Disaat Nayla tengah melamunkan kisah cintanya yang sudah berakhir dengan menyendiri di belakang, tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Buru-buru dia menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri kedua pipi. Tidak ingin ketahuan kalau tengah malam menangis. Namun, belum sampai itu air mata di pipi mengering sebuah suara yang dikenalnya menya.
"Na, ngapain di situ?" tanya Faiz sembari terus melangkah ke kamar mandi.
"Ndak ngapa-ngapain sih, Sampean kok belum tidur?" balik tanya.
"Pen pipis Na." Buru-buru membuka pintu kamar mandi, mungkin sudah kebelet.
Nayla berdiri, lalu beranjak ke wastafel untuk mencuci gelas bekas minum serta membasuh muka. Tidak ingin Faiz menaruh curiga.
"Kamu habis ngapin Na?" Tiba-tiba sudah berdiri di belakang Nayla.
"Eh! A-anu. E-em tadi kepalaku agak pusing lagi, trus minum obat," elaknya,. Dadanya berdebar, sedikit was-was khawatir Faiz curiga.
"Oh, kam
Sabtu pagi ini seisi toko Accesories Collection gempar. Setelah semua karyawan selesai sarapan, pernyataan mengejutkan dari Nayla mengagetkan semuanya. Nayla tadi pergi tanpa pamit kepada yang lain hingga satu jam baru kembali. Disaat sudah kembali tiba-tiba mengungkapkan suatu hal yang sangat mengejutkan, membuat semua temannya tidak percaya serta sedih dibuatnya. "Mbak dan Mas semuanya. Maaf aku ganggu waktunya sebentar," ucap Nayla saat semua temannya sudah berkumpul. "Nana mau ngucapin terima kasih kepada semu. Smpean semua telah memberi banyak pengertian, selalu sabar mengajari aku yang awalnya belum mengerti sama sekali." "Banyak hal yang aku dapatkan selama 2 tahun kerja sama Sampean semua di toko ini, susah-senang kita lalui bersama, satu kena koplen imbasnya kesemua, yang ini kena teguran yang lain pun ikutan kena." Menjeda ucapannya, matanya mulai berkaca-kaca. Teman-temanya pada tidak mengerti maksud Nayla, sebagian saling berbisik-
Satu jam lima belas menit lama perjalanan dari terminal Kota Lumpia sampai terminal Kota Kretek ini. Selama perjalan Nayla terus-terusan banjir air mata, pundak kiri Dimas ikut basah karena kelakuannya. Tanpa ada jeda Nayla menangis selama perjalanan. Tidak hanya sedih karena berpisah dengan temannya dan Dimas nantinya, sedih melihat pemuda yang telah diberinya luka tak nampak berpura-pura tegar di hari perpisahan ini. Hatinya sakit serta ada keinginan menjerit mendapati Dimas diam dengan menyembunyikan luka yang sangat dalam. Ketulusan, kasih sayang serta cinta yang telah didapat selama mengenal Dimas justru dibalasnya dengan luka tak nampak, tapi sangat menyakitkan. . "Udah ya Yank, manisnya ilang lho, kalau diajak nangis terus," ucap Dimas pelan saat bus yang keduanya naiki sudah hampir sampai tujuan. Nayla mengangkat kepalanya yang semenjak duduk di bangku penumpang langsung bersandar pada pundak Dimas. Tampilannya benar-benar sangat
Ada notif masuk dari nomor baru saat Nayla membuka aplikasi pesan pagi ini. Setelah menekan ternyata sebah vidio, tapi entah berisi tentang apa. Belum selesai dia mengunduh vidio itu ada satu chat masuk dari nomor yang sama bertulis, [lihatlah karenamu Kakakku jadi seperti ini] Belum sampai Nayla memnuka vidio yang sudah berhasil diunduhnya ada chat masuk lagi. [Temui aku nanti jam 09.30 di alun-alun kotamu] [Harus datang! Kalau nggak, aku datangi rumahmu] pesan berikutnya. [Kutunggu!] satu lagi dari nomor yang sama. Setelah membaca rentetan pesan itu, Nayla bingung, 'dari siapa pesan ini? Trus apa isi vidio itu?' Nayla menerka-nerka setelah membaca ulang chat tadi, lalu menekan vidio itu dan betapa terkejutnya setelah vidio terputar. ** Nayla benar-benar datang menemui seseorang yang mengirim vidio singkat pagi tadi. Ya, walau belum mengenal, dia tetap datang karena isi vidio itu semakin membuat
"Hah! Apa?" Dimas melotot kaget mende ngar ucapan Aldi. "Di mana kamu menemuinya!" "Di rumahnyalah, di mana lagi?" Masih asyik mengunyah, kelihatannya tidak berniat merespon pertanyaan Dimas. "Aku nanya serius bocah?" "Aku jawabnya juga serius Kang (kak)." "Untuk apa kamu mememuinya?" Masih saja bertanya, merasa jawaban Aldi bukan yang sebenarnya. "Ingin kenalan aja," jawabnya santai dengan mengusap-usap layar handphonenya. "Untuk apa menemuinya." Mengulang pertanyaan serta merebut handphone milik Aldi. "Ingin memarahinya!" Berdiri dari duduknya. Beranjak menghampiri kulkas, lalu membuka dan mengambil air minum, setelah membuka tutup botol segera meneguk isi hingga habis separuh. Dimas masih menatap Aldi penuh selidik. Samar menggeleng mendapati adiknya yang justru bertingkah masa bodo dengan ucapannya tadi. "Kutunggu di kamar!" kata Dimas lalu beranjak dari dapur.
"Em ... apa ya?" Pura-pura brrfikir."Buat Nayla hamidun, pasti dapat restu, ha ha ha," ucap Aldi sambil bangun dari posisi tiduran, lalu langsung loncat dari tempat tidur dan buru-buru lari ke luar kamar. Dimas terbengong mendengar ucapan Aldi barusan. Dia sedikit bingung dengan kata "hamidun" otaknya mendadak ngeblank mendengar kata itu. "Hei Al! Ngomong apa barusan! Jangan lari!" Teriak Dimas setelah mengerti maksud ucapan Aldi. Buru-buru ia turun dan berlari menyusul. "Hei bocah! Kenapa pintunya dikunci? Buka woi!" Teriak Dimas dari dalam kamar. Mendengar teriakan dari dalam, Aldi justru semakin tersenyum puas. Ucapannya yang asal barusan, tanpa sengaja sudah membuat Dimas seperrtinya marah, tapi menurutnya tidak masalah karena niatnya ingin menghibur, walupun caranya salah. Pikirnya yang penting kakaknya bisa sedikit lupa dengan masalah yang sedang dialami. "Buka Al! Awas kamu ya!" Berkacak pinggang sembari menginga
"Lha, malah masih di sini, ditungguin dari tadi ndak keluar-keluar," ucap Aldi dengan menyembulkan kepala di pintu kamar Dimas. Dimas menoleh, tapi tidak berniat menyahuti perkataan adiknya. Kembali terdiam, melanjutkan kegiatannya yang sempat terjeda yaitu termenung. "Sebentar lagi mau pukul satu lho Kak, jadi ke rumah camer nggak?" tanya Aldi sembari berjalan masuk. "Mau ngapain Al?" balik tanya. "Ciee ... pasti sudah pernah berharap jadi anak mantu ya?" Goda Aldi,"Tadi kan disuruh sama Mas yang nemenin Nay ke sana Kak." Ikut duduk di dekat Dimas. Dimas diam, hatinya semakin entahlah saat mendengar perkataan Aldi. Ia menghembuskan nafas pelan, ini memang berat untuk dijalani, apalagi dirinya memang masih sangat mencintai Nayla. Meski hatinya ingin menolak, berontak, belum rela, tapi niat dihatinya yang akan tetap mencoba untuk ikhlas serta berusaha merelakan gadis yang masih dicintai untuk melanjutkan keputusan
Selama perjalanan pulang tak henti-hentinya Agus tersenyum, hatinya senang dan berbunga-bunga, cinta untuk gadis ayu yang beberapa menit lalu menerimanya bergelora dalam dada. Beruntungnya dia, tadi diberi kesempatan untuk berbincang berdua walau sebentar dengan gadis ayu pilihan orang tuanya dan mengutarakan tujuan utama kedatangan keluarganya ke kedianan pak Supri. Awalnya dia hanya ingin menuruti permintaan kedua orang tuanya, terutama ibu. Sudah dari beberapa bulan yang lalu, tapi dengan anak gadis yang lain. Sedangkan semingggu ini keduanya sangat ngotot ingin menjodohkan dengan putri sulung pak Supri, orang yang pernah tidak sengaja ditabrak Roni, adiknya. Memang benar perkataan ibunya waktu itu, kalau dirinya pasti langsung suka setelah bertemu langsung dengan cah ayu. Ternyata benar adanya, dia memang langsung suka yang dalam arti jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis pilihan orang tuanya itu. Gadis ayu yang dia perkirakan seum
Disaat Dimas tergugu, di luar kamar Bu Rofikoh pun ikut menitihkan air mata, hatinya ikut sedih melihat putra sulungnya bersedih. Mendoakan yang terbaik, semoga putranya bisa melewati masa-masa sulit dalam perjalanan cintanya yang bisa dilakukannya. Memang sangat sulit untuk dijalani, tapi setiap perjalanan cinta sudah pasti ada lakon yang seperti itu. Sebagai seorang ibu, dia sangat mengerti dengan suasana hati putranya. Sangat jelas terlihat dari ekspresi maupun tingkah lakunya, Dimas begitu sangat mencintai seseorang yang sudah mengisi hari-harinya selama ini, tapi kini sedang meminta jauh dari putranya karena suatu hal yang tidak mungkin bisa ditolak. Dia sangat paham dengan keadaan yang sangat sulit ini, baik putranya maupun seseorang yang ada di sana pasti sama-sama terpuruk karena perpisahan yang diputuskan. "Ibuk ngapain?" tanya Aldi dengan menepuk pelan pundak bu Rofikoh. "Astagfirullahaladzim ... Nan
"Baru pulang?" tanya pak Kusdi yang baru berhenti, lalu turun dari motor."Nggeh Pak. Ngisi juga," jawab Agus sembari melihat jok motor pak Kusdi yang langsung dibuka.Pak Kusdi mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam toko, mungkin ingin membeli sesuatu sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya."Pantesan yang di rumah keenakan ketemuan setiap pagi, tambah lengket juga ke adiknya. Lha ditinggalnya seharian sih, tiap hari pula. Ck." Berdecak dan menggeleng, lalu melanjutkan gumamannya. "Ndue bojo seh bocah yo ngonolah, seh kakean polah (punya istri masih remaja ya begitulah, pastinya kebanyakan tingkah). Hn, begituhlah kalau sudah menampik yang sudah jelas tahu ini-itu, tapi yang didapat malah bocah. Bocah ngono wae ko nggolekine adoh-adoh." Bu Wati dengan sengaja bergumam seperti itu serta sekilas melirik sinis saat Agus tengah memundurkan motor sebelum meninggalkan lokasi karena masih menunggu kembalian dari si penjual bensin. Meski hanya gumaman, tapi Agus sebenarnya mendengar se
"Kenapa bisa tumpah?" tanya Nayla sembari membalikkan panci berisi mie rebus yang telah tumpah diatas kompor. "Bisalah," sahut Andi sembari terus meniup jari tangannya yang masih terasa panas akibat memegang panci tanpa alas."Kok sampai pancinya tengkurep seperti ini," gumam Nayla pelan, tapi masih bisa didengar oleh Andi yang memang masih berdiri tak jauh jadi tempat Nayla berdiri. "Bisalah, kan tadi panas banget Nay," sahut Andi cepat.Mendengar sahutan Andi, Nayla langsung menoleh. "Ngangkatnya ndak pakai lap? Trus karena panas langsung pancinya kamu lempar?"Andi langsung mengangguk, sedangkan Nayla menggeleng. "Kan ada lap di dekat kompor. Kalau langsung kamu pegang emang panas banget. Ap .…""Ndak kepikiran, keburu laper Nay," sahut Andi cepat, memotong ucapan Nayla sembari melangkah, sepertinya ingin duduk. Nayla menghela nafas dan menggeleng mendapati tindakan ceroboh iparnya yang kini sudah mulai duduk. Lalu, mengambil segelas susu coklat yang sudah dibuat sendiri di ata
Dimas menghela nafas dan menggeleng ketika masuk kamar karena kembali mendapati pemandangan yang sama. Dian masih saja setia rebahan dari sebelum ia mandi hingga sekarang. Sudah jadi kebiasaan teman satu kamarnya itu kalau hari libur. Seperti pagi ini, bermalas-malsan sembari mendengarkan musik dari aplikasi Yu Kub. Walau menangis pilu hati ini Sayangku akan tetap abadi Sampai akhir masa kan kunanti Hanya kau yang aku sayangiPemuda yang sedang tengkurap di pembaringan itu ikut menyanyikan lagu yang sedang terputar. Sumpah mati bukan maksud di hati Tuk meninggalkan dirimu oh kasih Kumelangkah pergi karna janji Usah kasih engkau bersedih Cintaku suci … hanya satu untuk dirimu Ku percaya padamu … kasih ku akan menunggumuLanjutnya diikuti gerakan menikmati musik. Namun, Dimas justru diam ditempat begitu mendengar lirik, 'cintaku suci … hanya satu untuk dirimu.' Bibirnya pun siap bergetar andaikan tidak segera digigitnya kuat.Entah kenapa dengan hatinya yang begitu sensitif sa
'Katanya sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, ini-itu ada semua, tapi anaknya kok masih jalan sama mantan. Itu si mantu masih ada yang kurang atau justu anaknya yang masih menginginkan mantan?''Mantunya tetangga yang sering kalian banggakan itu.'Ucapan bu Wati tadi, sebelum acara Istigosah yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dimulai kembali berputar. Entah kenapa kalimat itu seolah-olah ditunjukkan padanya, sebab setelah perempuan paruh baya itu berucap, ibu-ibu yang lain pun saling berbisik dan bersusulan meliriknya. Bermacam ekspresi pun menghiasi wajah mereka. 'Sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, serta ini-itu, ta-pi anaknya masih jalan sama mantan? Itu siapa ya?' Nayla bertanya-tanya dalam hati. Ia termenung dan mencoba mencerna maksud dari ucapan tetangganya itu.'Siapa yang sudah punya menantu sesuai yang diucapkan, tapi anaknya masih menjalin hubungan dengan mantannya?' Masih diulang karena tak kunjung menemukan jawabannya.'Kok setelah ibu yang tadi mengatakan ma
Ketiga pria dewasa itu saling pandang ketika teman satu profesinya turun dari kendaraan yang beberapa detik tadi berhenti, lalu disusul seorang perempuan.'Sama siapa dia?' Satu pertanyaan yang sama mewakili benak masing-masing. Mereka juga kompak mengernyit saat mengetahui siapa perempuan itu. "Siap-siap ada kehebohan," gumam Heri sembari melirik perempuan itu. "Lupakah kalau sekarang udah ada yang menanti," timpal Imron. "Kasihan, ban motornya bocor," ucap Agus sembari berlalu. "Kira-kira bakal ada kehebohan gak setelah ini?" tanya Heri setelah Agus benar-benar meninggalkan lokasi. "Entah," sahut Imron yang masih menatap laju motor Agus yang sudah sampai pinggir jalan. "Menurut kalian seandainya Agus beneran jadi sama ponakannya Budhe cocok gak?" tanya Heri lagi sembari melirik kedua temannya yang masih menatap ke jalan. Kedua pria dewasa di hadapannya kompak menggeleng. "Cocok sama yang sekarang sih, meski masih bocah, tapi tingkah laku dan pikirannya terlihat lebih dewasa.
[Lagi apa Na] [Sibuk gak][Balas dong Na][Pasti lagi sibuk, maaf kalau ganggu]Empat chat dari Faiz terkirim tiga puluh menit yang lalu baru Nayla buka. Ia menghela nafas setelah membaca. Sejak pertemuan mereka disuatu pagi, pemuda yang sampai saat ini masih menyimpan rasa cinta untuknya, serta belum tahu akan status yang sudah hampir empat bulan disandangnya ini telah ganti. Hampir setiap hari pemuda itu mengirim pesan padanya, entah tanya kabar atau aktivitas. Tak hanya itu, karena tlah berulang kali ingin melakukan panggilan vidio, namun untuk ajakan itu berhasil ditolak dengan berbagai alasan yang sekiranya bisa meredam rasa penasaran.Mungkin kesempatan bertemu yang memang hanya sebentar bagi pemuda itu terasa belum cukup, serta beberapa pertanyaan khusus untuknya masih menggantung jawabannya. Maka dari itu, Faiz selalu saja meluangkan jarinya beberapa detik untuk mengetik sesuatu yang sepele tapi mampu membuatnya berdebar kala langsung mendapat tanggapan dan merasakan sensasi
'Dimana ya?' Meneliti jejeran barang yang tertata rapi pada rak di hadapannya.Siang ini Nayla tengah belanja di toko Sedanten, toko yang paling besar dan serba ada di desa suami untuk kedua kalinya. Bukannya toko terdekat tidak ada barang yang dituju, tapi sekalian nebeng Andi yang ingin ke counter beli paket data, serta di sini lebih lengkap.Apa yang ingin dibeli sebenarnya sudah semua, tinggal satu pesanan Andi yang belum ketemu. 'Di situ ternyata.' Terlihat lega setelah menemukan apa yang tengah dicarinya. Namun, saat tangannya terulur, hendak mengambil barang yang sejak tadi dicarinya seketika sudah dalam genggaman tangan orang lain. Setelah diam di tempat beberapa detik, tangannya yang masih terulur itu ditarik. Menyempatkan diri menoleh dan mengulas senyum pada seseorang yang ada di dekatnya. "M-mbak, kasir yang kemarin ya?" tanya Nayla pada seseorang itu. Yang bersangkutan perlahan mengangkat wajah, tapi diam saat bertemu tatap dengannya."Sampean itu yang jadi kasir di tok
'Ternyata cocok juga pakai kemeja ini, kelihatan lebih muda, balik lagi kaya dulu,' batin Agus memuji diri sendiri. 'Pinter tenan istriku milihin baju,' lanjutnya sembari terus menatap pantulannya pada cermin sembari jemarinya memasukkan kancing pada lubangnya. "Eh, samaan ternyata. Sengaja ya?" ucapnya ketika Nayla sudah berdiri di dekatnya, sedang menyisir rambut. 'Eh. Kok malah kembaran begini ya?' Melirik pakaian yang tadi dipilihnya untuk sang suami ternyata warnanya sama-sama biru muda dengan yang dipakai. Ia menghembuskan nafas lega saat melirik bawahan yang dipakai beda warna. "Dek. Mas, pakai pakaian begini kelihatan seperti anak muda lagi kan?" Membusungkan dada serta menirukan gaya ala anak remaja sedang tebar pesona. "Selama ini merasa udah tua? Atau Mas pakai baju seperti mbah-mbah," sahut Nayla asal tanpa melihat suaminya."Sudah ndak malu lagi ya?" bisik Agus tepat di samping Nayla diiringi senyuman. "Mau mulai lagi? Nanti ndak jadi pergi lho." Memundurkan waja
Tangannya bergerak ingin merekatkan dekapannya, namun yang terjadi selanjutnya tangan itu seketika berhenti meraba-raba tempat pembaringan di sebelahnya yang ternyata sudah kosong. 'Deg' suara degub itu seketika memaksa penglihatannya untuk terbuka dan menepis jauh-jauh rasa kantuk yang masih ingin menguasai. Seklebatan kejadian dua malam berturut-turut membuatnya buru-buru bangun dari pembaringan.Ada rasa yang entahlah dan sedikit sulit dijelaskan jika mengingat kejadian yang telah membuatnya terjaga selama dua malam berturut-turut.Kejadiannya ketika baru beberapa menit memejamkan mata, ia samar-samar mendengar segukan Nayla yang dilanjutkan ucapan maaf berulang kali dengan diiringi lelehan yang telah membasahi wajah ayunya. LDia sempat panik dan bingung karena istri kecilnya tak kunjung membuka mata walau sudah dibangunkan. Syukur alhamdulillah pada akhirnya terucap walau dalam hati saat Nayla benar-benar berhenti segukan bersamaan dengan si penyiar radio yang sudah kembali memut