Wajah pucat akibat tangis yang tak kunjung mereda, membuat Miracle tampak begitu kacau. Tatapan matanya kosong dengan pikirannya menerawang ke depan. Beberapa jam lalu, dia baru saja melangsungkan pernikahan dengan calon suami dari saudara kembarnya sendiri. Nasib sial datang dihidup Miracle kala saudara kembarnya melarikan diri dari pesta pernikahan, membuat dirinya dipaksa untuk menikah dengan pria yang tidak pernah dia kenal sebelumnya.
Ya, hidup Miracle seolah telah berhenti di sini. Menikah adalah hal yang diimpikan semua wanita. Namun, pernikahan ini bukanlah pernikahan miliknya. Jika saja Miracle tahu akan seperti ini, Miracle tidak akan pernah datang ke pernikahan saudara kembarnya. Andai waktu bisa diputar, Miracle akan memilih menghindar. Sekarang, dirinya telah terjebak dalam sebuah ikatan pernikahan yang tidak pernah dia inginkan.
Miracle menyeka air matanya yang membasahi pelupuk matanya itu. Dia ingin melarikan diri, tapi dia tentu tidak bisa melakukan itu semua. Jika dia melarikan diri dari pernikahan maka keluarganya akan menanggung malu. Sudah cukup keluarganya dipermalukan kala saudara kembarnya melarikan diri. Dia tidak bisa melakukan hal yang sama.
Suara langkah kaki memasuki kamar, membuat Mracle menghentikan lamunanya dan mengalihkan pandagannya ke arah pintu. Seketika raut wajah Miracle berubah melihat sosok pria yang masih terbalut oleh tuxedo berwarna putih berdiri di hadapannya. Wajah pria tampan itu begitu dingin dan sorot matanya terpancar sikap arrogant.
“Hapus air matamu, aku tidak ingin orang berpikir aku menyiksamu.” Suara berat pria tampan itu menegur Miracle seraya memberikan tatapan begitu dingin pada Miracle yang duduk tidak jauh darinya. Dia melepas tuxedonya dan meletakannya ke atas sofa.
Miracle menatap pria itu sekilas. Dengan mata memerah dan sembab, dia menatap dingin pria itu. “Kenapa kau di sini?” tanyanya yang tak suka melihat pria itu berada di dalam kamar.
“Ini kamar pengantin. Aku rasa kau tidak perlu lagi bertanya.” Pria itu menjawab dengan tegas. Dia jengah mendapatkan pertanyaan bodoh dari Miracle.
“Pergilah. Kau bisa mencari kamar lain. Rumahmu ini besar dan pasti memiliki banyak kamar,” balas Miracle dengan nada dingin seraya membuang wajahnya tidak ingin menatap pria itu. Meski dia tahu ini adalah kamar pengantinnya, tapi dia tidak ingin tidur di kamar yang sama dengan pria itu.
“Seharusnya aku yang mengusirmu. Ini bukan kamar untukmu, tapi kau datang dan mengantarkan sendiri dirimu menggantikan saudara kembarmu yang melarikan diri. Apa sebenarnya kau menginginkan menikah denganku?” Pria itu berkata dengan begitu sarkas. Iris mata cokelat gelapnya menajam, menatap Miracle.
“Jangan sembarang bicara kau, Mateo! Aku menggantikan saudara kembarku karena aku tidak ingin membuat keluargaku malu!” Miracle menjawab berapi-api. Dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh pria yang kini telah resmi menjadi suaminya.
Mateo De Luca, pria tampan yang ada di hadapan Miracle ini adalah calon suami dari saudara kembarnya. Pria yang telah dijodohkan dengan saudara kembarnya. Miracle harus menerima kesialan dalam hidupnya. Kedatangannya ke Milan hanya untuk menghadiri pernikahan saudara kembarnya, tapi dia harus di hadapkan dengan kenyataan saudara kembarnya melarikan diri di pesta pernikahan. Dia tidak memiliki pilihan lain karena hanya dirinya yang bisa menyelamatkan nama baik keluarganya.
Selama ini Miracle tidak pernah mengenal sosok Mateo. Hanya beberapa kabar dia mendengar tentang saudara kembarnya yang menjalin hubungan dengan pengusaha hebat dari Milan. Selebihnya, dia tidak mengenal dengan baik sosok Mateo. Menetap lama di Roma, membuat Miracle tidak pernah tahu apa pun tentang rencana keluarganya. Termasuk menjodohkan Mateo dengan saudara kembarnya.
Mateo tersenyum sinis. “Bisa saja kau beralasan menggantikan saudara kembarmu, tapi kau sebenarnya menginginkan pernikahan ini. Sebenarmya kau bisa melarikan diri dan menolak. Tapi kau malah menerimanya. Jadi jangan membuat sebuah alasan seolah diriku ini bodoh. Simpan air matamu, aku tidak bisa kau tipu,” jawabnya begitu tajam, dan menusuk.
