El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya.
“Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata.
Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya.
Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya.
Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus mengalir dari selakangan Alia. “Bertahan sayang .... tolong jangan tinggalkan kami.” Tangannya menyingkirkan anak rambut yang jatuh menutupi wajah cantik Alia.
“Bisakah agar cepat sedikit!” ucap El yang tidak sengaja sedikit meninggikan suaranya. Ia semakin memeluk erat tubuh lemah Alia, dia benar-benar takut jika gadis itu akan kembali meninggalkan dirinya.
Adam yang berada di balik kemudi semakin takut, tangannya mulai berkeringat dingin, padahal cuaca diluar sangat dingin. Ia semakin kencang mengemudi mobil miliknya, dia tidak ingin terjadi apa-apa kepada calon keponakannya.
Cukuplama mereka untuk sampai di rumah sakit, selain jarak yang sedikit jauh, kondisi jalan juga menjadi hambatan untuk mereka. Sambil berlari El semakin mengeratkan pegagannya pada tubuh Alia, dia tidak ingin gadis itu jatuh.
“Dokter ! Suster ! tolong !” teriak El mengundang semua perhatian orang yang ada di sana.
Suster yang melihat itu semua langsung membawa brangkar untuk menaruh tubuh tidak sadarkan diri Alia. Waniya itu langsung di bawa ke ruang UGD agar segera mendapat penanganan.
Tubuh El luruh ke lantai saat dia tidak boleh ikut masuk ke dalam. Air matanya kembali jatuh, matanya memandang kosong tanganya yang masih berlumuran darah. Damar mencoba menenangkan atasannya itu, namun tidak ada respon sama sekali.
Sedangkan Adam masih menenangkan umi Maria yang masih terus menangis di bangku tunggu. Sesekali wanita itu akan berdiri dan menengok ke dalam lewat pintu kaca. Damar pergi meninggalkan mereka semua.
“Bagaimana keadaan kak Sev, umi?” tanya Zahra yang baru datang bersama laki-laki paruh baya.
Umi Maria tidak menjawab, namun dia langsung memeluk laki-laki itu. “Tenanglah umi, serahkan semua kepada Alla, Abi yakin Sevim anak yang kuat.” Ucapnya dan terus mengelus punggung wanita itu.
Matanya tidak sengaja menangkap sosok El yang masih duduk di lantai, dan semua itu disadari oleh umi Maria.
“Dia rekan kerja Adam, Bi. Dia juga yang membantu kami membawa Sev ke rumah sakit.” Jelas Adam. Lelaki itu mengangguk, namun tidak mengalihkan pandangannya dari El.
Dia baru mengalihkan pandangannya saat Damar datang membawa baju ganti untuk El. “Gantilah pakaianmu.” Suruhnya dan meyodorkan paper beg ke depan El.
El menggelengkan kepala, menola semua itu. “Baju kau kotor, El. Al tidak akan suka itu.” bentaknya yang mendapat perhatian dari semua orang.
“Apa dia akan meninggalkan aku lagi?” tanyanya dengan nada penuh keputus asaan. “Aku laki-laki brengsek, Dam.” Dia kembali melihat tangannya yang kotor dengan darah yang mulai mengering.
“Bersikan tangan dan tubuhmu, baru kau bisa bertemu dengan Al. Jika tidak, jangan berharap.” Ancam Damar yang langsung mendapat tatapan tajam dari El.
Damar tidak takut dengan tatapan itu, sebaliknya dia lalu menarik tangan El dan menyeretnya kekamar mandi. Jika tidak seperti itu, dia tidak akan pergi atau pun pindah posisi dari dia duduk.
“Apa dia ayah dari anak-anak, Sevim?” abi menatap Adam mencari jawaban. Namun Adam pun juga tidak mengerti dengan dua rekan kerjanya itu.
