"Ya gue juga sempat ngerasa hal kayak gitu kok, tapi lambat laun entah kenapa gue ngerasa harus ngelepasin perasaan itu biar gue sendiri bahagia."Echa pun berpikir, "Iya sih, marah sama orang malah bikin kita jadi nggak bahagia ya." Dea hanya mengangguk, padahal ia bohong. Masih ada yang mengganjal di hatinya, kebencian an perasaan tidak senang. Mereka berdua memang menggunakan bahasa yang campuran 'lo, gue' atau 'aku, kamu' "Ya gitulah, Cha. BTW jadi nggak nih gue cariin cowok boleh tapi yang bisa jadi tempat manja-manjaan?"Echa pun menghela napas, "Kalo gue butuh, gue kabarin.""Oke."Setelah mereka menghabiskan makan malam mereka, Dea mendapat pesan dari suaminyaagar pulang janan malam-malam. Bukannya tidak boleh, tapi takut ia kecapean.Ia pun senyum-senyum yang membuat Echa menggodanya, katanya Echa jadi ingin spek cowok seperti suami Dea.Namun, ketika ia membuka media sosialnya, hal pertama yang ia lihat adalah akun media sosial ayahnya. Biasanya yang memegang akun itu asi
ARON VICTORIUS MEMILIKI KEKASIH? SIAPA PEREMPUAN YANG BERHASIL MENAKLUKKAN HATI SANG DUDA HOT ITU? Beberapa nama pun terseret, termasuk Lina yang paling sering terlihat bersamanya. "Jun, emang bener Pak Victorius udah punya pasangan lagi?" tanya Tristan sahabat sekaligus rekan bisnis Juna. Mereka sedang ada di pesta peresmian usaha barunya, jadi mereka bersantai setelahnya. "Gak tau," jawab Juna santai. "Lo kan menantunya," balas Tristan. "Lu kepo banget kek Emak-emak, lagian bukan urusan gue." "Yeu, dia kan udah menduda cukup lama dan bersih dari gosip cewek, eh malah dia upload sendiri kemesraan ama cewek." "Mesra apanya, cuma pegangan tangan doang kan?" "Anjrit lo! Maksudnya ya, kapan lagi dia terang-terangan ngaku punya pasangan." "Emang dia ngaku?" Tristan mulai kesal, "Kagak secara gamblang, tapi tersirat." "Oh, ya tunggu aja beritanya. Kalo dia mau bklang mah, udah bilang aja. Gue gak berhak ngasih tau urusan dapur orang," balas Juna santai. Tristan pun h
"Dih najis! Messuuuuuuuum!" teriak Dea memukul suaminya dengan bantal secara brutal. Juna pun hanya tertawa, meski Dea perempuan kekuatannya sangat besar dan membuat kepalanya sakit karena Dea mulai menjambaknya. "Adu duh! Maaf, Sayang!" ••• Kini Lina dan Dea ada di ruang keluarga, seperti biasa ia dan Lina sudah seperti anak dan ibu yang cocok. Ia sudah ijin pada ayahnya dan ayahnya bilang tidak apa-apa membiarkan Lina di rumah. Toh Mira dan Aron sedang pergi bulan madu, pasti tidak mengapa kalau Lina main ke sana. Mereka seperti biasa, menghabiskan waktu dengan nonton drama korea sampai ending. Lina benar-benar tulus menyangi Dea, dan tulus mencintai ayahnya. Sungguh disayangkan ayahnya memilih orang yang problematik seperti Mira. Sampai saat ini Dea masih belum mengerti, ayahnya yang selalu ia banggakan bisa mengecewakannya sejauh itu. Tiba-tiba sebuah tangan mengelus perutnya yang buncit. Kandungan berusia 5 bulan, perubahan hormon, dan ia mulai malas untuk keluar
"Mau ke mana?" tanya Dea. Ia diminta siap-siap oleh Juna, tapi tidak diberitahu ke mana. "Nanti juga tau." Dea cemberut, tetapi masih menurut dan berdandan dengan baik. Setelah keduanya sama-sama siap, utamanya Dea yang lama berdandan, mereka pun langsung meluncur ke tempat yang dimaksud. Ternyata kenapa Juna berkata agar ia berdandan dengan bagus dan memakai dress, mereka ke acara reunian SMA Juna. Ia memberi tahunya saat di jalan. Entah kenapa, mendengar kata 'reuni', Dea sudah menganggap itu hal yang sangat mengerikan. Pasalnya baginya, acara itu lebih banyak ditujukan untuk orang yang sebenarnya ingin pamer. Memperlihatkan kesuksesan mereka dan meminta validasi. Acara reuni yang katanya 'temu kangen', bisa jagi boomerang bagi mereka yang masih tertatih dalam meniti masa depan. Acara itu bukan tempat yang cocok untuk orang yang ingin bertemu dengan teman-teman lama mereka, yang mereka rindukan. Bahkan orang-orang yang katanya dulunya sangat loyal padanya, akan menja