Miracle nyaris tertawa mendengar perkataan Mateo. Sungguh, dia belum pernah menemui pria yang begitu percaya diri seperti ini. Rasanya dia ingin menghajar pria ini karena telah merendahkan dirinya.
“Apa aku ini tidak salah dengar? Harusnya kau yang mencegah semua ini! Aku hanya membantu menyelamatkan nama baik keluargaku. Jika kau menentang pernikahan ini, maka ini tidak akan pernah terjadi. Kau bisa beralasan kau tidak mungkin menikahi wanita yang tidak pernah kau kenal sebelumnya! Ah, atau jangan-jangan kau sebenarnya yang menginginkan pernikahan ini?”
Miracle membalikkan ucapan Mateo. Dia tidak terima dituduh menginginkan pernikahan ini. Sementara dirinya terjebak dalam situasi rumit. Sebenarnya orang yang bisa menghentikan pernikahan ini adalah Mateo. Namun, nyatanya Mateo tetap memilih melanjutkan pernikahan ini. Dia sungguh tidak mengerti kenapa Mateo menuruti keinginan keluarganya, dan tidak melawan sedikitpun. Sejak awal Miracle bingung kenapa selama proses pernikahan Mateo terlihat begitu tenang dan tidak peduli. Padahal harusnya Mateo berontak. Mungkin jika Mateo berontak, maka dirinya akan selamat dari pernikahan ini.
Mateo membuang napas kasar. Dia melangkah mendekat ke arah Miracle. Sesaat iris mata cokelatnya bertemu dengan iris mata biru Miracle. Mereka saling menatap dingin satu sama lain. “Jangan percaya diri, wanita sepertimu bukanlah tipeku!”
Mata Miracle menyalang penuh amarah mendengar perkataan Mateo. Dia langsung mengangkat wajahnya, menatap Mateo tajam. “Kau pikir kau adalah tipeku? Kau yang jangan terlalu percaya diri!”
Mateo mengangkat bahunya tak acuh. “Berdebat denganmu hanya membuang waktuku. Lebih baik kau diam dan jangan menggangguku!”
Tanpa lagi berkata, Mateo berbalik, dia hendak berjalan meninggalkan Miracle. Namun dengan sigap Miracle berlari menyusul Mateo dengan cepat.
“Tunggu, kau belum menjawab pertanyaanku tadi.” Miracle menyentuh lengan Mateo.
Mateo melirik Miracle tajam. Dia langsung menjauhkan tangannya dari Miracle dan berkata dingin, “Jawaban apa yang belum aku berikan?”
“Kenapa kau tidak mencegah pernikahan ini? Kau bisa saja mencegahnya karena sejak awal kau harusnya menikah dengan saudara kembarku bukan aku!” Miracle menatap Mateo dengan seksama. Tatapannya penuh selidik, dan mencari kebenaran di iris mata coklat pria itu.
Mateo membuang napas kasar. “Kau mengatakan padaku, menggantikan posisi saudara kembarmu karena menyelamatkan keluargamu. Maka jawabanmu dan jawabanku adalah sama. Aku tidak memiliki pilihan. Kau yang telah memutuskan, maka kau menanggung apa yang telah kau putuskan.”
“Sudah lebih baik kau ganti gaunmu itu. Apa kau mau tidur dengan gaun pengantin?” tegas Mateo dengan tatapan dingin pada gaun pengantin yang melekat di tubuh Miracle.
Miracle melihat tubuhnya sendiri. Benar saja, tubuhnya masih terbalut oleh gaun pengantin. Dia tidak lagi berkata, dia menghentakan kakinya hendak masuk ke dalam kamar mandi. Namun tiba-tiba, gaun pengantin Miracle tersangkut pada meja hingga membuat tubuh Miracle tersungkur di lantai.
“Aww—” Miracle menjerit keras. Tumpukkan berkas yang ada di atas meja langsung terjatuh. Sementara Mateo hanya berdecak kesal melihat betapa cerobohnya wanita itu. Dia langsung melangkah mendekat ke arah Miracle.
“Sakit sekali,” keluh Miracle seraya menyentuh sikutnya, wajahnya merengut sebal. Dia mengumpat dalam hati. Detik selanjutnya, saat Miracle hendak ingin beranjak tanpa sengaja tatapan Miracle teralih pada sebuah map berwarna cokelat yang tertuliskan perjanjian pernikahan. Keningnya berkerut, dia langsung mengambil dokumen yang begitu dekat dengannya.
“Mateo, ini perjanjian apa?” tanya Miracle seraya menatap bingung berkas yang ada di tangannya itu.
***
Holla jangan bingung yaa. Novel ini adalah novel orang tua dari Marcel De Luca yang ada di Bittersweet Passion.
Info selanjutnya follow I*: abigail_kusuma95 (Informasi lengkap ada di I*, ya)
Mateo terdiam sesaat melihat berkas yang ada di tangan Miracle. Raut wajah dingin dan sorot mata yang tajam, menatap Miracle. “Bukalah, baca dokumen yang ada di tanganmu itu dan pelajari isinya.”Kening Miracle berkerut. Dia tampak semakin tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Mateo. Perlahan Miracle mulai bangkit berdiri. Dia masih memegang kuat berkas perjanjian itu. “Bisa kau jelaskan apa maksud ini?”“Aku akan menjelaskan jika kau sudah membacanya.” Mateo berucap dengan tegas. Sorot mata yang terpancar sifat arogantnya itu, menatap Miracle dingin.Miracle diam. Dia masih tidak mengerti. Namun, tidak mungkin dia kembali mendesak Mateo untuk menjelaskannya. Dengan pelan, Miracle mulai membuka berkas itu. Tiba-tiba, raut wajahnya berubah kala membaca lembar pertama yang ada di perjanjian itu. Iris mata birunya menajam. Terlihat amarah disertai kebingungan di sana.Pihak Pertama : Mateo De LucaPihak Kedua : Miracle GeovanPihak pertama akan menghidupi pihak ke
Miracle menggeliat, mengerjap dan menyipitkan matanya saat sinar matahari menembus jendela, menyentuh wajanya. Sesaat Miracle memijat pelan pelipisnya ketika dia merasakan sedikit pusing. Dia mengedarkan pandangannya, menatap sekelilingnya. Seketika raut wajahnya langsung berubah saat dia menyadari dirinya berada di kamar pengantin.“Tadi malam pasti aku ketiduran,” gerutu Miracle seraya menatap tubuhnya sendiri—dia mendesah panjang mendapati gaun pengantin masih terbalut ditubuhnya. Bahkan sisa riasan masih melekat di wajahnya. Rambutnya yang dia yakin sudah tidak tahu lagi bagaimana bentuknya. Dia mengingat tadi malam, dirinya tertidur hingga dia tidak mengganti gaun dan menghapus riasan di wajahnya. Terdengar suara perut Miracle yang berbunyi. Dia langsung mendengkus, tentu saja dia kelaparan karena sejak tadi malam, dia tidak menyentuh makanan yang dihidangkan pelayan. Dia langsung beranjak dan menuju ruang makan. Namun langkahnya terhenti melihat Mateo sudah lebih dulu berada d
Mateo duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine yang berada di tangannya. Pikirannya tidak lagi berpikir jernih. Dia baru saja merasakan kebahagaian saat Selena melarikan diri dari pernikahan, tapi dalam hitungan detik kebahagiannya harus lenyap kala Miracle, saudara kembar Selena menggantikan Selena yang melarikan diri. Andai saja, Miracle tidak menggantikan Selena, hidupnya sudah pasti akan jauh lebih baik dan terbebas dari paksaan keluarganya.Suara interkom terdengar membuat Mateo langsung mengalihkan pandangannya pada telepon yang terus berdering. Sesaat dia mengembuskan napas kasar kala ada yang mengganggunya. Ingin sekali dirinya lepas dari tanggung jawab sialan ini. Ya, menjadi anak satu-satunya dan pewaris De Luca Group membuat Mateo tidak memiliki pilihan lain untuk mengambil alih tanggung jawab perusahaan.Dengan terpaksa, dan raut wajah yang begitu datar dan dingin Mateo menekan tombol hijau untuk memerima panggilan. “Ada apa? Kenapa kau menggangguku?” serunya saat
“Aku sudah meminta asistenmu memindahkan barang-barangmu yang ada di Roma. Jadi kau tidak perlu kembali ke sana,” ujar Mateo begitu santai, sontak membuat Miracle terkejut.“Kau memindahkan barang-barangku? Apa hakmu memindahkan semua barang-barangku di Roma tanpa persetujuan dariku?” Suara Miracle berseru, dan tatapan yang kian menajam. Rahangnya mengetat. Sementara Mateo hanya memilih duduk di kursi kerjanya seraya mengisap rokoknya dan mengabaikan perkataan Miracle.“Kenapa kau harus marah? Apa yang aku lakukan adalah hal yang benar. Aku membantumu memindahkan barang-barangmu di Roma. Lagi pula, ini bukan sepenuhnya keinginanku, tapi ayahmu berpesan padaku untuk segera meminta anak buahku memindahkan barang-barangmu. So, it’s not a big deal,” ucap Mateo mengembuskan asap rokok ke udara. Dia mengambil botol wine yang ada di hadapannya dan menuangkan ke gelas sloki di tangannya dan menyesapnya perlahan.Miracle menggeram penuh rasa kesal. Tatapan matanya kian menajam pada Mateo yang
