"Ling...." Suara Esmeralda terdengar lirih memanggil nama suaminya itu. Ling menoleh, menatap wajah istrinya yang tatapan matanya menatap kosong ke arah lantai dua. Karena penasaran, lelaki itu ikut menoleh ke arah yang sama. Tapi ia tidak menemukan hal yang aneh, yang berada di sana. "Kenapa, sayang? Ada apa?" tanyanya dengan penasaran. Tatapan matanya kembali ia arahkan menatap wajah istrinya yang kian memucat. "Makhluk itu...." Esmeralda menunjuk ke arah pintu kamar mereka yang berada di lantai dua. Pandangannya seolah tak berpindah meski hanya satu detik pun. Lelaki itu kembali menoleh. Ia tidak melihat apa-apa di sana. "Di mana, Esme? Tidak ada apa-apa di sana. Mungkin kamu hanya merasa lelah dan kurang istirahat. Sebaiknya kamu istirahat di kamar, ya?" ucap lelaki itu berusaha membujuk Esmeralda yang dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak, Ling! Makhluk itu ada di depan kamar kita! Apa kamu tidak melihatnya? Dia terlihat seperti menunggu kepulangan ku," ucap Esmeral
"Bu, ada makhluk yang terus menggangguku," ucap Esmeralda lirih, mencoba menjelaskan pada ibunya yang terlihat serius mendengarkan. Kedua alis Bu Melisa tampak mengerut. Tatapan matanya terlihat dalam. "Makhluk apa, nak?" tanyanya yang mulai terlihat penasaran. Esmeralda bungkam selama beberapa saat. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Titisan Genderuwo, Bu," jawab Esmeralda yang membuat kedua mata ibunya membelalak dengan lebar. "Apa katamu?" Raut wajah Bu Melisa terlihat shock, setelah mendengar jawaban putrinya. "Makhluk yang selalu muncul dalam mimpi burukku, kini dia mengangguku di kehidupan nyata. Dia bahkan beberapa kali hendak mencelakai aku," lanjut Esmeralda menjelaskan dengan panjang dan lebar. "Kalau begitu, kamu tinggal saja di sini, nak. Sangat berbahaya jika kamu berada di rumahmu sendirian," ucap Bu Melisa yang mulai terlihat khawatir pada putrinya. Pak Belerick yang ikut menyimak penuturan putrinya itu, hanya bungkam. N
Tring....!!!! Tring....!!! Tring....!!!!Suara dering ponsel yang berdering sangat nyaring, telah membuat Ling tersentak. Ia membuka kedua matanya dengan lebar. Nafasnya memburu. Keringat dingin mengalir deras membasahi sekujur tubuhnya. Piyama tidur yang ia kenakan tampak basah. Ling memberanikan diri menatap ke arah jam dinding. Waktu telah menunjukkan pukul 6.00 WIB. Lelaki itu bernafas dengan lega. Ternyata apa yang ia lihat itu, hanyalah mimpi buruk saja. Pandangan mata Ling beralih menatap ke ponsel yang ia letakkan di atas rak kecil, yang berada di samping tempat tidurnya. Ponsel itu terus berdering, dan menampilkan nama "Sayangku~❤️" pada layar ponselnya. Ling menarik nafas panjang. Ia menghembuskan secara perlahan, kemudian mengusap wajahnya yang dipenuhi dengan keringat, sebelum ia meraih ponsel yang masih berdering dengan nyaring. Ling memutuskan untuk menerima panggilan itu. Ia letakkan ponsel miliknya di telinga. "Halo?" Suara lembut yang sudah tidak asing itu, ter
"Ahhhh!!!!" Teriakan Ling terdengar sangat keras. Namun sayangnya tidak ada yang bisa mendengar karena ia hanya berada sendirian di rumah, dan tetangga kiri dan kanannya, jaraknya cukup jauh, sehingga mereka tidak mungkin mendengar suara teriakan itu. Ling terguling dari lantai atas, dan kepalanya mendarat di lantai yang terbuat dari keramik. Lelaki itu meringis menahan sakit sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Belum sempat ia bangkit, Ling dikejutkan dengan sosok anak genderuwo yang memiliki tubuh besar. Sosok itu menatapnya dengan penuh kemarahan, dengan menggunakan sorot matanya yang berwarna merah menyala. Terdengar samar, suara geraman makhluk itu, sambil mendengus, dan terus menatap Ling yang membuat lelaki itu ketakutan. Meskipun keadaan tubuhnya masih sakit, Ling berusaha bangkit. Dengan langkah yang sedikit diseret, Ling keluar dari rumahnya menuju ke garasi untuk mengambil mobil. Saat lelaki itu hendak membuka pintu mobil, ia baru teringat bahwa kunci mobi
"Sebenarnya ada apa, Bu?" tanya Esmeralda hendak memastikan. Ia sudah tidak bisa lagi menunggu ibunya berbicara. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar apa yang akan dikatakan oleh ibunya. Tatapan mata Esmeralda, menatap raut wajah ibunya dengan tatapan mata yang dalam. Bu Melisa memeluk tubuh putrinya yang semakin kebingungan. Wanita tua itu seolah ingin memberikan kekuatan pada putrinya. "Nak, suami kamu kecelakaan. Mobilnya masuk ke dalam jurang," ucapnya lirih yang mampu membuat kedua mata Esmeralda membelalak dengan lebar. "Apa?" Wanita itu hampir tidak percaya dengan apa yang telah disampaikan oleh ibunya. Ia gegas bangkit dari kursinya. Berhadapan secara langsung dengan ibunya, dan menatap semburat wajah yang tampak mulai menua itu dengan tatapan mata yang dalam. "Bagaimana keadaan Ling, Bu? Dia selamat, kan?" tanyanya hendak memastikan. Jantungnya berdetak dengan cepat, seolah ia tidak siap untuk mendengar berita buruk yang akan disampaikan oleh ibunya. "Ibu mertuamu bila
Lelaki bertubuh tinggi itu menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Baiklah, jika ibu sudah tenang, ibu bisa menghubungiku untuk mendengarkan surat wasiat yang telah dipercayakan pada saya," ujarnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama pada Esmeralda, yang segera meraihnya. Wanita itu menatap kosong secarik kertas yang memuat data lelaki itu, yang ia ketahui bernama Zilong. "Kalau begitu, saya permisi dulu," ujarnya berpamitan sebelum ia beranjak dari tempatnya, dan berlalu pergi meninggalkan Esmeralda yang masih termenung memandangi kartu nama yang telah diberikan padanya. Wanita itu mendengar suara pintu ruangan yang ditutup oleh seseorang, tanpa menoleh lagi. Pandangannya beralih menatap wajah pucat suaminya - Ling, yang masih tidak sadarkan diri."Ling, bangunlah! Aku tidak ingin mendengar surat wasiat yang kamu berikan. Sadarlah, Ling! Aku berjanji bahwa aku tidak akan pernah lagi meninggalkanmu sendirian," ujar wanita itu yang kembali terisak. Ia membenamkan wajahnya pada
"Bu, kamu baik-baik saja kan?" Security itu gegas membantu Esmeralda untuk berdiri. "Kenapa kamu mendorongku?" Tatapan mata Esmeralda terlihat tajam menatap wajah lelaki itu. "Maaf, Bu saya tidak sengaja. Saya hanya mengikuti prosedur yang berlaku," ucap Security itu dengan takut-takut. "Prosedur apa?" Nada suara Esmeralda mulai meninggi. Ia mulai merasa kesal pada security yang berdiri di hadapannya itu. Lelaki itu bungkam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh Esmeralda. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Terlihat jelas dari pancaran raut di wajahnya, lelaki itu sedikit merasa bersalah pada Esmeralda. "Kamu tahu tidak? Aku sedang hamil! Jika sampai terjadi apa-apa dengan janinku, kamu adalah orang pertama yang aku cari!" kecam wanita itu dengan nada yang sedikit mengancam. Kedua mata security itu tampak membelalak dengan lebar. Ia merasa terkejut mendengar pernyataan yang telah dilontarkan oleh Esmeralda. "Anu...." Ia tidak dapat berkata-kata. Keringat di
"Esme, bagaimana? Kita lepaskan saja alat-alat Ling? Dokter bilang, dia bahkan tidak bisa bernafas tanpa bantuan alat-alat rumah sakit," ujar Bu Aurora yang telah memberaikan lamunan Esmeralda. Wanita itu menarik nafas panjang, dan kembali menghembuskan secara perlahan. Dadanya terasa sesak ketika tidak ada pilihan lain selain merelakan suaminya pergi. "Jika tidak ada pilihan lain, apa lagi yang bisa kita perbuat, Bu?" sahut wanita itu dengan nada yang terdengar putus asa. Bu Aurora menyentuh bahu menantunya dengan lembut. Ia seolah bisa mengerti bagaimana perasaan wanita muda itu. "Ibu akan berbicara dengan dokter dulu, ya? Ibu masih belum memberikan jawaban pada dokter," ucap Bu Aurora yang segera beranjak dari hadapan Esmeralda. Ia berjalan menelusuri koridor rumah sakit menuju ke ruangan dokter. Sementara Esmeralda, tanpa ragu masuk ke dalam ruangan ICU. Ia berjalan menghampiri suaminya yang tidak akan mungkin bisa kembali sadar. Wanita itu duduk di samping pembaringan. Ia m