"Hallo Tuan Muda dan Tuan Putri, silahkan duduk!" sambut Tara. Ia adalah si mulut mercon alias paling berisik di tongkrongan Juna sejak SMA. Namun anehnya, meski tak semua dari kalangan berpunya, persahabatan mereka langgeng sampai sekarang. "Hallo! Apakabar kalian?" tanya Juna balik. "Ya baik..." jawab mereka. Juna mempersilahkan Dea untuk duduk di sampingnya, ia bahkan meminta temannya menggeser agar pindah dan ia bisa menempatkan Dea di tempat yang nyaman, ujung sofa bersama dengannya. Juna bahkan terus merangkul Dea agar istrinya merasa terlindungi, apalagi karena ada satu eksistensi manusia yang sudah lam membuat Dea dan Aron tidak nyaman. Siapa lagi kalau bukan, Melka? Entah dia datang menjadi pasangan siapa kali ini, karena reuni itu membiarkan mereka membawa pasangan masing-masing. Untungnya, ia tidak duduk di circle pertemanan Juna. Ia ada di sebelah dan terlihat menggandeng pria kaya, terlihat dari penampilan pria itu yang penuh barang mewah. "Btw, kenalin d
Acara inti pun selesai, mereka kembali bersantai sambil ngobrol dengan orang-orang di luar circle itu. Hanya saja, ini jadi hal yang paling menyebalkan bagi Dea, karena ia harus berhadapan langsung dengan Melka, orang yang paling ingin Ia singkirkan dari dunia ini. Apakah ia harus bicara pada ayahnya, agar ayahnya yang bekerja untuk menyingkirkannya? Namun lagi-lagi, logikanya jalan, bahwa mereka akan melakukan hal yang lebih buruk pada ayahnya. Ia tak mungkin membiarkan itu terjadi hanya untuk emmenugi egonya saja. Lalu, ia kemudian duduk di samping tempat prasmanan atau tempat cemilan. Di sana beberapa waiters di hotel, jadi mengenalnya. "Hai, Non!" "Hai juga!" "Nona kok duduk di sini?" tanya salah satu dari mereka. "Batere sosialnya habis," jawabnya seadanya. Sambil memakan beberapa cemilan. "Eh... bukannya Nona ekstrovert ya?" Dea berpikir sejenak, "Ya, tapi entah kenapa setelah hamil, rasanya males keluar." "Wah apa bayinya akan jadi bayi introvert?" tanya salah sat
Juna menghampiri Dea setelah berhasil kabur dari Melka. "Kenapa, udah?" tanya Dea. Juna menggeleng sambil sesekali memejamkan matanya. "Kamu kenapa?" tanya Dea. "Hai, Dea.Boleh pinjam suamimu sebentar?" tanya Melka tiba-tiba ingin menyeret suaminya. Namun dengan spontan, Dea langsung melepaskan tangan Melka dari Juna dan mendorongnya menjauh. "Apa-apaan lo!" bentak Melka tak terima. "Lo yang apa-apaan bitch! Juna suami gue ya, dan lo gak boleh pinjem atau nempel sama dia barang sedetik pun. Enak aja, lu kira gue bego?!" "Lo gak kapok ya setelah semua yang terjadi?!" tekan Melka mendekati Dea. Dea kembali mendorong Melka dan berbalik ia yang mendekatinya, ia menatap tajam tepat di matanya dan berkata. "Harusnya gue yang bilang gitu, gak kapok lo?!" Semua orang menonton adegan itu, membuat mereka akhirnya menyadari kalau itu Dea, Juna dan Melka mantan Juna. Pasalnya di setiap reuni sebelumnya, Juna memang membawa Melka sebagai pasangannya, bukan Dea. "Dan lu kira gue tak
"Sebutkan hal lucu apa yang pernah kamu lakuin?" tanya Aron pada istrinya. Mereka ada di balkon kamar mereka di rumah milik Zaenab dan Lim Gerald--ibu dan ayah Aron alias Oma dan Opa Dea. "Hem..." Mira berpikir sejenak, lalu tertawa sendiri. "Apa?" tanya Aron penasaran. "Aku pernah diajak Dea dulu waktu SMA ke Resto Jepang, terus makan Sushi. Aku baru pertama kali makan Sushi, dan ya... kukira makannya kayak makan nasi biasa. Terus pas aku udah penyek-penyek pake tangan di piring, Dea bilang kalo Sushi-nya langsung dimakan pake sumpit." Mira sudah ngakak, tapi Aron masih diam saja. Sampai sedetik berikutnya ia ikut tertawa, ia tak bisa membayangkan kebodohan Mira saat itu. "Emang kamu se-gak tau itu?" "Iya, aku gak pernah makan masakan Jepang. Ramen aja aku gak pernah makan, cuma tau di buku aja." "Ckckck kamu suka rasanya?" Mira menggeleng, "Lidahku Indonesia banget, makanan luar aku bisa makan tapi kalo ada opsi lain mending yang lain aja." "Berarti kamu gak suk
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem