Sekali lagi Dimas melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam sudah menunjuk diangka 20.40 wib, waktunya untuk bergegas dan segera mengunjungi pacar manisnya di tempat kerja. Ya, Dimas berencana mengunjungi Nayla malam ini, ada sesuatu yang ingin ia berikan untuk pacar manisnya.
Setelah melepas headseat dan memasukkan ke dalam tas, Dimas beranjak dari sofa panjang yang menjadi tempat favorit semua penyiar Radio Adela (bukan nama aslinya ya), saking favoritnya sampai-sampai memudar warnanya serta sudah menipis ketebalannya.
"Mau kemana lo Dim?" Sapaan Devi yang baru kembali dari toilet menghentikan langkaah Dimas.
Dimas menoleh ke arah asal suara, "keluar bentar." Masih dengan melanjutkan langkah.
"Bukannya loe nanti ada jadwal lagi?"
"Bentar doang, siaran juga masih satu jam lagi." Tidak lagi menoleh, terus melanjutkan langkah.
"T**i...." Tidak jadi berucap saat melihat Dimas sudah sampai pintu arah ke luar.
"Tuh anak mau kemana ya? Kok tumben-tumbenan keluar, biasanya paling betah ngedekem di sofa," bicara sendiri. Devi mengedikkan bahu tanda tak tahu lalu kembali melangkah masuk ke ruang siaran.
****
Tepat pukul 21.00 wib, Dimas sampai toko Accesories Collection bertepatan dengan toko yang sedang di tutup, tapi Dimas tak peduli karena tujuannya datang bukan sebagai pembeli melainkan mengunjungi pacar manisnya yang jadi salah satu karyawan toko tersebut.
Dimas sengaja menepikan kendaraanya di luar pagar toko, setelah turun ia segera beranjak menghampiri pemantau toko yaitu Heni.
Dimas mengobrol sebentar dengan Heni, tapi entah apa yang tengah keduanya bicarakan lalu setelahnya kembali melangkahkan kaki ke luar di mana kendaraan kesayangannya terparkir.
***
"Na, nanti kalau keluar dengan Kakak sepupumu jangan sampai kemalaman ya," ucap Heni saat sudah sampai kamar.
Nayla yang tak tahu dengan maksud ucapan Heni hanya diam, tidak segera menjawab. Dalam hati sedikit bingung, 'keluar? Jangan kemalaman? Emangnya aku mau kemana?' batinnya.
Tidak lama handphone yang digenggamnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Dengan segera Nayla melihat layar handphonenya, ada satu pesan masuk dari 'Kakak' bertulis [kutunggu di luar ya]
Setelah membaca pesan dari Dimas, Nayla sekarang mengerti, kenapa pemantaunya tadi bicara seperti itu.
"Dengar kan, Na?" ulang Heni karena Nayla hanya diam tanpa menjawab.
"Eh, i-iya Mbak, maaf tadi belum ngerti maksudnya," sahutnya diiringi ringisan.
***
Dimas tersenyum saat Nayla sudah ke luar menemuinya, pandangannya tak lepas dari wajah ayu yang selalu membuatnya rindu. Terlihat Nayla berjalan tergesa menuju tempatnya menunggu.
"Ada apa Kak?" ucapnya saat sudah sampai di dekat Dimas.
"Kangen Nayang," ucapnya terdengar sedikit manja.
Nayla hanya terseyum mendengar ucapan Dimas, tapi dalam hati juga membatin,'aku juga kangen Kak.'
"Jalan bentar yuk!" tangannya menarik Nayla untuk lebih mendekat.
"Kemana? Udah malam lho Kak."
"Bentar aja, buruan naik!"
"Tapi Kak, mau ke man...."
"Nurut ya, nanti tak cium malah," memotong ucapan Nayla lalu dengan cekatan tangannya memakaikan helm di kepala Nayla.
Nayla langsung bungkam, tidak jadi ngomong. Hanya nurut perintah Dimas, khawatir juga kalau dirinya masih terus beralasan Dimas benar-benar akan melakukan apa yang barusan diucapkan.
Dimas menahan senyumnya, gemas saat melihat Nayla langsung bungkam padahal ia hanya bercanda, belum ada niat untuk melakukan hal itu, dirinya selalu ingat dengan janjinya kala itu.
Malam itu saat Nayla menerimanya untuk yang kesekian kalinya dengan syarat jangan "melakukan hal yang tak seharusnya dan tentu belum waktunya jika dilakukan oleh pasangan yang masih dalam tahap pacaran" dan dirinya selama ini selalu mengingat akan hal itu. Meski pun pernah, tapi cuma sebatas cium punggung tangan tidak pernah lebih.
Di halaman samping toko Faiz sedang berdiri memperhatikan apa yang tengah Nayla lakukan dengan Dimas. Ia tadi diam-diam mengikuti Nayla keluar,'benarkah mereka masih ada hubungan saudara? Tapi kok sepertinya pemuda itu ada rasa dibalik senyum dan tatapan matanya saat memandang Nana' batinya bertanya-tanya.
***
Selama perjalanan yang entah kemana karena Dimas tidak memberitahu tujuannya Nayla hanya diam. Pikirannya pun masih mengingat ucapan Dimas tadi yang hanya candaan, tapi terus membuatnya kepikiran.
Tak butuh waktu lama akhirnya tempat yang Dimas tuju sudah di depan mata. Bukan tempat yang mewah, tapi hanyalah tempat berkumpulnya segerombolan anak-anak pengamen.
Ya, malam ini Dimas mengajak Nayla ke tempat yang agak berbeda (biasanya juga tidak pernah kemana-mana, paling kalau ada kesempatan keluar cuma cari makan aja). Malam ini Dimas ingin berbagi sedikit kebahagiaan dengan anak-anak pengamen itu, bertepatan juga dengan anniversary yang pertama dirinya dan Nayla.
Dimas sering melihat segerombolan remaja yang sering ngamen yang terkadang sampai warung makan dekat tempatnya siaran. Segerombolan pengamen itu tengah asyik menikmati nasi bungkus saat dirinya tiba. Setelah memakirkan motor ia pun mengajak Nayla ikut bergabung diantara mereka.
"Kakak ikutan gabung ya?" basa-basinya lalu mengajak Nayla duduk di dekat mereka.
Mereka yang tengah asyik menyantap makanan pada menoleh ke asal suara.
"Boleh donk Kak," sahut beberapa dari mereka serta yang lain menganggukkan kepala.
"Kakak terima kasih ya, sudah mentraktir kita-kita," kata remaja yang ada di hadapan Dimas.
"Iya, tapi maaf ya, cuma itu yang bisa Kakak kasih, mungkin juga rasanya kurang enak."
"Nggak kok Kak, enak banget malah," sahut ramaja yang paling belakang.
"Iya Kak, enak kok makanannya, apa lagi dapatnya gratis iya kan teman-teman," celetuk remaja yang rambutnya ikal.
"Huh ... dasar, emang kamu tuh carinya slalu yang gratisan," ucap yang lain kompak.
Dimas tersenyum mendengar dan celotehan anak-anak pengamen itu. Hatinya senang melihat pemberiannya yang tidak seberapa itu, tapi sudah membuat para pengamen itu suka, juga sangat menikmatinya. Nayla pun ikutan tersenyum melihatnya, meski belum tahu ada apa yang sebenarnya, tapi setelah mendengar juga melihat apa yang tengah terjadi pasti ada sesuatu yang membuat Dimas ingin berbagi sedikit kebahagian dengan mereka yang bukan siapa-siapanya.
Dan di hari yang sudah Dimas tunggu ini, ia ingin berbagi kebahagian dengan caranya. Ia sangat senang karena akhirnya cinta tulusnya untuk seorang yang sangat spesial di hatinya sudah berjalan sejauh ini, cinta pada pandangan pertama kala itu selalu tumbuh hingga kini dan dirinya juga akan selalu berdoa agar cinta pertamanya akan selalu menjadi miliknya juga akan selalu bersamanya.
"Kalian sepertinya kalau sedang ngamen ada yang slalu main gitar kan?"
"Iya Kak, kenapa?"
"Boleh pinjam nggak?"
"Boleh donk, ini Kak." Salah satu dari mereka menyodorkan gitar kecil,"Kakak mau nyanyi?" tanya anak itu.
"Numpang narsis sebentar boleh kan? Aku pake gitar kalian bentar ya? Mau nyanyiin lagu cinta buat pacar," ucapnya sembari menoleh ke Nayla dengan tersenyum dan mengedipkan satu matanya.
Mendengar ucapan Dimas, pipi Nayla tiba-tiba memanas, hatinya juga tiba-tiba menghangat,"Kakak bisa nyayi?" ucap Nayla dengan berbisik.
"Lihat dan dengerin aja ya yank. Itu kenapa pipimu berubah gitu?" tersenyum senang melihat Nayla yang tersipu malu.
Mendengar godaan Dimas, Nayla semakin menundukkan kepala dengan kedua pipi yang semakin merona.
Setelah mencoba memetik gitar kecil itu untuk mencari nada yang pas, Dimas pun mulai melantunkan lagu yang sesuai dengan isi hatinya selama ini.
"Dengan dirimu kini kubahagia
Tak henti kau berbagi canda tawa ....
Hilangkan gairah lelah hatiku
Hadirmu mengubah arti hidupku ....
Jadilah aku tawanan cintamu
Hadirmu warnai hariku
Kupenuhi semua yang kau inginkan
Tiada yang lain selain dirimu....
Sepanjang hidupku hanya ingin bersamamu di setiap waktu ... di setiap waktu....
....
....
Sejuk kasihmu sampai ke tulangku
Hingga detak jantungku 'kan berhenti
Senyum manismu sinari hatiku
Tulus setia cintaku hanya untukmu....
Sepanjang hidupku hanya ingin bersamamu di setiap waktu ... disetiap waktu....
Prok...prok...prok
Tepukan dari semua yang ada di situ menggema saat Dimas selesai melantunkan lagu yang liriknya mewakili suara hatinya selama mengenal Nayla, cinta pada pandangan pertamanya. Lagu dari sebuah grup band tanah air yang berjudul 'Sepanjang Hidupku' adalah lagu pertama yang Nayla riques untuk pertama kalinya saat kebetulan ia siaran acara 'Bintang Indo' dan liriknya sangat sesuai dengan rasa cintanya pada Nayla.
"Wah ... bagus banget Kak," ucap salah satu dari mereka.
"Suara apa lagunya?" tanya Dimas.
"Keduanya Kak, pasti mewakili suara hati ya?" tambah remaja yang paling tinggi dari yang lainnya.
Dimas hanya tersenyum dengan menggukkan kepala sebagai jawaban. Sedangkan Nayla malu untuk mengangkat wajahnya, tapi hatinya berbunga-bunga. Tidak pernah terbayangkan maupun terfikirkan sebelumya kini ada seorang pemuda yang dengan tulus mencintai dan menyayanginya.
"Kok lagunya kayaknya ada yang kurang ya?" ucap Nayla pelan tapi masih mampu didengar Dimas.
"Sengaja tak kunyanyikan lirik yang itu, karena aku hanya ingin bersamamu disetiap waktu," sahut Dimas pelan juga.
Di pinggir jalan, tepatnya di depan sebuah toko material Dimas dan Nayla merasakan indahnya kebersamaan meski sederhana. Sedangkan di halaman toko Accesories Collection, Faiz sudah dua kali keluar masuk ntuk mengecek kepulangan Nayla. Ada rasa yang entahlah di hatinya malam ini.
Dimas melihat arloji yang melingkar ditangan kirinya yang sudah menunjuk diangka 21.45 wib."Yuk balik!" Ajaknya pada Nayla. Nayla mengangguk lalu ikut berdiri. "Yaah ... kok buru-buru sih Kak? Aku belum kebagian perform lho," ucap salah satu dari anak-anak pengamen yang sedari tadi selalu keduluan temannya dengan mengerucutkan bibir. "Maaf ya, Kakak sebentar lagi ada jadwal siaran, lain kali Kakak ikutan kumpul lagi," ucap Dimas. Merasa tak enak hati pada anak yang tadi. "Oh." Itu yang keluar dari mulut semua. "Sekali lagi maaf ya? Udah mepet banget waktunya, lain kali Kakak bakal ngajak kalian kumpul, tapi entah kapannya ditunggu aja." Anak yang tadi nambah mengerucutkan bibir, membuat Dimas dan Nayla tersenyum geli serta kasihan. Seandainya hari ini ia tidak ada jadwal siaran serta bertepatan dengan hari libur Nayla pasti tidak akan kemalaman saat mengajak Nayla berbagi dengan mereka. Setelah Dimas selesai menyany
Pagi menjelang siang ini rumah Pak Supri orang tua Nayla kedatangan tamu, Pak Yanto dan istrinya Bu Ni'mah orang tua dari pemuda yang pernah menabrak Pak Supri waktu itu kembali berkunjung. Awalnya sepasang suami istri itu hanya bertanggung jawab atas kesalahan tidak sengaja putranya, yang saat itu mengalami rem blong waktu pulang dari tempat wisata perbukitan di desa tempat tinggal keluarga Nayla. Akan tetapi semakin kesini hubungan antar orang tua dari pemuda itu dengan keluarga Pak Supri makin terlihat akrab dan semakin dekat. Mungkin kedekatan antar pasangan suami istri itu karena sering berkunjung untuk melihat perkembangan kesembuhan Pak Supri, maka dari itu, makin ke sini hubungan mereka semakin terlihat seperti saudara. "Sudah beberapa kali kesini cah ayu kok ndak pernah kelihatan kemana ya Dik?" "Cah ayu?" ulang bu Hartatik. "Emm ... maksud Mbakyu Nayla? Ia kerja Mbakyu," terang ibu Nayla. "Kerja? Wes nda
Tepat pukul 05.10 pagi, Dimas tiba di halaman luar toko Accesories Collection, pagi ini ia akan mengantar pacar manisnya pulang. Semalam, ia ada jadwal siaran dan seperti biasa dirinya tidak pulang ke kost, jadi lebih cepat sampai di toko tempat pacar manisnya kerja. Kesempatan mengantar jemput pacar manisnya pulang yang hanya sebulan sekali selalu Dimas manfaatkan dengan baik karena apa? Ya, karena selama menjalin hubungan dengan Nayla yang sudah setahun ini, dirinya jarang pergi berdua apalagi kencan seperti orang-orang. Selain karena keduanya memang sengaja menyembunyikan hubungannya dengan orang sekitar juga dirinya yang selalu sibuk. Kesibukan Dimas banyak. Mulai dari pagi sampai siang kadang pula sampai sore kuliah, pulangnya istirahat sebentar lalu saat hari sudah mulai petang ia ada pekerjaan lain, jualan nasi goreng bersama Dian di kedai nasi goreng milik Pak Wawan, pemilik kost. Dan masih ada lagi yaitu dirinya yang sudah dua sete
Jam weker di meja belajar Novi sudah menunjuk di angka 22.45 wib, dari ketiga anak Bu Hartatik hanya Nayla yang masih terjaga. Ia tidak dapat tidur, sudah mendengarkan radio favorit seperti biasa juga sama, tak kunjung bisa tidur, apa karena bukan pacar penyiarnya ya yang siaran? Entahlah. Bolak-balik mengubah posisi tidur juga sama, berkali-kali memejamkan mata sembari melantunkan sholawat juga tidak ngefek yang ada justru tambah gelisah karena percakapan tadi siang terus mengganggu pikirannya. Percakapan antara orang tuanya dengan Pak Yanto dan istrinya. Dalam percakapan tadi siang, ada satu permintaan yang sangat mengejutkan dari pasangan suami istri itu. Dan kejadian itu terus saja berputar-putar dalam ingatannya, serta kesanggupannya yang spontan menyetujui permintaan dari pasutri itu sangat membuatnya gelisah. Sudah hampir satu jam Nayla memikirkan apa keputusannya siang tadi sudah benar ataukah justru sebuah kecerobohan belaka. Kini dirinya
Seperti biasa, sebagai pacar yang baik setiap pacar manisnya libur dan kembalinya ke tempat kerja pasti Dimas selalu menjemputnya. Cinta, kesetiaan, dan kasih sayangnya pada Nayla, gadis remaja pertama yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, telah mengubah hidupnya. Dulu kesehariannya biasa saja, tapi sekarang semakin berwarna semenjak keadiran Nayla dalam hidupnya. Keluarnya Nayla dari dalam bus melegakan hatinya. Seulas senyum menyambut pujaan hati yang melangkahkan kaki menuju tempatnya menunggu. Namun, perlahan senyum sambutan itu memudar saat mendapati wajah ditekuk yang tidak bersahabat semakin mendekat. "Kok jelek gitu, wajah ayu serta senyum manis Nayangku dikemanain?" tanya Dimas, masih setia duduk di atas motornya. "Tak tinggal di bus, buat Pak supir juga Mas kernetnya. Habisnya tadi ngantuk banget," jawabnya ngasal. Tidak mungkin 'kan, kalau bilang 'pikiranku lagi kacau.' Dia belum siap jujur sekarang, akan dipikirkan lagi b
Tidak hanya kamar sebelah kiri, kamar kanan tempatnya para karyawan laki-laki toko Accesories Collection sudah sepi. Namun, ternyata masih ada seseorang yang belum sama sekali terlelap, sedari tadi memang memejamkan mata, tapi bum bisa tidur. Malam ini pun sama seperti sebelumnya, setiap teman-temannya sudah mengalami indahnya mimpi dia hanya bisa melihat hingga puluhan menit lamanya karena hati dan fikiran yang tidak tenang. [Bagaimana? Apa sudah kamu pikirkan dan putuskan? Mereka sudah memberi kabar kalau hari Ahad besok akan datang lagi] Pesan itu sedari siang terus terngiang, semakin bingung dan gelisah. Haruskah dia melanjutkan keputusannya ataukah berhenti saja dan kembali menjalani hari-harinya dengan Dimas? Dirinya dilanda kebimbangan antara melanjutkan keputusan ataukah berhenti tidak jadi menuruti keinginan pasutri itu, tapi secepatnya ia harus mengambil keputusan. Hubungannya dengan Dimas masih seperti biasanya, han
Begitu masuk, Nayla langsung menuju kamar mandi, tak mungkin 'kan dirinya masuk kamar dengan wajah yang sangat kacau. Setelah cuci muka dan hatinya sedikit lebih tenang dia pun kembali ke kamar. Namun, teman-temanya pada heran melihatnya masuk sendirian. "Lho, Heni sama Nadia mana Na? Kok nggak bareng masuknya?" tanya sebagian temannya yang ada di dalam. "Hah! Mbak Heni sama Mbak Nadia?" "Kok malah melongo? Tadi mereka ke luar cari kamu," jawab Fira. "Cari aku?" Mengulang ucapan Fira. "Aku udah masuk dari 10 menit yang lalu Mbak, tapi langsung ke belakang, mereka cari aku, mau apa?" "Nih, bocahnya sudah ada disini, pantesan....." Terdengar orang ngomong di luar kamar. "Kamu kemana aja sama Mas Ganteng?" tanya Nadia."Eh, kok matamu merah Na? Kamu habis nangis kok sembab gitu?" lanjut Nadia sembari meneliti wajah Nayla. "Tadi ... Kak Dimas ngerjai aku, sampai nangis," jawabnya beralasan.
Disaat Nayla tengah melamunkan kisah cintanya yang sudah berakhir dengan menyendiri di belakang, tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Buru-buru dia menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri kedua pipi. Tidak ingin ketahuan kalau tengah malam menangis. Namun, belum sampai itu air mata di pipi mengering sebuah suara yang dikenalnya menya. "Na, ngapain di situ?" tanya Faiz sembari terus melangkah ke kamar mandi. "Ndak ngapa-ngapain sih, Sampean kok belum tidur?" balik tanya. "Pen pipis Na." Buru-buru membuka pintu kamar mandi, mungkin sudah kebelet. Nayla berdiri, lalu beranjak ke wastafel untuk mencuci gelas bekas minum serta membasuh muka. Tidak ingin Faiz menaruh curiga. "Kamu habis ngapin Na?" Tiba-tiba sudah berdiri di belakang Nayla. "Eh! A-anu. E-em tadi kepalaku agak pusing lagi, trus minum obat," elaknya,. Dadanya berdebar, sedikit was-was khawatir Faiz curiga. "Oh, kam
"Baru pulang?" tanya pak Kusdi yang baru berhenti, lalu turun dari motor."Nggeh Pak. Ngisi juga," jawab Agus sembari melihat jok motor pak Kusdi yang langsung dibuka.Pak Kusdi mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam toko, mungkin ingin membeli sesuatu sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya."Pantesan yang di rumah keenakan ketemuan setiap pagi, tambah lengket juga ke adiknya. Lha ditinggalnya seharian sih, tiap hari pula. Ck." Berdecak dan menggeleng, lalu melanjutkan gumamannya. "Ndue bojo seh bocah yo ngonolah, seh kakean polah (punya istri masih remaja ya begitulah, pastinya kebanyakan tingkah). Hn, begituhlah kalau sudah menampik yang sudah jelas tahu ini-itu, tapi yang didapat malah bocah. Bocah ngono wae ko nggolekine adoh-adoh." Bu Wati dengan sengaja bergumam seperti itu serta sekilas melirik sinis saat Agus tengah memundurkan motor sebelum meninggalkan lokasi karena masih menunggu kembalian dari si penjual bensin. Meski hanya gumaman, tapi Agus sebenarnya mendengar se
"Kenapa bisa tumpah?" tanya Nayla sembari membalikkan panci berisi mie rebus yang telah tumpah diatas kompor. "Bisalah," sahut Andi sembari terus meniup jari tangannya yang masih terasa panas akibat memegang panci tanpa alas."Kok sampai pancinya tengkurep seperti ini," gumam Nayla pelan, tapi masih bisa didengar oleh Andi yang memang masih berdiri tak jauh jadi tempat Nayla berdiri. "Bisalah, kan tadi panas banget Nay," sahut Andi cepat.Mendengar sahutan Andi, Nayla langsung menoleh. "Ngangkatnya ndak pakai lap? Trus karena panas langsung pancinya kamu lempar?"Andi langsung mengangguk, sedangkan Nayla menggeleng. "Kan ada lap di dekat kompor. Kalau langsung kamu pegang emang panas banget. Ap .…""Ndak kepikiran, keburu laper Nay," sahut Andi cepat, memotong ucapan Nayla sembari melangkah, sepertinya ingin duduk. Nayla menghela nafas dan menggeleng mendapati tindakan ceroboh iparnya yang kini sudah mulai duduk. Lalu, mengambil segelas susu coklat yang sudah dibuat sendiri di ata
Dimas menghela nafas dan menggeleng ketika masuk kamar karena kembali mendapati pemandangan yang sama. Dian masih saja setia rebahan dari sebelum ia mandi hingga sekarang. Sudah jadi kebiasaan teman satu kamarnya itu kalau hari libur. Seperti pagi ini, bermalas-malsan sembari mendengarkan musik dari aplikasi Yu Kub. Walau menangis pilu hati ini Sayangku akan tetap abadi Sampai akhir masa kan kunanti Hanya kau yang aku sayangiPemuda yang sedang tengkurap di pembaringan itu ikut menyanyikan lagu yang sedang terputar. Sumpah mati bukan maksud di hati Tuk meninggalkan dirimu oh kasih Kumelangkah pergi karna janji Usah kasih engkau bersedih Cintaku suci … hanya satu untuk dirimu Ku percaya padamu … kasih ku akan menunggumuLanjutnya diikuti gerakan menikmati musik. Namun, Dimas justru diam ditempat begitu mendengar lirik, 'cintaku suci … hanya satu untuk dirimu.' Bibirnya pun siap bergetar andaikan tidak segera digigitnya kuat.Entah kenapa dengan hatinya yang begitu sensitif sa
'Katanya sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, ini-itu ada semua, tapi anaknya kok masih jalan sama mantan. Itu si mantu masih ada yang kurang atau justu anaknya yang masih menginginkan mantan?''Mantunya tetangga yang sering kalian banggakan itu.'Ucapan bu Wati tadi, sebelum acara Istigosah yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dimulai kembali berputar. Entah kenapa kalimat itu seolah-olah ditunjukkan padanya, sebab setelah perempuan paruh baya itu berucap, ibu-ibu yang lain pun saling berbisik dan bersusulan meliriknya. Bermacam ekspresi pun menghiasi wajah mereka. 'Sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, serta ini-itu, ta-pi anaknya masih jalan sama mantan? Itu siapa ya?' Nayla bertanya-tanya dalam hati. Ia termenung dan mencoba mencerna maksud dari ucapan tetangganya itu.'Siapa yang sudah punya menantu sesuai yang diucapkan, tapi anaknya masih menjalin hubungan dengan mantannya?' Masih diulang karena tak kunjung menemukan jawabannya.'Kok setelah ibu yang tadi mengatakan ma
Ketiga pria dewasa itu saling pandang ketika teman satu profesinya turun dari kendaraan yang beberapa detik tadi berhenti, lalu disusul seorang perempuan.'Sama siapa dia?' Satu pertanyaan yang sama mewakili benak masing-masing. Mereka juga kompak mengernyit saat mengetahui siapa perempuan itu. "Siap-siap ada kehebohan," gumam Heri sembari melirik perempuan itu. "Lupakah kalau sekarang udah ada yang menanti," timpal Imron. "Kasihan, ban motornya bocor," ucap Agus sembari berlalu. "Kira-kira bakal ada kehebohan gak setelah ini?" tanya Heri setelah Agus benar-benar meninggalkan lokasi. "Entah," sahut Imron yang masih menatap laju motor Agus yang sudah sampai pinggir jalan. "Menurut kalian seandainya Agus beneran jadi sama ponakannya Budhe cocok gak?" tanya Heri lagi sembari melirik kedua temannya yang masih menatap ke jalan. Kedua pria dewasa di hadapannya kompak menggeleng. "Cocok sama yang sekarang sih, meski masih bocah, tapi tingkah laku dan pikirannya terlihat lebih dewasa.
[Lagi apa Na] [Sibuk gak][Balas dong Na][Pasti lagi sibuk, maaf kalau ganggu]Empat chat dari Faiz terkirim tiga puluh menit yang lalu baru Nayla buka. Ia menghela nafas setelah membaca. Sejak pertemuan mereka disuatu pagi, pemuda yang sampai saat ini masih menyimpan rasa cinta untuknya, serta belum tahu akan status yang sudah hampir empat bulan disandangnya ini telah ganti. Hampir setiap hari pemuda itu mengirim pesan padanya, entah tanya kabar atau aktivitas. Tak hanya itu, karena tlah berulang kali ingin melakukan panggilan vidio, namun untuk ajakan itu berhasil ditolak dengan berbagai alasan yang sekiranya bisa meredam rasa penasaran.Mungkin kesempatan bertemu yang memang hanya sebentar bagi pemuda itu terasa belum cukup, serta beberapa pertanyaan khusus untuknya masih menggantung jawabannya. Maka dari itu, Faiz selalu saja meluangkan jarinya beberapa detik untuk mengetik sesuatu yang sepele tapi mampu membuatnya berdebar kala langsung mendapat tanggapan dan merasakan sensasi
'Dimana ya?' Meneliti jejeran barang yang tertata rapi pada rak di hadapannya.Siang ini Nayla tengah belanja di toko Sedanten, toko yang paling besar dan serba ada di desa suami untuk kedua kalinya. Bukannya toko terdekat tidak ada barang yang dituju, tapi sekalian nebeng Andi yang ingin ke counter beli paket data, serta di sini lebih lengkap.Apa yang ingin dibeli sebenarnya sudah semua, tinggal satu pesanan Andi yang belum ketemu. 'Di situ ternyata.' Terlihat lega setelah menemukan apa yang tengah dicarinya. Namun, saat tangannya terulur, hendak mengambil barang yang sejak tadi dicarinya seketika sudah dalam genggaman tangan orang lain. Setelah diam di tempat beberapa detik, tangannya yang masih terulur itu ditarik. Menyempatkan diri menoleh dan mengulas senyum pada seseorang yang ada di dekatnya. "M-mbak, kasir yang kemarin ya?" tanya Nayla pada seseorang itu. Yang bersangkutan perlahan mengangkat wajah, tapi diam saat bertemu tatap dengannya."Sampean itu yang jadi kasir di tok
'Ternyata cocok juga pakai kemeja ini, kelihatan lebih muda, balik lagi kaya dulu,' batin Agus memuji diri sendiri. 'Pinter tenan istriku milihin baju,' lanjutnya sembari terus menatap pantulannya pada cermin sembari jemarinya memasukkan kancing pada lubangnya. "Eh, samaan ternyata. Sengaja ya?" ucapnya ketika Nayla sudah berdiri di dekatnya, sedang menyisir rambut. 'Eh. Kok malah kembaran begini ya?' Melirik pakaian yang tadi dipilihnya untuk sang suami ternyata warnanya sama-sama biru muda dengan yang dipakai. Ia menghembuskan nafas lega saat melirik bawahan yang dipakai beda warna. "Dek. Mas, pakai pakaian begini kelihatan seperti anak muda lagi kan?" Membusungkan dada serta menirukan gaya ala anak remaja sedang tebar pesona. "Selama ini merasa udah tua? Atau Mas pakai baju seperti mbah-mbah," sahut Nayla asal tanpa melihat suaminya."Sudah ndak malu lagi ya?" bisik Agus tepat di samping Nayla diiringi senyuman. "Mau mulai lagi? Nanti ndak jadi pergi lho." Memundurkan waja
Tangannya bergerak ingin merekatkan dekapannya, namun yang terjadi selanjutnya tangan itu seketika berhenti meraba-raba tempat pembaringan di sebelahnya yang ternyata sudah kosong. 'Deg' suara degub itu seketika memaksa penglihatannya untuk terbuka dan menepis jauh-jauh rasa kantuk yang masih ingin menguasai. Seklebatan kejadian dua malam berturut-turut membuatnya buru-buru bangun dari pembaringan.Ada rasa yang entahlah dan sedikit sulit dijelaskan jika mengingat kejadian yang telah membuatnya terjaga selama dua malam berturut-turut.Kejadiannya ketika baru beberapa menit memejamkan mata, ia samar-samar mendengar segukan Nayla yang dilanjutkan ucapan maaf berulang kali dengan diiringi lelehan yang telah membasahi wajah ayunya. LDia sempat panik dan bingung karena istri kecilnya tak kunjung membuka mata walau sudah dibangunkan. Syukur alhamdulillah pada akhirnya terucap walau dalam hati saat Nayla benar-benar berhenti segukan bersamaan dengan si penyiar radio yang sudah kembali memut