Yang dia tahu, rekan kerjanya ini hanyalah seorang pemuda sukses di dunia properti di usianya yang tergolong masih muda. Dan yang dia dengar atasannya itu belum menikah, ataupun mempuya kekasih, alias jomblo.
“Adam juga tidak tau, Bi. Yang mas tau, dia hanyalah salah satu pengusaha yang sukses di usia muda.”
Tidak lama setelah itu bertepatan dengan dokter yang keluar dari ruangan, El lalu berlari menghampiri Dokter dan keluarga Adam.
“Bagimana keadaan anak saya dok?” tanya Umi Maria dengan wajah cemas.
“Kami bisa menghentika pendarahan anak ibu, tapi kami terpaksa harus mengoprasinya, jika tidak nyawa mereka bertiga tidak akan tertolong.” Jelas dokter itu dengan wajah sedih.
“Tiga?” gumam El begitu pelan. Namun masih dapat terdengar oleh mereka semua.
“Ap ...”
“Lakukan dok, selamatkan mereka semua. Saya mohon.” Sela umi sebelum El meneruskan ucapannya.
“Saya akan mengurus semua nya dok, jadi lakukan yang terbaik untuk putri kami.” Imbuh abi, lalu berlalu iku dokter itu untuk menyelesaikan administrasi.
“Apa maksudnya tiga tante?” tanya El setelah dokte berlalu dari hadapan mereka. Dia butuh penjelasan untuk semua ini.
“Siapa kamu?”
“Saya tanya, apa maksudnya tiga?”
“Kamu tidak ada hubunannya dengan putri saya, jadi saya tidak perlu menjelaskannya.” Umi menatap tajam pemuda di hadapannya itu.
Umi Maria kembali melihat ke dalam ruangan yang tidak terlihat apa-apa, “Duduk lah, Umi.” Zahra menuntun tubuh renta itu untuk kembali duduk di kursi tunggu.
“Tolong jelaskan kepada saya.” Pinta El sambil berlutut di hadapan umi Maria.
“Memangnya kamu siapa?” tanyanya masih dengan nada sinis. Tidak biasanya umi akan bersikap sini seperti itu.
“Umi ...” panggil Adam seolah mengingatkan agar tidak bersikap seperti itu.
“Apa salah umi bertanya, mas. ini privasi anak umi, kenapa orang lain ingin tau.”
“Saya, ayah dari anak yang di kandung Alia.” Ucap tegas El yang mendapat tamparan dari Umi Maria.
“Apa kata mu.” Bentaknya, wajah terkejutnya tidak bisa di tutupi. Dia begitu marah dan tidak terkendali, bahkan dia sekarang telah berdiri angkuh di depan laki-laki yang masih berlutut di depannya.
Adam menarik kerah baju milik El lalu memberikan bogeman mentah untuknya. El tidak melawan ataupun menghindar, pukulan demi pukulan terus ia terima, hingga wajahnya kini penuh lebam.
Damar berusaha keras ingin menghentikan perkelahian itu, namun tenaganya kalah besar dari yang di miliki Adam. Laki-laki yang dia sangka kalem dan ramah, ternyata memiliki kekuatan yang begitu besar saat marah.
Adam baru menghentika pukulannya saat Abinya yang memisahkan mereka. Jika tidak, bisa jadi El akan masuk ruang ICU saat ini juga. Umi dan Zahra menangis saling berpelukan, mereka begitu takut jika Adam telah marah seperti ini.
“Apa yang kamu lakukan, Dam.” Bentak Abi Abdullah menyadarkan putranya dari amarah.
“Bajingan itu pantas menerimanya, Bi.” Teriaknya dan ingin kembali menyerang El yang masih terkapar di lantai.
“Apa maksudmu?”
“Dia ....” tunjuknya ke arah El dengan senyum mengejek. “Dia ayah dari janin yang di kandung Sevim, Bi. Bajingan yang telah membuang Sev, dan membuatnya menderita selama ini.” Damar membantu El untuk duduk di kursi tunggu.
Abi mengusap wajahnya dengan kasar, apa yang dia fikirkan sejak tadi nyatanya benar. Dia pernah tidak sengaja melihat foto laki-laki itu di dalam dompet Alia, bahkan dia pernah memergoki putrinya itu menangis sambil mendekap foto lelaki itu di taman belakang.
“Apa semua itu benar?” El tidak ingn mengelak atau membantah semua itu. Lelaki itu mengangguk, dan menundukkan kepalanya lebih dalam.
Bukan karena takut, namun karena dirinya yang begitu kejam selama ini dengan Alia. Bayangan gadi itu yang meminta pertanggung jawaban, dan dengan angkuhnya dia menolak semua itu, dan menuduhnya seorang janga. Semua itu terus berputar di dalam otaknya.
Hingga suara tangis seorang bayi, membuat mereka semua menoleh ke sumber suara. Dia bangun dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Menatap lama ke dalam, yang belum memperlihatkan apa-apa.
Hingga suara tangis ke dua, semakin membuat El bertanya-tanya. Benarkah dia menjadi seorang ayah dengan anak kembar. Dia menatap denan sendu ke arah Umi yang juga menatapnya. Walaupun dia marah, dia juga tidak tega saat melihat wajah lebam dan tatapan memohon dari lelaki itu.
“Dia hamil anak kembar, usianya baru tuju bulan.” Jelas umi yang berhasil membuat air mata El kembali luruh.
Dia benar-benar menyesal atas semua sikapnya, namun dai juga bahagia saat mengetahui fakta itu. dia lebih bahagia saat mengetahui wanitanya tidak menggugurkan buah hati mereka.
Dokter keluar dengan di ikuti dua suster yang masing-masing membawa seorang bayi. Mereka semua lalu mendekat ke dokter itu, “Ada dua kabar untuk kalian semua, satu kabar baik dan satunya kabar buruk.” Lanjut dokter itu dengan wajah sedih.
“Apa kabar buruknya dok?” tanya Abi tidak sabar.
“Kabar buruknya, Ibu Sevim Azalia kemungkinan besar akan koma, karena mengalami pendarahan yang sangat parah. Tapi kita harus menunggu selama 24 jam, apakah ibu Sevim akan bagun atau tidak.” Abi memeluk tubuh Umi yang hampir jatuh karena mendengar berita itu.
“Anda jangan main-main, dok.” Bentak El dan menarik jas dokter itu.
“Tenanglah, El. Kontrol emosimu.” Damar menarik tubuh El agar melepaskan dokter itu.
“Apa kabar baiknya, Dok?” tanya Adam yang memecah keheningan.
“Ibu Sevim berhasil melahirkan anak kembar berbeda jenis kelamin dengan selamat. Namun mereka haris berada di ingkubator untuk beberapa hari, karena mereka lahir secara prematur.” Kedua suster itu maju ke depan memperlihatkan malaikat yang akan merubah segalanya.
El begitu terpaku melihat makhluk mungil di depannya, tangannya bergetar ingin menyetuh mereka. Lagi-lahi air mata kembali luruh membasahi pipinya.
“Dia benar-benar tidak adil.” Ucap adam menatap El dan makhluk mungil itu bergantian.
