Seperti biasa, sebagai pacar yang baik setiap pacar manisnya libur dan kembalinya ke tempat kerja pasti Dimas selalu menjemputnya. Cinta, kesetiaan, dan kasih sayangnya pada Nayla, gadis remaja pertama yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, telah mengubah hidupnya. Dulu kesehariannya biasa saja, tapi sekarang semakin berwarna semenjak keadiran Nayla dalam hidupnya.
Keluarnya Nayla dari dalam bus melegakan hatinya. Seulas senyum menyambut pujaan hati yang melangkahkan kaki menuju tempatnya menunggu. Namun, perlahan senyum sambutan itu memudar saat mendapati wajah ditekuk yang tidak bersahabat semakin mendekat.
"Kok jelek gitu, wajah ayu serta senyum manis Nayangku dikemanain?" tanya Dimas, masih setia duduk di atas motornya.
"Tak tinggal di bus, buat Pak supir juga Mas kernetnya. Habisnya tadi ngantuk banget," jawabnya ngasal. Tidak mungkin 'kan, kalau bilang 'pikiranku lagi kacau.' Dia belum siap jujur sekarang, akan dipikirkan lagi bagaimana cara yang baik serta waktu yang tepat untuk menyampaikan permasalahanan yang terjadi, nanti.
"Asyik ngapain semalam? Senyum napa, masa dijemput sama pacar gantengmu mukanya jelek gitu."
Dengan segera Nayla tersenyum sangat manis supaya Dimas tidak menaruh curiga dan banyak nanya, seketika mendapat cubitan gemas pada kedua pipi.
"Uh ... manisnya, bikin nambah sayang deh em ... muach." Dimas memoyongkan bibir seperti hendak mencium dengan tangan masih setia mencubit gemas pipi Nayla.
"Iih! Kak ... banyak orang, malulah," rengeknya.
"Biarin nggak kenal," sahut Dimas terlihat cuek.
"Kalau ada yang mengenali Sampean (kamu)."
"Tak ada." Melepas kedua tangannya dari pipi.
"Iih ... pedenya."
"Harus! Kenapa nggak, dah ah, buruan yuk!" Menarik tangan Nayla lalu mengambil helm lalu memakaikan di kepala pacar manisnya, setelahnya dia menstater motor kesayangannya dan langsung tancap gas.
***
Selama perjalanan menuju toko Accesories Collection keduanya larut dengan pikiran masing-masing. Dimas teringat dengan mimpi yang sama kembali terulang di waktu Fajar. Mimpi yang telah membuatnya terus gelisah hingga semalaman begadang hingga menjelang pagi.
Sedangkan Nayla kembali dilanda keraguan dengan keputusannya kemarin, serta tidak hanya itu, semua kenangan selama dirinya berteman hingga menjalin hubungan dengan Dimas tambah membuatnya ragu dengan apa yang telah diputuskan.
***
"Masih ngantuk?" tanya Dimas saat sudah sampai.
Hanya anggukan pelan yang Nayla tunjukkan diiringi sedikit senyuman.
"Tadi di jalan ndak jadi tidur?"
"Ya, ndaklah Kak, kalau aku beneran tidur yang ada malah jatuh."
"Ya udah masuk gih! Kalau masih ngantuk. Tadinya sih ingin ngajak sarapan bareng, tapi yowes, ndak pa-pa."
"Maaf ya Kak," lirihnya pelan,"Bentar, tadi Ibuk bawain bekal karena aku ndak jadi sarapan." Mengeluarkan kotak bekal yang dimaksud lalu memberikannya pada Dimas.
"Apa ini, pasti enak apalagi yang masakan calon mertua," kata Dimas dengan semangat sembari menerima kotak bekal dari Nayla.
Nayla tersenyum getir mendengar ucapan Dimas, dengan tiba-tiba hatinya terasa sangat perih. Dia tahu ucapan Dimas hanya candaan tapi terdengar sangat serius.
"Makan bareng ya? Aku ingin menikmati masakan Ibuk bareng."
'Aargh ....' jerit Nayla dalam hati mendengar dan melihat senyum tulus Dimas yang dengan antusias membuka lalu mencium bau masakan Ibunya itu sangat membuatnya semakin merasa bersalah.
"Kok tiba-tiba perutku mules banget ya Kak, makan sendiri aja ya?" tolaknya halus.
