"Aku mau sendiri," kata Tsabi memberi jarak. Beringsut memutar tubuhnya menjauh dari Shaka sembari menyusut sudut matanya yang basah. Tidak menyalahkan Shaka, hanya saja sedang tidak ingin ditemani. Pria itu tertegun, bingung hendak melakukan apa. Dia juga tak kunjung beranjak dari kamar. Mau menggendong Zayba, nampaknya tengah minum ASI pada ibunya. "Oke, Mas di depan ya, kalau butuh sesuatu, panggil saja," katanya berpesan. Tangannya terulur hendak meraih puncak kepalanya. Namun, hanya berakhir menggantung di udara. Dia menarik kembali. Takut merasa Tsabi tidak nyaman. Shaka meninggalkan Tsabi yang jelas sedang tidak baik-baik saja. Dia bingung hendak melakukan apa. Pria kaku yang sebelumnya tidak mempunyai pengalaman romantis apa pun dalam hal wanita. Sedang belajar meratukan kekasih halalnya, walau hasilnya masih selalu bikin istrinya nangis. Jadi, ketika mendapatkan hal semacam ini, Shaka ikut galau sendiri cara membujuknya. Shaka kembali ke toko otomotif, dia menyibukan diri
Shaka mandi dengan cepat, sementara Tsabi bermain dengan Zayba yang sudah bangun dari tadi. Baby mungil itu tidak rewel sama sekali. Ketika terbangun, ada ibunya di dekatnya yang langsung menyapa dan memberikan perhatian. Derit pintu kamar yang terbuka membuat wanita itu menoleh sekilas, lalu kembali menyapa Zayba dengan guyonan. Shaka masuk dengan handuk melilit sebatas pinggangnya. "Ini ganti buat aku?" tanya pria itu menghampiri istrinya. Melihat pakaian dirinya sudah tersaji di atas ranjang, membuat hati Shaka menghangat seketika. "Iya," jawab Tsabi tanpa mengalihkan pandangan. Tetap sibuk membersamai bayinya. "Katanya mandiin, udah aku siapin airnya," ujar pria itu pengertian. "Siap Abi," jawab Tsabi seolah mewakili jawaban bayi mungilnya. Wanita itu langsung membuka pakaian Zayba, membawanya ke kamar mandi. Tak lupa menyambar handuk bersih yang ada di gantungan. Dengan santai memandikan Zayba. Sudah tidak kaku lagi, bahkan bisa sangat lancar membolak-balik saat menyabuni.M
Shaka mencengkram kuat punggung pria itu saat hendak berlari. Menariknya hingga tersungkur mundur. Menghalangi agar tidak lolos, lalu dengan sekali pukulan menghajarnya. Tak memberi ampun sedikit pun. Pria dengan penutup wajah itu terhempas ke sudut ruangan. Saat Shaka hendak melayangkan tendangan, dia berhasil menghindar, lalu berusaha berlari lagi. Namun, lagi-lagi Shaka mengejarnya hingga pria itu kembali menghempaskan ke dinding. "Bangun brengsek! Untuk apa kamu merusuh di tokoku. Cari mati ya!" sentak Shaka menghardiknya. Tidak memberikan satu kesempatan pun untuk pria itu melawannya.Pria yang kini telah terkapar itu terdiam putus asa. Dia masih mencari celah untuk melarikan diri. Namun, tentu hal itu tidak Shaka biarkan. Sebelum penjahat itu beringsut menjauh, Shaka kembali memberi serangan hingga membuat pria itu mengerang kesakitan."Jangan!" pekik penjahat itu memohon ampun saat Shaka hendak menendangnya. "Tolong lepaskan aku, Tuan, , aku hanya orang suruhan," kata pria i
Tsabi menunggu kepulangan suaminya yang tak kunjung muncul. Wanita itu mulai cemas lantaran Shaka tidak meninggalkan pesan apa pun. Ditambah ponselnya tertinggal, jadi tidak bisa saling memberi kabar. "Duh ... Mas Shaka ke mana sih, bikin orang cemas saja." Tsabi yang tidak tenang sampai mengabaikan rengekan Zayba. Wanita itu melamun di ruang tamu sembari menunggu kepulangan Shaka. "Apa aku telpon Khalif saja ya, mana tahu bisa bantu," ujar Tsabi tak bisa diam begitu saja. Namun, niatnya kembali bertentangan dengan naluri hatinya. Bagaimana nanti kalau ummi dan abi sampai tahu dan banyak tanya. Bukankah itu malah akan memperumit hubungan yang sudah diperjuangkan sejauh ini. Rengekan Zayba membuat Tsabi beranjak dari ruang tamu. Menghampiri putrinya yang sendirian di kamar. "Zayba, jangan rewel sayang, do'akan abi yang belum pulang. Semoga abi ingat Zayba ya di mana pun berada. Dia bisa pulang secepatnya," ucap Tsabi sembari menenangkan bayi mungilnya. Baby Zayba kembali diam sete
"Aku ke kamar mandi dulu Mas," ujar perempuan itu turun dari kasur. Sedang kurang mood, tapi bukankah keinginan suaminya tidak bisa ditolak. "Sayang, aku tunggu di kamar sebelah ya," kata Shaka beranjak. Mengikuti langkah Tsabi lalu ke kamar lebih dulu. Cukup lama pria itu menunggu, hingga sedikit tak sabar sampai menyusulnya. "Mas, ngapain di sini?" tanya Tsabi keluar dari kamar mandi mendapati Shaka menunggunya di depan pintu. "Nungguin kamu, mandi ya pantesan lama," kata Shaka melihat istrinya hanya dengan bathrobe saja. "Iya Mas, maaf membuatmu menunggu lama," kata Tsabi salah fokus. Dilihat suaminya sedemikian intens mendadak hatinya tak karuan. Shaka tidak mengatakan apa pun lagi. Langsung membungkuk mengangkat tubuh istrinya begitu saja. Spontan Tsabi memekik. Dia sampai menutup mulutnya sendiri karena merasa sedikit berlebihan. Pria itu langsung membawanya ke kamar sebelah. Kamar rahasia tempat untuk memadu kasih. "Wangi banget sayang, aku suka aromanya," kata Shaka mul
Shaka menemani Zayba sementara Tsabi membereskan sisa makan malam mereka. Keluarga kecil itu baru berkumpul lagi ke kamar setelah urusan ruang makan beres. Perempuan itu menyiapkan untuk besok. Sudah kembali mengajar lagi setelah tiga purnama cuti melahirkan. "Kamu tidur dulu nggak apa, ini sepertinya Zayba beneran ngajak begadang," kata Shaka pengertian. Mengingat istrinya juga sudah mulai sibuk besoknya. "Iya Mas, aku titip Zayba ya, dia nggak bobo-bobo, tadi melek jam segitu ya pasti betah sampai malam.""Nggak apa, biar aku yang jagain. Kamu istirahat gih, besok masuk biar segeran."Tsabi menurut, dia lekas menemui pembaringan. Menarik selimut mengistirahatkan tubuhnya. Sementara Shaka masih menemani Zayba yang masih melek sendirian. "Sayang, kamu mau nemenin papa kerja, heem ya, kok nggak ngantuk-ngantuk. Mau minum susu lagi?" kata Shaka sembari menyibukkan diri di depan laptop. Menyelesaikan desain yang diminta dari rekan Khalif. Rencananya akan segera dikirimkan setelah ter
Kerja sama yang bagus, baik Shaka, Zayba, dan juga Tsabi. Hari ini mereka benar-benar sibuk. Masih hari pertama dan semua berlanjut memutari hari berikutnya. Hingga beberapa hari berlalu, berjalan begitu saja. Mereka sudah mulai terbiasa dengan kesibukan itu. "Mas, kayaknya kita perlu orang buat bantu-bantu urusan rumah, sama jagain Zayba. Biar kamu fokus di toko aja. Kalau lagi ramai kan kerepotan," usul Tsabi sebelum tidur. Merasakan agak kewalahan juga setelah beberapa hari berlalu. Shaka merasa seperti itu, apalagi kalau pulang dari sekolahan istrinya sudah capek, masih harus sibuk di rumah dengan pekerjaan rumah tangga. Belum lagi mengurusi Zayba dan juga dirinya. "Iya nggak apa, aku ngikut kamu saja sayang," kata Shaka setelah berjalan beberapa hari dan terlihat bertambah kerepotan. Memang dirasa-rasa begitu. Suami paling tidak keurus pastinya. Kadang merindukan moment berdua saat waktu santai. Sekarang boro-boro, bertemu dengan bantal saja Tsabi hawanya ngantuk luar biasa.
Sepanjang perjalanan, Tasbi terus bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya dia mau dibawa ke mana. Suaminya sungguh misterius sekali. Dia terdiam mengamati jalanan, sesekali menoleh ke arah pak suami yang fokus mengemudi. Sementara Zayba anteng dalam pangkuan. Karena tak kunjung mendapat jawaban yang katanya surprise itu. Tsabi tak lagi bertanya, dia mengikuti ke mana suaminya akan membawa dirinya. Walau dalam hati penasaran luar biasa.Mobil itu berhenti tepat di depan sebuah restoran bergaya Eropa. Tsabi turun setelah Shaka membukakan pintu untuknya. Tak lupa menggendong Zayba yang sedari tadi dalam pangkuan."Mas, kita mau menghadiri jamuan makan malam siapa?" tanya Tsabi begitu turun.Lagi-lagi Shaka tak menjawabnya, dia tersenyum pelan seraya menuntun istrinya. Sementara tangan lainnya sibuk mendorong troli di mana baby Zayba tengah lelap di sana. Mereka mendekati meja yang begitu indah. Nampak dekorasi romantis tersaji di depan mata.Tsabi masih agak bingung, tetapi ia mengikuti i
"Tapi apa Mas?" Tsabi yang penasaran langsung mencicipinya. Tidak ada masalah, rasanya juga cukup enak. Namun, ia sedikit eneg ketika mendapati isian bawang bombainya."Hehehe. Seharusnya kamu bikin lebih banyak lagi. Aku suka, kalau ukurannya kecil gini kurang sayang.""Ish ... bikin worry saja. Habisin semuanya Mas, aku kenyang.""Kapan kamu makan?" Sedari bangun Shaka belum melihat istrinya mengisi perutnya."Lihatin kamu udah kenyang. Aku belum lapar, udah minum susu tadi," jawab Tsabi benar adanya."Sini aku suapin," ujar pria itu membagi sisa gigitannya.Sebenarnya Tsabi agak mual dengan bawang bombay, tetapi isian itu kurang menarik tanpa umbi satu itu.Tsabi baru mengunyah beberapa suapan, tetapi dia merasa semakin eneg. Wanita itu langsung beranjak dari kursi seraya menutup mulutnya.Shaka yang melihat itu langsung berdiri menyusul. Paling tidak bisa melihat istrinya dalam kesusahan."Sayang, maaf, kamu beneran mual?" ucap pria itu iba. Kasihan sekali melihat Tsabi yang menda
"Kamu juga capek kan Mas, kenapa mijitin?" tanya wanita itu sembari menyender di kepala ranjang. "Lelahku hilang saat melihat senyum kamu sayang," ujar Shaka jujur. Sedamai itu ketika menatap wajahnya yang teduh. Selalu menenangkan. "Bisa aja kamu Mas," jawab Tsabi tersenyum. Ditemani gini saja sudah mengembalikan moodnya. Apalagi dipijitin begini, sungguh Mas Shaka suami yang romantis dan pengertian. Perlahan netra itu mulai berat. Seiring sentuhan lembut yang mendamaikan. Tsabi terlelap begitu saja. Melihat itu, Shaka baru menyudahi pijitanya, dia membenahi posisi tidur istrinya agar lebih nyaman. Sebenarnya ada hasrat rindu yang menggebu, apalagi memang pria itu sudah beberapa hari tak berkunjung. Namun, nampaknya waktu dan keadaan kurang memberikan kesempatan. Tsabi juga terlihat lelah akibat aktivitas seharian di luar. Shaka akan menundanya besok sampai waktu memungkinkan. Agar keduanya sama-sama nyaman. Terutama Tsabi yang saat ini tengah hamil muda. Kadang moodian. Shaka h
"Nggak jadi aja ya, perasaan aku nggak enak," kata Shaka yang sebenarnya takut kalau nanti istrinya bakalan sakit hati lagi. "Kenapa, kalau dia nggak mau ketemu sama aku, mungkin mau dijengukin kamu. Kita bisa bawakan makanan kesukaan Angel dan mukena. Aku yakin dia mau berubah. Kita tidak boleh memusuhinya Mas.""Kenapa sih kamu jadi orang baik banget. Dia udah jahat banget loh sama kamu, sama keluarga kita. Wajar kan kalau pada akhirnya aku nggak respect.""Sangat wajar, itu namanya naluriah. Ketika seseorang disakiti terus membalas. Aku cuma mau kasih ini Mas, mana tahu dia bisa terketuk hatinya untuk melakukan kebaikan.""Oke, nanti aku antar," ucap Shaka pada akhirnya. Mereka benar-benar mengunjungi Angel yang saat ini dalam tahanan. Akibat perbuatannya, Angel harus menerima sanksi berat. Mendapatkan kurungan yang tak sebentar. Karena mencoba melakukan penganiayaan dan juga pembunuhan."Ngapain kalian ke sini? Puas lihat aku di sini seperti ini," sentak Angel menatap sinis pasu
Sepekan telah berlalu, tapi kesedihan nampaknya masih membekas di hati Shaka. Suasana hatinya beberapa hari ini sedang tidak baik-baik saja. Beruntung Tsabi adalah istri yang begitu perhatian dan pengertian. Wanita itu sangat sabar menemani suaminya yang dalam suasana duka.Hari ini pria itu sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya. Toko dan bengkelnya juga sudah mulai dibuka kembali. Setelah sepekan tutup total karena dalam suasana berkabung. Ibunya memang belum meninggalkan banyak kenangan manis dengannya. Namun, sebagai seorang anak pasti sangat kehilangan ditinggalkan orang yang telah melahirkannya untuk selamanya. "Mas, ini ganti kamu hari ini," ujar Tsabi menyiapkan pakaian ganti suaminya. Walaupun beraktivitas di samping rumahnya, tentu Tsabi tak pernah lupa mengurusi pakaian suaminya juga untuk kesehariannya. Santai, tapi bersih dan tertata. "Makasih sayang," jawab Shaka memakainya begitu saja di depan istrinya. Sudah tidak tabu lagi. Bahkan menjadi pemandangan men
Tepat pukul lima sore hari Nyonya Jesy menghembuskan napasnya yang terakhir. Shaka sangat terpukul dengan kepergian ibunya. Pria itu tersedu sembari membacakan ayat-ayat suci di dekat ibunya. Tsabi mengusap lembut punggung Shaka setelah menyelesaikan surat yasin menutup doa ibu mertuanya. "Yang ikhlas Mas, biar mommy tenang," ucap Tsabi menguatkan. Dia tahu ini berat, hanya doa terbaik untuk almarhum mommy yang sekarang bisa ia lakukan. Wanita itu langsung menghubungi keluarganya. Ummi Shali, Ustadz Aka, dan Khalif serta beberapa orang abdi dalem langsung bertolak ke rumah sakit. Tentu saja untuk mengurus kepulangan dan juga pemakamannya. Beberapa orang lainnya nampak sudah bersiap menunggu jenazah pulang ke rumah duka. Suasana mengharu biru saat jenazah itu tiba dan hendak disholatkan. Ustadz Aka sendiri yang mengimaminya. Berhubung waktu belum terlalu malam, almarhum langsung dikuburkan malam itu juga. Tepatnya setelah sholat maghrib. Semuanya seakan berjalan begitu cepat. Padah
"Tsabi, apa yang terjadi sayang?" Ummi Shali dan suaminya langsung bertolak ke rumah menantunya begitu mendapatkan kabar dari Shaka. "Zayba jatuh Ummi, dia sepertinya sangat kaget," jelas Tsabi mengingat bocah kecil itu terlepas dari troli. Salah satu karyawan toko yang menggendongnya dan langsung mengamankan bayi itu. "Astaghfirullah ... Mas, cucuku gimana ini. Kita bawa ke tukang pijat.""Kenapa bisa sampai seteledor itu menjaga anak kecil. Bukankah kamu di rumah?""Tsabi tidak enak badan abi, tadi habis periksa. Aku nitip ke mommy, tapi malah ada musibah begini.""Kamu sakit?" tanya Ummi Shali menatap dengan serius. "Sakit, tapi sebenarnya—" Tsabi terdiam, agak ragu berkata jujur saat ini. Namun, bukankah kabar baik itu harus berbagi. "Sebenarnya apa?" tanya Abi Aka giliran yang menatapnya. "Zayba mau punya adik, Ummi," kata Tsabi malu dan ragu membagi kabar bahagia tersebut. "Kamu hamil lagi?" tanya Ummi cukup kaget. Baby Zayba belum genap satu tahun sudah mau punya bayi. Ba
