Tepat pukul 05.10 pagi, Dimas tiba di halaman luar toko Accesories Collection, pagi ini ia akan mengantar pacar manisnya pulang. Semalam, ia ada jadwal siaran dan seperti biasa dirinya tidak pulang ke kost, jadi lebih cepat sampai di toko tempat pacar manisnya kerja.
Kesempatan mengantar jemput pacar manisnya pulang yang hanya sebulan sekali selalu Dimas manfaatkan dengan baik karena apa? Ya, karena selama menjalin hubungan dengan Nayla yang sudah setahun ini, dirinya jarang pergi berdua apalagi kencan seperti orang-orang. Selain karena keduanya memang sengaja menyembunyikan hubungannya dengan orang sekitar juga dirinya yang selalu sibuk.
Kesibukan Dimas banyak. Mulai dari pagi sampai siang kadang pula sampai sore kuliah, pulangnya istirahat sebentar lalu saat hari sudah mulai petang ia ada pekerjaan lain, jualan nasi goreng bersama Dian di kedai nasi goreng milik Pak Wawan, pemilik kost. Dan masih ada lagi yaitu dirinya yang sudah dua setengah tahun ini gabung jadi penyiar radio Adela, dalam satu minggu 3 atau 4 kali ada jadwal siaran.
Selain itu ada lagi, pacar manisnya yang kerja di toko yang tidak ada pergantian shift. Ada hari libur, tapi hanya dua kali dalam sebulan. Kapan coba ada waktu untuk jalan berdua dan nyenengin pacar, jika ada itu pun hanya cari makan di tempat yang terdekat dengan toko karena bisanya cuma sebentar. Kalaupun ada waktu untuk bisa ketemu sedikit lebih lama yaitu saat Nayla libur dan tidak pulang.
Meski begitu Dimas maupun Nayla sama-sama senang menjalaninya karna apa? Ya, karena Nayla juga Dimas menikmati hubungan diam-diam ala mereka. Keduanya sama-sama menjaga hati serta saling percaya, itulah yang mereka terapkan dalam hubungannya.
Memang sengaja juga keduanya menjalin hubungan secara diam-diam karena sudah terlanjur bilang ke teman kalau keduanya masih saudara sepupu, alhasil yang terjadi ya beginilah.
.
Tak perlu lama Dimas menunggu karena Nayla yang nemang sudah siap, segera keluar menampakkan diri. Begitu tubuh Nayla terlihat di depan gerbang, senyum Dimas mengembang, menyambut pacar manisnya datang menghampiri.
Setelah memakaikan helm di kepala Nayla, Dimas pun bergegas menyalakan motor, setelahnya kendaraan roda dua itu melaju meninggalkan halaman toko ,membelah jalanan pagi yang masih sedikit sepi.
Dengan sangat sengaja Dimas melajukan kendaraannya dengan pelan, dia ingin menikmati waktu sedikit lebih lama dengan pacar manisnya. Biasanya dari toko Accesories Collection sampai terminal yang berjarak 9,5 km hanya 20 menit tapi pagi ini sedikit lebih lama.
"Kok berhenti Kak? bensinnya habis?" ucap Nayla karena tiba-tiba Dimas berhenti di pinggir jalan di sekitar taman.
Dimas tidak menjawab dan turun dari motor setelah mematikan mesin, Nayla pun ikutan turun. Tersenyum sambil melepas helm setelahnya melepas helm yang di pakai Nayla. Masih dengan tersenyum tanpa ngomong apa-apa ia menarik tangan Nayla lalu beranjak memasuki taman yang ada di depannya.
"Ngapain Kak? Aku mau pulang lho, kok malah mampir kesini?" Sangat tidak mengerti dengan tindakan Dimas.
"Duduk dulu." Mengajak Nayla duduk di bangku taman.
"Kak ...."
"Husst ... sebentar aja yank." Menutup mulut Nayla yang ingin ngomong dengan jari telunjuknya, lalu meraih tangan Nayla dan digenggamnya.
Nayla menghembuskan nafas pelan, tambah tidak nengerti dengan tingkah Dimas. 'Ada apa dan kenapa dengannya?' batinnya bertanya-tanya.
"Hanya sebentar, dari pada di atas motor ndak enak jika dilihat orang lewat," ucapnya setelah beberapa detik memejamkan mata, masih dengan menggenggam tangan Nayla. Sangat mengerti kalau diamnya Nayla bertanya-tanya.
Tersenyum melihat ekspresi pacar manisnya yang kelihat heran dengan ucapan dan tingkahnya yang agak berbeda. Bukan tanpa sebab ia berbuat seperti itu, entah kenapa setelah bangun dari mimpinya menjelang waktu Subuh tadi hatinya gelisah. Firasatnya akan ada sesuatu yang terjadi dengan hubungannya.
****
"Kak ... busnya udah mau jalan lho?" Tangannya masih setia Dimas genggam.
"Kakak kenapa? kok dari tadi agak aneh." Memberanikan diri bertanya.
"Nggak pa-pa Nayang, hanya ingin seperti ini, nanti pasti seharian aku bakal dilupain karna Nayangku pasti asyik main sama adik." Sedikit cemberut saat berkata.
Nayla ikutan tersenyum, benar adanya dirinya kalau lagi libur di rumah pasti seharian ninggalin handphone-nya, ditambah lagi signal di desanya adalah penyebab utama.
"Beneran 'kan? Pacarmu ini dilupain?"
"Kan, Kak Dimas tahu sendiri bagaiman signal di rumah, kadang suka ngeselin."
"Iya, aku tahu, sesekali panggilanmu mbok ya ganti tho yank, masa Kakak terus, nggak sendiri nggak didekat temen sama mulu," ucapnya pura-pura cemberut.
"Iiih ... maunya. Dah ah, busnya mau jalan. Assalamu'alaikum Mas Gantengku, ayankmu balik dulu," ucapnya pelan dengan mendekatkan mulut ke telinga Dimas lalu buru-buru meraih tangan kanan Dimas untuk salim setelahnya berjalan cepat ke bus yang sudah siap beranjak.
Dimas bengong mendengar ucapan Nayla, semenjak berteman dan lanjut pacaran baru kali ini Nayla mengucapkan kata "Mas" yang langsung mengingatkannya pada kejadian pertama kali dirinya betemu dengan Nayla yang membuatnya terpukau serta terbengong culuk lama dan akhirnya jatuh cinta.
Cukup lama juga Dimas bengong sampai bus yang Nayla naiki sudah tak terlihat lagi, baru setelah tepukan pelan dari orang tidak dikenal di pundak menyadarkan dirinya.
"Ngelamunin apa?" tanya seseorang yang sedari memerhatikanya.
"Eh, eng-nggak kok Mas." Tersenyum ke orang itu.
"Setelah dia pergi naik bus kok malah bengong? Ditinggal kemana?"
'Eh, ini orang merhatiin aku dari tadi ya?' batinnya."Hehe ... dia pulang dan aku hanya mengantarnya kok, " ucapnya dengan diiringi cengiran.
"Oh, ya udah jangan ngelamun lagi, ini tempat umum." Kembali nepuk bahu Dimas lalu beranjak pergi.
Dimas melihat sekeliling ternyata benar sudah ramai, setelahnya ia menyalakan motor dan berlalu pergi.
****
"Lek. Fotoin Ela ya?"
"Masih kurang? Bukannya udah banyak ya tadi?"
"Kan tadi ndak utuh satu badan Lek."
"Cck," Hardi berdecak tapi tetap melakukan apa yang Nayla minta.
Setelah dua jepretan tiba-tiba handphone Nayla yang Hardi pegang berdering. Ada panggilan masuk bertulis 'Kakak,' Hardi sedikit bingung karena belum tahu siapa kakak yang sedang melakukan panggilan.
"La, ada yang telfon dari Kakak!" Teriak Hardi dari tempatnya berdiri.
"Hah! Telfon lagi?" gumamnya pelan lalu buru-buru berlari menghampiri Hardi.
"Biar aku sendiri yang angkat Lek," ucapnya, lalu merebut benda pipih itu dari tangan Hardi.
Hardi jadi terheran melihat tingkah ponakannya, dalam hati bertanya-tanya siapa Kakak itu dan ada hubungan apa dengan ponakannya.
Nayla sedikit menjauh saat menerima telfon dari Dimas, hatinya berdebar-debar tak karuan, Pakleknya pasti bertanya-tanya siapa yang sedang menelfonnya. Nayla pasrah saja jika nanti hubungannya dengan Dimas akan ketahuan, dia akan jujur pada Pakleknya tentang hubungannya.
Dimas menelfon tidak terlalu lama, ia hanya ingin tahu aktivitas pacar manisnya. Tadi saat Nayla baru sampai rumah memang sudah telfon dan baru sekitar 30 menit sudah telfon lagi. Alasannya kali ini hanya ingin tahu dengan siapa Nayla pergi ke tempat wisata di desanya.
Dimas menelfon Nayla setelah melihat fotoyang barusan terkirim, tapi ada alasan lain yang Dimas sembunyikan karena ia merasa tidak tenang serta gelisah setelah mengalami mimpi menjelang subuh tadi yang sudah mengganggu pikirannya.
"Kakak itu siapa?" tanya Hardi saat Nayla sudah kembali ke tempat di mana Hardi duduk menunggunya menerima panggilan.
Nayla tidak langsung menjawab, sudah menduga pasti Pakleknya akan menanyakan hal itu."Jangan marahi Ela ya Lek?" ucapnya setelah menghela nafas pelan.
"Iya, siapa dia, pacarmu? Sejak kapan kamu berani pacaran? Apa Mbak sudah tahu?"
Belum juga Nayla membuka mulut untuk menjawab tapi terdengar dering handphone yang ada di dalam saku celana Hardi.
"Iya kita segera pulang." Hanya itu jawaban Hardi lalu,"yuk pulang! Ada tamu dari Demak."
"Yah ... baru juga 15 menit Lek, masa udah suruh pulang," keluhnya.
"Cepetan udah ditunggu!"
***
Dimas beristigfar tiga kali setelah menutup panggilannya. Meski sudah dua kali menghubungi Nayla, ia tetap terus merasa gelisah. Entah krnapa fikirannya tidak tenang.
Jam weker di meja belajar Novi sudah menunjuk di angka 22.45 wib, dari ketiga anak Bu Hartatik hanya Nayla yang masih terjaga. Ia tidak dapat tidur, sudah mendengarkan radio favorit seperti biasa juga sama, tak kunjung bisa tidur, apa karena bukan pacar penyiarnya ya yang siaran? Entahlah. Bolak-balik mengubah posisi tidur juga sama, berkali-kali memejamkan mata sembari melantunkan sholawat juga tidak ngefek yang ada justru tambah gelisah karena percakapan tadi siang terus mengganggu pikirannya. Percakapan antara orang tuanya dengan Pak Yanto dan istrinya. Dalam percakapan tadi siang, ada satu permintaan yang sangat mengejutkan dari pasangan suami istri itu. Dan kejadian itu terus saja berputar-putar dalam ingatannya, serta kesanggupannya yang spontan menyetujui permintaan dari pasutri itu sangat membuatnya gelisah. Sudah hampir satu jam Nayla memikirkan apa keputusannya siang tadi sudah benar ataukah justru sebuah kecerobohan belaka. Kini dirinya
Seperti biasa, sebagai pacar yang baik setiap pacar manisnya libur dan kembalinya ke tempat kerja pasti Dimas selalu menjemputnya. Cinta, kesetiaan, dan kasih sayangnya pada Nayla, gadis remaja pertama yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, telah mengubah hidupnya. Dulu kesehariannya biasa saja, tapi sekarang semakin berwarna semenjak keadiran Nayla dalam hidupnya. Keluarnya Nayla dari dalam bus melegakan hatinya. Seulas senyum menyambut pujaan hati yang melangkahkan kaki menuju tempatnya menunggu. Namun, perlahan senyum sambutan itu memudar saat mendapati wajah ditekuk yang tidak bersahabat semakin mendekat. "Kok jelek gitu, wajah ayu serta senyum manis Nayangku dikemanain?" tanya Dimas, masih setia duduk di atas motornya. "Tak tinggal di bus, buat Pak supir juga Mas kernetnya. Habisnya tadi ngantuk banget," jawabnya ngasal. Tidak mungkin 'kan, kalau bilang 'pikiranku lagi kacau.' Dia belum siap jujur sekarang, akan dipikirkan lagi b
Tidak hanya kamar sebelah kiri, kamar kanan tempatnya para karyawan laki-laki toko Accesories Collection sudah sepi. Namun, ternyata masih ada seseorang yang belum sama sekali terlelap, sedari tadi memang memejamkan mata, tapi bum bisa tidur. Malam ini pun sama seperti sebelumnya, setiap teman-temannya sudah mengalami indahnya mimpi dia hanya bisa melihat hingga puluhan menit lamanya karena hati dan fikiran yang tidak tenang. [Bagaimana? Apa sudah kamu pikirkan dan putuskan? Mereka sudah memberi kabar kalau hari Ahad besok akan datang lagi] Pesan itu sedari siang terus terngiang, semakin bingung dan gelisah. Haruskah dia melanjutkan keputusannya ataukah berhenti saja dan kembali menjalani hari-harinya dengan Dimas? Dirinya dilanda kebimbangan antara melanjutkan keputusan ataukah berhenti tidak jadi menuruti keinginan pasutri itu, tapi secepatnya ia harus mengambil keputusan. Hubungannya dengan Dimas masih seperti biasanya, han
Begitu masuk, Nayla langsung menuju kamar mandi, tak mungkin 'kan dirinya masuk kamar dengan wajah yang sangat kacau. Setelah cuci muka dan hatinya sedikit lebih tenang dia pun kembali ke kamar. Namun, teman-temanya pada heran melihatnya masuk sendirian. "Lho, Heni sama Nadia mana Na? Kok nggak bareng masuknya?" tanya sebagian temannya yang ada di dalam. "Hah! Mbak Heni sama Mbak Nadia?" "Kok malah melongo? Tadi mereka ke luar cari kamu," jawab Fira. "Cari aku?" Mengulang ucapan Fira. "Aku udah masuk dari 10 menit yang lalu Mbak, tapi langsung ke belakang, mereka cari aku, mau apa?" "Nih, bocahnya sudah ada disini, pantesan....." Terdengar orang ngomong di luar kamar. "Kamu kemana aja sama Mas Ganteng?" tanya Nadia."Eh, kok matamu merah Na? Kamu habis nangis kok sembab gitu?" lanjut Nadia sembari meneliti wajah Nayla. "Tadi ... Kak Dimas ngerjai aku, sampai nangis," jawabnya beralasan.
Disaat Nayla tengah melamunkan kisah cintanya yang sudah berakhir dengan menyendiri di belakang, tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Buru-buru dia menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri kedua pipi. Tidak ingin ketahuan kalau tengah malam menangis. Namun, belum sampai itu air mata di pipi mengering sebuah suara yang dikenalnya menya. "Na, ngapain di situ?" tanya Faiz sembari terus melangkah ke kamar mandi. "Ndak ngapa-ngapain sih, Sampean kok belum tidur?" balik tanya. "Pen pipis Na." Buru-buru membuka pintu kamar mandi, mungkin sudah kebelet. Nayla berdiri, lalu beranjak ke wastafel untuk mencuci gelas bekas minum serta membasuh muka. Tidak ingin Faiz menaruh curiga. "Kamu habis ngapin Na?" Tiba-tiba sudah berdiri di belakang Nayla. "Eh! A-anu. E-em tadi kepalaku agak pusing lagi, trus minum obat," elaknya,. Dadanya berdebar, sedikit was-was khawatir Faiz curiga. "Oh, kam
Sabtu pagi ini seisi toko Accesories Collection gempar. Setelah semua karyawan selesai sarapan, pernyataan mengejutkan dari Nayla mengagetkan semuanya. Nayla tadi pergi tanpa pamit kepada yang lain hingga satu jam baru kembali. Disaat sudah kembali tiba-tiba mengungkapkan suatu hal yang sangat mengejutkan, membuat semua temannya tidak percaya serta sedih dibuatnya. "Mbak dan Mas semuanya. Maaf aku ganggu waktunya sebentar," ucap Nayla saat semua temannya sudah berkumpul. "Nana mau ngucapin terima kasih kepada semu. Smpean semua telah memberi banyak pengertian, selalu sabar mengajari aku yang awalnya belum mengerti sama sekali." "Banyak hal yang aku dapatkan selama 2 tahun kerja sama Sampean semua di toko ini, susah-senang kita lalui bersama, satu kena koplen imbasnya kesemua, yang ini kena teguran yang lain pun ikutan kena." Menjeda ucapannya, matanya mulai berkaca-kaca. Teman-temanya pada tidak mengerti maksud Nayla, sebagian saling berbisik-
Satu jam lima belas menit lama perjalanan dari terminal Kota Lumpia sampai terminal Kota Kretek ini. Selama perjalan Nayla terus-terusan banjir air mata, pundak kiri Dimas ikut basah karena kelakuannya. Tanpa ada jeda Nayla menangis selama perjalanan. Tidak hanya sedih karena berpisah dengan temannya dan Dimas nantinya, sedih melihat pemuda yang telah diberinya luka tak nampak berpura-pura tegar di hari perpisahan ini. Hatinya sakit serta ada keinginan menjerit mendapati Dimas diam dengan menyembunyikan luka yang sangat dalam. Ketulusan, kasih sayang serta cinta yang telah didapat selama mengenal Dimas justru dibalasnya dengan luka tak nampak, tapi sangat menyakitkan. . "Udah ya Yank, manisnya ilang lho, kalau diajak nangis terus," ucap Dimas pelan saat bus yang keduanya naiki sudah hampir sampai tujuan. Nayla mengangkat kepalanya yang semenjak duduk di bangku penumpang langsung bersandar pada pundak Dimas. Tampilannya benar-benar sangat
Ada notif masuk dari nomor baru saat Nayla membuka aplikasi pesan pagi ini. Setelah menekan ternyata sebah vidio, tapi entah berisi tentang apa. Belum selesai dia mengunduh vidio itu ada satu chat masuk dari nomor yang sama bertulis, [lihatlah karenamu Kakakku jadi seperti ini] Belum sampai Nayla memnuka vidio yang sudah berhasil diunduhnya ada chat masuk lagi. [Temui aku nanti jam 09.30 di alun-alun kotamu] [Harus datang! Kalau nggak, aku datangi rumahmu] pesan berikutnya. [Kutunggu!] satu lagi dari nomor yang sama. Setelah membaca rentetan pesan itu, Nayla bingung, 'dari siapa pesan ini? Trus apa isi vidio itu?' Nayla menerka-nerka setelah membaca ulang chat tadi, lalu menekan vidio itu dan betapa terkejutnya setelah vidio terputar. ** Nayla benar-benar datang menemui seseorang yang mengirim vidio singkat pagi tadi. Ya, walau belum mengenal, dia tetap datang karena isi vidio itu semakin membuat
"Baru pulang?" tanya pak Kusdi yang baru berhenti, lalu turun dari motor."Nggeh Pak. Ngisi juga," jawab Agus sembari melihat jok motor pak Kusdi yang langsung dibuka.Pak Kusdi mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam toko, mungkin ingin membeli sesuatu sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya."Pantesan yang di rumah keenakan ketemuan setiap pagi, tambah lengket juga ke adiknya. Lha ditinggalnya seharian sih, tiap hari pula. Ck." Berdecak dan menggeleng, lalu melanjutkan gumamannya. "Ndue bojo seh bocah yo ngonolah, seh kakean polah (punya istri masih remaja ya begitulah, pastinya kebanyakan tingkah). Hn, begituhlah kalau sudah menampik yang sudah jelas tahu ini-itu, tapi yang didapat malah bocah. Bocah ngono wae ko nggolekine adoh-adoh." Bu Wati dengan sengaja bergumam seperti itu serta sekilas melirik sinis saat Agus tengah memundurkan motor sebelum meninggalkan lokasi karena masih menunggu kembalian dari si penjual bensin. Meski hanya gumaman, tapi Agus sebenarnya mendengar se
"Kenapa bisa tumpah?" tanya Nayla sembari membalikkan panci berisi mie rebus yang telah tumpah diatas kompor. "Bisalah," sahut Andi sembari terus meniup jari tangannya yang masih terasa panas akibat memegang panci tanpa alas."Kok sampai pancinya tengkurep seperti ini," gumam Nayla pelan, tapi masih bisa didengar oleh Andi yang memang masih berdiri tak jauh jadi tempat Nayla berdiri. "Bisalah, kan tadi panas banget Nay," sahut Andi cepat.Mendengar sahutan Andi, Nayla langsung menoleh. "Ngangkatnya ndak pakai lap? Trus karena panas langsung pancinya kamu lempar?"Andi langsung mengangguk, sedangkan Nayla menggeleng. "Kan ada lap di dekat kompor. Kalau langsung kamu pegang emang panas banget. Ap .…""Ndak kepikiran, keburu laper Nay," sahut Andi cepat, memotong ucapan Nayla sembari melangkah, sepertinya ingin duduk. Nayla menghela nafas dan menggeleng mendapati tindakan ceroboh iparnya yang kini sudah mulai duduk. Lalu, mengambil segelas susu coklat yang sudah dibuat sendiri di ata