"Tak tungguin sampai selesai. Kita makan bareng ya?" Terlihat memelas.
"Kak ... Kakak lupa ya? Kalau aku udah masuk yang di dalam pasti pada nanyain oleh-oleh, terus nanti aku balik keluar lagi pasti ada yang curiga."
"Eh, iya ya? Yaudah deh kalu gitu biar aku nikmati sendiri masakan Ibuk mertua."
"Iya, Kakakku sayang...mules banget ini perutku, masuk duluan ya?" pura-pura meringis seperti menahan mules.
'Maafkan aku Kak, maaf karna telah berbohong padamu,' batinnya sembari menoleh saat membuka pagar.
Nayla sangat menyesal karena telah berbohong, tapi mungkin hanya kebohonganlah yang bisa menolongnya untuk saat ini. Hatinya sangat sakit saat melihat betapa tulusnya cinta Dimas padanya.Tapi mau bagaimana lagi, ungkapan iya sudah terlanjur terucap apakah harus ditarik lagi? Andaikan hanya candaan tidak masalah, tapi ini sebuah persetujuan kepada orang tua.
Kemarin dirinya sangat yakin tapi semenjak panggilan telefon terakhir dari Dimas semalam hati dan pikirannya benar-benar gundah. Entah hanya ingin tahu aktivitas pacar ataukah ada hal lain yang membuat Dimas seharian mengkhawatirkan dirinya dengan berulang kali menelfonnya. Saat bicara pun seolah-olah ingin mengucapkan sesuatu, tapi selalu diurungkan. Mungkin hanya perasaannya saja, tapi itu terlihat nyata seperti ada sesuatu yang membuat Dimas merasa sangat cemas padanya.
.
Sudah pukul 22.30 malam, pintu kamar anak-anak cewek sudah tutup pertanda seisi kamar sudah pada terlelap, tapi ternyata tidak, masih ada satu anak yang masih terjaga.
Malam ini Nayla kembali tak bisa tidur, semua temannya sudah terlelap dari 10 menit yang lalu, tinggal dirinya. Agar secepatnya tidur Nayla mencoba menyalakan radio di handphonenya debgan sangat berharap bisa secepatnya mengantuk lalu ertidur, tapi tetap tidak mengantuk sama sekali.
Seharian ini dia tidak bersemangat sama sekali. Masih bisa tersenyum manis pada teman juga pelanggan, tapi hati dan pikirannya sungguh sangat kacau. Rasa bersalahnya pada Dimas dan kebohongannya serta nasehat Pakleknya tadi pagi terus saja berputar-putar dalam ingatannya.
Sudah empat lagu yang diputar dari radio kesukaannya, tapi tetap saja tidak membuatnya mengantuk. Merasa sia-sia serta tambah membuat kepalanya makin terasa pusing, Nayla putuskan bangun, lalu beranjak ke belakang entah untuk mengambil minum atau hanya cuci muka.
Cuci muka sudah, minum segelas air hangat juga sudah, tapi pusing di kepalanya tak kunjung reda, Nayla putuskan tidak langsung kembali ke kamar karena pasti akan sama seperti tadi. Kembali lagi hatinya dan pikirannya dilanda keraguan serta bingung harus ngomong kejujuran pada Dimas yang seperti apa dan bagaimana.
'Apa aku pergi gitu aja ya, ninggalain Kak Dimas? Tapi kasihan dia dan pasti sangat sedih terus bertanya-tanya. Apalagi kalau suatu hari dia tahu yang sebenarnya pasti akan sangat terluka dan kecewa. Kalau aku jujur? Dia marah dan kecewa ndak ya? Ya Allah kenapa aku Engkau hadapkan dengan masalah serumit ini? Kemarin aku sudah mencoba untuk iklas menerima kenyataan untuk tidak jadi melanjukan saat Bapak mengalami kecelakaan dan aku tak ingin menambah beban,' batinnya.
'Sudah aku putuskan untuk tidak melanjutkan keinginanku dan disaat ada seseorang yang hadir menghibur serta memberikan cinta tulus serta kasih sayangnya, secepat inikah harus kutinggalkan Ya Allah,' keluhnya dalam hati.
'Ya Allah, tolong bantu aku dari kebingungan dan keraguan yang sedang meland ...."
"Lho Na! Kok disini? Lum tidur? Ngapain?" Tiba-tiba Faiz muncul dengan banyak pertanyaan.
"Eh, Mas Faiz. Ngambil minun sih tadinya," sahutnya. Dengan cepat tangannya menghapus air mata di pipi.
Faiz berjalan ke arah Nayla dengan satu bungkus mie instan dalam gengaman. Matanya awas melihat apa yang Nayla lakukan. Hatinya sedikit ragu dengan jawaban Nayla. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan entah apa. Sejak pagi dirinya telah memperhatikan teman yang diam-diam disukai seharian ini tidak fokus saat bekerja.
"Kamu lapar? Kok lum tidur jam segini." Ikut duduk di kursi tunggal sebelah Nayla.
Gelengan pelan dari Nayla sebagai jawaban.
"Lha, terus kenapa? Matamu kok merah, kamu habis nangis?" tebak Faiz.
"Ndak Mas, tadi kepalaku rasanya pusing, nyut...nyut gitu. Kalau di rumah pasti Ibuk perhatiin aku. Lha disini tak ada ya aku jadi keingat Ibuk," ucapnya diiringi senyuman agar Faiz tidak menaruh curiga.
"Oh, aku mau buat mie kamu mau?" tawarnya.
"Buat mie malam-malam? Apa eng-nggak begah nanti perut Sampean? Bentar deh Mas, nggak usah buat mie. Aku masih ada makanan." Langsung berdiri dan segera berlalu ke kamar.
.
"Makan ini aja Mas, jangan terlalu keseringan makam mie malam-malam, ndak baik buat perut." Menyodorkan jajanan yang dia bawa sebagai oleh-oleh.
Faiz menerima jajanan yang disodorkan Nayla, lalu keduanya makan bersama.
Dapat perhatian kecil seperti itu sudah membuat hati Faiz berbunga. Sama seperti Dimas, dirinya juga merasa jatuh cinta pada pandangan pertama pada Nayla kala itu, tapi bedanya sejak awal hingga sekarang tidak kunjung berani mengungkapkan, hanya dipendam sendiri. Belum ada keberanian serta tidak ingin jadi bahan omongan sesama teman kerja kalau ketahuan dirinya menyukai Nayla.
***
Tidak hanya kamar sebelah kiri, kamar kanan tempatnya para karyawan laki-laki toko Accesories Collection sudah sepi. Namun, ternyata masih ada seseorang yang belum sama sekali terlelap, sedari tadi memang memejamkan mata, tapi bum bisa tidur. Malam ini pun sama seperti sebelumnya, setiap teman-temannya sudah mengalami indahnya mimpi dia hanya bisa melihat hingga puluhan menit lamanya karena hati dan fikiran yang tidak tenang. [Bagaimana? Apa sudah kamu pikirkan dan putuskan? Mereka sudah memberi kabar kalau hari Ahad besok akan datang lagi] Pesan itu sedari siang terus terngiang, semakin bingung dan gelisah. Haruskah dia melanjutkan keputusannya ataukah berhenti saja dan kembali menjalani hari-harinya dengan Dimas? Dirinya dilanda kebimbangan antara melanjutkan keputusan ataukah berhenti tidak jadi menuruti keinginan pasutri itu, tapi secepatnya ia harus mengambil keputusan. Hubungannya dengan Dimas masih seperti biasanya, han
Begitu masuk, Nayla langsung menuju kamar mandi, tak mungkin 'kan dirinya masuk kamar dengan wajah yang sangat kacau. Setelah cuci muka dan hatinya sedikit lebih tenang dia pun kembali ke kamar. Namun, teman-temanya pada heran melihatnya masuk sendirian. "Lho, Heni sama Nadia mana Na? Kok nggak bareng masuknya?" tanya sebagian temannya yang ada di dalam. "Hah! Mbak Heni sama Mbak Nadia?" "Kok malah melongo? Tadi mereka ke luar cari kamu," jawab Fira. "Cari aku?" Mengulang ucapan Fira. "Aku udah masuk dari 10 menit yang lalu Mbak, tapi langsung ke belakang, mereka cari aku, mau apa?" "Nih, bocahnya sudah ada disini, pantesan....." Terdengar orang ngomong di luar kamar. "Kamu kemana aja sama Mas Ganteng?" tanya Nadia."Eh, kok matamu merah Na? Kamu habis nangis kok sembab gitu?" lanjut Nadia sembari meneliti wajah Nayla. "Tadi ... Kak Dimas ngerjai aku, sampai nangis," jawabnya beralasan.
Disaat Nayla tengah melamunkan kisah cintanya yang sudah berakhir dengan menyendiri di belakang, tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Buru-buru dia menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri kedua pipi. Tidak ingin ketahuan kalau tengah malam menangis. Namun, belum sampai itu air mata di pipi mengering sebuah suara yang dikenalnya menya. "Na, ngapain di situ?" tanya Faiz sembari terus melangkah ke kamar mandi. "Ndak ngapa-ngapain sih, Sampean kok belum tidur?" balik tanya. "Pen pipis Na." Buru-buru membuka pintu kamar mandi, mungkin sudah kebelet. Nayla berdiri, lalu beranjak ke wastafel untuk mencuci gelas bekas minum serta membasuh muka. Tidak ingin Faiz menaruh curiga. "Kamu habis ngapin Na?" Tiba-tiba sudah berdiri di belakang Nayla. "Eh! A-anu. E-em tadi kepalaku agak pusing lagi, trus minum obat," elaknya,. Dadanya berdebar, sedikit was-was khawatir Faiz curiga. "Oh, kam
Sabtu pagi ini seisi toko Accesories Collection gempar. Setelah semua karyawan selesai sarapan, pernyataan mengejutkan dari Nayla mengagetkan semuanya. Nayla tadi pergi tanpa pamit kepada yang lain hingga satu jam baru kembali. Disaat sudah kembali tiba-tiba mengungkapkan suatu hal yang sangat mengejutkan, membuat semua temannya tidak percaya serta sedih dibuatnya. "Mbak dan Mas semuanya. Maaf aku ganggu waktunya sebentar," ucap Nayla saat semua temannya sudah berkumpul. "Nana mau ngucapin terima kasih kepada semu. Smpean semua telah memberi banyak pengertian, selalu sabar mengajari aku yang awalnya belum mengerti sama sekali." "Banyak hal yang aku dapatkan selama 2 tahun kerja sama Sampean semua di toko ini, susah-senang kita lalui bersama, satu kena koplen imbasnya kesemua, yang ini kena teguran yang lain pun ikutan kena." Menjeda ucapannya, matanya mulai berkaca-kaca. Teman-temanya pada tidak mengerti maksud Nayla, sebagian saling berbisik-
Satu jam lima belas menit lama perjalanan dari terminal Kota Lumpia sampai terminal Kota Kretek ini. Selama perjalan Nayla terus-terusan banjir air mata, pundak kiri Dimas ikut basah karena kelakuannya. Tanpa ada jeda Nayla menangis selama perjalanan. Tidak hanya sedih karena berpisah dengan temannya dan Dimas nantinya, sedih melihat pemuda yang telah diberinya luka tak nampak berpura-pura tegar di hari perpisahan ini. Hatinya sakit serta ada keinginan menjerit mendapati Dimas diam dengan menyembunyikan luka yang sangat dalam. Ketulusan, kasih sayang serta cinta yang telah didapat selama mengenal Dimas justru dibalasnya dengan luka tak nampak, tapi sangat menyakitkan. . "Udah ya Yank, manisnya ilang lho, kalau diajak nangis terus," ucap Dimas pelan saat bus yang keduanya naiki sudah hampir sampai tujuan. Nayla mengangkat kepalanya yang semenjak duduk di bangku penumpang langsung bersandar pada pundak Dimas. Tampilannya benar-benar sangat
Ada notif masuk dari nomor baru saat Nayla membuka aplikasi pesan pagi ini. Setelah menekan ternyata sebah vidio, tapi entah berisi tentang apa. Belum selesai dia mengunduh vidio itu ada satu chat masuk dari nomor yang sama bertulis, [lihatlah karenamu Kakakku jadi seperti ini] Belum sampai Nayla memnuka vidio yang sudah berhasil diunduhnya ada chat masuk lagi. [Temui aku nanti jam 09.30 di alun-alun kotamu] [Harus datang! Kalau nggak, aku datangi rumahmu] pesan berikutnya. [Kutunggu!] satu lagi dari nomor yang sama. Setelah membaca rentetan pesan itu, Nayla bingung, 'dari siapa pesan ini? Trus apa isi vidio itu?' Nayla menerka-nerka setelah membaca ulang chat tadi, lalu menekan vidio itu dan betapa terkejutnya setelah vidio terputar. ** Nayla benar-benar datang menemui seseorang yang mengirim vidio singkat pagi tadi. Ya, walau belum mengenal, dia tetap datang karena isi vidio itu semakin membuat
"Hah! Apa?" Dimas melotot kaget mende ngar ucapan Aldi. "Di mana kamu menemuinya!" "Di rumahnyalah, di mana lagi?" Masih asyik mengunyah, kelihatannya tidak berniat merespon pertanyaan Dimas. "Aku nanya serius bocah?" "Aku jawabnya juga serius Kang (kak)." "Untuk apa kamu mememuinya?" Masih saja bertanya, merasa jawaban Aldi bukan yang sebenarnya. "Ingin kenalan aja," jawabnya santai dengan mengusap-usap layar handphonenya. "Untuk apa menemuinya." Mengulang pertanyaan serta merebut handphone milik Aldi. "Ingin memarahinya!" Berdiri dari duduknya. Beranjak menghampiri kulkas, lalu membuka dan mengambil air minum, setelah membuka tutup botol segera meneguk isi hingga habis separuh. Dimas masih menatap Aldi penuh selidik. Samar menggeleng mendapati adiknya yang justru bertingkah masa bodo dengan ucapannya tadi. "Kutunggu di kamar!" kata Dimas lalu beranjak dari dapur.
"Em ... apa ya?" Pura-pura brrfikir."Buat Nayla hamidun, pasti dapat restu, ha ha ha," ucap Aldi sambil bangun dari posisi tiduran, lalu langsung loncat dari tempat tidur dan buru-buru lari ke luar kamar. Dimas terbengong mendengar ucapan Aldi barusan. Dia sedikit bingung dengan kata "hamidun" otaknya mendadak ngeblank mendengar kata itu. "Hei Al! Ngomong apa barusan! Jangan lari!" Teriak Dimas setelah mengerti maksud ucapan Aldi. Buru-buru ia turun dan berlari menyusul. "Hei bocah! Kenapa pintunya dikunci? Buka woi!" Teriak Dimas dari dalam kamar. Mendengar teriakan dari dalam, Aldi justru semakin tersenyum puas. Ucapannya yang asal barusan, tanpa sengaja sudah membuat Dimas seperrtinya marah, tapi menurutnya tidak masalah karena niatnya ingin menghibur, walupun caranya salah. Pikirnya yang penting kakaknya bisa sedikit lupa dengan masalah yang sedang dialami. "Buka Al! Awas kamu ya!" Berkacak pinggang sembari menginga
"Baru pulang?" tanya pak Kusdi yang baru berhenti, lalu turun dari motor."Nggeh Pak. Ngisi juga," jawab Agus sembari melihat jok motor pak Kusdi yang langsung dibuka.Pak Kusdi mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam toko, mungkin ingin membeli sesuatu sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya."Pantesan yang di rumah keenakan ketemuan setiap pagi, tambah lengket juga ke adiknya. Lha ditinggalnya seharian sih, tiap hari pula. Ck." Berdecak dan menggeleng, lalu melanjutkan gumamannya. "Ndue bojo seh bocah yo ngonolah, seh kakean polah (punya istri masih remaja ya begitulah, pastinya kebanyakan tingkah). Hn, begituhlah kalau sudah menampik yang sudah jelas tahu ini-itu, tapi yang didapat malah bocah. Bocah ngono wae ko nggolekine adoh-adoh." Bu Wati dengan sengaja bergumam seperti itu serta sekilas melirik sinis saat Agus tengah memundurkan motor sebelum meninggalkan lokasi karena masih menunggu kembalian dari si penjual bensin. Meski hanya gumaman, tapi Agus sebenarnya mendengar se
"Kenapa bisa tumpah?" tanya Nayla sembari membalikkan panci berisi mie rebus yang telah tumpah diatas kompor. "Bisalah," sahut Andi sembari terus meniup jari tangannya yang masih terasa panas akibat memegang panci tanpa alas."Kok sampai pancinya tengkurep seperti ini," gumam Nayla pelan, tapi masih bisa didengar oleh Andi yang memang masih berdiri tak jauh jadi tempat Nayla berdiri. "Bisalah, kan tadi panas banget Nay," sahut Andi cepat.Mendengar sahutan Andi, Nayla langsung menoleh. "Ngangkatnya ndak pakai lap? Trus karena panas langsung pancinya kamu lempar?"Andi langsung mengangguk, sedangkan Nayla menggeleng. "Kan ada lap di dekat kompor. Kalau langsung kamu pegang emang panas banget. Ap .…""Ndak kepikiran, keburu laper Nay," sahut Andi cepat, memotong ucapan Nayla sembari melangkah, sepertinya ingin duduk. Nayla menghela nafas dan menggeleng mendapati tindakan ceroboh iparnya yang kini sudah mulai duduk. Lalu, mengambil segelas susu coklat yang sudah dibuat sendiri di ata
Dimas menghela nafas dan menggeleng ketika masuk kamar karena kembali mendapati pemandangan yang sama. Dian masih saja setia rebahan dari sebelum ia mandi hingga sekarang. Sudah jadi kebiasaan teman satu kamarnya itu kalau hari libur. Seperti pagi ini, bermalas-malsan sembari mendengarkan musik dari aplikasi Yu Kub. Walau menangis pilu hati ini Sayangku akan tetap abadi Sampai akhir masa kan kunanti Hanya kau yang aku sayangiPemuda yang sedang tengkurap di pembaringan itu ikut menyanyikan lagu yang sedang terputar. Sumpah mati bukan maksud di hati Tuk meninggalkan dirimu oh kasih Kumelangkah pergi karna janji Usah kasih engkau bersedih Cintaku suci … hanya satu untuk dirimu Ku percaya padamu … kasih ku akan menunggumuLanjutnya diikuti gerakan menikmati musik. Namun, Dimas justru diam ditempat begitu mendengar lirik, 'cintaku suci … hanya satu untuk dirimu.' Bibirnya pun siap bergetar andaikan tidak segera digigitnya kuat.Entah kenapa dengan hatinya yang begitu sensitif sa
'Katanya sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, ini-itu ada semua, tapi anaknya kok masih jalan sama mantan. Itu si mantu masih ada yang kurang atau justu anaknya yang masih menginginkan mantan?''Mantunya tetangga yang sering kalian banggakan itu.'Ucapan bu Wati tadi, sebelum acara Istigosah yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dimulai kembali berputar. Entah kenapa kalimat itu seolah-olah ditunjukkan padanya, sebab setelah perempuan paruh baya itu berucap, ibu-ibu yang lain pun saling berbisik dan bersusulan meliriknya. Bermacam ekspresi pun menghiasi wajah mereka. 'Sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, serta ini-itu, ta-pi anaknya masih jalan sama mantan? Itu siapa ya?' Nayla bertanya-tanya dalam hati. Ia termenung dan mencoba mencerna maksud dari ucapan tetangganya itu.'Siapa yang sudah punya menantu sesuai yang diucapkan, tapi anaknya masih menjalin hubungan dengan mantannya?' Masih diulang karena tak kunjung menemukan jawabannya.'Kok setelah ibu yang tadi mengatakan ma
Ketiga pria dewasa itu saling pandang ketika teman satu profesinya turun dari kendaraan yang beberapa detik tadi berhenti, lalu disusul seorang perempuan.'Sama siapa dia?' Satu pertanyaan yang sama mewakili benak masing-masing. Mereka juga kompak mengernyit saat mengetahui siapa perempuan itu. "Siap-siap ada kehebohan," gumam Heri sembari melirik perempuan itu. "Lupakah kalau sekarang udah ada yang menanti," timpal Imron. "Kasihan, ban motornya bocor," ucap Agus sembari berlalu. "Kira-kira bakal ada kehebohan gak setelah ini?" tanya Heri setelah Agus benar-benar meninggalkan lokasi. "Entah," sahut Imron yang masih menatap laju motor Agus yang sudah sampai pinggir jalan. "Menurut kalian seandainya Agus beneran jadi sama ponakannya Budhe cocok gak?" tanya Heri lagi sembari melirik kedua temannya yang masih menatap ke jalan. Kedua pria dewasa di hadapannya kompak menggeleng. "Cocok sama yang sekarang sih, meski masih bocah, tapi tingkah laku dan pikirannya terlihat lebih dewasa.
[Lagi apa Na] [Sibuk gak][Balas dong Na][Pasti lagi sibuk, maaf kalau ganggu]Empat chat dari Faiz terkirim tiga puluh menit yang lalu baru Nayla buka. Ia menghela nafas setelah membaca. Sejak pertemuan mereka disuatu pagi, pemuda yang sampai saat ini masih menyimpan rasa cinta untuknya, serta belum tahu akan status yang sudah hampir empat bulan disandangnya ini telah ganti. Hampir setiap hari pemuda itu mengirim pesan padanya, entah tanya kabar atau aktivitas. Tak hanya itu, karena tlah berulang kali ingin melakukan panggilan vidio, namun untuk ajakan itu berhasil ditolak dengan berbagai alasan yang sekiranya bisa meredam rasa penasaran.Mungkin kesempatan bertemu yang memang hanya sebentar bagi pemuda itu terasa belum cukup, serta beberapa pertanyaan khusus untuknya masih menggantung jawabannya. Maka dari itu, Faiz selalu saja meluangkan jarinya beberapa detik untuk mengetik sesuatu yang sepele tapi mampu membuatnya berdebar kala langsung mendapat tanggapan dan merasakan sensasi
'Dimana ya?' Meneliti jejeran barang yang tertata rapi pada rak di hadapannya.Siang ini Nayla tengah belanja di toko Sedanten, toko yang paling besar dan serba ada di desa suami untuk kedua kalinya. Bukannya toko terdekat tidak ada barang yang dituju, tapi sekalian nebeng Andi yang ingin ke counter beli paket data, serta di sini lebih lengkap.Apa yang ingin dibeli sebenarnya sudah semua, tinggal satu pesanan Andi yang belum ketemu. 'Di situ ternyata.' Terlihat lega setelah menemukan apa yang tengah dicarinya. Namun, saat tangannya terulur, hendak mengambil barang yang sejak tadi dicarinya seketika sudah dalam genggaman tangan orang lain. Setelah diam di tempat beberapa detik, tangannya yang masih terulur itu ditarik. Menyempatkan diri menoleh dan mengulas senyum pada seseorang yang ada di dekatnya. "M-mbak, kasir yang kemarin ya?" tanya Nayla pada seseorang itu. Yang bersangkutan perlahan mengangkat wajah, tapi diam saat bertemu tatap dengannya."Sampean itu yang jadi kasir di tok
'Ternyata cocok juga pakai kemeja ini, kelihatan lebih muda, balik lagi kaya dulu,' batin Agus memuji diri sendiri. 'Pinter tenan istriku milihin baju,' lanjutnya sembari terus menatap pantulannya pada cermin sembari jemarinya memasukkan kancing pada lubangnya. "Eh, samaan ternyata. Sengaja ya?" ucapnya ketika Nayla sudah berdiri di dekatnya, sedang menyisir rambut. 'Eh. Kok malah kembaran begini ya?' Melirik pakaian yang tadi dipilihnya untuk sang suami ternyata warnanya sama-sama biru muda dengan yang dipakai. Ia menghembuskan nafas lega saat melirik bawahan yang dipakai beda warna. "Dek. Mas, pakai pakaian begini kelihatan seperti anak muda lagi kan?" Membusungkan dada serta menirukan gaya ala anak remaja sedang tebar pesona. "Selama ini merasa udah tua? Atau Mas pakai baju seperti mbah-mbah," sahut Nayla asal tanpa melihat suaminya."Sudah ndak malu lagi ya?" bisik Agus tepat di samping Nayla diiringi senyuman. "Mau mulai lagi? Nanti ndak jadi pergi lho." Memundurkan waja
Tangannya bergerak ingin merekatkan dekapannya, namun yang terjadi selanjutnya tangan itu seketika berhenti meraba-raba tempat pembaringan di sebelahnya yang ternyata sudah kosong. 'Deg' suara degub itu seketika memaksa penglihatannya untuk terbuka dan menepis jauh-jauh rasa kantuk yang masih ingin menguasai. Seklebatan kejadian dua malam berturut-turut membuatnya buru-buru bangun dari pembaringan.Ada rasa yang entahlah dan sedikit sulit dijelaskan jika mengingat kejadian yang telah membuatnya terjaga selama dua malam berturut-turut.Kejadiannya ketika baru beberapa menit memejamkan mata, ia samar-samar mendengar segukan Nayla yang dilanjutkan ucapan maaf berulang kali dengan diiringi lelehan yang telah membasahi wajah ayunya. LDia sempat panik dan bingung karena istri kecilnya tak kunjung membuka mata walau sudah dibangunkan. Syukur alhamdulillah pada akhirnya terucap walau dalam hati saat Nayla benar-benar berhenti segukan bersamaan dengan si penyiar radio yang sudah kembali memut