Pagi menjelang siang ini rumah Pak Supri orang tua Nayla kedatangan tamu, Pak Yanto dan istrinya Bu Ni'mah orang tua dari pemuda yang pernah menabrak Pak Supri waktu itu kembali berkunjung.
Awalnya sepasang suami istri itu hanya bertanggung jawab atas kesalahan tidak sengaja putranya, yang saat itu mengalami rem blong waktu pulang dari tempat wisata perbukitan di desa tempat tinggal keluarga Nayla. Akan tetapi semakin kesini hubungan antar orang tua dari pemuda itu dengan keluarga Pak Supri makin terlihat akrab dan semakin dekat.
Mungkin kedekatan antar pasangan suami istri itu karena sering berkunjung untuk melihat perkembangan kesembuhan Pak Supri, maka dari itu, makin ke sini hubungan mereka semakin terlihat seperti saudara.
"Sudah beberapa kali kesini cah ayu kok ndak pernah kelihatan kemana ya Dik?"
"Cah ayu?" ulang bu Hartatik. "Emm ... maksud Mbakyu Nayla? Ia kerja Mbakyu," terang ibu Nayla.
"Kerja? Wes ndak sekolah tho?(sudah tidak sekolah ya?) kerjane dimana? Kok tiap kesini ndak pernah lihat, jauh yo?"
"Sekolahnya sudah lulus, kerjanya di toko Mbakyu, ikut tetangga."
"Emm ... pantesan saben mprene ko ora katon (pantesan tiap ke sini kok tidak kelihatan), ko' ndak jadi melanjutkan kenopo?"(kok tidak jadi melanjutkan kenapa?) Terlihat sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang mengartikan sesuatu.
Bu Hartatik tidak langsung menjawab, malah teringat kembali saat Nayla bersikeras menolak tawaran Hardi, yang saat itu sedang membujuknya agar mengiyakan tawaran adik lelakinya untuk melanjutkan sekolah.
Flash back 2 tahun lalu.
"Mbak, Ela tadi pas kutanyai bilangnya kok ndak jadi melanjutkan? Kenapa?" tanya Hardi.
Hembusan nafas pelan tapi sedikit kasar bu Hartatik yang dilanjut istigfar mengisyaratkan ada sesuatu yang disembunyikan.
Sekali lagi bu Hartatik menghembuskan nafas pelan sebelum menjawab pertanyaan adiknya."Ela tidak jadi melanjutkan, katanya tak ingin jadi tambah beban, bilangnya kemarin ndak papa sampai kelas 9 masih ada adik-adik yang sangat memerlukan, kasihan liat Mbak kerja ini itu. Ditambah lagi jika melihat bapaknya, belum tau kapan akan bisa kembali pulih."
Hardi ikut menghembuskan nafas pelan, dirinya tahu seperti apa sifat keponakannya. Pasti Nayla punya suatu alasan yang kuat kenapa memutuskan tidak jadi melanjutkan. Ia sangat ingin membantu, tapi karena Nayla sudah memutuskan untuk tidak jadi melanjutkan.
Diantara tiga bersaudara yaitu Hartatik, Hidayah dan dirinya Nayla hanya terbiasa padanya, bagainama tidak, sedari kecil Nayla memang sangat dekat dengannya dan dari kedekatan itu jadi dirinya tahu sifat ponakannya. Sangat berbeda lagi dengan Mbak keduanya yang memang sewaktu Nayla masih bayi sudah jauh dari keluarga karena mendapat pendamping yang sedikit jauh dari tempat tinggalnya, maka dari itu Nayla jadi tidak terlalu terbiasa.
Meski Nayla anak yang selalu nurut, tapi Hardi sangat mengerti dan paham jika ponakannya itu sudah berani mengutarakan apa yang telah jadi keputusan serta keinginannya tidak akan ada yang bisa mencegahnya. Ya, walaupun masih usia remaja pola pikir Nayla sudah melebihi usianya. Sudah berani menolak tawarannya serta sudah mengutarakan apa yang menjadi keputusannya pada kedua orang tuanya berarti Nayla sudah memikirkannya secara matang serta siap menanggung apa yang sudah jadi keputusan.
Hembusan nafas pelan dan panjang mengakhiri flash back waktu itu. "Nayla ada alasan tersendiri Mbakyu," ucapnya diiringi sedikit senyuman teepaksa.
"Kapan cah ayu pulang? Mbak sudah kangen sekali rasanya," tanya bu Ni'mah selanjutnya.
Belum sempat bu Hartatik menjawab terdengar ada ucapan salam dari luar, obrolan kedua perempuan itu pun berhenti.
"Assalamu'alaikum." Ucapan salam dari luar.
"W*'alaikumsalam," jawab kedua perempuan itu.
Ternyata Naufal, adik sulung Nayla sudah pulang sekolah. Tidak lama setelahnya Pak Supri serta Pak Yanto pulang dari kebun.
****
"Kapan Nduk libur? tadi siang Budhe Ni'mah bilang, sudah kangen sama Nduk (panggilan untuk nak)," ucap Bu Hartatik.
"Budhe berkunjung lagi?"
"Iya, beliau nanyain Nduk, terus nanya dimana? Ibuk bilang kalau Nduk kerja terus nanya lagi, kapan Nduk akan pulang kata Budhe sudah kangen sekali sama Nduk," lanjut ibu Nayla.
"Embak Ela kapan liburnya? libur nanti Mbak pulang 'kan? belikan mainan lagi ya? kemarin mobil-mobilanku dipinjam teman terus rodanya copot terus aku benerin lagi, tapi sudah ndak bisa." Naufal ikut bersuara.
"Hayoo, Ofal sendiri yang ngerusakin apa pas dipinjam teman? pasti mainnya ndak pelan-pelan trus asal nabrak, iya 'kan?"
"Hehehe i-ya, ma-afin Ofal ya?" meski hanya lewat telfon suara tapi Naufal terlihat sedikit takut, mungkin khawatir kalau Nayla akan memarahinya.
"Kalau Mbak belikan janji lho, mainnya ndak boleh asal-asalan kalau lagi main. Kalau Mbak Novi mau tak belikan apa kalau Mbak pulang?"
"Aku juga ditawarin? Beliin jam tangan kaya' punyamu aja deh Mbak, boleh kan?" ucapnya terdengar sedikit ada rayuan.
"Iya, nanti Mbak belikan, belajar yang rajin ya terus ini 'kan sudah setengah sepuluh lebih sudah waktunya tidur, adik buruan tidur ya! Kalau kemalaman pasti besok telat bangunnya."
"Ok, siap Mbak," jawab keduanya kompak.
"Yaudah tutup aja telfonnya Nduk, sudah malam, Nduk juga jangan kemalaman tidurnya."
"Baiklah, salam buat Bapak ya Buk, Nduk tunggu dari tadi ndak pulang-pulang. Oh ya, hampir lupa, aku pulangnya hari sabtu."
Setelah mengucapkan salam serta mengakhiri panggilan telfon dari Nayla bu Hartatik segera menyusul Novi juga Naufal yang sudah mau tudur.
****
Sementara di suatu rumah ada satu keluarga sedang berkumpul di ruang tengah rumahnya, sembari menonton televisi setelah selesai makan malam.
"Pak, ternyata cah Ayu sudah lulus sekolah lho," ucap bu Ni'mah memulai obrolan.
"Bapak sudah tahu dari 3 bulan lalu Bune," jawab pak Yanto.
Bu Ni'mah langsung tersenyum penuh arti, entah apa yang ia fikirkan. Di dalam keplanya ada ssesuatu yang ia inginkan lalu matanya berkedip mengisyaratkan sesuatu pada suaminya.
"Mas, Ibuk kenalin sama cah ayu mau ya?" Bu Ni'mah bukan hanya bertanya ,tapi juga minta persetujuan pada anaknya.
Sementara yang ditanya justru asyik melihat layar handphone, tidak mendenar pertanyaan yang barusan terucap dari ibunya.
"Mas! Diajak ngomong orang tua kok malah meneng wae (diam saja)," protes bu Ni'mah pada Agus Riyanto anak tertuanya.
"Oh, Ibuk tadi nanya ke Mas?" Sembari menoleh pada adiknya yang juga asyik main handphone.
"Makane tho Nang (panggilan Nak untuk laki-laki) kalau lagi kumpul bareng seperti ini, hapenya leren (berhenti), kalau diajak ngobrol biar nyambung." Pura-pura kesal.
"Njih buk, ngapuntene (maafin) Mas. Ibuk wau tanglet nopo? (Ibuk tadi tanya apa?)" ucapnya dengan menunduk, sudah jadi kebiasaannya kalau orang tuanya sedang ngomel, selalu saja menunduk.
"Mas, mau ndak kalau Ibuk kenalin sama cah ayu?"
"Cah ayu?" menautkan kedua alis tidak mengerti, belum mengerti cah ayu yang ibunya maksud karena terakhir 5 bulan lalu ibunya ngotot ingin mengenalkannya dengan anak temannya.
"Ya, cah ayu, ya 'kan Pak? Anaknya ayu (cantik), rajin, baik, sopan pokok e ayu lah mas, nanti kalau Mas sudah lihat pasti langsung suka," terang Bu Ni'mah dengan bangga, dalam pikirannya pasti anak bujang tertuanya akan langsung suka jika sudah bertemu dengan Nayla.
Agus hanya tersenyum melihat antusias Ibunya yang menceritakan tentang cah ayu.
Agus ini anak pertama Bu Ni'mah yang sudah dua kali dilangkahi adik-adiknya nenikah. Berkali-kali juga dikenalkan dengan anak teman-teman bu Ni'mah, sesama pedagang di pasar, tapi tetap saja belum ada yang cocok menurutnya, entah perempuan yang seperti apa lagi yang dia cari. Orang tuanya sudah hampir putus asa mencarikan barangkali Si Sulung ini tidak dapat mencari pendamping hidup.
Siang tadi saat ngobrol dengan Pak Supri juga Bu Hartatik yang mengatakan kalau Nayla, putri sulungnya sudah lulus sekolah, suatu ide muncul dalam benaknya 'bagaimana kalau anak bujangnya itu dijodohkan saja sama Nayla.' Tadi sepasang pasutri itu sudah berdiskusi dan keduanya yakin pasti Si Sulung tidak akan menolak.
Sejak pertama melihat Nayla tidak hanya Dimas Nugraha (si penyiar) saja yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi sepasang suami istri itu juga. Pertama kali melihat Nayla yang selalu saja mengawali sapaan ke semua orang dengan senyuman manisnya lansung membuat sepasang suami istri itu suka dan kini ada keinginan untuk menjodohkan abak tertuanya dengan Nayla.
Tepat pukul 05.10 pagi, Dimas tiba di halaman luar toko Accesories Collection, pagi ini ia akan mengantar pacar manisnya pulang. Semalam, ia ada jadwal siaran dan seperti biasa dirinya tidak pulang ke kost, jadi lebih cepat sampai di toko tempat pacar manisnya kerja. Kesempatan mengantar jemput pacar manisnya pulang yang hanya sebulan sekali selalu Dimas manfaatkan dengan baik karena apa? Ya, karena selama menjalin hubungan dengan Nayla yang sudah setahun ini, dirinya jarang pergi berdua apalagi kencan seperti orang-orang. Selain karena keduanya memang sengaja menyembunyikan hubungannya dengan orang sekitar juga dirinya yang selalu sibuk. Kesibukan Dimas banyak. Mulai dari pagi sampai siang kadang pula sampai sore kuliah, pulangnya istirahat sebentar lalu saat hari sudah mulai petang ia ada pekerjaan lain, jualan nasi goreng bersama Dian di kedai nasi goreng milik Pak Wawan, pemilik kost. Dan masih ada lagi yaitu dirinya yang sudah dua sete
Jam weker di meja belajar Novi sudah menunjuk di angka 22.45 wib, dari ketiga anak Bu Hartatik hanya Nayla yang masih terjaga. Ia tidak dapat tidur, sudah mendengarkan radio favorit seperti biasa juga sama, tak kunjung bisa tidur, apa karena bukan pacar penyiarnya ya yang siaran? Entahlah. Bolak-balik mengubah posisi tidur juga sama, berkali-kali memejamkan mata sembari melantunkan sholawat juga tidak ngefek yang ada justru tambah gelisah karena percakapan tadi siang terus mengganggu pikirannya. Percakapan antara orang tuanya dengan Pak Yanto dan istrinya. Dalam percakapan tadi siang, ada satu permintaan yang sangat mengejutkan dari pasangan suami istri itu. Dan kejadian itu terus saja berputar-putar dalam ingatannya, serta kesanggupannya yang spontan menyetujui permintaan dari pasutri itu sangat membuatnya gelisah. Sudah hampir satu jam Nayla memikirkan apa keputusannya siang tadi sudah benar ataukah justru sebuah kecerobohan belaka. Kini dirinya
Seperti biasa, sebagai pacar yang baik setiap pacar manisnya libur dan kembalinya ke tempat kerja pasti Dimas selalu menjemputnya. Cinta, kesetiaan, dan kasih sayangnya pada Nayla, gadis remaja pertama yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, telah mengubah hidupnya. Dulu kesehariannya biasa saja, tapi sekarang semakin berwarna semenjak keadiran Nayla dalam hidupnya. Keluarnya Nayla dari dalam bus melegakan hatinya. Seulas senyum menyambut pujaan hati yang melangkahkan kaki menuju tempatnya menunggu. Namun, perlahan senyum sambutan itu memudar saat mendapati wajah ditekuk yang tidak bersahabat semakin mendekat. "Kok jelek gitu, wajah ayu serta senyum manis Nayangku dikemanain?" tanya Dimas, masih setia duduk di atas motornya. "Tak tinggal di bus, buat Pak supir juga Mas kernetnya. Habisnya tadi ngantuk banget," jawabnya ngasal. Tidak mungkin 'kan, kalau bilang 'pikiranku lagi kacau.' Dia belum siap jujur sekarang, akan dipikirkan lagi b
Tidak hanya kamar sebelah kiri, kamar kanan tempatnya para karyawan laki-laki toko Accesories Collection sudah sepi. Namun, ternyata masih ada seseorang yang belum sama sekali terlelap, sedari tadi memang memejamkan mata, tapi bum bisa tidur. Malam ini pun sama seperti sebelumnya, setiap teman-temannya sudah mengalami indahnya mimpi dia hanya bisa melihat hingga puluhan menit lamanya karena hati dan fikiran yang tidak tenang. [Bagaimana? Apa sudah kamu pikirkan dan putuskan? Mereka sudah memberi kabar kalau hari Ahad besok akan datang lagi] Pesan itu sedari siang terus terngiang, semakin bingung dan gelisah. Haruskah dia melanjutkan keputusannya ataukah berhenti saja dan kembali menjalani hari-harinya dengan Dimas? Dirinya dilanda kebimbangan antara melanjutkan keputusan ataukah berhenti tidak jadi menuruti keinginan pasutri itu, tapi secepatnya ia harus mengambil keputusan. Hubungannya dengan Dimas masih seperti biasanya, han
Begitu masuk, Nayla langsung menuju kamar mandi, tak mungkin 'kan dirinya masuk kamar dengan wajah yang sangat kacau. Setelah cuci muka dan hatinya sedikit lebih tenang dia pun kembali ke kamar. Namun, teman-temanya pada heran melihatnya masuk sendirian. "Lho, Heni sama Nadia mana Na? Kok nggak bareng masuknya?" tanya sebagian temannya yang ada di dalam. "Hah! Mbak Heni sama Mbak Nadia?" "Kok malah melongo? Tadi mereka ke luar cari kamu," jawab Fira. "Cari aku?" Mengulang ucapan Fira. "Aku udah masuk dari 10 menit yang lalu Mbak, tapi langsung ke belakang, mereka cari aku, mau apa?" "Nih, bocahnya sudah ada disini, pantesan....." Terdengar orang ngomong di luar kamar. "Kamu kemana aja sama Mas Ganteng?" tanya Nadia."Eh, kok matamu merah Na? Kamu habis nangis kok sembab gitu?" lanjut Nadia sembari meneliti wajah Nayla. "Tadi ... Kak Dimas ngerjai aku, sampai nangis," jawabnya beralasan.
Disaat Nayla tengah melamunkan kisah cintanya yang sudah berakhir dengan menyendiri di belakang, tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Buru-buru dia menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri kedua pipi. Tidak ingin ketahuan kalau tengah malam menangis. Namun, belum sampai itu air mata di pipi mengering sebuah suara yang dikenalnya menya. "Na, ngapain di situ?" tanya Faiz sembari terus melangkah ke kamar mandi. "Ndak ngapa-ngapain sih, Sampean kok belum tidur?" balik tanya. "Pen pipis Na." Buru-buru membuka pintu kamar mandi, mungkin sudah kebelet. Nayla berdiri, lalu beranjak ke wastafel untuk mencuci gelas bekas minum serta membasuh muka. Tidak ingin Faiz menaruh curiga. "Kamu habis ngapin Na?" Tiba-tiba sudah berdiri di belakang Nayla. "Eh! A-anu. E-em tadi kepalaku agak pusing lagi, trus minum obat," elaknya,. Dadanya berdebar, sedikit was-was khawatir Faiz curiga. "Oh, kam
Sabtu pagi ini seisi toko Accesories Collection gempar. Setelah semua karyawan selesai sarapan, pernyataan mengejutkan dari Nayla mengagetkan semuanya. Nayla tadi pergi tanpa pamit kepada yang lain hingga satu jam baru kembali. Disaat sudah kembali tiba-tiba mengungkapkan suatu hal yang sangat mengejutkan, membuat semua temannya tidak percaya serta sedih dibuatnya. "Mbak dan Mas semuanya. Maaf aku ganggu waktunya sebentar," ucap Nayla saat semua temannya sudah berkumpul. "Nana mau ngucapin terima kasih kepada semu. Smpean semua telah memberi banyak pengertian, selalu sabar mengajari aku yang awalnya belum mengerti sama sekali." "Banyak hal yang aku dapatkan selama 2 tahun kerja sama Sampean semua di toko ini, susah-senang kita lalui bersama, satu kena koplen imbasnya kesemua, yang ini kena teguran yang lain pun ikutan kena." Menjeda ucapannya, matanya mulai berkaca-kaca. Teman-temanya pada tidak mengerti maksud Nayla, sebagian saling berbisik-
Satu jam lima belas menit lama perjalanan dari terminal Kota Lumpia sampai terminal Kota Kretek ini. Selama perjalan Nayla terus-terusan banjir air mata, pundak kiri Dimas ikut basah karena kelakuannya. Tanpa ada jeda Nayla menangis selama perjalanan. Tidak hanya sedih karena berpisah dengan temannya dan Dimas nantinya, sedih melihat pemuda yang telah diberinya luka tak nampak berpura-pura tegar di hari perpisahan ini. Hatinya sakit serta ada keinginan menjerit mendapati Dimas diam dengan menyembunyikan luka yang sangat dalam. Ketulusan, kasih sayang serta cinta yang telah didapat selama mengenal Dimas justru dibalasnya dengan luka tak nampak, tapi sangat menyakitkan. . "Udah ya Yank, manisnya ilang lho, kalau diajak nangis terus," ucap Dimas pelan saat bus yang keduanya naiki sudah hampir sampai tujuan. Nayla mengangkat kepalanya yang semenjak duduk di bangku penumpang langsung bersandar pada pundak Dimas. Tampilannya benar-benar sangat
"Baru pulang?" tanya pak Kusdi yang baru berhenti, lalu turun dari motor."Nggeh Pak. Ngisi juga," jawab Agus sembari melihat jok motor pak Kusdi yang langsung dibuka.Pak Kusdi mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam toko, mungkin ingin membeli sesuatu sekalian mengisi bahan bakar kendaraannya."Pantesan yang di rumah keenakan ketemuan setiap pagi, tambah lengket juga ke adiknya. Lha ditinggalnya seharian sih, tiap hari pula. Ck." Berdecak dan menggeleng, lalu melanjutkan gumamannya. "Ndue bojo seh bocah yo ngonolah, seh kakean polah (punya istri masih remaja ya begitulah, pastinya kebanyakan tingkah). Hn, begituhlah kalau sudah menampik yang sudah jelas tahu ini-itu, tapi yang didapat malah bocah. Bocah ngono wae ko nggolekine adoh-adoh." Bu Wati dengan sengaja bergumam seperti itu serta sekilas melirik sinis saat Agus tengah memundurkan motor sebelum meninggalkan lokasi karena masih menunggu kembalian dari si penjual bensin. Meski hanya gumaman, tapi Agus sebenarnya mendengar se
"Kenapa bisa tumpah?" tanya Nayla sembari membalikkan panci berisi mie rebus yang telah tumpah diatas kompor. "Bisalah," sahut Andi sembari terus meniup jari tangannya yang masih terasa panas akibat memegang panci tanpa alas."Kok sampai pancinya tengkurep seperti ini," gumam Nayla pelan, tapi masih bisa didengar oleh Andi yang memang masih berdiri tak jauh jadi tempat Nayla berdiri. "Bisalah, kan tadi panas banget Nay," sahut Andi cepat.Mendengar sahutan Andi, Nayla langsung menoleh. "Ngangkatnya ndak pakai lap? Trus karena panas langsung pancinya kamu lempar?"Andi langsung mengangguk, sedangkan Nayla menggeleng. "Kan ada lap di dekat kompor. Kalau langsung kamu pegang emang panas banget. Ap .…""Ndak kepikiran, keburu laper Nay," sahut Andi cepat, memotong ucapan Nayla sembari melangkah, sepertinya ingin duduk. Nayla menghela nafas dan menggeleng mendapati tindakan ceroboh iparnya yang kini sudah mulai duduk. Lalu, mengambil segelas susu coklat yang sudah dibuat sendiri di ata
Dimas menghela nafas dan menggeleng ketika masuk kamar karena kembali mendapati pemandangan yang sama. Dian masih saja setia rebahan dari sebelum ia mandi hingga sekarang. Sudah jadi kebiasaan teman satu kamarnya itu kalau hari libur. Seperti pagi ini, bermalas-malsan sembari mendengarkan musik dari aplikasi Yu Kub. Walau menangis pilu hati ini Sayangku akan tetap abadi Sampai akhir masa kan kunanti Hanya kau yang aku sayangiPemuda yang sedang tengkurap di pembaringan itu ikut menyanyikan lagu yang sedang terputar. Sumpah mati bukan maksud di hati Tuk meninggalkan dirimu oh kasih Kumelangkah pergi karna janji Usah kasih engkau bersedih Cintaku suci … hanya satu untuk dirimu Ku percaya padamu … kasih ku akan menunggumuLanjutnya diikuti gerakan menikmati musik. Namun, Dimas justru diam ditempat begitu mendengar lirik, 'cintaku suci … hanya satu untuk dirimu.' Bibirnya pun siap bergetar andaikan tidak segera digigitnya kuat.Entah kenapa dengan hatinya yang begitu sensitif sa
'Katanya sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, ini-itu ada semua, tapi anaknya kok masih jalan sama mantan. Itu si mantu masih ada yang kurang atau justu anaknya yang masih menginginkan mantan?''Mantunya tetangga yang sering kalian banggakan itu.'Ucapan bu Wati tadi, sebelum acara Istigosah yang rutin diadakan setiap hari Sabtu dimulai kembali berputar. Entah kenapa kalimat itu seolah-olah ditunjukkan padanya, sebab setelah perempuan paruh baya itu berucap, ibu-ibu yang lain pun saling berbisik dan bersusulan meliriknya. Bermacam ekspresi pun menghiasi wajah mereka. 'Sudah dapat menantu cantik, rajin, baik, serta ini-itu, ta-pi anaknya masih jalan sama mantan? Itu siapa ya?' Nayla bertanya-tanya dalam hati. Ia termenung dan mencoba mencerna maksud dari ucapan tetangganya itu.'Siapa yang sudah punya menantu sesuai yang diucapkan, tapi anaknya masih menjalin hubungan dengan mantannya?' Masih diulang karena tak kunjung menemukan jawabannya.'Kok setelah ibu yang tadi mengatakan ma
Ketiga pria dewasa itu saling pandang ketika teman satu profesinya turun dari kendaraan yang beberapa detik tadi berhenti, lalu disusul seorang perempuan.'Sama siapa dia?' Satu pertanyaan yang sama mewakili benak masing-masing. Mereka juga kompak mengernyit saat mengetahui siapa perempuan itu. "Siap-siap ada kehebohan," gumam Heri sembari melirik perempuan itu. "Lupakah kalau sekarang udah ada yang menanti," timpal Imron. "Kasihan, ban motornya bocor," ucap Agus sembari berlalu. "Kira-kira bakal ada kehebohan gak setelah ini?" tanya Heri setelah Agus benar-benar meninggalkan lokasi. "Entah," sahut Imron yang masih menatap laju motor Agus yang sudah sampai pinggir jalan. "Menurut kalian seandainya Agus beneran jadi sama ponakannya Budhe cocok gak?" tanya Heri lagi sembari melirik kedua temannya yang masih menatap ke jalan. Kedua pria dewasa di hadapannya kompak menggeleng. "Cocok sama yang sekarang sih, meski masih bocah, tapi tingkah laku dan pikirannya terlihat lebih dewasa.
[Lagi apa Na] [Sibuk gak][Balas dong Na][Pasti lagi sibuk, maaf kalau ganggu]Empat chat dari Faiz terkirim tiga puluh menit yang lalu baru Nayla buka. Ia menghela nafas setelah membaca. Sejak pertemuan mereka disuatu pagi, pemuda yang sampai saat ini masih menyimpan rasa cinta untuknya, serta belum tahu akan status yang sudah hampir empat bulan disandangnya ini telah ganti. Hampir setiap hari pemuda itu mengirim pesan padanya, entah tanya kabar atau aktivitas. Tak hanya itu, karena tlah berulang kali ingin melakukan panggilan vidio, namun untuk ajakan itu berhasil ditolak dengan berbagai alasan yang sekiranya bisa meredam rasa penasaran.Mungkin kesempatan bertemu yang memang hanya sebentar bagi pemuda itu terasa belum cukup, serta beberapa pertanyaan khusus untuknya masih menggantung jawabannya. Maka dari itu, Faiz selalu saja meluangkan jarinya beberapa detik untuk mengetik sesuatu yang sepele tapi mampu membuatnya berdebar kala langsung mendapat tanggapan dan merasakan sensasi
'Dimana ya?' Meneliti jejeran barang yang tertata rapi pada rak di hadapannya.Siang ini Nayla tengah belanja di toko Sedanten, toko yang paling besar dan serba ada di desa suami untuk kedua kalinya. Bukannya toko terdekat tidak ada barang yang dituju, tapi sekalian nebeng Andi yang ingin ke counter beli paket data, serta di sini lebih lengkap.Apa yang ingin dibeli sebenarnya sudah semua, tinggal satu pesanan Andi yang belum ketemu. 'Di situ ternyata.' Terlihat lega setelah menemukan apa yang tengah dicarinya. Namun, saat tangannya terulur, hendak mengambil barang yang sejak tadi dicarinya seketika sudah dalam genggaman tangan orang lain. Setelah diam di tempat beberapa detik, tangannya yang masih terulur itu ditarik. Menyempatkan diri menoleh dan mengulas senyum pada seseorang yang ada di dekatnya. "M-mbak, kasir yang kemarin ya?" tanya Nayla pada seseorang itu. Yang bersangkutan perlahan mengangkat wajah, tapi diam saat bertemu tatap dengannya."Sampean itu yang jadi kasir di tok
'Ternyata cocok juga pakai kemeja ini, kelihatan lebih muda, balik lagi kaya dulu,' batin Agus memuji diri sendiri. 'Pinter tenan istriku milihin baju,' lanjutnya sembari terus menatap pantulannya pada cermin sembari jemarinya memasukkan kancing pada lubangnya. "Eh, samaan ternyata. Sengaja ya?" ucapnya ketika Nayla sudah berdiri di dekatnya, sedang menyisir rambut. 'Eh. Kok malah kembaran begini ya?' Melirik pakaian yang tadi dipilihnya untuk sang suami ternyata warnanya sama-sama biru muda dengan yang dipakai. Ia menghembuskan nafas lega saat melirik bawahan yang dipakai beda warna. "Dek. Mas, pakai pakaian begini kelihatan seperti anak muda lagi kan?" Membusungkan dada serta menirukan gaya ala anak remaja sedang tebar pesona. "Selama ini merasa udah tua? Atau Mas pakai baju seperti mbah-mbah," sahut Nayla asal tanpa melihat suaminya."Sudah ndak malu lagi ya?" bisik Agus tepat di samping Nayla diiringi senyuman. "Mau mulai lagi? Nanti ndak jadi pergi lho." Memundurkan waja
Tangannya bergerak ingin merekatkan dekapannya, namun yang terjadi selanjutnya tangan itu seketika berhenti meraba-raba tempat pembaringan di sebelahnya yang ternyata sudah kosong. 'Deg' suara degub itu seketika memaksa penglihatannya untuk terbuka dan menepis jauh-jauh rasa kantuk yang masih ingin menguasai. Seklebatan kejadian dua malam berturut-turut membuatnya buru-buru bangun dari pembaringan.Ada rasa yang entahlah dan sedikit sulit dijelaskan jika mengingat kejadian yang telah membuatnya terjaga selama dua malam berturut-turut.Kejadiannya ketika baru beberapa menit memejamkan mata, ia samar-samar mendengar segukan Nayla yang dilanjutkan ucapan maaf berulang kali dengan diiringi lelehan yang telah membasahi wajah ayunya. LDia sempat panik dan bingung karena istri kecilnya tak kunjung membuka mata walau sudah dibangunkan. Syukur alhamdulillah pada akhirnya terucap walau dalam hati saat Nayla benar-benar berhenti segukan bersamaan dengan si penyiar radio yang sudah kembali memut