Di luar gerbang seoramg pemuda tampan sudah berdiri gagah di depan mobil mewahnya. Siapa lagi kalau bukan Taqi Shakel Arandani, yang seding di sebut bang El. Laki-laki itu telah mencuri perhatian banyak sisawa yang keluar dari sekolah. Tampangnya yang menawan dengan wajah yang terlihat seperti bule membuat banyak orang salah fokus. Mereka bertiga berlari kecil ke arah bang El yang sudah menunggu dengan wajah garangnya.
“Eh ada bang El yang gantengnya ngalahn Manurio.” Sapa Alia dengan centilnya. Bahkan senyumnya tidak luntur sejak melihat bang El dari Aula sekolah.
“Masuk.” Titah El dengan intonasi yang dingin dan mengabaikan sapaan Alia.
“Bang ....” Sheza mengurungkan niat untuk berbicara saat melihat wajah bang El yang terlihat galak dengan mata melotot. Dengan patuh Sheza lalu masuk ke dalam mobil samping kemudi, dan bang El sediri yang mengemudi mobil itu. Dari dalam mobil Sheza melambaikan tangan untuk kedua temannya.
“Sial cewek secantik gue di cuekin sama dia, gila.”
“Sabar ya Al, lagian ngapain sih lu suka sama cowok macam kulkas 7 pintu itu.”
“Sensaisinya beda say.” Jawab Alia dan mengibaskan rambutnya ke arah Alham lalu pergi meningalkannya.
“Dan kenapa gue harus suka sama lu yang jelas-jelas tidak memandang gue Al.” Lirih Alham lalu menyusul Alia yang sudah jalan terlebih dahulu ke arah halte.
Tak lama menunggu, bus yang biasa mereka naiki datang, seperti biasa Alham akan duduk di samping Alia. Menjaganya dari godaan para laki-laki dan menjaganya seperti saudara sendiri.
“Ham, menurut lu, gue pantes nggak sama bang El?”
Dengan hati yang begituuu hancur, Alham mencoba teteap tersenyum dan ceria di depan Alia “Ya jelas pantes lah Al, secara lu itu cantik, baik dan jangan lupa Lu juga kaya, walau terkadag otak lu itu boboroknya bikin orang istighfar.” Ujarnya yang di akhiri dengan tawa yang begitu ceria.
“Lu sebenernya mau muji gue, apa mau menghina sih,”
“Gue jujur tahu Al.”
“Sialan lu.”
“Al,”
“Ape?” Lirik sinis Alia.
“Gitu aja ngambek, PMS lu.?”
“Iye, kenapa, kagak usah ngajak ribut.”
“Pates.” Lirihnya yang tidak di dengar Alia. “Bakso mang Ujang enak nih.” Sambung Alham dengan nada yang menggoda.
“Lu yang traktir ya.” Mood Alia sudah kembali ke semula saat mendengar bakso langganan mereka di sebut.
“Gue mulu.” Protes Alham karena setiap pergi ke sana dia yang selalu membayar, tapi terkadang juga Alia atau Sheza yang membayar. Tapi kebanyakan Alham lah yang mengeluarkan uang.
“Lu kan kaya.”
“Lu kan juga kaya ngeb” ucap Alham dan mentoyor kepala Alia. Alia yang di toyor hanya tertawa kecil saat sadar kalau dirinya juga kaya.
Mereka berdua turun dari bus dan berjalan ke warung bakso sederhana yang berada di pinggir jalan milik mang Ujang. Kebetulan sebelum pulang ke rumah mereka, mereka melewati tempat itu, jadi mereka tidak harus berputar-putar.
“MANG UJANG !” teriak Alia dan Alham serempak. beruntung suasana di sana agak sepi jadi mereka tidak harus menahan malu saat makan.
Mang ujang yang melihat tingkah kedua bocah itu yang tidak berubah hanya tertawa dan menyambut mereka dengan senyum hangatnya.
“Kog berdua aja nih, Sheza nya kemana?” tanya mang ujang saat mereka beruda sudah duduk manis di kursi.
“Di jemput bang El dia mang.”
“Loh, kapan El pulang ke Indonesia.?”
“Nggak tahu mang, belum wawancara ekslusif sama bang El.” Jawab Alham santai dan memainkan garpu di depannya.
“Ada-ada aja kamu ini Ham.”
“Lagian mang Ujang nanyanya ke kita, harusnya kan ke bang El.” Mang Ujang yang mendengar jawaban protes dari Alham hanya tertawa, apalagi saat melihat wajah Alham yang terlihat cemberut.
“Maaf deh den, mamang nggak lagi-lagi.” Ucapnya dan menaruh dua mangkuk bakso di depan kami. “Oh ya minumnya mau apa?” lanjutnya saat sadar jika kami belum di beri minum.
“Biasa mang.” Mang ujang lalu pergi ke belakang untuk membuatkan minum kami berdua.
“Loh ada si kembar,” sapa bu Yayuk yang baru saja pulang dari warung sepertinya.
“Eh emak, darimana makk, sendirian aja kaya jomblo.” Balasku dengan kerlingan mata genit.
“Neng Alia nih yang jomblo, emak kan udah punya pacar, tu pacar emak.” Tunjuknya ke arah mang Ujang yang datang ke meja kami dengan dua gelas Es limon tea.
“Duh makk, jangn ngobrula aja atuh, tu daun sawi harus segera di cuci, tu yang di atas udah habis tinggal tiga biji.” Omel mang ujang sambil menunjuk sawi yang tinggal beberapa helai di atas gerobak.
“Iya ... iya pak, ngomel mulu kaya anak perawan.” Balas Emak yayuk tak kalah sewot. “Emak pamit ke belakang dulu ya kembar.” Lanjutnya berpamitak kepada kami dan menunjukan beberapa ikat daun saki yang dia pengang sebagai kode.
“Siap makk, yang bersih ya,” ucap kami bebarengan.
Kami melajutkan makan dengan obrolan-obrolan ringan sedangkan mang ujang sudah kembali sibuk membuatkan beberapa pesanan untuk pelanggan yang baru saja datang.
“Kenyang gue” Alia melirik mangkuk Alham yang sudah tidak bersisa, bahkan kuahnyapun juga dia habiskan.
“Kalau lu makannya kaya gini, si emak kagak usah nyuci piring lagi ham.” Komentar Alia yang di balas cengirah has Alham.
“Lagian, kita kan kagak boleh membuang makanan Al.”
“Alibin lu Ham.”
“Dah ah, yuk pulang.” Alham lalu berdiri dan medekati mang Ujang.
“Ini mang, sisanya ambil saja.” Ucapnya dan menyerahkan selembar uang warna merah.
“Masih banyak banget den kembaliannya.”
“Udah kagak papa mang, buat jajan Nadia aja.”
“Makasih ya den.”
“Sama-sama mang.”
“Udah?” tanya Alia saat berada di samping mereka.
“Udan yukk.”
“Pulang dulu ya mang,”
“Hati-hati di jalan.” Alia dan Alham hanya mengacungkan jari jempol.
Mereka berdua jalan beriringan sambil bercerita tentang apa saja, dan mereka berpisah di pertigaan yang memisahkan jalur rumah mereka.
“Assalammualaikum” ucap Alia saat masuk ke dalam rumah.Alia menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu, ia kembali merasa sedih saat melihat kenyataan yang sedang dia hadapi. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang Alia inginkan, namun mau bagaimana lagi ini sudah menjadi takdir dari Tuhan.“Eh non Alia sudah pulang, maaf ya non Mbok nggak tahu kalau non sudah pulang.”Alia lalu merubah posisi duduknya menjadi lebih tegap dan tersenyum simpul “Nggak papa Mbok, Mbok lagi masak ya?”“Iya non, kata Ibu nanti malam akan ada tamu.”“Mami di rumah ?”“Loh udah puang sayang ?” sapa wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dalam rumah.“Kog tumben mami di rumah ?” dengan sedikit memincingkan mata, Alia mendekati sang ibu.“Tumben sekali anak mami kepo ?” jawab sang ibu dengan kerlingan mata genitnya, lalu meninggalkan Alia.“
Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.“Anak-anak bantuin bunda dong.” Panggil bunda Yasmin dari arah dapur.“Oke bun.” Teriakku dan berlari kecil ke arah dapur. Meninggalkan forum bergibahan dengan Sheza dan Alham, bisa nambah banyak doaku kalau terus bersama mereka.“Kasih ini ke El ya sayang.” Bunda Yasmin menyerahkan semangkuk bumbu yang sepertinya bumbu daging.“Laksanakan bun.” Ucapku tersenyum manis.Wajah Alia tidak berhenti tersenyum, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia sedang menagis, menangisi dirinya sendiri. Ia semakin di buat hancur saat ia melihat El tertawa lepas dengan seorang wanita, yang terlihat begitu cantik.Bahkan wanita itu juga bercanda dengan ayahnya, Alia semakin m
Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli k
Dengan semangat Nadia menarik tangan El dan membawnya duduk di samping Alia. Alia sedikit membuang muka dan kembali melanjutkan makannya.“Ngomong-ngomong minggu depan kalian bertiga ujian kan ?” tanya mama Sasa memulai obrolan. Mereka bertiga mengangguk kompak sebagai jawaban untuk mama Sasa.“Kalian bertiga mulai nati malam tidur di rumah mama aja, buat mantau belajar kalian. Buat Alia jangan khawatir, biar mama yang bilang ke mami kamu nanti.” Keputusan sudah di ambil paksa sama mama Sasa, kami bertiga tidak akan berani protes sama sekali.Alia POVSebenarnya aku sedikit kurang setuju saat mama Sasa mengambil keputusan ini, tapi mau bagaimana lagi, menurut kami titah 3 mama sudah seperti titah ibu ratu yang harus kami patuhi.“Alia.” Aku sedikit tersentak saat mama memanggil ku. Entah sejak kapan aku mulai melamun dan tidak fokus seperti ini.“Ada apa sayang ?” lanjutnya
Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami
SHAKEL POVSeperti yang kalian kenal, namaku Taqi Shakel Ardani, keluarga dan orang-orang yang dekat denganku memanggilku El, sedangkan orang luar memanggilku Taqi. Semenjak aku pulang ke Indonesia, kehidupanku yang tenang seketika menghilang, beginilah koesekuensi yang akan aku dapatkan jika sudah mengambil keputusan untuk pulang.Hampir satu minggu ini rumah menjadi semakin ramai karena kehadiran dua makhluk yang sangat menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Alia dan Alham, menghadapai Sheza aja aku sudah pusing, ini di tambah dua curut yang kagak kalah usilnya.Malam ini aku harus kembali lembur di kantor, ada sedikit masalah di sana yang mengharuskanku bekerja lebih keras dari yang lain. Pukul satu dini hari aku baru sampai rumah, keadaan rumah sudah sangat sepi, lampu-lampu pun sudah di matikan. Kecuali lampu di ruang tengah, dan kenapa lampu di dapun juga masih hidup. Padahal biasanya lampu di sana yang pertama kali di matikan.Apa mama masih terjaga ?
Alham melirikku dan menatap Alia dengan curiga, beberapa kali dia memancing Alia agar mengatakan yang sejujurnya namun usahanya sia-sia, karena Alia pintar sekali mengalihkan topik“Assalammualaikum.”Kami semua menoleh ke arah pintu masuk dan menjawab salam bersamaan. Di sana Nadia sudah berdiri anggun dengan setelan olah raga.“Waalaikumsalam,”“Duh, maaf ya kalau Nadia mengganggu sarapan kalian semua.” Ucap Nadia sedikit tidak enak.Bunda lalu menyuruh Nadia untuk bergabun di meja makan “Nggak papa Nad, gabung aja yuk. Pasti kamu belum sarapan.” Dengan senyum manis, bunda menyiapkan tempat untuk Nadia“Tante tahu saja, tadinya Nadia mau ngajak El makan bubur yang waktu itu.” Jawab Nadia dengan malu-malu “Ternyata El nya sudah makan.” Lanjutnya dengan wajah yang dibuat sedih.aku menghebuskan nafas kasar, drama apalagi yang akan aku hadapi hari ini. Aku menatap
Author POVDan semenjak hari itu, hari di mana hilangnya mahkota yang telah di jaga Alia selama 17 tahun. Dan hari yang begitu membahagiakan untuk Alham dan Sheza. Hari itu Alham benar-benar menyatakan cinta kepada Sheza setelah selesai menonton film Romanc ke sukaannya. Alham begitu bahagia saat cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan seperti kisah di dalam film yang mereka tonton tadi, sengan berurai air mata bahagia Sheza memeluk Alham sebagai tanda “YA” untuk menerima cintanya. Alia ikut bahagia saat Sheza dengan semangat menceritakan bagaiama Alham menembaknya.Kini satu bulan berlalu dari hari bahagia itu. Ujian telah mereka selesaikan sejak lama, bahkan mereka juga sudah kembali ke rumah masing-masing. Dan semenjak hari itu hubungan El dan Alia semakin merenggang. Alia selalu menghindar saat El mencoba mendekatinya, bahkan acara kumpul bersama yang di adakan dua minggu sekali untuk tiga keluarga itu dia hindari.Dia pergi ke bandung tanp
El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus
“Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,
“Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.
Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka
Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den
ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim
Aku masuk semakin dalam ke kamar itu dan menghidupkan lampu, kamar ini masih sama seperti saat aku meninggalkannya tadi. Masih berantakan, namun ada satu yang membuat mata ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari depan sana. Di atas tempat tidur, terdapat beberapa barang yang membuatku semakin panik dan takut. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur dan meliat semua barang yang tereletak di sana, aku meletakkan kembali barang-barang itu ke tempat semula, dan bergegas ke lemari pakaian Alia. Benar saja di sana baju-baju Alia sudah tidak ada. Sial kabur kemana dia, batinku dan keluar denga cepat dari kamar ini berharap dia belum jauh. Aaahhhh Aku sedikit meringis saat tidak sengaja menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Dengan hati-hati aku mengeluarkan serpihan kaca itu, dan kembali berjalan, mengabaikan darah yang berceceran dan rasa nyeri di sana. “Angkat bodoh!” makiku saat Sheza tidak kunjung mengangkat telpon dariku. “Se
EL POVDua botol alkohol tidak mampu membuatku tenang, bahkan perasaanku semakin kacau. Bayangan wajah Alia semakin jelas di fikiranku, yang membuatku semakin frustasi. Kini aku kembali membuka botol ke tiga dan akan meneguknya, sebelum minuman keras itu membasahi tenggorokanku, seseorang telah mengambilnya dari tanganku.Aku menggeram marah saat orang itu menjauhkan botol alkohol dari jangkauanku, “Brengsek! Berikan kepadaku.” Teriakku kepada Damar.Bukannya mendengarkanku, Damar malah membuang isi di dalam botol tersebut ke dalam wastafel. Aku menggeram marah, dan bersiap menghajar Damar, karena pengaruh alkohol, tubuhku langsung limbung dengan sekali pukulan dari Damar.“Sadar bodoh ! lu harus hadapi semua ini, buktikan jika lu itu laki-laki yang tepat untuk Alia” aku menyingkirkan tangan Damar yang menahan tubuhku di lantai.Dengan langkah sempoyongan, aku masuk ke dalam kamar mandi dan menguyur seluruh tubuhku, agar seg
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu