Lanjut tahun depan Guys hehe
"De!" Panggil Olive saat mereka di Toilet untuk touch up, Dea malah melamun dengan wajah yang serius. "Kenapa, Liv?" "Enggak, lu kek ngelamunin sesuatu, ngelamunin apa?" tanyanya usai mengoleskan lipstik di bibirnya. "Gue cuma agak kurang nyaman pas liat Aji kek makin intens merhatiin gue." "Ya elah, banyak yang merhatiin lo, orang lu cantik banget," balas Echa santai. "Bener sih, tapi bukan itu. Gue juga ngerasa Aji suka ama lo, keliatan banget," sahut Olive. "Emang boleh suka ama orang bersuami?" ucap Echa dengan suara imutnya. Olive dan Dea hanya terkekeh, Echa ada-ada saja, ia selalu mencairkan suasana ketika dirasa tidak nyaman. "Intinya De, selama Aji cuma jadi secret admirer lo, mending biarin aja. Lo gak berkewajiban ngurusin perasaan orang. Lagian konsekuensi orang yang suka sama istri orang ya, harus siap untuk stuck jadi pengagum. Ya kan?" Untunglah kata-kata Olive itu bisa membuat Dea lebih nyaman dan tidak memikirkannya lagi. Pantas Aji begitu bai
"Hai semuanya!" Hampir saja Dea akan melemparkan kata-kata menyebalkan, sebelum ia melihat siapa pemilik suara itu. "Tante Lina?!" Tante Lina adalah seorang artis berusia 40 tahun, tak jauh usianya dari sang ayah. Ialah yang menggantikan posisi Mira saat Dea merasa dikhianati sahabatnya waktu itu. Makanya ia berharap, Tante Lina itu akan menjadi ibu tirinya, bukan Mira "Kok bengong? Sini peluk dulu...." Dea melemparkan stik gamenya dan langsung berlari menghambur ke pelukan wanita cantik itu. "Tante, kangen!" ujar Dea langsung memeluknya. Juna hanya berdiri melihat mereka. Ia ikut bahagia saat melihat bagaimana Lina mampu memberikan senyum bahagia untuk istrinya. Dea tipe yang sulit ditaklukkan, tapi kalau sudah percaya, mudah menyenangkannya. "Gimana kabarnya Ibu hamil ini? Sorry ya, Tante harus ke Berlin selama 7 bulan kemarin sampe gak bisa ngurusin apapun selain kerjaan, soalnya bisnis Tante juga lagi bermasalah." Dea pun tersenyum dengan tulus, "Gak papa, T
"Jangan banyak drama dan lakukan tugasmu." "Apa mereka mau ngewong, tapi Mira nolak ajakan Papi?" tanya Dea pada diri sendiri. Ia malah berpikir macam-macam, rasa penasarannya yang membuncah membuatnya tak beranjak dari pintu ruang kerja Papinya yang bersebelahan dengan kamar Papi dan ibu tirinya itu. "Mungkin Anda tidak pernah berpikir tentang ini, tapi Anda telah menghancurkan hidupnya. Tindakan Anda, semuanya persis seperti itu!" Tidak ada balasan dari Aron, tetapi isak tangis Mira jelas itu pertengkaran yang cukup serius. "Lalu sekarang dengan semua pengaturan Anda, saya harus bagaimana lagi? Selama ini saya sudah hidup dengan tenang tanpa protes di bawah kendali Anda, bahkan saya tidak pernah membocorkan situasi yang sebenarnya terjadi. Kemudian semua orang membenci saya. Apakah itu masih kurang untuk Anda? Masih saya yang salah?" Lagi, Aron tidak menanggapinya, membiarkan Mira mengeluarkan semua kata-katanya. "... lalu, saya harus memakai topeng penjahat mana lagi,
"Aku kangen banget rasanya berbunga dan tumbuh kupu-kupu di perutku," ujar Echa tiba-tiba mellow. Dea meringis mendengar penuturan gadis imut yang lucu dan kadang oon itu. Mereka sedang nge-mall, karena darioada ia galau karena tak bisa mengundang Lina ke rumah lagi, ia akhirnya mengajak Echa jalan-jalan. Untunglah suaminya mengizinkan, hanya saja harus diikuti bodyguard. Meski ia menolak, Juna memberikan opsi agar bodygard itu tampil dengan pakaian santai seolah asisten artis. Bagaimana lagi, penampilan Dea dan Echa memang seperti artis yang cantik, stylish dan enak dipandang. "Maksudmu gimana?" "Ya, saat-saat merasakan jatuh cinta," balas Echa dramatis. Dea terkekeh, "Hehe, gitu ya... Bukannya kamu lagi ngincer temennya Aji?" Echa tiba-tiba berhenti, "Gak mau, ternyata dia udah tunangan. Masa mau deketin aku, dikira aku gak punya perasaan kali ya. Lagian sejak awal, aku gak suka sama dia, cuma tertarik sama visualnya aja." "Terus kamu suka sama siapa?" "Jangan bil
"Ya gue juga sempat ngerasa hal kayak gitu kok, tapi lambat laun entah kenapa gue ngerasa harus ngelepasin perasaan itu biar gue sendiri bahagia."Echa pun berpikir, "Iya sih, marah sama orang malah bikin kita jadi nggak bahagia ya." Dea hanya mengangguk, padahal ia bohong. Masih ada yang mengganjal di hatinya, kebencian an perasaan tidak senang. Mereka berdua memang menggunakan bahasa yang campuran 'lo, gue' atau 'aku, kamu' "Ya gitulah, Cha. BTW jadi nggak nih gue cariin cowok boleh tapi yang bisa jadi tempat manja-manjaan?"Echa pun menghela napas, "Kalo gue butuh, gue kabarin.""Oke."Setelah mereka menghabiskan makan malam mereka, Dea mendapat pesan dari suaminyaagar pulang janan malam-malam. Bukannya tidak boleh, tapi takut ia kecapean.Ia pun senyum-senyum yang membuat Echa menggodanya, katanya Echa jadi ingin spek cowok seperti suami Dea.Namun, ketika ia membuka media sosialnya, hal pertama yang ia lihat adalah akun media sosial ayahnya. Biasanya yang memegang akun itu asi
ARON VICTORIUS MEMILIKI KEKASIH? SIAPA PEREMPUAN YANG BERHASIL MENAKLUKKAN HATI SANG DUDA HOT ITU? Beberapa nama pun terseret, termasuk Lina yang paling sering terlihat bersamanya. "Jun, emang bener Pak Victorius udah punya pasangan lagi?" tanya Tristan sahabat sekaligus rekan bisnis Juna. Mereka sedang ada di pesta peresmian usaha barunya, jadi mereka bersantai setelahnya. "Gak tau," jawab Juna santai. "Lo kan menantunya," balas Tristan. "Lu kepo banget kek Emak-emak, lagian bukan urusan gue." "Yeu, dia kan udah menduda cukup lama dan bersih dari gosip cewek, eh malah dia upload sendiri kemesraan ama cewek." "Mesra apanya, cuma pegangan tangan doang kan?" "Anjrit lo! Maksudnya ya, kapan lagi dia terang-terangan ngaku punya pasangan." "Emang dia ngaku?" Tristan mulai kesal, "Kagak secara gamblang, tapi tersirat." "Oh, ya tunggu aja beritanya. Kalo dia mau bklang mah, udah bilang aja. Gue gak berhak ngasih tau urusan dapur orang," balas Juna santai. Tristan pun h
"Dih najis! Messuuuuuuuum!" teriak Dea memukul suaminya dengan bantal secara brutal. Juna pun hanya tertawa, meski Dea perempuan kekuatannya sangat besar dan membuat kepalanya sakit karena Dea mulai menjambaknya. "Adu duh! Maaf, Sayang!" ••• Kini Lina dan Dea ada di ruang keluarga, seperti biasa ia dan Lina sudah seperti anak dan ibu yang cocok. Ia sudah ijin pada ayahnya dan ayahnya bilang tidak apa-apa membiarkan Lina di rumah. Toh Mira dan Aron sedang pergi bulan madu, pasti tidak mengapa kalau Lina main ke sana. Mereka seperti biasa, menghabiskan waktu dengan nonton drama korea sampai ending. Lina benar-benar tulus menyangi Dea, dan tulus mencintai ayahnya. Sungguh disayangkan ayahnya memilih orang yang problematik seperti Mira. Sampai saat ini Dea masih belum mengerti, ayahnya yang selalu ia banggakan bisa mengecewakannya sejauh itu. Tiba-tiba sebuah tangan mengelus perutnya yang buncit. Kandungan berusia 5 bulan, perubahan hormon, dan ia mulai malas untuk keluar
"Mau ke mana?" tanya Dea. Ia diminta siap-siap oleh Juna, tapi tidak diberitahu ke mana. "Nanti juga tau." Dea cemberut, tetapi masih menurut dan berdandan dengan baik. Setelah keduanya sama-sama siap, utamanya Dea yang lama berdandan, mereka pun langsung meluncur ke tempat yang dimaksud. Ternyata kenapa Juna berkata agar ia berdandan dengan bagus dan memakai dress, mereka ke acara reunian SMA Juna. Ia memberi tahunya saat di jalan. Entah kenapa, mendengar kata 'reuni', Dea sudah menganggap itu hal yang sangat mengerikan. Pasalnya baginya, acara itu lebih banyak ditujukan untuk orang yang sebenarnya ingin pamer. Memperlihatkan kesuksesan mereka dan meminta validasi. Acara reuni yang katanya 'temu kangen', bisa jagi boomerang bagi mereka yang masih tertatih dalam meniti masa depan. Acara itu bukan tempat yang cocok untuk orang yang ingin bertemu dengan teman-teman lama mereka, yang mereka rindukan. Bahkan orang-orang yang katanya dulunya sangat loyal padanya, akan menja
"Aku... gak bisa bilang. Tapi mungkin kamu bisa tanya ke Papi kamu," ujar Mira. Benar apa yang dikatakan Mira, Dea harus bertanya langsung pada sang ayah. "Fyi, aku juga ragu... tapi aku memilih percaya karena aku suka sama Papi kamu." Dea hanya menghela napas, karena harus menanti jawaban yang membuat ia sulit tidur. "Apa lo terbiasa melakukan hal yang bahkan lo raguin?""Hem... nggak juga sih, tapi mungkin karena aku juga butuh Papi kamu, jadi aku mau.""Berarti lo nggak beda jauh sama teman-teman gue yang jadi Sugar Baby dong, karena butuh."Mira agak terkejut dengan kata-kata itu, tapi kemudian Dea langsung tertawa dan berkata."Haha... cuma bercanda, Mira."Mira pun ikut tersenyum, sebenarnya ia agak tidak enak dengan candaan seperti itu.Ia jelas berbeda posisinya, berbeda metode, dan tujuannya. Mentalnya tidak secetek itu untuk menjual diri hanya untuk menghasilkan banyak uang dari para Om-om yang mungkin sudah beristri dan punya anak."Sorry kalau nyinggung, soalnya bany
Mira membuka matanya, ia menyadari dirinya ada di rumah sakit. Saat ia mengedarkan pandangannya, ada Aron di sana yang sedang bicara dengan dokter."Pak....""Mira?!" Aron dan dokter itu menyadari pergerakan Mira dan langsung menoleh."Gimana perasaannya?" tanya dokter itu pada Mira."Agak pusing dan mual, saya kenapa Dok?" tanya Mira."Anda salah satu korban dari kecelakaan beruntun di Perempatan YXY," ujar dokter."Untunglah kamu mengalami luka ringan, yang lainnya harus dirawat dengan luka cukup parah bahkan ada 3 yang meninggal."Mira terkejut, "Ya Allah...." gumamnya.Mira mengangkat tangan kanan dan kirinya, tangan kanannya diinfus dan tangan kirinya terdapat perban tetapi masih bisa digerakan.Artinya tidak ada luka serius. Kakinya juga bisa digerakan dengan normal."Udah kamu istirahat aja dulu, Dea dan Juna mau ke sini katanya."Mira jadi ingat kejadian tadi pagi, tetapi ia harus terlihat biasa saja."Saya pulang kapan?" tanya Mira.Aron menghela napas mendengar pertanyaan
Dea terdiam, sebelum menjawab pertanyaan mereka. Ada pergolakan di hatinya yang membuatnya lelah, sedikit bingung apakah harus jujur atau tidak. Namun, ia terlalu takut pada respon kedua temannya itu. "Ya elah, gue cuma kebetulan aja ketawa sama dia. Aslinya mah... gue masih sebel sama dia, lu berdua tahu kan, apa yang terjadi di antara kita." "Hem... iya sih, nggak mungkin kan lu maafin dia, ya kan?" pancing Rani. "Haha... nggak mungkin banget," balas Dea. "Haha, iya ya..." balas Angel. Kemudian mereka melanjutkan obrolan lain, dan mulai kembali dengan percakapan mereka soal semester akhir yang bikin mumet dengan drama skripsi. . Tanpa mereka tau, Mira belum sepenuhnya jauh dari kamar Dea, ia masih bisa mendengar apa yang mereka katakan. Ia tak sengaja, tapi akhirnya ia berhenti di samping pintu mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut Dea. Perih itu tercipta dari sebuah fakta pahit, tetapi ia juga ingat posisinya. Ia pernah melukai Dea, lebih dari yang
Semuanya panik, dan segera Dea dilarikan ke Rumah Sakit. Mira sampai menangis di sepanjang jalan, takut Dea kenapa-napa. Ia terus memegangi tangan Dea dan mendampinginya selama dibawa ke Rumah Sakit. Dea sendiri masih setengah sadar, tetapi ia hanya bisa merasakan sakit dan meremas erat tangan Mira dan ayahnya yang ada di kanan dan di kiri. Untunglah mereka membawa mobil Alphard yang ruangannya lebih leluasa, sehingga Dea bisa dibawa dengan posisi tiduran. Sementara itu, Juna di samping sopir sambil menyemangati sopir agar lekas sampai di rumah sakit. Mereka semua ribut karena khawatir, dan tak lama kemudian, sampailah di RS lebih tepatnya di UGD. Di sana, Dea langsung ditangani oleh dokter. Lalu ketiga orang yang mengantarnya menunggu di depan ruangan tersebut dengan cemas. Menunggu sejam dengan cemas, ketiganya bergantian bertanya pada perawat dan dokter yang keluar masuk ruangan. Akhirnya, pemeriksaan Dea selesai dan mereka diminta untuk masuk. Ternyata tidak ada hal ya
Setelah Spa selesai, keduanya langsung pulang karena sudah menjelanh Maghrib. Tentu itu hanya awalnya saja, karena mereka akan melanjutkan program kecantikan yang Dea sebut sebagai program untuk 'menjadi istri yang seksi'. Hal itu membuat Mira agak kesulitan untuk mengikuti standar kecantikan Dea, tetapi dua minggu kemudian setelah menemani Dea cek kandungan (karena Juna tidak bisa untuk mengantar istrinya). Setelah itu, Dea mengajak Mira untuk ke suatu tempat yang mana itu adalah toko pakaian muslimah yang cocok untuk Mira. "Dea, ini kan brand yang sangat mahal. Kamu mau dateng kajian?" tanyanya berbinar. Dea tersenyum paksa, "Kajiannya kapan-kapan, tapi yang mau belanja bukan gue, tapi elo!" "Tapi Dea, ini brand yang mahal banget. Gaji aku tiga bulan bisa aja habis buat beli satu produk ini." "Halah! 2 minggu ini lu udah gue ajarin untuk jadi Nyonya Victorious yang Royal, tetapi kamu nggak bisa menangkap itu?" "Ya kan aku bukan orang kaya, Dea." "Yang lu pakai it
Tibalah mereka di sebuah klinik kecantikan, di mana Dea terlihat sangat luwes masuk ke sana. Mungkin ini adalah tempat yang biasa Dea kunjungi, jadi Mira hanya bisa percaya dan mengikutinya. Bagaimanapun Ia senang karena Dea telah membuka hati untuk yang lagi. Kemudian ia dan Dea mendaftar untuk melakukan Spa, langkah pertama untuk treatment. "Tapi De, kenapa aku juga?" "Loh, kan gue udah bilang. Pokoknya lu harus jadi cantik biar Bokap gue nggak pergi ke lain hati," ujar Dea. "Em, oke," balas Mira. Ia agak malu karena resepsionis menatap mereka dengan aneh. "Lu harus paham itu, oke?" "Tapi bukannya mahal ya?" "Aduh! Lagi-lagi lu bilang mahal-mahal! Pala lu tuh isinya mahal aja. Sekarang lu bisa ngelakuin apa aja tanpa mikirin biaya, oke?" "Oke...." "Duit Bokap gue banyak, jadi lu nggak perlu khawatir! Awas aja lu alasan mahal-mahal, gue tempeleng lu!" ancamnya. Mira hanya terkekej mendengarnya. Hal itu membuat beberapa pegawai bingung, percakapan mereka j
Diam dan menunduk, seolah tak ingin melihat adegan itu. 'Respon macam apa itu?' batin Dea menjerit. "Papi, Tante Lina?!" panggil Dea. Mereka berdua menoleh ke arah Dea, dan Mira. Melihat keberadaan Mira, Lina dan Aron terlihat saling menjauh dan kemudian Dea mendekati mereka. Mira masih di sana, hanya diam di tempat semula, tidak bergerak atau merespon dengan ekspresi lainnya yang menunjukkan kalau ia istri dari pria yang sedang bermesraan dengan perempuan lain itu. 'Minimal jambak kek!' begitulah batin Dea. Asisten Aron juga terlihat pergi dari sana memberikan privasi bagi Bosnya. Sementara itu, Lina langsung menghampiri Dea dan memeluknya seperti biasa dengan senyum cerahnya yang cantik. Bahkan saat berjalan, tubuhnya terlihat luwes dengan pakaian kurang bahan itu. "Halo, Sayang." "Halo, Tan." "Tante mau balik lagi ke Paris, ada fashion show juga di sana. Jadi kayaknya Tante bakalan ke Jakarta lagi dua minggu kemudian." "Dua minggu?" "Iya, jangan khawatir. Setelah
"Dea...." protes Mira merengek. Dea malah tertawa, hal itu membuat devisi yang ada di samping mereka mulai berkumpul untuk menonton. Mungkin karena banyak karyawan yang juga menonton kejadian itu, membuat Mira tambah malu. Mira pun bergegas pergi dari sana meninggalkan Dea yang cengengesan. Mungkin Dea sudah sangat nyaman di sana, karena ia sudah keluar masuk kantor itu dari kecil. Bahkan saat pertama mereka masuk ke gedung itu, Dea langsung disambut dengan sambutan termanis dan paling hormat. Mira sendiri merasa malu dengan kelakuan Dea yang terus mempromosikan ayahnya, sebagai orang kaya yang bahkan bisa membeli gedung serupa. "Jadi, kalau misalnya lu minta apa aja, buku, baju make up, atau Skin Care yang tadi itu... itu cuma satu di antara bare minimun Bokap gue. Dia gak akan rugi apapun, bahkan kalo lo minta rumah, tinggal minta. Itu udah sangat minumum buat lo." Mira yang dasarnya tak suka keluar lama, sudah kehabisan energi. Orang introvert, jika keluar kelamaan ha
Setelah membayar di kasir, mereka pun menyerahkannya ke Bodyguard yang diperintahkan Juna untuk mengawal istrinya dan untuk membawa barang mereka. "Nggak ada rencana mau kuliah lagi apa lu? Lu kan suka belajar?" tanya Dea iseng saat mereka makan siang. "Ya kan nerusin juga butuh biaya, De. Aku gak ada," ujar Mira. "Anjir! Lu masih nggak paham apa yang gue bilang tadi?!" Mira seolah menyadari sesuatu dan meringis. "Inget, Mir! Lu punya suami kaya, anjir! Masa lu selalu mempermasalahkan yang namanya biaya?! Bokap gue tuh kaya! Apa lu nggak percaya kalau Bokap gue kaya?" "Percaya banget, Dea. Tapi kan aku pengen mandiri juga," jaeab Mira. "Lah lu udah mandiri dari dulu, sekarang lu punya suami yang bisa jamin lu. Gue nggak ngerti ya sama jalan pikiran lo yang kelewat goblok itu. Padahal, banyak banget temen-temen gue yang lelah banget buat mandiri dan pengen punya Sugar Daddy, ada yang jadi ayam kampus demi biar dapet duit banyak tapi gak capek." "Aku bukan mereka..." "T