“Assalammualaikum” ucap Alia saat masuk ke dalam rumah.
Alia menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu, ia kembali merasa sedih saat melihat kenyataan yang sedang dia hadapi. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang Alia inginkan, namun mau bagaimana lagi ini sudah menjadi takdir dari Tuhan.
“Eh non Alia sudah pulang, maaf ya non Mbok nggak tahu kalau non sudah pulang.”
Alia lalu merubah posisi duduknya menjadi lebih tegap dan tersenyum simpul “Nggak papa Mbok, Mbok lagi masak ya?”
“Iya non, kata Ibu nanti malam akan ada tamu.”
“Mami di rumah ?”
“Loh udah puang sayang ?” sapa wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dalam rumah.
“Kog tumben mami di rumah ?” dengan sedikit memincingkan mata, Alia mendekati sang ibu.
“Tumben sekali anak mami kepo ?” jawab sang ibu dengan kerlingan mata genitnya, lalu meninggalkan Alia.
“Mami ..... Mami kog gitu sih.” Teriak Alia dan menyusul sang ibu ke dalam.
Mbok minah yang melihat pemandangan seperti itu hanya menggelegkan kepala, dua wanita yang beda usia itu memang kerap sekali bertingkah seperti itu.
“Ih kakak, kakak mandi dulu sana, masih bau matahari juga.” Usir mami Yuli saat Alia terus-terusan mengganggunya dengan cara terus memeluk tubuhnya.
“Biarin, lagian mami juga bau dapur.”
“Mulai bandel ya kalau di suruh mami.” Mami Yuli memukul pelan tangan Alia yang melingkar di perutnya.
“Kan mami yang ngajarin.” Dengan terkekeh kecil Alia semakin memper erat pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di bahu sang mami.
Mami Yuli hanya bisa pasrah menghadapi ke manjaan sang putri, dari kecil sifat manjanya tidka berubah. Bahkan jika di lihat-lihat sifat manjanya malah semakin menjadi saat dia lebih dewasa.
“Ehemm.” Deheman maskulin dari belakang tubuh mereka tidak mereka hiraukan. Mami Yuli masih asik dengan masakannya walau tidak leluasa bergerak.
Merasa di abaika, laki-laki paruh baya itu medekati dua wanita yang sedang berpelukan dan laki-laki itu lalu ikut bergabung di dalamnya.
“Gitu ya papi di cuekin.”
“Astaga kalian.” Mami Yuli haya bisa pasrah di dalam pelukan dua orang kesayangannya.
Setelah puas berpelukan akhirnya mami Yuli bisa kembali melanjuktkan acara memasaknya dengan leluasa. Ayah dan anak itu berhasil ia usir dari dapur dengan ancaman tidak akan ada bronis cokelat kesukaan mereka jika mereka tidak melepaskan pelukannya.
Ayah dan anak itu memang penggemar berat kue coklat, apalagi jika brownis buatan sang ibu negara.
Setelah sampai di kamar, Alia lalu masuk ke kamar mandi, setelah menyalakan lilin aroma terapi dan menghidupkan musik, Alia lalu merendam tubuhnya.
Setelah puas berendam, Alia keluar kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di tubuhnya. Ia berjalan begitu santai dan menyanyikan lagu jepang yang sedang menggambarkan suasana hatinya saat ini.
Kimi ga inai to hontou ni taikutsu da ne
(Jika kamu tidak disini segalanya akan terasa muram)
Samishi to ieba warawareteshimau kedo
(Meski aku akan tertawa juga bila mengeluh kesepian)
Alia sedikit tertawa saat menyanyikan bait ini, dia membayangkan andai saja El ada di sini, mungkin saja dia tidak akan kesepian. Namun bayangan itu harus musnah saat ia sadar, mana sudi El meliriknya yang biasa saja ini.
Alia kembali bernyanyi sambi memilih baju di dalam lemari. Tanpa ia sadari sejak tadi ada sepasang mata yang mengawasi setiap gerakannya.
Nokosareta mono nandomo tashikameru yo
(Tiap hal yang kau tinggalkan di sini selalu kupastikan)
Kieru kotp naku kagayaiteiru
(Agar tidak hilang dan tetap bersinar)
“Ehemm” Suara deheman membuat Alia terkejut dan kembali memungut handuk yang dia lepas saat akan berganti pakaian.
Alia semakin di buat terkejut saat melihat siapa yang berada di kamarnya, dengan gerakan secepat kilat Alia lalu berlari kedalam kamar mandi. Wajahnya terlihat memerah seperti kepiting rebus saat ia melihat pantulan dirinya di cermin.
“Apa aku bermimpi.” Ucapnya di depan cermin dan memegang dadanya yang berdetak begitu kencang. “Astaga, apa dia melihatku telanjang, bodoh .... bodoh .... bodohnya aku ....” Alia beberapa kali memukul kepalanya sendiri saat sadar akan kebodohannya.
“Tenang Al .... kamu harus tenang.” Alia menarik nafas dari hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Mencoba membuat dirinya sendiri tidak panik. Ia ulang sebanyak tiga kali dan setelah itu ia keluar dari kamar mandi. Dalam hatinya ia berdoa semoag orang itu sudah pergi dari kamarnya.
“Tubuh lu bagus juga, sudah berapa laki-laki yang lu layani.” Ucap sinis El saat melihat Alia keluar dari kamar mandi.
Wajah Alia kembali memerah, bukan karena malu tapi karena ia begitu marah mendengar ucapan El. Dengan emosi dia mendekati tubuh El yang sedang berbaring di atas ranjangnya. Dia hampir saja menampar wajah tampan laki-laki itu, namun ia urungkan.
“Memangnya sudah berapa banyak wanita yang sudah merasakan ini.” Ucap Alia sedikit membungkukkan badannya di atas tubuh El, matanya menatap wajah El yang berada di bawahnya dengan tajam dan tangannya yang lembut meremas kemaluan El yang tertutup celana.
El sedikit mendesah karena remasan tangan Alia, dan wajahnya berubah memerah. Alia lalu menyingkir dari hadapan EL, dan berdiri menantang di depannya. Dengan anggun Alia pergi ke meja rias dan sedikit memoles make up di wajahnya. Tanpa memperdulika El yang terlihat begitu kesal kepadanya.
Entah setan apa yang merasuki Alia hingga dia berani berbuat seperti itu, sejak El mengetahui jika Alia menyukai dirinya, ia selalu menghina Alia, dari bentuk tubuh, wajah, bahkan soal pretasi. Ia selalu berkata kepada Alia jika dia tidak pantas bersanding denganya, dan saat El mempermalukan dirinya di depan teman-temannya dulu, Alia hanya bisa diam dan menunduk. Menyembunyikan Air matanya yang diam-diam jatuh membasahi pipinya.
Dengan geram El menari tubuh Alia kasar agar berdiri dan mencengram tangan Alia begitu kuat “Maksud lu apa !” bentaknya di depan wajah Alia.
Dengan tertawa sumbang Alia tidak mau kalah, Alia menatap tajam wajah tampan El. “Harusnya gue yang tanya, maksut lu itu apa, Hah!” bentak Alia tepat di wajah El. Matanya terlihat memerah, bukan ingin menangis tapi karena menahan amarah.
Mereka berdua berhenti tatap-tatapan saat pintu kamar Alia di ketuk oleh mbok Minah. Ia menyuruh Alia untuk segera turun karena sudah di tunggu semua keluarga di bawah.
“Ia mbok, sebentar lagi Alia turun.” Teriaknya kepada mbok Minah yang berada di luar. Setelah mendengar langkah kaki yang semakin menjauh, Alia kembali menatap El yang masih berada di depannya.
Alia melepas paksa cengkraman tangan El, dan meninggalkannya begitu saja. Alia memang sangat mencintai El, bahkan dia pernah bertidak bodoh atas nama cinta. Dan balasannya, El selalu membandingkan dirinya dengan wanita yang dekat dengannya.
Namun begitu, keluarga dan sahabat Alia tidak ada yang tahu. Mereka berdua pintar sekali bermain peran agar orang lain tidak curiga. Di depan keluarga masing-masing mereka berdua akan terlihat manis dan tidak terjadi apa-apa.
Alia kan bersikap manis dan ceriya, yang selalu mengejar El. Sedangkan El, akan kembali menjadi cowok dingin dan dan kalem. Berbanding terbalik saat mereka sedang bedua saja, El akan berubah menjadi cowok kasar dan arogan. Dan Alia yang bersikap dingin dan keras kepala.
Alia bergabung dengan yang lain di halaman belalang, di sana sudah ada dua sahabatnya dan keluarga mereka.
“Lama banget si Al.” Keluh Sheza saat Alia sudah berada di sampingnya.
“Gue kan harus cantik,” ucap alia centil dan mengibaskan rambutnya. “Ngomong-ngomong, bang El mana?” lanjutnya dan kepalanya clingkukan ke sana kemari.
“El mulu yan di cari, kapan nyari gue ?” Alham terkekeh kecil saat mengatakan itu, tangannya masih lincah memotong-motong daging yang akan di bakar nanti.
“Emoang lu siapa, mita kita cari segala ?” goda Sheza yang berada di depan Alham.
“Menurut lu, enaknya gue jadi siapa ?” Alham menaik turunkan Alisnya membalas godaan Sheza.
“Mending lu jadi .....”
“Dangingnya mana.” Belum sempat Sheza meneruskan ucapannya, bang El sudah datang dengan wajah dinginnya.
“Ini bang, sudah Alham potong-potongin.” Jawab Alham dan menyerahkan daging yang sudah ia potong-potong sebelumnya.
“Za, abang lu habis keremdem di dalam frizer ya?” tanya Alham berbisik saat bang El sudah pergi.
Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.
Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.“Anak-anak bantuin bunda dong.” Panggil bunda Yasmin dari arah dapur.“Oke bun.” Teriakku dan berlari kecil ke arah dapur. Meninggalkan forum bergibahan dengan Sheza dan Alham, bisa nambah banyak doaku kalau terus bersama mereka.“Kasih ini ke El ya sayang.” Bunda Yasmin menyerahkan semangkuk bumbu yang sepertinya bumbu daging.“Laksanakan bun.” Ucapku tersenyum manis.Wajah Alia tidak berhenti tersenyum, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia sedang menagis, menangisi dirinya sendiri. Ia semakin di buat hancur saat ia melihat El tertawa lepas dengan seorang wanita, yang terlihat begitu cantik.Bahkan wanita itu juga bercanda dengan ayahnya, Alia semakin m
Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli k
Dengan semangat Nadia menarik tangan El dan membawnya duduk di samping Alia. Alia sedikit membuang muka dan kembali melanjutkan makannya.“Ngomong-ngomong minggu depan kalian bertiga ujian kan ?” tanya mama Sasa memulai obrolan. Mereka bertiga mengangguk kompak sebagai jawaban untuk mama Sasa.“Kalian bertiga mulai nati malam tidur di rumah mama aja, buat mantau belajar kalian. Buat Alia jangan khawatir, biar mama yang bilang ke mami kamu nanti.” Keputusan sudah di ambil paksa sama mama Sasa, kami bertiga tidak akan berani protes sama sekali.Alia POVSebenarnya aku sedikit kurang setuju saat mama Sasa mengambil keputusan ini, tapi mau bagaimana lagi, menurut kami titah 3 mama sudah seperti titah ibu ratu yang harus kami patuhi.“Alia.” Aku sedikit tersentak saat mama memanggil ku. Entah sejak kapan aku mulai melamun dan tidak fokus seperti ini.“Ada apa sayang ?” lanjutnya
Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami
SHAKEL POVSeperti yang kalian kenal, namaku Taqi Shakel Ardani, keluarga dan orang-orang yang dekat denganku memanggilku El, sedangkan orang luar memanggilku Taqi. Semenjak aku pulang ke Indonesia, kehidupanku yang tenang seketika menghilang, beginilah koesekuensi yang akan aku dapatkan jika sudah mengambil keputusan untuk pulang.Hampir satu minggu ini rumah menjadi semakin ramai karena kehadiran dua makhluk yang sangat menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Alia dan Alham, menghadapai Sheza aja aku sudah pusing, ini di tambah dua curut yang kagak kalah usilnya.Malam ini aku harus kembali lembur di kantor, ada sedikit masalah di sana yang mengharuskanku bekerja lebih keras dari yang lain. Pukul satu dini hari aku baru sampai rumah, keadaan rumah sudah sangat sepi, lampu-lampu pun sudah di matikan. Kecuali lampu di ruang tengah, dan kenapa lampu di dapun juga masih hidup. Padahal biasanya lampu di sana yang pertama kali di matikan.Apa mama masih terjaga ?
Alham melirikku dan menatap Alia dengan curiga, beberapa kali dia memancing Alia agar mengatakan yang sejujurnya namun usahanya sia-sia, karena Alia pintar sekali mengalihkan topik“Assalammualaikum.”Kami semua menoleh ke arah pintu masuk dan menjawab salam bersamaan. Di sana Nadia sudah berdiri anggun dengan setelan olah raga.“Waalaikumsalam,”“Duh, maaf ya kalau Nadia mengganggu sarapan kalian semua.” Ucap Nadia sedikit tidak enak.Bunda lalu menyuruh Nadia untuk bergabun di meja makan “Nggak papa Nad, gabung aja yuk. Pasti kamu belum sarapan.” Dengan senyum manis, bunda menyiapkan tempat untuk Nadia“Tante tahu saja, tadinya Nadia mau ngajak El makan bubur yang waktu itu.” Jawab Nadia dengan malu-malu “Ternyata El nya sudah makan.” Lanjutnya dengan wajah yang dibuat sedih.aku menghebuskan nafas kasar, drama apalagi yang akan aku hadapi hari ini. Aku menatap
Author POVDan semenjak hari itu, hari di mana hilangnya mahkota yang telah di jaga Alia selama 17 tahun. Dan hari yang begitu membahagiakan untuk Alham dan Sheza. Hari itu Alham benar-benar menyatakan cinta kepada Sheza setelah selesai menonton film Romanc ke sukaannya. Alham begitu bahagia saat cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan seperti kisah di dalam film yang mereka tonton tadi, sengan berurai air mata bahagia Sheza memeluk Alham sebagai tanda “YA” untuk menerima cintanya. Alia ikut bahagia saat Sheza dengan semangat menceritakan bagaiama Alham menembaknya.Kini satu bulan berlalu dari hari bahagia itu. Ujian telah mereka selesaikan sejak lama, bahkan mereka juga sudah kembali ke rumah masing-masing. Dan semenjak hari itu hubungan El dan Alia semakin merenggang. Alia selalu menghindar saat El mencoba mendekatinya, bahkan acara kumpul bersama yang di adakan dua minggu sekali untuk tiga keluarga itu dia hindari.Dia pergi ke bandung tanp
Dengan langkah tergopoh-gopoh mbok Minah pergi dari depan pintu kamar Alia, sesampainya di lantai satu, dai lalu menghubungi Sheza agar segera kemari untuk melihat anak manjikannya.“Assalammualaikum, non Sheza.” Sapa mbok Minah saat teleponnya sudah tersabung.Dia menjelaskan keadaan dengan panaik apa yang dia dengar dari kamar Alia. Dan tidak lama dari itu sambungan telepon di putuskan dari sebrang.TokkkTokkkTokkk“Non .... Non Alia.” Panggil mbok Minah saat tidak mendengar apa-apa dari dalam kamar. Berulang kali dia memangilnya namun tidak ada respon sama sekali.“Mbok, Alia kenapa ?” tanya Sheza dengan nafas yang tersengal karena berlari.“Langsung masuk aja She.” Ucap Alham yang barusaja sampai.Sheza mengangguk menyetujui ajakan Alham, namun sebelum itu, “Pintunya di kunci dai dalam den.” Wajah mereka seketika pias saat mendengar penuturan mbok Minah.
El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus
“Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,
“Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.
Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka
Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den
ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim
Aku masuk semakin dalam ke kamar itu dan menghidupkan lampu, kamar ini masih sama seperti saat aku meninggalkannya tadi. Masih berantakan, namun ada satu yang membuat mata ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari depan sana. Di atas tempat tidur, terdapat beberapa barang yang membuatku semakin panik dan takut. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur dan meliat semua barang yang tereletak di sana, aku meletakkan kembali barang-barang itu ke tempat semula, dan bergegas ke lemari pakaian Alia. Benar saja di sana baju-baju Alia sudah tidak ada. Sial kabur kemana dia, batinku dan keluar denga cepat dari kamar ini berharap dia belum jauh. Aaahhhh Aku sedikit meringis saat tidak sengaja menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Dengan hati-hati aku mengeluarkan serpihan kaca itu, dan kembali berjalan, mengabaikan darah yang berceceran dan rasa nyeri di sana. “Angkat bodoh!” makiku saat Sheza tidak kunjung mengangkat telpon dariku. “Se
EL POVDua botol alkohol tidak mampu membuatku tenang, bahkan perasaanku semakin kacau. Bayangan wajah Alia semakin jelas di fikiranku, yang membuatku semakin frustasi. Kini aku kembali membuka botol ke tiga dan akan meneguknya, sebelum minuman keras itu membasahi tenggorokanku, seseorang telah mengambilnya dari tanganku.Aku menggeram marah saat orang itu menjauhkan botol alkohol dari jangkauanku, “Brengsek! Berikan kepadaku.” Teriakku kepada Damar.Bukannya mendengarkanku, Damar malah membuang isi di dalam botol tersebut ke dalam wastafel. Aku menggeram marah, dan bersiap menghajar Damar, karena pengaruh alkohol, tubuhku langsung limbung dengan sekali pukulan dari Damar.“Sadar bodoh ! lu harus hadapi semua ini, buktikan jika lu itu laki-laki yang tepat untuk Alia” aku menyingkirkan tangan Damar yang menahan tubuhku di lantai.Dengan langkah sempoyongan, aku masuk ke dalam kamar mandi dan menguyur seluruh tubuhku, agar seg
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu