Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.
“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.
“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.
“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.
“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.
“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.
“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli kembali berucap lembut dan memenga kedua pipi Alia. “Nggak ada apa-apa sayang.” Mami Yuli lalu memeluk tubuh Alia dan membawanya ke dalam rumah.
“Tenag Ris, gue yang akan mengurus ini semua.” Cap papa Yahya dan menepuk pungung papi Risqi.
“Mending lu tengok istri dan anak lu Ris.” Lanjut Ayah samuel.
“Thanks semua, sorry atas kejadian ini, gue ke dalam dulu ya.”
“Tenang aja Ris, kita paham kog.” Ucap bunda Yasmin menenangkan.
Setelah memastika semua baik-baik saja, papi Risqi lalu pergi ke dalam menyusul istri dan anaknya. Sedangkan yang lain kembali mengambil kotak misterius itu dan menelitinya. Di dalam kota itu terdapat boneka manian yang suah terpotong-potong dan bercak darah.
Ini bukan pertama kali yang di alami oleh keluarga mereka, keluarga mereka memiliki banyak musuh. Tidak jarang anak-anak mereka yang menjadi korbannya, namun ini yang pertama untuk Alia. Biasanya mereka hanya mendpat serangan kecil, menurut mereka ini yang sudah paling keterlaluan.
Mereka tidak akan diam lagi setelah ini. Kotak itu di bawa Ayah Samuel dan akan membawanya ke kantor polisi sebagai bukti. Setelah berdiskusi sebentar, mereka semua lalu pulang ke rumah masing-masing.
Mulai besok anak-anak mereka tidak ada yang boleh pergi menggunakan angutan umum lagi, mereka semua mulai memperketat pengaman, mereka tidak ingin kejadian seperti ini terjadi lagi.
Dan setelah malam itu, Alia mengalami sedikit perubahan, wajahnya yang selalu ceria, kini berubah menjadi muaram. Bahkan Alham dan Sheza tidak mampu membuatnya seceria dulu lagi.
Satu minggu telah berlalu dari kejadian itu, saat ini Alia sedang berada di taman komplek sendirian. Menikmati udara di pagi hari saat libur sekolah seperti ini. Setelah puas berkeliling taman, kini Alia memilih duduk di samping Air mancur. Mengamati orang-orang yang sedang berolah raga.
Senyumnya sedikit mengembang saat dari jauh dia melihat Sheza dan Alham berlari kecil mendekatinya, seperti biasa mereka berdua selalu bertengkar, entah apa kali ini yang mebuat mereka bertengkar.
“Dasar nenek sihir.” Cibir Alham dan duduk di samping Alia dengan wajah cemberut dan bibir sedikit maju.
“Semau ini gara-gara lu, dasar tulul.” Umapt Sheza dengan wajah tidak kalah kesal. Alia yang berada di tengah-tengah mereka sedikit menaikan alisnya tidak mengerti.
“Jelas-jelas itu salah lu, masih aja nyalahin gue”
“Kalau lu kagak banyak tingkah, kejadian itu kagak bakal terjadi.”
“Ya kan mana .....”
“Bentar .... bentar .... kalian kenapa sih ?” tanya Alia semakin di buat tidak mengerti dengan tingkah mereka berdua.
“Jadi gini Al ....”
Tawa Alia pecah saat mendengar cerita dari Alham, bahkan dia sampai mengeluarkan air mata. Sedangkan Alham dan Sheza semakin cemberut saat melihat Alia sangat bahagia di atas penderitaan mereka. Bagaimana tidak bahagia, bayangkan saja, di pagi buta seperti ini mereka sudah membuat keributan di rumah Sheza yang berakhir mereka di usir seketika.
“Diem Al, tega bener sih lu.” Alham terlihat begitu furstasi saat Alia tidak kunjung berhenti tertawa.
“Kalau di pikir-pikir nih Ham. Keren juga sih lu berani nyium abang gue.”
“Diem setan ! kalau kagak gara-gara lu ndorong tubuh gue, gue kagak bakal nyium kulksa tuju pintu itu.” Alman menatap sinis Sheza yang berada di bagian samping Alia
“Heh ! lu kagak bisa nyalahin gue, itu kan salah lu sendiri kenapa berhenti mendadak.” Bahkan Sheza tidak kalah sini menatap Alham, dia tidak mau di salahkan karena kesalahan Alham sendiri.
“Sudah .... sudah ... Terus habis itu gimana ?”
“Alia ....” geram Alhma agar Alia tidak membahas itu lagi.
“Ya abang gue gamuk-ngamuk lah Al, terus berkahirlah kita di usir dari rumah.” Ucap Sheza menaha tawa. Sedangkan Alia kembali ter tawa terpingkal, dia membayangkan gimana wajah El yang dingin mendapat ciuman di pagi hari dari Alham.
“Sabar ya Ham, anggap saja ini tu morning kiss dari bang El.” Dan akhirnya tawa Sheza pecah saat mendengar ucapan Alia.
“Woy Ham mau kemana lu.” Teriak Sheza saat Alham pergi begitu saja.
Alia lalu menarik tangan Sheza dan mengajaknya mengikuti Alham dari belakang. Bisa lama kalau Alham ngambek terus tidak kunjng di bujuk. Laki-laki satu itu sering sekali bersifat seperti perempuan. Apalagi kalau suasana hatinya sedang tidak bai-baik saja.
“Udah dong ham ngambek nya,” Sheza menggandeng tangan kana Alham. “Bubur ayam nyak Shalihah yuk.” Bujuk Sheza semakin bergelayut maja di tangan Alham.
“Bubur ayam dengan sambal dan kecap yang banyak di pagi hari pasti enak banget Ham.” Lanjut Alia ikut menggandeg salah satu sisi tangan Alham.
“Teurs sama susu cokelat hangat.”
“Krupuk di sana sangat legendaris Ham.”
“Bayangkan ham, pasti enak banget tu.” Alham terlihat menimbang-nimbang ajakan mereka berdua. Jika di pikir-pikir enak juga ya, apalagi dia belum sarapan sama sekali, terus sudah di bikin emosi yang enguras tenaga.
“Okey .. tapi lu pada yang bayar.” Putusnya dan berjalan terlebih dahulu.
Di belakang Alia dan Sheza berhingfai karena berhasil membujuk Alham. Sebenarnya tidak mudah membujuk orang itu, sifatnya yang keraskepala dan suka memilih membuat mereka berdua terkadang harus memutar otak agar bujukannya di terima.
“Kalian jadi makan nggak sih !” teriak Alham saat mereka berdua tertinggal terlalu jauh di belakangnya.
Dengan senyum yang merekah, mereka berdua berlari menyusul Alham yang sudah berada di pinggir jalan siap menyebrang. Bubur ayah nyak Salihah adalah bubur ayam legendaris di sini, selain harganya yang terjangkau, bubur ayam ini juga memiliki rasa yang uni. Rasa yang berbeda dari bubur-bubur ayam yang di jual di tempat lain.
“Ehemmm .... enak ya belum olah raga tapi udah makan duluan.” Sindir ayah Samuel yang baru saja dateng dengan bunda.
“Alia udah olahraga loh yah, mereka aja ni yang belum.” Tunuknya kepada Sheza dan Alham.
“Enak aja, abang juga udah olahraga yah.”
“Emang lu olahraga apa Ham?” tanya Sheza dengan mulut masih penuh dengan bubur. Alham lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menatap Sheza sinis.
Bunda dan ayah hanya menggeleng-gelengkan kepala menilhat tingkah anaknya yang ketahuan berbohong. Tidak lama dari itu papa dan mama Sheza datang dan bergabung yang dengan mereka yang membuat tempat makan semakin ramai.
“El sini gabung sekalin.” Panggil ayah Samuel saat melihat El dan Nadia berada di depan waarung.
*****
Wah ketemu bang El lagi, kira-kira ribut lagi nggak nih :V
Dengan semangat Nadia menarik tangan El dan membawnya duduk di samping Alia. Alia sedikit membuang muka dan kembali melanjutkan makannya.“Ngomong-ngomong minggu depan kalian bertiga ujian kan ?” tanya mama Sasa memulai obrolan. Mereka bertiga mengangguk kompak sebagai jawaban untuk mama Sasa.“Kalian bertiga mulai nati malam tidur di rumah mama aja, buat mantau belajar kalian. Buat Alia jangan khawatir, biar mama yang bilang ke mami kamu nanti.” Keputusan sudah di ambil paksa sama mama Sasa, kami bertiga tidak akan berani protes sama sekali.Alia POVSebenarnya aku sedikit kurang setuju saat mama Sasa mengambil keputusan ini, tapi mau bagaimana lagi, menurut kami titah 3 mama sudah seperti titah ibu ratu yang harus kami patuhi.“Alia.” Aku sedikit tersentak saat mama memanggil ku. Entah sejak kapan aku mulai melamun dan tidak fokus seperti ini.“Ada apa sayang ?” lanjutnya
Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami
SHAKEL POVSeperti yang kalian kenal, namaku Taqi Shakel Ardani, keluarga dan orang-orang yang dekat denganku memanggilku El, sedangkan orang luar memanggilku Taqi. Semenjak aku pulang ke Indonesia, kehidupanku yang tenang seketika menghilang, beginilah koesekuensi yang akan aku dapatkan jika sudah mengambil keputusan untuk pulang.Hampir satu minggu ini rumah menjadi semakin ramai karena kehadiran dua makhluk yang sangat menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Alia dan Alham, menghadapai Sheza aja aku sudah pusing, ini di tambah dua curut yang kagak kalah usilnya.Malam ini aku harus kembali lembur di kantor, ada sedikit masalah di sana yang mengharuskanku bekerja lebih keras dari yang lain. Pukul satu dini hari aku baru sampai rumah, keadaan rumah sudah sangat sepi, lampu-lampu pun sudah di matikan. Kecuali lampu di ruang tengah, dan kenapa lampu di dapun juga masih hidup. Padahal biasanya lampu di sana yang pertama kali di matikan.Apa mama masih terjaga ?
Alham melirikku dan menatap Alia dengan curiga, beberapa kali dia memancing Alia agar mengatakan yang sejujurnya namun usahanya sia-sia, karena Alia pintar sekali mengalihkan topik“Assalammualaikum.”Kami semua menoleh ke arah pintu masuk dan menjawab salam bersamaan. Di sana Nadia sudah berdiri anggun dengan setelan olah raga.“Waalaikumsalam,”“Duh, maaf ya kalau Nadia mengganggu sarapan kalian semua.” Ucap Nadia sedikit tidak enak.Bunda lalu menyuruh Nadia untuk bergabun di meja makan “Nggak papa Nad, gabung aja yuk. Pasti kamu belum sarapan.” Dengan senyum manis, bunda menyiapkan tempat untuk Nadia“Tante tahu saja, tadinya Nadia mau ngajak El makan bubur yang waktu itu.” Jawab Nadia dengan malu-malu “Ternyata El nya sudah makan.” Lanjutnya dengan wajah yang dibuat sedih.aku menghebuskan nafas kasar, drama apalagi yang akan aku hadapi hari ini. Aku menatap
Author POVDan semenjak hari itu, hari di mana hilangnya mahkota yang telah di jaga Alia selama 17 tahun. Dan hari yang begitu membahagiakan untuk Alham dan Sheza. Hari itu Alham benar-benar menyatakan cinta kepada Sheza setelah selesai menonton film Romanc ke sukaannya. Alham begitu bahagia saat cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan seperti kisah di dalam film yang mereka tonton tadi, sengan berurai air mata bahagia Sheza memeluk Alham sebagai tanda “YA” untuk menerima cintanya. Alia ikut bahagia saat Sheza dengan semangat menceritakan bagaiama Alham menembaknya.Kini satu bulan berlalu dari hari bahagia itu. Ujian telah mereka selesaikan sejak lama, bahkan mereka juga sudah kembali ke rumah masing-masing. Dan semenjak hari itu hubungan El dan Alia semakin merenggang. Alia selalu menghindar saat El mencoba mendekatinya, bahkan acara kumpul bersama yang di adakan dua minggu sekali untuk tiga keluarga itu dia hindari.Dia pergi ke bandung tanp
Dengan langkah tergopoh-gopoh mbok Minah pergi dari depan pintu kamar Alia, sesampainya di lantai satu, dai lalu menghubungi Sheza agar segera kemari untuk melihat anak manjikannya.“Assalammualaikum, non Sheza.” Sapa mbok Minah saat teleponnya sudah tersabung.Dia menjelaskan keadaan dengan panaik apa yang dia dengar dari kamar Alia. Dan tidak lama dari itu sambungan telepon di putuskan dari sebrang.TokkkTokkkTokkk“Non .... Non Alia.” Panggil mbok Minah saat tidak mendengar apa-apa dari dalam kamar. Berulang kali dia memangilnya namun tidak ada respon sama sekali.“Mbok, Alia kenapa ?” tanya Sheza dengan nafas yang tersengal karena berlari.“Langsung masuk aja She.” Ucap Alham yang barusaja sampai.Sheza mengangguk menyetujui ajakan Alham, namun sebelum itu, “Pintunya di kunci dai dalam den.” Wajah mereka seketika pias saat mendengar penuturan mbok Minah.
“Gue harap lu kagak hamil dulu Al, gue belum siap jadi ayah.” Tangannya mengelus lembut perut Alia yang masih terbungkus selimut.Wajahnya kembali menatap Alia yang masih memejamkan mata, wajah sembabnya masih terlihat jelas. Saat tangan El akan menghapus bekas air mata di sana “Singkirkan tangan kotormu, jangan pernah menyetuhku !” ucap Alia lirih, matanya masih terpejam, namun Air matanya kembali meleleh.“Kau mau minum ?” tawar El dan mencoba mengabaikan ucapan Alia.“Pergi !”“Al, dengarkan penjelasan gue.”Alia membuka matanya dan tersenyum sinis, “Penjelasan apa ! penjelasan bagaimana lu begitu puas menikmati tubuh sekertaris lu begitu !” Alia bangun dari tidurnya dan menatap El tajam.“Gue ....”“Pergi El ! kita kagak butuh lu.” Bentar Alia dan mendor
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu
El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus
“Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,
“Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.
Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka
Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den
ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim
Aku masuk semakin dalam ke kamar itu dan menghidupkan lampu, kamar ini masih sama seperti saat aku meninggalkannya tadi. Masih berantakan, namun ada satu yang membuat mata ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari depan sana. Di atas tempat tidur, terdapat beberapa barang yang membuatku semakin panik dan takut. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur dan meliat semua barang yang tereletak di sana, aku meletakkan kembali barang-barang itu ke tempat semula, dan bergegas ke lemari pakaian Alia. Benar saja di sana baju-baju Alia sudah tidak ada. Sial kabur kemana dia, batinku dan keluar denga cepat dari kamar ini berharap dia belum jauh. Aaahhhh Aku sedikit meringis saat tidak sengaja menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Dengan hati-hati aku mengeluarkan serpihan kaca itu, dan kembali berjalan, mengabaikan darah yang berceceran dan rasa nyeri di sana. “Angkat bodoh!” makiku saat Sheza tidak kunjung mengangkat telpon dariku. “Se
EL POVDua botol alkohol tidak mampu membuatku tenang, bahkan perasaanku semakin kacau. Bayangan wajah Alia semakin jelas di fikiranku, yang membuatku semakin frustasi. Kini aku kembali membuka botol ke tiga dan akan meneguknya, sebelum minuman keras itu membasahi tenggorokanku, seseorang telah mengambilnya dari tanganku.Aku menggeram marah saat orang itu menjauhkan botol alkohol dari jangkauanku, “Brengsek! Berikan kepadaku.” Teriakku kepada Damar.Bukannya mendengarkanku, Damar malah membuang isi di dalam botol tersebut ke dalam wastafel. Aku menggeram marah, dan bersiap menghajar Damar, karena pengaruh alkohol, tubuhku langsung limbung dengan sekali pukulan dari Damar.“Sadar bodoh ! lu harus hadapi semua ini, buktikan jika lu itu laki-laki yang tepat untuk Alia” aku menyingkirkan tangan Damar yang menahan tubuhku di lantai.Dengan langkah sempoyongan, aku masuk ke dalam kamar mandi dan menguyur seluruh tubuhku, agar seg
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu