Mateo duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine yang berada di tangannya. Pikirannya tidak lagi berpikir jernih. Dia baru saja merasakan kebahagaian saat Selena melarikan diri dari pernikahan, tapi dalam hitungan detik kebahagiannya harus lenyap kala Miracle, saudara kembar Selena menggantikan Selena yang melarikan diri. Andai saja, Miracle tidak menggantikan Selena, hidupnya sudah pasti akan jauh lebih baik dan terbebas dari paksaan keluarganya.
Suara interkom terdengar membuat Mateo langsung mengalihkan pandangannya pada telepon yang terus berdering. Sesaat dia mengembuskan napas kasar kala ada yang mengganggunya. Ingin sekali dirinya lepas dari tanggung jawab sialan ini. Ya, menjadi anak satu-satunya dan pewaris De Luca Group membuat Mateo tidak memiliki pilihan lain untuk mengambil alih tanggung jawab perusahaan.
Dengan terpaksa, dan raut wajah yang begitu datar dan dingin Mateo menekan tombol hijau untuk memerima panggilan. “Ada apa? Kenapa kau menggangguku?” serunya saat panggilan sudah terhubung.
“Tuan Mateo, di luar ada Tuan Besar Antonio yang ingin bertemu. Sebelumnya saya sudah mengatakan anda sedang melakukan video conference, tapi beliau tetap memaksa bertemu, Tuan,” ujar sang sekretaris dari seberang line.
Mateo berdecak kesal seraya mengumpat dalam hati. Percuma saja, beralasan dirinya melakukan video conference, karena jika ayahnya itu ingin bertemu dengannya, segala alasan tidak akan pernah di dengar olehnya. “Minta pria tua itu untuk masuk.” Dia langsung menekan tombol merah mengakhiri panggilan.
Tak berselang lama, sosok pria paruh baya dengan wajah yang masih sangat tampan dan tubuh tegap melangkah masuk ke dalam ruang kerja Mateo. Dengan malas, Mateo menatap sang ayah yang mendekat ke arahnya.
“Kau baru satu hari menikah tapi kau sudah masuk bekerja! Kenapa kau tidak pergi berbulan madu, Mateo!” seru Antonio, sang ayah dengan tatapan tajam pada putranya itu.
“Aku menurutimu menikahi putri dari rekan bisnismu. Aku rasa itu sudah lebih dari cukup! Jangan pernah memaksaku untuk berbulan madu!” jawab Mateo tegas.
Antonio mendekat ke arah Mateo seraya menghunuskan tatapan yang kian menajam. “Bisakah kau tidak membangkang! Apa salahnya menikah dengan putri dari William Geovan? Kau bahkan memiliki istri yang sempurna. Meski kau tidak menikah dengan Selena, tapi kau tetap menikah dengan putri William Geovan. Lagi pula, Miracle sangat cantik serta berpendidikan. Dia sangat pantas bersanding denganmu!”
“Jika bagimu putri dari William Geovan sosok yang sempurna, kenapa tidak kau saja yang menikahinya?” balas Mateo begitu sarkas.
“Jaga bicaramu, Mateo De Luca!” bentak Antonio keras.
“Dad, pergilah! Aku sedang tidak ingin di ganggu. Selama ini aku selalu menurutimu, bukan? Aku membuang cita-citaku hanya karena dirimu. Aku juga sudah menikahi putri dari rekan bisnismu. Semua sudah aku turuti. Jangan lagi berharap lebih. Kau tenang saja, aku berjanji tidak akan pernah bercerai dengan Miracle. Di hadapan publik, mereka hanya tahu aku dan Miracle pasangan yang saling mencintai sesuai dengan apa yang kau harapkan!” Mateo menyambar wine yang berada di atas meja, dan menenggaknya hingga tandas. Dia mengambil rokok dan menghidupkan rokoknya. Dia tidak memedulikan tatapan tajam yang diberikan oleh ayahnya itu.
Antonio menggeram, berusaha mengendalikan emosinya. “Kau masih menggunakan nama De Luca di belakang namamu. Kau tidak memiliki hak untuk melawan perkataanku! Jika aku melepas nama belakangmu, tidak akan ada yang bisa kau kerjakan! Kau tidak bisa mengendalikan duniamu dengan hanya nama depanmu! Aku peringatkan padamu, kau harus belajar mencintai Miracle!”
Mateo mengumpat dalam hati. Sejak dulu ayahnya akan membawa nama belakangnya. Jika saja dia bisa melepas maka sudah lama dia melepas nama itu. Namun, semua keinginannya harus terkubur dalam karena Mateo tidak bisa membuang nama belakangnya. Semua dia lakukan karena menjaga perasaan Ibunya sendiri.
“Mateo,” Seorang wanita menerobos masuk ke dalam ruang kerja Mateo. Tepat di saat wanita itu menerobos masuk ke dalam ruang kerja Mateo—Gustav, asisten pribadi Mateo—mengejar sosok wanita cantik itu.
Antonio dan Mateo langsung mengalihkan pandangan mereka kala mendengar sosok wanita yang menerobos masuk ke dalam. Seketika senyum di bibir Antonio terukir melihat Miracle berada di hadapannya.
“Maaf, aku mengganggu.” Miracle menundukkan kepalanya merasa tidak enak kala ada Antonio. Pantas saja saat dia masuk sudah di tahan oleh Gustav, tapi bukan Miracle namanya jika sifat keras kepalanya tidak ada. Tentu dia ingin membuktikan sendiri. Seperti sekarang dia telah membuktikan, dan dia merasa tidak enak karena mengganggu.
“Tuan Antonio, maaf Nyonya Miracle ingin bertemu denga Tuan Mateo,” Gustav menundukkan kepalanya di hadapan Antonio.
“Pergilah Gustav, Miracle berhak ke sini kapanpun yang dia inginkan,” jawab Antonio yang langsung membuat Miracle tersenyum.
“Baik, saya permisi.” Gustav pamit undur diri dari ruang kerja Mateo.
Mateo menatap dingin kala Miracle berada di ruang kerjanya. Dia hendak bertanya, tapi dia memilih mengurungkan niatnya karena tidak mungkin dia berdebat dengan Miracle di hadapan ayahnya. Tentu dia yakin ayahnya itu akan membela Miracle.
“Miracle, kemarilah,” pinta Antonio dengan tatapan penuh kasih sayang.
“Paman, maaf aku mengganggumu dengan Mateo.” Miracle melangkah mendekat ke arah Antonio. Lantas, dia sedikit menunduk karena terus merasa tidak enak.
“Miracle.” Antonio membawa tangannya mengelus lembut pipi Miracle. “Kau harus menanggilku Dad. Sekarang kau sudah menjadi istri Mateo. Sama saja dengan kau adalah putriku.”
Miracle mengangguk. “Iya, Paman. Maaf, maksudku Dad.”
Antonio tersenyum. “Kau belum terbiasa, tapi nanti kau akan terbiasa. Ya sudah, Dad pergi dulu. Daddy tidak akan menggangu kau dan Mateo.”
“Hati-hati, Dad,” jawab Miracle dengan senyuman di wajahnya.
Antonio mengecup kening Miracle. Lantas dia berjalan meninggalkan ruang kerja Mateo. Saat Antonio sudah pergi, Miracle langsung melangkah mendekat ke arah Mateo yang duduk di kursi.
“Bagaimana kau tahu kantorku?” Belum juga Miracle berucap, Mateo sudah lebih dulu bertanya dengan suara yang begitu dingin dan menusuk.
“De Luca Group, perusahaan terbesar di Italia. Bagaimana aku tidak tahu kantor pusat De Luca Group?” Miracle semakin mendekat, dan dengan santai dia duduk di atas meja seraya melanjutkan perkatannya, “Aku tidak suka berbasa-basi, tujuanku ke sini karena aku ingin bilang besok aku akan ke Roma.”
“Untuk apa kau ke Roma? Kau ingin melarikan diri seperti saudara kembarmu?” Mateo balik bertanya dengan sarkas.
Miracle mendengkus tak suka. Dia tidak langsung menjawab. Dia mengambil gelas yang berisikan wine di tangan Mateo, lalu menyesapnya perlahan, “Aku baru tahu seorang Mateo De Luca bisa berpikir begitu cerdas. Jika aku melarikan diri, aku tidak akan mengatakan aku akan ke Roma. Tujuanku ke Roma, karena mengambil barang-barang pribadiku di sana. Lagi pula jarak Milan dan Roma tidaklah jauh. Aku hanya pergi ke luar kota bukan ke luar negeri.”
Mateo menyeringai mendengar perkataan yang terlontar dari Miracle. Sesaat dia melihat Miracle dengan begitu lekat. Miracle dan Selena bagaikan langit dan bumi. Keduanya memiliki paras yang sangat cantik. Meski kembar, tapi mereka tidaklah mirip karena memang Selena dan Miracle bukan kembar identik. Bukan hanya wajah yang tidak sama, tapi sifat pun tidak sama.
Selena terkenal begitu anggun. Bahkan cara bicara Selena sangat lembut. Berbeda dengan Miracle yang keras dan cenderung berani. Lihat saja, Mateo baru pertama kali melihat wanita yang lahir dari keluarga terpandang bisa duduk dengan santai di atas meja.
Selama ini, Mateo begitu mengenal wanita yang lahir dari keluarga terpandang akan memperhatikan tingkah lakunya. Harus dia akui, Miracle adalah wanita yang berbeda. Namun, sayangnya meski Miracle berbeda, dia tidak pernah peduli sama sekali.
Mateo beranjak dari tempat duduknya, dia mendekat ke arah Miracle dan menarik dagu wanita itu dengan jemarinya. “Apa kau tidak bertanya pada Jordan, asistenmu?” bisiknya dengan nada begitu menusuk di telinga Miracle.
Kening Miracle berkerut, menatap bingung Mateo. “Bertanya apa maksudmu, Mateo?”
“Aku sudah meminta asistenmu memindahkan barang-barangmu yang ada di Roma. Jadi kau tidak perlu kembali ke sana,” ujar Mateo begitu santai, sontak membuat Miracle terkejut.“Kau memindahkan barang-barangku? Apa hakmu memindahkan semua barang-barangku di Roma tanpa persetujuan dariku?” Suara Miracle berseru, dan tatapan yang kian menajam. Rahangnya mengetat. Sementara Mateo hanya memilih duduk di kursi kerjanya seraya mengisap rokoknya dan mengabaikan perkataan Miracle.“Kenapa kau harus marah? Apa yang aku lakukan adalah hal yang benar. Aku membantumu memindahkan barang-barangmu di Roma. Lagi pula, ini bukan sepenuhnya keinginanku, tapi ayahmu berpesan padaku untuk segera meminta anak buahku memindahkan barang-barangmu. So, it’s not a big deal,” ucap Mateo mengembuskan asap rokok ke udara. Dia mengambil botol wine yang ada di hadapannya dan menuangkan ke gelas sloki di tangannya dan menyesapnya perlahan.Miracle menggeram penuh rasa kesal. Tatapan matanya kian menajam pada Mateo yang
Dorr … Dorr …“Good job, Miracle. Kau memang hebat,” Miracle tersenyum puas kala tembakannya tidak meleset pada papan. Sejak dulu Miracle selalu diajarkan oleh sang ayah untuk menjaga dirinya sendiri. Setiap hari Miracle selalu berlatih menembak dan menggunakan pisau. Lama tinggal di Roma sendiri, membuatnya harus mampu melindungi dirinya. Meski banyak pengawal yang menjaganya, tapi Miracle selalu waspada demi kebaikannya.Miracle berbalik, dia hendak mengambil minuman yang terletak di atas meja. Namun, langkahnya terhenti kala melihat sosok pria berdiri tegap dan terus menatapnya dengan begitu lekat. “Mateo? Kau sudah pulang? Sejak kapan kau di sini?” tanyanya terkejut melihat Mateo berada di hadapannya. Pasalnya, tidak biasanya pria itu pulang lebih awal. Bahkan hampir setiap harinya Mateo selalu pulang larut malam.“Hari ini aku pulang lebih awal,” jawab Mateo dingin dengan raut wajah datar. Dia melangkah mendekat ke arah Miracle seraya melanjutkan perkataanya, “Siapa yang mengajar
“Miracle, ini adalah makanan kesukaan Mateo. Nanti, Mommy akan mengajarkanmu lagi. Sekarang kau dan Mateo makanlah.” Orina memberikan Ossobuco pada Miracle dan Mateo untiuk segera memakan makanan yang dia buat.Sebelumnya Orina sudah mengajarkan membuat makanan kesukaan Mateo. Hanya saja, terlihat wajah Miracle yang tampak begitu enggan. Bagaimana tidak? Miracle memang tidak hebat dalam memasak. Selama ini, dia tidak memiliki waktu untuk belajar memasak.“Ya, Mom,” jawab Miracle dengan raut wajah yang terpaksa. Tidak ada jawaban selain ‘Ya’, dia tak mungkin mengutarakan isi hatinya yang tak ingin membuatkan makanan untuk Mateo.“Jika kau lemah dalam memasak, lebih baik kau tidak perlu melakukannya,” sambung Mateo dingin, tanpa melihat ke arah Miracle.Miracle mendengus tak suka. “Kau ini memangnya tahu apa? Lihat saja, nanti aku akan membuktikan masakanku!” Mateo mengangkat bahu acuh, tak acuh. Dia tidak memedulikan perkataan Miracle. Pria tampan itu memilih menikmati Ossobuco yang
“Miracle?” Mateo menjauhkan wajahnya, menatap Miracle yang berada dibawahnya. Seketika dia terkejut melihat Miracle yang memejamkan mata. Dengan panik, Mateo menepuk pelan pipi Miracle, tapi wanita itu tetap juga tidak sadar.Hingga kemudian, tatapan Mateo teralih pada kepala Miracle yang mulai meneteskan darah. Wajahnya semakin panik melihat darah yang menetes di kepala Miracle. Pria tampan itu langsung menutup luka Miracle dengan tangannya, guna menghentikan darah yang keluar.“Shit! Buka matamu, Miracle!” Mateo kembali berusaha membangunkan Miracle, tapi wanita itu tetap memejamkan matanya dengan keadaan wajah yang semakin pucat. “Mateo, ada apa dengan Miracle?” tanya Orina menghampiri, dengan raut wajah yang dilingkupi rasa panik.“Dia terluka. Minta pelayan panggilkan dokter.” Mateo bangkit berdiri seraya membopong tubuh Miracle dengan gaya bridal menuju kamar.Orina yang sangat panik mendengar Miracle terluka, langsung meminta pelayan untuk memanggil dokter keluarga De Luca. W
Suara dering ponsel terdengar. Miracle yang tengah tertidur pulas harus terbangun karena dering ponselnya tak kunjung berhenti. Wanita cantik mengumpat kasar kala ponselnya mengganggu tidurnya. Padahal dia masih ingin beristirahat. Dalam keadaan kesal, dia menyambar ponselnya dan langsung menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan—tanpa lebih dulu melihat ke layar.“Halo?” jawab Miracle dengan nada begitu kesal saat panggilan terhubung.“Miracle! Katakan pada penjagamu berikan aku masuk ke dalam rumahmu! Kurang ajar sekali penjagamu itu tidak memberikan akses untukku masuk! Cepat aku tidak tahan menunggu lama seperti ini!” Suara seorang wanita begitu nyaring dari seberang line yang sontak membuat Miracle terkejut. Miracle langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya, lalu menatap ke layar ponselnya itu. Seketika dia menghembuskan napas kasar kala nama Charlotte, sepupunya muncul di layar ponselnya. Pantas saja dia begitu mengenali suara nyaring itu. Dia kembali meletakan ponsel
Mateo mengisap rokoknya dengan kuat dan mengembuskan asapnya keudara. Suara interkom masuk membuat Mateo yang bersantai langsung mengalihkan pandangannya pada telepon yang tak kunjung berhenti.Mateo membuang napas kasar. Dia paling membenci ada yang mengganggunya ketika sedang bersantai. Dengan raut wajah kesal, Mateo menekan tombol hijau untuk menerima panggilan dan menjawab dingin, “Kenapa kau menggangguku?”“Tuan Maaf, saya hanya ingin memberi tahu, Tuan Arsen datang ingin bertemu dengan anda,” ujar Gustav, sang asisten dari seberang line. “Untuk apa dia ke sini? Katakan padanya aku sibuk!”“Tapi, Tuan, Anda tentu tahu Tuan Arsen tidak akan mungkin pergi jika belum bertemu dengan Anda.” Mateo berdecak seraya mengumpat dalam hati. Arsen, sahabatnya mengganggu di waktu yang tidak tepat. Dia ingin bersantai sejenak, tapi malah harus mendapatkan gangguan.“Fine, suruh dia masuk, tapi katakan padanya, aku tidak memiliki banyak waktu!” Mateo langsung menutup panggilan secara sepihak.
Wajah pucat akibat tangis yang tak kunjung mereda, membuat Miracle tampak begitu kacau. Tatapan matanya kosong dengan pikirannya menerawang ke depan. Beberapa jam lalu, dia baru saja melangsungkan pernikahan dengan calon suami dari saudara kembarnya sendiri. Nasib sial datang dihidup Miracle kala saudara kembarnya melarikan diri dari pesta pernikahan, membuat dirinya dipaksa untuk menikah dengan pria yang tidak pernah dia kenal sebelumnya.Ya, hidup Miracle seolah telah berhenti di sini. Menikah adalah hal yang diimpikan semua wanita. Namun, pernikahan ini bukanlah pernikahan miliknya. Jika saja Miracle tahu akan seperti ini, Miracle tidak akan pernah datang ke pernikahan saudara kembarnya. Andai waktu bisa diputar, Miracle akan memilih menghindar. Sekarang, dirinya telah terjebak dalam sebuah ikatan pernikahan yang tidak pernah dia inginkan.Miracle menyeka air matanya yang membasahi pelupuk matanya itu. Dia ingin melarikan diri, tapi dia tentu tidak bisa melakukan itu semua. Jika di
Mateo terdiam sesaat melihat berkas yang ada di tangan Miracle. Raut wajah dingin dan sorot mata yang tajam, menatap Miracle. “Bukalah, baca dokumen yang ada di tanganmu itu dan pelajari isinya.”Kening Miracle berkerut. Dia tampak semakin tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Mateo. Perlahan Miracle mulai bangkit berdiri. Dia masih memegang kuat berkas perjanjian itu. “Bisa kau jelaskan apa maksud ini?”“Aku akan menjelaskan jika kau sudah membacanya.” Mateo berucap dengan tegas. Sorot mata yang terpancar sifat arogantnya itu, menatap Miracle dingin.Miracle diam. Dia masih tidak mengerti. Namun, tidak mungkin dia kembali mendesak Mateo untuk menjelaskannya. Dengan pelan, Miracle mulai membuka berkas itu. Tiba-tiba, raut wajahnya berubah kala membaca lembar pertama yang ada di perjanjian itu. Iris mata birunya menajam. Terlihat amarah disertai kebingungan di sana.Pihak Pertama : Mateo De LucaPihak Kedua : Miracle GeovanPihak pertama akan menghidupi pihak ke