Angin berhembus semakin kencang, langit mulai mengeluarkan aura mencekam seakan ingin mengeluarkan semua keluh kesahnya. Walau begitu hujan tidak kunjung turun membuat galau semua orang yang telah menanti.
Sevim Azalia Risqy, gadis cantik yang masih memiliki darah keturunan Jerman yang di turunkan dari kakeknya, ia mampu membuat siapa saja terpesona pada pandangan pertama. Alia kembali melirik jam yang berada di pergelangan tangannya, dia semakin memepercepat langkahnya ke kelas yang berada di lantai dua.
Gara-gara drakor pagi ini ia terlambat bangun dan membuatnya terlambat masuk sekolah. Menurutnya ini hal biasa karena dia sudah terbiasa terlambat seperti ini. Rambutnya yang berwarna pirang dia ikat menjadi satu seperti ekor kuda. Alia tidak terlalu suka rambut tergerai, yang akan membuatnya mudah berkeringat.
Alia tiba-tiba memelankan langkahnya dan akan berbelok arah saat rentena matanya tidak sengaja menangkap sosol laki-laki paruh baya yang memiliki tubuh gempal berjalan ke arah yang ia lewati. Alia berhasil menaiki tanga menuju kelasnya yang berada di lantai dua tanpa ketahuan Pak Bambang, guru tua yang selalu memberikan hukuman yang tidak kira-kira itu. Dengan mengendap-endap Alia masuk kedalam kelas yang terlihat begitu sunyi.
Tidak ada yang benar-benar fokus ke pelajaran, mereka semua hanya memilih diam daripada hari yang sudah suram ini akan berubah benar-benar suram. Di depan sana seorang guru muda yang begitu cantik namun memiliki hati seperti iblis sedang menulis materi yang akan di sampaikan di papan tulis.
“Al”
“Ssstt” Alia memberikan isyarak kepada Sheza dengan jarinya. Sebelum ketempat duduk Alia terlebih dahulu ke banguku guru yang berada di depan, masih dengan cara mengendap-endap Alia menarus tikus mainan yang baru dia beli dari toko online ke dalam tas guru tersebut.
“Cari mati lu” ucap Alham dengan bahasa isyarat, yang di tanggapi kekehan kecil dari Alia. Bukan Alia namanya jika tidak melakuka hal konyol yag bisa menyesatkan teman-temannya. Namun begitu tidak ada yang berani melawan Alia, jika hal itu terjadi habis sudah nyawa mereka di sekolah ini.
Alia berhasil duduk di bangku kesayangannya yang berada di pojok. Setelah merasa nyaman dalam duduknya, Alia memberika cengiran bodoh. Membuat semua orang yang menatapnya tidak habis fikir dengan tingkahnya.
“Oke, hari ini kita akan membahas ......” semua orang terdiam termasuk Alia, namun Alia bukan diam karena memperhatikan, melainkan dia sedang asik membaca cerita yang berada di aplikasi kesayangannya.
Dua jam berlalu, saat guru cantik itu ingin mengambil ponsel dari tasnya, ia begitu terkejut saat tangannya menyentuh sesuatu di dalam tasnya. Ia menjerit ketakutan saat mengetahui ada tikus di dalam tasnya. Semua orang yang berada di dalam kelas mencoba menahan tawa meliahta reaksi guru itu. Bahkan Alia hampir menangis menahan tawa.
Karena begitu terkejut, bu Siska sampai naik ke atas kursi setelah melempar tikus itu sembarangan.Dia begitu geram dengan tikah anak didiknya ini, dia menatap tajam seluruh kelas. Semua murid yang awalnya menahan tawa kini merubah espresinya seolah tidak tahu apa-apa.
“Kerjaan siapa ini.” Bentak bu Siska dengan mata yang seakan ingin keluar. semua orang terdiam saat mendengar bentakan bu siska.
Melihat teman-temannya yang hannya diam saja, Alia membuka suara, “Lah, mana kita tahu bu, itu kan tas ibu.” Diam merubah ekspresinya sepolos mungkin, agar guru itu tidak curiga.
“Ini pasti kerjaan kamu!” tuduh bu Siska menunjuk Alia.
“Apa salah saya bu, hingga ibu menuduh saya begitu.” Jawab Alia dengan wajah yang dia buat sesedih mungkin dan memegang dadanya.
“Siapa lagi yang suka iseng kalau bukan kamu.”
“Lah si Ucup kan juga suka iseng bu.” Mendengar jawaban Alia yang menuduh orang yang tidak ada di kelasnya membuat seisi kelas tertawa.
“Diam kalian !” bentak Bu Siska, saat kelas terdengar riuh oleh tawa.
“Ibu kog emosi, PMS ya ?” wajah bu Siska semakin memerah saat Alia meggodanya.
“Akan saya laporkan kamu ke BK”
“Yahhhh ..... bu, ibu kog baperan sih.” Teriak Alia saat bu Siska meninggalkan kelas.
Setelah bu Siska benar-benar pergi, suasana kelas menjadi ramai dengan gelak tawa. Mereka semua melepaskan tawa yang mereka tahan saat berhadapan macan pms.
“Mampus lu Al.” Ucap Alham dan kembali menertawakan ke tidak beruntungan Alia.
“Oyy diem dulu dah lu pada, dengerin gue,” Alia menyuruh mereka semua untuk diam. “Entar kalau si Bambang ke mari, kita pura-pura kagak tahu aja. Awas aja lu pada ember.” Lanjut Alia dengan nada ancaman hasnya.
Benar saja tidak lama setelah itu, bu Siska datang bersama pak Bambang ke kelas. Bu Siska mengadukan apa yang terjadi di dalam kelas ke pak Bambang, bahkan dia menuduh Alia sebagai tersangka utamannya. Alia yang dituduh seperti itu hanya bisa terdiam dan berekting sesedih mungkin.
“Benar ini kerjaan kamu Alia.” Tanya pak Bambang dengan nada tegas. Tangannya tidak berhenti memlitir kumisnya.
“Masak anak sebaik dan semanis Alia berani melakukan itu pak,” jawab Alia dengan mengeluarkan pupil eyes nya.
“Jujur saja Alia, nggak mempan kamu seperti itu ke bapak.”
“Lagian pak, mana buktinya kalau itu kerjaan Alia, itu kan tas bu Siska sendiri, siapa tahu keponakan atau nggak adik bu Siska yang tidak sengaja memasukan mainan itu ke dalam tasnya,” Omel Alia kepada pak Bambang. “Ibu dan bapak bisa saja saya laporin ke komnas ham, dengan tuduhan pencemaran nama baik anak di bawah umur.” Lanjutnya dengan wajah yang begitu sedih, bahkan ada air mata yang turun membasai pipi chubby nya.
“Benar kata Alia, bapak sama ibu nggak bisa menuduh Alia begitu saja tanpa bukti, kalian kan guru panutan kami.” Imbuh Alham dan memeluk Alia. Dan semua itu mendapat agukan setuju dari semua orang yang berada di dalam kelas.
Merasa kalah suara akhirnya pak Bambang dan bu Siska meminta maaf kepada Alia dan kelas berakhir begitu saja, padahal masih ada satu jam lagi mata pelajaran bu siska.
“Dasar ratu drama.” Komentar Sheza saat bu Siska dan pak Bambang pergi dari kelas mereka.
“Dosa nggak sih kita ngerjain guru kaya gitu.” Ucap seorang siswa yang duduk di pojok depan dekat pintu.
“Alah mereka berdua itu sesekali harus di kerjain seperti itu, Ya nggak Al.” Jawab Brian sang ketua kelas.
“Yoi, hampur mati gue rasanya, jantung gue berdetak,”
“Kalau kagak berdetak lu mati tulul.” Sheza menoyor kepala Alia, berharap otak dia kembali ke tempat semula. Dan mereka kembali tertawa melihat tingkah Alia.
SMA BIMA SAKTIBegitulah yang tertulis di depan sekolah tempat Alia menuntut ilmu, sekolah swasta yang bertaraf internasional, sudah ribuah siswa yang lulus dari sekolah ini dan rata-rata berhasil masuk ke perguruan tinggi di luar negeri. Dengan alasan itu Alia masuk ke sekolah ini berharap ia bisa berkuliah di tanah kelahiran kakeknya. Alia tidak memiliki banyak sahabat, namun dia tetap terkenal dengan keramahannya dan sifatnya yang mudah bergaul. Sejak kecil hingga usianya 17 tahun ini Alia hanya memiliki dua sahabat Sheza dan Alham, mereka bertiga di pertemukan saat berada di taman kanak-kanak, dan bersahabat sampai sekarang. Bahkan orang tua merekapun menjalin persabatan juga, walau terbungkus dengan kata mitra bisnis.Sheza Shafryya Ardani, putri bungsu dari keluarga Ardani. Dia memiliki satu abang yang saat ini sedang menjalin bisnis di Amerika. Menjadi putri orang kaya adalah impian banyak orang namun semua itu tidak berlaku oleh pikiran Sheza. Jika boleh memint
Di luar gerbang seoramg pemuda tampan sudah berdiri gagah di depan mobil mewahnya. Siapa lagi kalau bukan Taqi Shakel Arandani, yang seding di sebut bang El. Laki-laki itu telah mencuri perhatian banyak sisawa yang keluar dari sekolah. Tampangnya yang menawan dengan wajah yang terlihat seperti bule membuat banyak orang salah fokus. Mereka bertiga berlari kecil ke arah bang El yang sudah menunggu dengan wajah garangnya.“Eh ada bang El yang gantengnya ngalahn Manurio.” Sapa Alia dengan centilnya. Bahkan senyumnya tidak luntur sejak melihat bang El dari Aula sekolah.“Masuk.” Titah El dengan intonasi yang dingin dan mengabaikan sapaan Alia.“Bang ....” Sheza mengurungkan niat untuk berbicara saat melihat wajah bang El yang terlihat galak dengan mata melotot. Dengan patuh Sheza lalu masuk ke dalam mobil samping kemudi, dan bang El sediri yang mengemudi mobil itu. Dari dalam mobil Sheza melambaikan tangan untuk kedua temannya.
“Assalammualaikum” ucap Alia saat masuk ke dalam rumah.Alia menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu, ia kembali merasa sedih saat melihat kenyataan yang sedang dia hadapi. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang Alia inginkan, namun mau bagaimana lagi ini sudah menjadi takdir dari Tuhan.“Eh non Alia sudah pulang, maaf ya non Mbok nggak tahu kalau non sudah pulang.”Alia lalu merubah posisi duduknya menjadi lebih tegap dan tersenyum simpul “Nggak papa Mbok, Mbok lagi masak ya?”“Iya non, kata Ibu nanti malam akan ada tamu.”“Mami di rumah ?”“Loh udah puang sayang ?” sapa wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dalam rumah.“Kog tumben mami di rumah ?” dengan sedikit memincingkan mata, Alia mendekati sang ibu.“Tumben sekali anak mami kepo ?” jawab sang ibu dengan kerlingan mata genitnya, lalu meninggalkan Alia.“
Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.“Anak-anak bantuin bunda dong.” Panggil bunda Yasmin dari arah dapur.“Oke bun.” Teriakku dan berlari kecil ke arah dapur. Meninggalkan forum bergibahan dengan Sheza dan Alham, bisa nambah banyak doaku kalau terus bersama mereka.“Kasih ini ke El ya sayang.” Bunda Yasmin menyerahkan semangkuk bumbu yang sepertinya bumbu daging.“Laksanakan bun.” Ucapku tersenyum manis.Wajah Alia tidak berhenti tersenyum, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia sedang menagis, menangisi dirinya sendiri. Ia semakin di buat hancur saat ia melihat El tertawa lepas dengan seorang wanita, yang terlihat begitu cantik.Bahkan wanita itu juga bercanda dengan ayahnya, Alia semakin m
Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli k
Dengan semangat Nadia menarik tangan El dan membawnya duduk di samping Alia. Alia sedikit membuang muka dan kembali melanjutkan makannya.“Ngomong-ngomong minggu depan kalian bertiga ujian kan ?” tanya mama Sasa memulai obrolan. Mereka bertiga mengangguk kompak sebagai jawaban untuk mama Sasa.“Kalian bertiga mulai nati malam tidur di rumah mama aja, buat mantau belajar kalian. Buat Alia jangan khawatir, biar mama yang bilang ke mami kamu nanti.” Keputusan sudah di ambil paksa sama mama Sasa, kami bertiga tidak akan berani protes sama sekali.Alia POVSebenarnya aku sedikit kurang setuju saat mama Sasa mengambil keputusan ini, tapi mau bagaimana lagi, menurut kami titah 3 mama sudah seperti titah ibu ratu yang harus kami patuhi.“Alia.” Aku sedikit tersentak saat mama memanggil ku. Entah sejak kapan aku mulai melamun dan tidak fokus seperti ini.“Ada apa sayang ?” lanjutnya
Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami
SHAKEL POVSeperti yang kalian kenal, namaku Taqi Shakel Ardani, keluarga dan orang-orang yang dekat denganku memanggilku El, sedangkan orang luar memanggilku Taqi. Semenjak aku pulang ke Indonesia, kehidupanku yang tenang seketika menghilang, beginilah koesekuensi yang akan aku dapatkan jika sudah mengambil keputusan untuk pulang.Hampir satu minggu ini rumah menjadi semakin ramai karena kehadiran dua makhluk yang sangat menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Alia dan Alham, menghadapai Sheza aja aku sudah pusing, ini di tambah dua curut yang kagak kalah usilnya.Malam ini aku harus kembali lembur di kantor, ada sedikit masalah di sana yang mengharuskanku bekerja lebih keras dari yang lain. Pukul satu dini hari aku baru sampai rumah, keadaan rumah sudah sangat sepi, lampu-lampu pun sudah di matikan. Kecuali lampu di ruang tengah, dan kenapa lampu di dapun juga masih hidup. Padahal biasanya lampu di sana yang pertama kali di matikan.Apa mama masih terjaga ?
El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus
“Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,
“Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.
Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka
Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den
ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim
Aku masuk semakin dalam ke kamar itu dan menghidupkan lampu, kamar ini masih sama seperti saat aku meninggalkannya tadi. Masih berantakan, namun ada satu yang membuat mata ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari depan sana. Di atas tempat tidur, terdapat beberapa barang yang membuatku semakin panik dan takut. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur dan meliat semua barang yang tereletak di sana, aku meletakkan kembali barang-barang itu ke tempat semula, dan bergegas ke lemari pakaian Alia. Benar saja di sana baju-baju Alia sudah tidak ada. Sial kabur kemana dia, batinku dan keluar denga cepat dari kamar ini berharap dia belum jauh. Aaahhhh Aku sedikit meringis saat tidak sengaja menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Dengan hati-hati aku mengeluarkan serpihan kaca itu, dan kembali berjalan, mengabaikan darah yang berceceran dan rasa nyeri di sana. “Angkat bodoh!” makiku saat Sheza tidak kunjung mengangkat telpon dariku. “Se
EL POVDua botol alkohol tidak mampu membuatku tenang, bahkan perasaanku semakin kacau. Bayangan wajah Alia semakin jelas di fikiranku, yang membuatku semakin frustasi. Kini aku kembali membuka botol ke tiga dan akan meneguknya, sebelum minuman keras itu membasahi tenggorokanku, seseorang telah mengambilnya dari tanganku.Aku menggeram marah saat orang itu menjauhkan botol alkohol dari jangkauanku, “Brengsek! Berikan kepadaku.” Teriakku kepada Damar.Bukannya mendengarkanku, Damar malah membuang isi di dalam botol tersebut ke dalam wastafel. Aku menggeram marah, dan bersiap menghajar Damar, karena pengaruh alkohol, tubuhku langsung limbung dengan sekali pukulan dari Damar.“Sadar bodoh ! lu harus hadapi semua ini, buktikan jika lu itu laki-laki yang tepat untuk Alia” aku menyingkirkan tangan Damar yang menahan tubuhku di lantai.Dengan langkah sempoyongan, aku masuk ke dalam kamar mandi dan menguyur seluruh tubuhku, agar seg
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu