Share

Bab 3. Ruang Rahasia yang Tak Boleh Tersentuh

Miracle menggeliat, mengerjap dan menyipitkan matanya saat sinar matahari menembus jendela, menyentuh wajanya. Sesaat Miracle memijat pelan pelipisnya ketika dia merasakan sedikit pusing. Dia mengedarkan pandangannya, menatap sekelilingnya. Seketika raut wajahnya langsung berubah saat dia menyadari dirinya berada di kamar pengantin.

“Tadi malam pasti aku ketiduran,” gerutu Miracle seraya menatap tubuhnya sendiri—dia mendesah panjang mendapati gaun pengantin masih terbalut ditubuhnya. Bahkan sisa riasan masih melekat di wajahnya. Rambutnya yang dia yakin sudah tidak tahu lagi bagaimana bentuknya. Dia mengingat tadi malam, dirinya tertidur hingga dia tidak mengganti gaun dan menghapus riasan di wajahnya.  

Terdengar suara perut Miracle yang berbunyi. Dia langsung mendengkus, tentu saja dia kelaparan karena sejak tadi malam, dia tidak menyentuh makanan yang dihidangkan pelayan. Dia langsung beranjak dan menuju ruang makan. Namun langkahnya terhenti melihat Mateo sudah lebih dulu berada di ruang makan. Ingin rasanya dia pergi, tapi dia tidak mungkin melakukan itu. Perutnya sudah berbunyi. Dia tidak bisa lagi menahan laparnya. Dengan raut wajah datar dan dingin, Miracle mendekat dan menarik kursi, lalu duduk di samping Mateo—yang meliriknya sekilas.

“Miracle.” Mateo memanggil Miracle dengan nada dingin, dan raut wajah tanpa ekspresi.

“Ada apa?” jawab Miracle ketus, tanpa mau melihat ke arah Mateo.

“Hari ini aku akan pulang malam. Jika orang tuaku menghubungimu, katakan padanya aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku,” Mateo bekata dengan nada datar. Bukan hanya Miracle yang tidak melihat ke arahnya, tapi dia juga tidak mau menatap ke arah wanita itu. Meski wanita itu duduk di sampingnya, dia memilih hanya melirik sekilas, dan tidak lagi menatapnya.

“Lebih bagus kalau kau tidak pulang,” jawab Miracle ketus.

Sudut bibir Mateo terangkat, membentuk senyuman kala mendengar perkataan pedas Miracle. Pria tampan itu mengambil cangkir yang berisikan kopi, lalu disesapnya perlahan. “Aku juga ingin tidak pulang, tapi, kau tentu tahu kita baru menikah. Media akan terus mencari tahu tentang kehidupan kita. Aku tidak ingin masuk ke dalam pemberitaan itu.”

Miracle mengembuskan napas panjang. Menikah dengan sosok pria seperti Mateo De Luca, membuat hidupnya mau tidak mau harus berhadapan dengan paparazzi yang diam-diam mengusik pribadinya. Sejak dulu, Miracle selalu menghindar dari pemberitaan media yang mencari tahu tentang dirinya. Itu kenapa Miracle menempuh pendidikan di Roma dan jauh dari keluarganya yang menetap di Toronto.

Lahir dari keluarga terpandang, membuat Miracle bosan. Dia lelah harus menjadi incaran para media.  Dulu Miracle pikir, setelah dirinya menikah, dia akan bebas dari media yang ingin tahu tentang kehidupan pribadinya. Namun nyatanya itu salah. Tepat di mana dirinya menggantikan saudara kembarnya dalam pernikahan, dia semakin menjadi pusat pemberitaan di media.

Bahkan hingga detik ini, Miracle tidak berani membuka social media karena begitu banyak yang membicarakan dirinya. Bukan hanya social media, tapi Miracle tidak menghidupkan ponselnya, menghindari telepon dari teman-temannya.

“Sebelum aku berangkat, aku ingatkan padamu jangan mencari masalah. Sekarang kau adalah istriku. Aku tidak akan pernah mengusik kehidupanmu. Nama belakangmu sudah berganti dengan nama keluargaku. Jangan mencari masalah yang membuatku malu. Aku tidak akan pernah mentolerasi sedikit pun masalah yang kau buat.” Mateo berucap tegas dengan nada penuh peringatan.

“Kau tidak perlu mengancamku. Aku bukan wanita bodoh,” jawab Miracle dingin dan membuang wajahnya tidak mau menatap Mateo yang mengajaknya bicara. “Lagi pula jika aku bisa, aku kan memilih membuang nama keluargamu dari nama belakangku,” lanjutnya sarkas.

Mateo tersenyum sinis mendengar jawab dari Miracle. Rupanya wanita itu telah memasang taring, membentengi dirinya agar tampak tidak lemah. Namun, sayangnya Mateo tidak memedulikan apa perkataan Miracle. Bagi Mateo, wanita itu akan tetap berada di bawah kendalinya.

“Terserah apa yang kau katakan.” Mateo membalas ucapan Miracle dengan dingin. Dia beranjak dari tempat duduknya, lalu mengambil kunci mobil yang ada di atas meja seraya melanjutkan perkataannya, “Aku berangkat.”

Miracle tidak menjawab. Dia masih membuang wajahnya, tidak mau menatap Mateo. Sementara Mateo, dia sendiri langsung melangkah keluar dari ruang makan, tanpa melihat ke arah Miracle.

“Pria sialan,” umpat Miracle kesal kala Mateo sudah pergi. “Aku berharap kau tidak perlu lagi pulang selamanya!”

Miracle mengembuskan napas kasar. Dia mengatur dirinya meredakan kekesalan pada Mateo. Sepertinya dia harus menerima mimpi buruk ini. Sebab setiap harinya, dia harus dihadapakan dengan wajah Mateo yang menyebalkan itu.

Miracle sudah tidak lagi menafsu makan. Dia meletakan perlengkapan makan ke atas meja. Dia beranjak dan memilih melangkahkan kakinya, menuju taman belakang. Udara yang cerah, membuat Miracle menginginkan menenangkan pikiran yang telah mengganggunya itu. Dia mulai lelah, kesialan datang dihidupnya bertubi-tubi sejak dirinya datang ke Milan.

Saat Miracle hendak melangkah menuju taman belakang, tanpa sengaja tatapannya teralih ke sebuah ruangan di ujung saja. Ruangan yang tampak berbeda dari ruangan yang ada di dalam mansion ini. Miracle mengerutkan keningnya, harusnya tidak ada gudang yang berada di sekitar sini. Gudang berada di luar ruang utama.

“Ruangan apa itu?” gumam Miracle yang tampak berpikir. Dia ingin mengabaikan ruangan itu, tapi rasa penasarannya membuat dirinya berjalan mendekat ke ruangan itu dan membuka kenop pintu. Namun tiba-tiba…

“Nyonya jangan,” Seorang pelayan berteriak cukup keras, kala Miracle hendak membuka kamar itu.

Miracle terkejut, dia mengalihkan pandangannya pada pelayan yang berteriak padanya. “Kenapa kau melarangku masuk? Aku hanya ingin melihat ini ruangan apa,” jawabnya dingin, dan tatapan yang tajam.

“Nyonya, maaf.” Pelayan itu segera menghampiri Miracle dan menundukkan kepalanya. “Tuan Mateo tidak mengizinkan satu orang pun masuk ke dalam kamar itu. Saya mohon, Nyonya jangan masuk ke sana. Anda boleh mengunjungi tempat lain, tapi tidak dengan kamar itu, Nyonya. Jika Tuan Mateo tahu, beliau akan marah besar,” lanjutnya dengan nada begitu ketakutan.

Kening Miracle berkerut. Dia menatap bingung pelayan yang berdiri di hadapannya. “Kenapa hanya kamar ini yang tidak boleh aku lihat? Apa yang Mateo sembunyikan di kamar ini?” tanyanya dengan nada sedikit mendesak agar pelayan memberitahunya. Rasa penasaran dalam dirinya semakin kuat.

“Nyonya, lebih baik Anda segera menjauh dari kamar ini. Area kamar ini banyak CCTV, Nyonya. Bisa saja Tuan Mateo saat ini sedang melihat Anda,” jawab sang pelayan dengan gugup dan takut.

Miracle terdiam sesaat, dia tampak berpikir ketika sang pelayan mati-matian melarang dirinya masuk ke dalam ruangan ini. ‘Apa yang disembunyikan Mateo di dalam?’ batinnya seraya menatap pintu ruangan itu dengan lekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status