Dimas menghela nafas dan menggeleng ketika masuk kamar karena kembali mendapati pemandangan yang sama. Dian masih saja setia rebahan dari sebelum ia mandi hingga sekarang. Sudah jadi kebiasaan teman satu kamarnya itu kalau hari libur. Seperti pagi ini, bermalas-malsan sembari mendengarkan musik dari aplikasi Yu Kub. Walau menangis pilu hati ini Sayangku akan tetap abadi Sampai akhir masa kan kunanti Hanya kau yang aku sayangiPemuda yang sedang tengkurap di pembaringan itu ikut menyanyikan lagu yang sedang terputar. Sumpah mati bukan maksud di hati Tuk meninggalkan dirimu oh kasih Kumelangkah pergi karna janji Usah kasih engkau bersedih Cintaku suci … hanya satu untuk dirimu Ku percaya padamu … kasih ku akan menunggumuLanjutnya diikuti gerakan menikmati musik. Namun, Dimas justru diam ditempat begitu mendengar lirik, 'cintaku suci … hanya satu untuk dirimu.' Bibirnya pun siap bergetar andaikan tidak segera digigitnya kuat.Entah kenapa dengan hatinya yang begitu sensitif sa
'Katanya sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, ini-itu ada semua, tapi anaknya kok masih jalan sama mantan. Itu si mantu masih ada yang kurang atau justu anaknya yang masih menginginkan mantan?''Mantunya tetangga yang sering kalian banggakan itu.'Ucapan bu Wati tadi, sebelum acara Istigosah yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dimulai kembali berputar. Entah kenapa kalimat itu seolah-olah ditunjukkan padanya, sebab setelah perempuan paruh baya itu berucap, ibu-ibu yang lain pun saling berbisik dan bersusulan meliriknya. Bermacam ekspresi pun menghiasi wajah mereka. 'Sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, serta ini-itu, ta-pi anaknya masih jalan sama mantan? Itu siapa ya?' Nayla bertanya-tanya dalam hati. Ia termenung dan mencoba mencerna maksud dari ucapan tetangganya itu.'Siapa yang sudah punya menantu sesuai yang diucapkan, tapi anaknya masih menjalin hubungan dengan mantannya?' Masih diulang karena tak kunjung menemukan jawabannya.'Kok setelah ibu yang tadi mengatakan ma
Ketiga pria dewasa itu saling pandang ketika teman satu profesinya turun dari kendaraan yang beberapa detik tadi berhenti, lalu disusul seorang perempuan.'Sama siapa dia?' Satu pertanyaan yang sama mewakili benak masing-masing. Mereka juga kompak mengernyit saat mengetahui siapa perempuan itu. "Siap-siap ada kehebohan," gumam Heri sembari melirik perempuan itu. "Lupakah kalau sekarang udah ada yang menanti," timpal Imron. "Kasihan, ban motornya bocor," ucap Agus sembari berlalu. "Kira-kira bakal ada kehebohan gak setelah ini?" tanya Heri setelah Agus benar-benar meninggalkan lokasi. "Entah," sahut Imron yang masih menatap laju motor Agus yang sudah sampai pinggir jalan. "Menurut kalian seandainya Agus beneran jadi sama ponakannya Budhe cocok gak?" tanya Heri lagi sembari melirik kedua temannya yang masih menatap ke jalan. Kedua pria dewasa di hadapannya kompak menggeleng. "Cocok sama yang sekarang sih, meski masih bocah, tapi tingkah laku dan pikirannya terlihat lebih dewasa.
[Lagi apa Na] [Sibuk gak][Balas dong Na][Pasti lagi sibuk, maaf kalau ganggu]Empat chat dari Faiz terkirim tiga puluh menit yang lalu baru Nayla buka. Ia menghela nafas setelah membaca. Sejak pertemuan mereka disuatu pagi, pemuda yang sampai saat ini masih menyimpan rasa cinta untuknya, serta belum tahu akan status yang sudah hampir empat bulan disandangnya ini telah ganti. Hampir setiap hari pemuda itu mengirim pesan padanya, entah tanya kabar atau aktivitas. Tak hanya itu, karena tlah berulang kali ingin melakukan panggilan vidio, namun untuk ajakan itu berhasil ditolak dengan berbagai alasan yang sekiranya bisa meredam rasa penasaran.Mungkin kesempatan bertemu yang memang hanya sebentar bagi pemuda itu terasa belum cukup, serta beberapa pertanyaan khusus untuknya masih menggantung jawabannya. Maka dari itu, Faiz selalu saja meluangkan jarinya beberapa detik untuk mengetik sesuatu yang sepele tapi mampu membuatnya berdebar kala langsung mendapat tanggapan dan merasakan sensasi
'Dimana ya?' Meneliti jejeran barang yang tertata rapi pada rak di hadapannya.Siang ini Nayla tengah belanja di toko Sedanten, toko yang paling besar dan serba ada di desa suami untuk kedua kalinya. Bukannya toko terdekat tidak ada barang yang dituju, tapi sekalian nebeng Andi yang ingin ke counter beli paket data, serta di sini lebih lengkap.Apa yang ingin dibeli sebenarnya sudah semua, tinggal satu pesanan Andi yang belum ketemu. 'Di situ ternyata.' Terlihat lega setelah menemukan apa yang tengah dicarinya. Namun, saat tangannya terulur, hendak mengambil barang yang sejak tadi dicarinya seketika sudah dalam genggaman tangan orang lain. Setelah diam di tempat beberapa detik, tangannya yang masih terulur itu ditarik. Menyempatkan diri menoleh dan mengulas senyum pada seseorang yang ada di dekatnya. "M-mbak, kasir yang kemarin ya?" tanya Nayla pada seseorang itu. Yang bersangkutan perlahan mengangkat wajah, tapi diam saat bertemu tatap dengannya."Sampean itu yang jadi kasir di tok
'Ternyata cocok juga pakai kemeja ini, kelihatan lebih muda, balik lagi kaya dulu,' batin Agus memuji diri sendiri. 'Pinter tenan istriku milihin baju,' lanjutnya sembari terus menatap pantulannya pada cermin sembari jemarinya memasukkan kancing pada lubangnya. "Eh, samaan ternyata. Sengaja ya?" ucapnya ketika Nayla sudah berdiri di dekatnya, sedang menyisir rambut. 'Eh. Kok malah kembaran begini ya?' Melirik pakaian yang tadi dipilihnya untuk sang suami ternyata warnanya sama-sama biru muda dengan yang dipakai. Ia menghembuskan nafas lega saat melirik bawahan yang dipakai beda warna. "Dek. Mas, pakai pakaian begini kelihatan seperti anak muda lagi kan?" Membusungkan dada serta menirukan gaya ala anak remaja sedang tebar pesona. "Selama ini merasa udah tua? Atau Mas pakai baju seperti mbah-mbah," sahut Nayla asal tanpa melihat suaminya."Sudah ndak malu lagi ya?" bisik Agus tepat di samping Nayla diiringi senyuman. "Mau mulai lagi? Nanti ndak jadi pergi lho." Memundurkan waja
Tangannya bergerak ingin merekatkan dekapannya, namun yang terjadi selanjutnya tangan itu seketika berhenti meraba-raba tempat pembaringan di sebelahnya yang ternyata sudah kosong. 'Deg' suara degub itu seketika memaksa penglihatannya untuk terbuka dan menepis jauh-jauh rasa kantuk yang masih ingin menguasai. Seklebatan kejadian dua malam berturut-turut membuatnya buru-buru bangun dari pembaringan.Ada rasa yang entahlah dan sedikit sulit dijelaskan jika mengingat kejadian yang telah membuatnya terjaga selama dua malam berturut-turut.Kejadiannya ketika baru beberapa menit memejamkan mata, ia samar-samar mendengar segukan Nayla yang dilanjutkan ucapan maaf berulang kali dengan diiringi lelehan yang telah membasahi wajah ayunya. LDia sempat panik dan bingung karena istri kecilnya tak kunjung membuka mata walau sudah dibangunkan. Syukur alhamdulillah pada akhirnya terucap walau dalam hati saat Nayla benar-benar berhenti segukan bersamaan dengan si penyiar radio yang sudah kembali memut