Angin berhembus semakin kencang, langit mulai mengeluarkan aura mencekam seakan ingin mengeluarkan semua keluh kesahnya. Walau begitu hujan tidak kunjung turun membuat galau semua orang yang telah menanti.Sevim Azalia Risqy, gadis cantik yang masih memiliki darah keturunan Jerman yang di turunkan dari kakeknya, ia mampu membuat siapa saja terpesona pada pandangan pertama. Alia kembali melirik jam yang berada di pergelangan tangannya, dia semakin memepercepat langkahnya ke kelas yang berada di lantai dua.Gara-gara drakor pagi ini ia terlambat bangun dan membuatnya terlambat masuk sekolah. Menurutnya ini hal biasa karena dia sudah terbiasa terlambat seperti ini. Rambutnya yang berwarna pirang dia ikat menjadi satu seperti ekor kuda. Alia tidak terlalu suka rambut tergerai, yang akan membuatnya mudah berkeringat.Alia tiba-tiba memelankan langkahnya dan akan berbelok arah saat rentena matanya tidak sengaja menangkap sosol laki-laki paruh baya yang memiliki tubuh
SMA BIMA SAKTIBegitulah yang tertulis di depan sekolah tempat Alia menuntut ilmu, sekolah swasta yang bertaraf internasional, sudah ribuah siswa yang lulus dari sekolah ini dan rata-rata berhasil masuk ke perguruan tinggi di luar negeri. Dengan alasan itu Alia masuk ke sekolah ini berharap ia bisa berkuliah di tanah kelahiran kakeknya. Alia tidak memiliki banyak sahabat, namun dia tetap terkenal dengan keramahannya dan sifatnya yang mudah bergaul. Sejak kecil hingga usianya 17 tahun ini Alia hanya memiliki dua sahabat Sheza dan Alham, mereka bertiga di pertemukan saat berada di taman kanak-kanak, dan bersahabat sampai sekarang. Bahkan orang tua merekapun menjalin persabatan juga, walau terbungkus dengan kata mitra bisnis.Sheza Shafryya Ardani, putri bungsu dari keluarga Ardani. Dia memiliki satu abang yang saat ini sedang menjalin bisnis di Amerika. Menjadi putri orang kaya adalah impian banyak orang namun semua itu tidak berlaku oleh pikiran Sheza. Jika boleh memint
Di luar gerbang seoramg pemuda tampan sudah berdiri gagah di depan mobil mewahnya. Siapa lagi kalau bukan Taqi Shakel Arandani, yang seding di sebut bang El. Laki-laki itu telah mencuri perhatian banyak sisawa yang keluar dari sekolah. Tampangnya yang menawan dengan wajah yang terlihat seperti bule membuat banyak orang salah fokus. Mereka bertiga berlari kecil ke arah bang El yang sudah menunggu dengan wajah garangnya.“Eh ada bang El yang gantengnya ngalahn Manurio.” Sapa Alia dengan centilnya. Bahkan senyumnya tidak luntur sejak melihat bang El dari Aula sekolah.“Masuk.” Titah El dengan intonasi yang dingin dan mengabaikan sapaan Alia.“Bang ....” Sheza mengurungkan niat untuk berbicara saat melihat wajah bang El yang terlihat galak dengan mata melotot. Dengan patuh Sheza lalu masuk ke dalam mobil samping kemudi, dan bang El sediri yang mengemudi mobil itu. Dari dalam mobil Sheza melambaikan tangan untuk kedua temannya.
“Assalammualaikum” ucap Alia saat masuk ke dalam rumah.Alia menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu, ia kembali merasa sedih saat melihat kenyataan yang sedang dia hadapi. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang Alia inginkan, namun mau bagaimana lagi ini sudah menjadi takdir dari Tuhan.“Eh non Alia sudah pulang, maaf ya non Mbok nggak tahu kalau non sudah pulang.”Alia lalu merubah posisi duduknya menjadi lebih tegap dan tersenyum simpul “Nggak papa Mbok, Mbok lagi masak ya?”“Iya non, kata Ibu nanti malam akan ada tamu.”“Mami di rumah ?”“Loh udah puang sayang ?” sapa wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dalam rumah.“Kog tumben mami di rumah ?” dengan sedikit memincingkan mata, Alia mendekati sang ibu.“Tumben sekali anak mami kepo ?” jawab sang ibu dengan kerlingan mata genitnya, lalu meninggalkan Alia.“
Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.“Anak-anak bantuin bunda dong.” Panggil bunda Yasmin dari arah dapur.“Oke bun.” Teriakku dan berlari kecil ke arah dapur. Meninggalkan forum bergibahan dengan Sheza dan Alham, bisa nambah banyak doaku kalau terus bersama mereka.“Kasih ini ke El ya sayang.” Bunda Yasmin menyerahkan semangkuk bumbu yang sepertinya bumbu daging.“Laksanakan bun.” Ucapku tersenyum manis.Wajah Alia tidak berhenti tersenyum, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia sedang menagis, menangisi dirinya sendiri. Ia semakin di buat hancur saat ia melihat El tertawa lepas dengan seorang wanita, yang terlihat begitu cantik.Bahkan wanita itu juga bercanda dengan ayahnya, Alia semakin m
Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli k
Dengan semangat Nadia menarik tangan El dan membawnya duduk di samping Alia. Alia sedikit membuang muka dan kembali melanjutkan makannya.“Ngomong-ngomong minggu depan kalian bertiga ujian kan ?” tanya mama Sasa memulai obrolan. Mereka bertiga mengangguk kompak sebagai jawaban untuk mama Sasa.“Kalian bertiga mulai nati malam tidur di rumah mama aja, buat mantau belajar kalian. Buat Alia jangan khawatir, biar mama yang bilang ke mami kamu nanti.” Keputusan sudah di ambil paksa sama mama Sasa, kami bertiga tidak akan berani protes sama sekali.Alia POVSebenarnya aku sedikit kurang setuju saat mama Sasa mengambil keputusan ini, tapi mau bagaimana lagi, menurut kami titah 3 mama sudah seperti titah ibu ratu yang harus kami patuhi.“Alia.” Aku sedikit tersentak saat mama memanggil ku. Entah sejak kapan aku mulai melamun dan tidak fokus seperti ini.“Ada apa sayang ?” lanjutnya
Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami
El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus
“Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,
“Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.
Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka
Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den
ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim
Aku masuk semakin dalam ke kamar itu dan menghidupkan lampu, kamar ini masih sama seperti saat aku meninggalkannya tadi. Masih berantakan, namun ada satu yang membuat mata ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari depan sana. Di atas tempat tidur, terdapat beberapa barang yang membuatku semakin panik dan takut. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur dan meliat semua barang yang tereletak di sana, aku meletakkan kembali barang-barang itu ke tempat semula, dan bergegas ke lemari pakaian Alia. Benar saja di sana baju-baju Alia sudah tidak ada. Sial kabur kemana dia, batinku dan keluar denga cepat dari kamar ini berharap dia belum jauh. Aaahhhh Aku sedikit meringis saat tidak sengaja menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Dengan hati-hati aku mengeluarkan serpihan kaca itu, dan kembali berjalan, mengabaikan darah yang berceceran dan rasa nyeri di sana. “Angkat bodoh!” makiku saat Sheza tidak kunjung mengangkat telpon dariku. “Se
EL POVDua botol alkohol tidak mampu membuatku tenang, bahkan perasaanku semakin kacau. Bayangan wajah Alia semakin jelas di fikiranku, yang membuatku semakin frustasi. Kini aku kembali membuka botol ke tiga dan akan meneguknya, sebelum minuman keras itu membasahi tenggorokanku, seseorang telah mengambilnya dari tanganku.Aku menggeram marah saat orang itu menjauhkan botol alkohol dari jangkauanku, “Brengsek! Berikan kepadaku.” Teriakku kepada Damar.Bukannya mendengarkanku, Damar malah membuang isi di dalam botol tersebut ke dalam wastafel. Aku menggeram marah, dan bersiap menghajar Damar, karena pengaruh alkohol, tubuhku langsung limbung dengan sekali pukulan dari Damar.“Sadar bodoh ! lu harus hadapi semua ini, buktikan jika lu itu laki-laki yang tepat untuk Alia” aku menyingkirkan tangan Damar yang menahan tubuhku di lantai.Dengan langkah sempoyongan, aku masuk ke dalam kamar mandi dan menguyur seluruh tubuhku, agar seg
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu