnya ke atas membuka kunci.Hendra menghela nafas kecewa saat melihat tak ada pesan chat atau panggilan suara apapun dari Della. Ia duduk lemas di tepi ranjang, berharap cemas kedatangan Della. Hendra meletakan kembali ponselnya ke tempat semula.Pyarrr"Astaga."
Butiran-butiran air hujan turun saat hari mulai petang menuju gelap. Sama seperti tadi pagi, Gerald sekarang juga akan menjemput Audy pulang.Audy berdiri di depan halte kampus menunggu Gerald. Tubuh semampainya kini mulai menggigil karena tidak membawa jaket. Sialnya, Ia bahkan hanya menggunakan mini dress yang kini sudah agak basah karena terkena tampias air hujan.Audy melihat kejalanan yang kini mulai agak sepi. Hujan lebat disertai kilat yang menyambar membuat orang malas untuk keluar. Netranya kembali menatap layar ponselnya, namun nihil. Masih belum ada jawaban atau panggilan balik dari Gerald."Astaga, nyangkut dimana kamu Ger?" ucap Audy lirih sambil mengusap kedua sisi lengannya mengusir hawa dingin yang kini mulai menembus tulang.Lima menit berlalu, akhirnya mobil yang biasa dikendarai Gerald tiba-tiba sudah terlihat di ujung jalan. Audy mengusap wajahnya yang basah kuyup, memastikan jika bola matanya ta
Audy menatap nanar air hujan yang lebat itu mengguyur jalanan melalui balik jendela kamar. Seharusnya sekarang dia sedang berkencan menikmati malam minggu bersama Gerald, seperti pasangan pada umumnya. Namun, dia hanya bisa berdiam diri bak patung hidup.Tok...Tok...Tok...Ketukan beruntun yang menggema dari luar kamar, menyadarkan Audy dari lamunannya."Siapa?" tanya Audy tanpa mengalihkan padangan pada benda transparan di depannya."Simbok, Non.""Masuk." Seru Audy dari dalam kamar.Mbok Ani perlahann memutar gagang pintu. Ia melangkah hati-hati mendekati Audy."Kenapa mbok?" Audy merasa heran melihat mbok ani yang kini menunjukan gigi putih yang tertata rapi, sambil tersimpuh malu."Eh... itu Non, ada yang lagi ngapel.""Siapa mbok?""Den Gerald, Non."
Tetesan bening yang luruh ke bumi semakin deras. Siluet kilat yang disusul guntur menambah kesyahduan hujan malam ini.Gerald tersenyum puas penuh kemenangan. Meskipun belum ada tanda-tanda Della akan kembali padanya, namun Gerald yakin mampu membuat Della bernostalgia lagi akan kenangan kebersamaan mereka dulu.Dengan demikian, sedikit demi sedikit Della akan merana dan memintanya untuk mengulang kembali masa-masa indah mereka."Kemarin mungkin kamu bisa menolak ku, tapi akan ku pastikan jika esok lusa kau akan menjadi milikku." Ucap Gerald penuh keyakinan.๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐Pukul 06.30 pagi. Mentari bersinar cerah beralas awan biru yang membentang di penjuru langit.Weekend merupakan hari yang sangat dinanti. Bukan hanya siswa siswi, pekerja kantor juga menantikan hari itu.Della menyiapkan sarapan pagi bersama Mbok Ani yang
Waktu terus bergerak maju dan tak akan pernah bisa berhenti. Waktu memiliki detik, menit, bahkan jam yang tak akan berkesudahan. Tak ada peran yang akan menggantikannya.Kini waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sinar sang surya hampir meredup namun, Gerald belum juga menunjukkan batang hidungnya. Audy terus membuka dan menutup kunci handphonenya. Namun, tidak ada satu balasan atau pun panggilan dari Gerald. Tak selang beberapa lama Audy pun melakukan miss call kembali."Maaf nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan."Audy berdecak kesal, dandanan yang tadi begitu cantik dan fresh kini sudah berubah menjadi acak-acakan dan kusut, "kamu kemana Ger?" tanya Audy pada diri sendiri lalu dia membanting tubuhnya di atas kasur meluapkan rasa kesalnya."Audy!!" Panggilan dari luar kamar membuat Audy menggeliat malas. Suara Hendra yang melengking bercampur suara ketukan pintu yang beruntun serta tidak sabaran m
Matahari tenggelam sempurna di garis cakrawala. Siluet tipis bintang di langit perlahan muncul.Gerald melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah melambaikan tangan sebagai ucapan perpisahan pada Della. Wajah tampannya berseri-seri, pertemuan tak sengaja dengan Della kini membuahkan hasil yang tak dia sangka-sangka."Della, perlahan tapi pasti aku akan mendapatkan kamu kembali." Bisik suara terdengar di telinga sebelah kiri Gerald, menemani perjalanan menuju pulang ke rumah."Apa kau senang sekarang Gerald? Ingat di atas kebahagiaan mu, akan ada seorang gadis yang terluka." Suara itu kembali terdengar di telinga Gerald sebelah kanan.Seketika dia baru teringat jika dia melupakan janji yang telah dia buat untuk Audy. "Oh ... astaga aku lupa dengannya." gumam Gerald.Masih dengan konsentrasi menyetir Gerald mencari-cari ponsel miliknya untuk menghubungi Audy. Nam
Gerald menarik nafas lega, saat selesai meeting dengan klien yang memberikan pundi-pundi emas untuk kemajuan perusahaan, yang telah dibangun deddynya hingga mencapai puncak kesuksesan.Perut yang sedari pagi belum terisi kini mulai berdemo, dia memilih untuk makan, makanan cepat saji di mall itu. HokBen menjadi pilihannya.Setelah selesai memesan dia mencari bangku kosong untuk menjadi tempat ia menyantap makanan. Saat dia tengah mencari-cari, matanya tak sengaja tertuju pada bangku pojok dekat jendela kaca dengan view pemandangan jalan Gandaria. Bola matanya berubah menjadi binar bahagia saat melihat sosok wanita yang telah memenuhi ruang hatinya."Della!" Sapa Gerald setelah mendekati meja pojok. Dia baru ingat jika perusahaan tempat bekerja Della ada di daerah Gandaria."Hay, Ger! Kamu disini?"
Sinar mentari yang menerobos masuk lewat kisi-kisi jendela membangunkan Della dari mimpi indahnya. Ia menggeliat sejenak, lantas mengelus perutnya yang mulai membuncit.Hawa dingin yang menyergapnya membuat dirinya enggan beranjak. Dia segera menarik kembali selimut yang ia kenakan hingga menutupi seluruh tubuhnya."Sayang, kau sudah bangun?" ujar Hendra yang baru saja selesai membersihkan diri."Hmmm." Della bergumam pendek. Malas menanggapi pertanyaan retoris Hendra. Entah mengapa sejak kemarin moodnya belum juga membaik.Belum lagi benaknya yang mendadak memikirkan Gerald, cinta pertamanya yang semakin membuatnya lesu."Kau kenapa? Apa kau merasa tidak enak badan?" Hendra yang cepat menyelesaikan ikatan dasi di lehernya, beranjak mendekati Della."Aku tidak papa," elak Della saat tangan kekar itu ingin meraih dahinya."Tapi Bunda terlihat lesu. Apa Bunda menginginkan sesuatu?" tawar Hendra."Tidak, Yah. Bunda han
Gerald memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di halaman rumahnya. Lantas melepas seatbelt yang Audy kenakan. "Ckkk. Seperti anak kecil saja," Ujar Audy. Namun, ia membiarkan Gerald melakukan hal itu untuknya. "Tapi kau suka kan?" Goda Gerald. Kemudian membuka seatbelt yang dikenakannya sendiri. "Dasar bucin," Cibir Audy bersiap turun sebelum Gerald melempar gombalan lebay nya. "Biar aku saja," Cegah Gerald menahan lengan Audy. "Aku bisa sendiri, Ger. Tak perlu berlebihan," Sahut Audy lalu membuka pintu mobil. "Dasar tak bisa diajak romantis," Desis Gerald. Perlahan ia melangkahkan kakinya ikut turun. Audy mengabaikan kekesalan Gerald. Ia dengan santai melangkah masuk ke dalam rumah mereka. Melangkah terus hingga ke kamar. Lalu membaringkan diri di atas ranjang sebelum Gerald menyuruhnya.
Selesai sarapan, Gerald masih terus memberika perhatian pada Audy. Ia pun mengambilkan segelas air putih untuknya."Terima kasih. " Lidah Audy terasa kelu. Tidak terbiasa dengan sikap Gerald. Perhatian kecil dari laki-laki itu sukses membuatnya salah tingkah.Gerald tersenyum manis. Menatap Audy yang semakin terlihat cantik dengan sedikit rona merah di pipinya."Biar aku saja," tawar Gerald saat Audy hendak meletakan gelas itu kembali."Apa kau tidak pergi bekerja Ger?" Ujar Audy. Bila ditaksir mungkin sekarang sudah pukul tujuh lebih."Tidak. Aku akan menemanimu di sini.""Aku baik-baik saja," ucap Audy. Walau dalam hatinya ia berharap agar Gerald terus di sisinya.'Bodoh kau Audy. Apa sekarang kau mulai berharap padanya? Ap kau lupa bagaimana mudahnya dia mencampakkanmu?' Batin Audy mendadak dilema.
Perlahan Gerald membantu membaringkan Audy di atas ranjang. Dengan tangan kanan menahan punggung Audy agar tidak langsung Gerak pun sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Audy.Sekilas tatapan mereka bertemu, Audy cukup lama menatap Gerald. Ia masih tak menyangka bila suaminya kini telah berubah menjadi malaikat yang super lembut.Begitu pula dengan Gerald, Laki-laki itu balas menatap wajah cantik Audy. Dalam hatinya ia berjanji, tak akan menyia-nyiakan istrinya lagi."Permisi. " Suara seorang pramusaji membuat Gerald dan Audy sontak mengalihkan tatapannya. Gerald lekas menarik tangannya yang tertindih punggung Audy. Lantas, membaringkan Audy dengan hati-hati.Wajah Audy sedikit memerah saat melihat pramusaji itu tersenyum canggung."Masuk saja, Sus," Ucap Audy sadar bila bila sosok yang berdiri di depan pintu tampak ragu. Mungkin saja
Gerald mendudukan pantatnya di sofa sembari menunggu Audy keluar. Sesekali ia melirik pintu kamar mandi, agar bisa bergerak sigap jika gadis itu akan keluar. 'Maafkan aku, karena keegoisanku kamu menjadi terluka. Tapi aku berjanji, aku akan melupakan masa laluku dan memulai hidup bersamamu.'Gerald larut dalam pikirannya. Perasaan bersalah kembali menggeleyutinya. Ia beruntung semesta menyadarkan dirinya dengan cepat sehingga gadis itu belum terlepas darinya.Suara deringan ponsel terdengar nyaring, membuat lamunan Gerald buyar. Diliriknya ponsel Audy yang berada di atas nakas.Gerald menatap ke arah pintu toilet, sepertinya Audy belum selesai dengan urusannya."Apa aku saja yang mengangkatnya ya?" Gumam Gerald menimbang sebentar.Deringan itu masih terus berbunyi, Gerald menunggu sebentar lagi berharap Audy cepat keluar."Baiklah, biar aku saja yang mengangkatnya. Siapa tahu saja itu telepin penting," pungkas Gerald segera mende
Sinar mentari menembus kaca jendela ruangan, di mana Audy sedang dirawat. Sinarnya sedikit menyilaukan, membuat Audy terbangun dari tidur panjangnya. Perlahan-lahan mata Audy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap sekelilingnya, infus yang terpasang di tangannya membuat ia susah bergerak."Auhh ...." Audy mengaduh kesakitan. Satu hal yang sangat ia benci, saat ia ingin tumbuh menjadi mandiri saat itu juga ia membenci saat dia sakit dan terbaring lemah tak berdaya.Gerald yang masih terlelap kini bangun saat mendengar suara Audy. Ia pun beranjak dari sofa menuju ke ranjang Audy."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sembari mengucek matanya agar terbuka dengan sempurna"Iya, aku baik-baik saja." Audy berusaha bangkit dari ranjang saat merasa ingin buang air kecil. Ia meringis kecil, kepala yerasa pening saat ia menggerakan tubuhnya."Apa yang ingin kau lakukan?" Heran Gerald dengab sigap memegangi tubuh Audy."Aku ingin ke ka
'Menjaganya' entah kata dari mana itu terlintas dalam otak Gerald. Satu prioritas yang mampu membuatnya bertanggungjawab."Kau di sini saja. Apa kau ingin sesuatu?" tanya Gerald dengan lembut.'Mengapa lelaki ini berubah?" tanya Audy pada dirinya sendiri. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Gerald. Perubahannya yang berbeda 180 derajad dari sebelumnya membuat Audy harus tetap waspada."Audy?!" Seru Gerald mengibas-ngibaskan tangannya di depan Wajah Audy yangtampak melamun."Eh, iya. Tidak ada. Aku ingin jus jambu saja," ucap Audy yang mendapatkan anggukan dari Gerald."Baiklah, tunggu sebentardan jangan kemana-mana." Peringat Gerald sebelum melangkah pergi. Ia bersiul pelan, melangkah masuk ke dalam restoran.20 menit berlalu, Gerald kini kembali ke mobil dengan membawa makanan dan juga minum sesuai pesanan Audy."Ini untukmu," Gerald memberikan satu box makanan yang berisi cumi saos tiram dan juga udang
Gerald bergegas menuju mobil, yang kebetulan mobil itu terpakir tidak jauh dari posisi Audy dan Rakha. Entahlah rasa laparnya tiba-tiba saja menghilang. Gerald mengambil ponsel di dalam sakunya.Tangannya dengan lincah mengetik nama Audy. Namun, sayang nama itu tidak ada di ponselnya. Saat ia mengingat kembali, nomor Audy hanya diberikan inisial A, Gerald tersenyum getir. Gerald menghela nafas berat. Abaikan dulu masalah nama kontak, yang terpenting sekarang bagaimana membuat Audy pulang dan memberinya pelajaran. Namun, matanya tak bisa untuk berpaling dari pandang yang disuguhkan, lelaki itu benar-benar membuat Audy bisa tertawa tanpa ada beban. Ingin rasanya ia turun lalu menghajar lelaki itu, tapi niatnya diurungkan saat Audy menyentuh tangan lelaki itu."Brengsek! Beraninya kau, Audy." Umpatan keluar dari mulut Gerald.Tak menunggu waktu lama Gerald menekan nomor Audy, menunggu Audy menjawab pangg
Lelah, keadaan yang membuat seseorang akan melepaskan segala sesuatu yang tengah dipertahankan. Begitupun dengan Audy ia sudah lelah dengan semua ini, bolehkah ia bahagia? Ada kalanya saat kita tidak sanggup memperbaiki lebih baik tutup telinga dan mata. Sudah 2 minggu lamanya setelah kejadian Gerald menginginkan Audy untuk ikut program keluarga berencana, yang membuat hatinya seperti teriris belati. Bukan sakit karena Gerald tidak menginginkan anak dari rahimnya, ia lebih sakit karena dianggap seperti jalang, yang habis dipakai lalu dibuang, bedanya hanya pada status saja, suami istri. "Kau lembur lagi?" Tanya Shinta yang melihat Audy masih sibuk dengan komputernya. "Iya, aku harus segera menyelesaikan ini semua." "Apa ada masalah?" "Tidak ada." "Baiklah, aku harap kau tidak mengabaikan kesehatan mu. Lihat itu kantong matamu sudah menghitam semua." Shinta mencoba untuk memberikan p