Dorr … Dorr …“Good job, Miracle. Kau memang hebat,” Miracle tersenyum puas kala tembakannya tidak meleset pada papan. Sejak dulu Miracle selalu diajarkan oleh sang ayah untuk menjaga dirinya sendiri. Setiap hari Miracle selalu berlatih menembak dan menggunakan pisau. Lama tinggal di Roma sendiri, membuatnya harus mampu melindungi dirinya. Meski banyak pengawal yang menjaganya, tapi Miracle selalu waspada demi kebaikannya.Miracle berbalik, dia hendak mengambil minuman yang terletak di atas meja. Namun, langkahnya terhenti kala melihat sosok pria berdiri tegap dan terus menatapnya dengan begitu lekat. “Mateo? Kau sudah pulang? Sejak kapan kau di sini?” tanyanya terkejut melihat Mateo berada di hadapannya. Pasalnya, tidak biasanya pria itu pulang lebih awal. Bahkan hampir setiap harinya Mateo selalu pulang larut malam.“Hari ini aku pulang lebih awal,” jawab Mateo dingin dengan raut wajah datar. Dia melangkah mendekat ke arah Miracle seraya melanjutkan perkataanya, “Siapa yang mengajar
“Miracle, ini adalah makanan kesukaan Mateo. Nanti, Mommy akan mengajarkanmu lagi. Sekarang kau dan Mateo makanlah.” Orina memberikan Ossobuco pada Miracle dan Mateo untiuk segera memakan makanan yang dia buat.Sebelumnya Orina sudah mengajarkan membuat makanan kesukaan Mateo. Hanya saja, terlihat wajah Miracle yang tampak begitu enggan. Bagaimana tidak? Miracle memang tidak hebat dalam memasak. Selama ini, dia tidak memiliki waktu untuk belajar memasak.“Ya, Mom,” jawab Miracle dengan raut wajah yang terpaksa. Tidak ada jawaban selain ‘Ya’, dia tak mungkin mengutarakan isi hatinya yang tak ingin membuatkan makanan untuk Mateo.“Jika kau lemah dalam memasak, lebih baik kau tidak perlu melakukannya,” sambung Mateo dingin, tanpa melihat ke arah Miracle.Miracle mendengus tak suka. “Kau ini memangnya tahu apa? Lihat saja, nanti aku akan membuktikan masakanku!” Mateo mengangkat bahu acuh, tak acuh. Dia tidak memedulikan perkataan Miracle. Pria tampan itu memilih menikmati Ossobuco yang
“Miracle?” Mateo menjauhkan wajahnya, menatap Miracle yang berada dibawahnya. Seketika dia terkejut melihat Miracle yang memejamkan mata. Dengan panik, Mateo menepuk pelan pipi Miracle, tapi wanita itu tetap juga tidak sadar.Hingga kemudian, tatapan Mateo teralih pada kepala Miracle yang mulai meneteskan darah. Wajahnya semakin panik melihat darah yang menetes di kepala Miracle. Pria tampan itu langsung menutup luka Miracle dengan tangannya, guna menghentikan darah yang keluar.“Shit! Buka matamu, Miracle!” Mateo kembali berusaha membangunkan Miracle, tapi wanita itu tetap memejamkan matanya dengan keadaan wajah yang semakin pucat. “Mateo, ada apa dengan Miracle?” tanya Orina menghampiri, dengan raut wajah yang dilingkupi rasa panik.“Dia terluka. Minta pelayan panggilkan dokter.” Mateo bangkit berdiri seraya membopong tubuh Miracle dengan gaya bridal menuju kamar.Orina yang sangat panik mendengar Miracle terluka, langsung meminta pelayan untuk memanggil dokter keluarga De Luca. W
Suara dering ponsel terdengar. Miracle yang tengah tertidur pulas harus terbangun karena dering ponselnya tak kunjung berhenti. Wanita cantik mengumpat kasar kala ponselnya mengganggu tidurnya. Padahal dia masih ingin beristirahat. Dalam keadaan kesal, dia menyambar ponselnya dan langsung menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan—tanpa lebih dulu melihat ke layar.“Halo?” jawab Miracle dengan nada begitu kesal saat panggilan terhubung.“Miracle! Katakan pada penjagamu berikan aku masuk ke dalam rumahmu! Kurang ajar sekali penjagamu itu tidak memberikan akses untukku masuk! Cepat aku tidak tahan menunggu lama seperti ini!” Suara seorang wanita begitu nyaring dari seberang line yang sontak membuat Miracle terkejut. Miracle langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya, lalu menatap ke layar ponselnya itu. Seketika dia menghembuskan napas kasar kala nama Charlotte, sepupunya muncul di layar ponselnya. Pantas saja dia begitu mengenali suara nyaring itu. Dia kembali meletakan ponsel