"Ide menarik, boleh dicoba kalau nanti gagal.""Maaf ya, belum bisa bahagiakan kamu," ucap Shaka tiba-tiba. Baru saja mau bangkit, sepertinya ada saja halangannya. "Aku nggak ngerasa gitu kok, maaf juga kalau masih banyak mengeluh selama jadi istri kamu." Tsabi mencoba menerima dan bersabar dengan ujian yang datang dari keluarga Shaka. Dia juga harus bisa menerima keluarganya juga bukan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hampir satu purnama Angel menumpang di rumah mereka. Semua Tsabi lalui dengan tidak mudah. Karena wanita itu sering berulah dengan sengaja. Beruntung Shaka yang pengertian memperlakukan Tsabi dengan penuh perhatian. "Sayang, kamu pucet sakit?" tanya Shaka memperhatikan istrinya yang sepertinya kurang enak badan. "Agak pusing Mas, perlu minum obat kayaknya." Beruntung ini hari libur, jadi Tsabi tidak harus berangkat mengajar. "Ya sudah tiduran saja, mumpung libur juga. Tidak usah mengerjakan apa pun. Zayba hari ini full sama abi.""Makasih Mas," jawab
"Nggak bisa Mas, aku kan kemarin sudah izin. Kamu sarapan dulu ya, terus minum obat. Nanti biar Zayba sama Mbok Tini. Kemarin juga seharian sama Mbok Tini."Shaka yang tengah rebahan meraih pinggang istrinya agar duduk makin dekat. Pria itu memposisikan kepalanya tepat di pangkuan istrinya dengan manja. "Obatnya kamu," katanya sembari menenggelamkan wajahnya ke perut Tsabi. Tangan kanannya memeluk erat. Seolah tidak mengizinkan wanita itu untuk beranjak dari sisinya."Aku bikinin sarapan ya, terus minum obat.""Pingin sarapan kamu, yank, aku tidak semangat," kata pria itu mode rewel. Bisa begini juga ternyata cowok yang super dominan itum"Dih ... aku belum bersih lah. Tapi udah mau sembuh kok. Kamu kenapa jadi manja gini sih Mas. Nanti aku kabari kalau udah selesai.""Kangen, namanya juga kangen ya gini. Kamu cuek banget dari kemarin."Repot kalau suaminya mode rewel. Sakit sedikit manjanya ngalahin bayi. Tsabi tidak leluasa bergerak sama sekali. Tiba-tiba Zayba juga merengek. Tsab
"Kamu ngapain sih Mas ngikutin mulu, tidur sana!" omel Tsabi melihat suaminya mengekor dirinya. "Ya itu Zayba rewel, mana tahu kamu butuh bantuan.""Nggak, aku pikir kamu malah nggak ingat pulang," jawabnya ketus. Efek lelah dan juga tubuhnya sedikit tidak enak badan, membuat Tsabi sewot sendiri. "Kok ngomongnya gitu, aku pasti pulang lah. Ya walaupun akhirnya malam. Maaf, tadi ikut ngaji dulu.""Ya nggak pa-pa kan, aku juga nggak pernah ngelarang juga. Kamu mau ngapain aja terserah kamu. Lagian ada Khalif kok yang bisa bantuin ke mana-mana.""Memangnya tadi ke mana? Kamu nggak telpon kan?""Seharusnya kamu ingat memberi kabar. Bukannya nungguin aku hubungi kamu. Memangnya aku sempat apa telpan telpon terus Zayba sakit begini.""Zayba masih sakit?" Tsabi tidak menjawab, melainkan menatapnya dengan merotasi matanya jengah. Bukankah pria itu tahu tadi pagi juga Tsabi sudah mengeluh kalau bayinya sakit. Apa seorang pria tidak sepeka itu. Perempuan itu kembali masuk ke kamar seraya me