Tring....!!!! Tring....!!! Tring....!!!!Suara dering ponsel yang berdering sangat nyaring, telah membuat Ling tersentak. Ia membuka kedua matanya dengan lebar. Nafasnya memburu. Keringat dingin mengalir deras membasahi sekujur tubuhnya. Piyama tidur yang ia kenakan tampak basah. Ling memberanikan diri menatap ke arah jam dinding. Waktu telah menunjukkan pukul 6.00 WIB. Lelaki itu bernafas dengan lega. Ternyata apa yang ia lihat itu, hanyalah mimpi buruk saja. Pandangan mata Ling beralih menatap ke ponsel yang ia letakkan di atas rak kecil, yang berada di samping tempat tidurnya. Ponsel itu terus berdering, dan menampilkan nama "Sayangku~❤️" pada layar ponselnya. Ling menarik nafas panjang. Ia menghembuskan secara perlahan, kemudian mengusap wajahnya yang dipenuhi dengan keringat, sebelum ia meraih ponsel yang masih berdering dengan nyaring. Ling memutuskan untuk menerima panggilan itu. Ia letakkan ponsel miliknya di telinga. "Halo?" Suara lembut yang sudah tidak asing itu, ter
"Ahhhh!!!!" Teriakan Ling terdengar sangat keras. Namun sayangnya tidak ada yang bisa mendengar karena ia hanya berada sendirian di rumah, dan tetangga kiri dan kanannya, jaraknya cukup jauh, sehingga mereka tidak mungkin mendengar suara teriakan itu. Ling terguling dari lantai atas, dan kepalanya mendarat di lantai yang terbuat dari keramik. Lelaki itu meringis menahan sakit sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Belum sempat ia bangkit, Ling dikejutkan dengan sosok anak genderuwo yang memiliki tubuh besar. Sosok itu menatapnya dengan penuh kemarahan, dengan menggunakan sorot matanya yang berwarna merah menyala. Terdengar samar, suara geraman makhluk itu, sambil mendengus, dan terus menatap Ling yang membuat lelaki itu ketakutan. Meskipun keadaan tubuhnya masih sakit, Ling berusaha bangkit. Dengan langkah yang sedikit diseret, Ling keluar dari rumahnya menuju ke garasi untuk mengambil mobil. Saat lelaki itu hendak membuka pintu mobil, ia baru teringat bahwa kunci mobi
"Sebenarnya ada apa, Bu?" tanya Esmeralda hendak memastikan. Ia sudah tidak bisa lagi menunggu ibunya berbicara. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar apa yang akan dikatakan oleh ibunya. Tatapan mata Esmeralda, menatap raut wajah ibunya dengan tatapan mata yang dalam. Bu Melisa memeluk tubuh putrinya yang semakin kebingungan. Wanita tua itu seolah ingin memberikan kekuatan pada putrinya. "Nak, suami kamu kecelakaan. Mobilnya masuk ke dalam jurang," ucapnya lirih yang mampu membuat kedua mata Esmeralda membelalak dengan lebar. "Apa?" Wanita itu hampir tidak percaya dengan apa yang telah disampaikan oleh ibunya. Ia gegas bangkit dari kursinya. Berhadapan secara langsung dengan ibunya, dan menatap semburat wajah yang tampak mulai menua itu dengan tatapan mata yang dalam. "Bagaimana keadaan Ling, Bu? Dia selamat, kan?" tanyanya hendak memastikan. Jantungnya berdetak dengan cepat, seolah ia tidak siap untuk mendengar berita buruk yang akan disampaikan oleh ibunya. "Ibu mertuamu bila
Lelaki bertubuh tinggi itu menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Baiklah, jika ibu sudah tenang, ibu bisa menghubungiku untuk mendengarkan surat wasiat yang telah dipercayakan pada saya," ujarnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama pada Esmeralda, yang segera meraihnya. Wanita itu menatap kosong secarik kertas yang memuat data lelaki itu, yang ia ketahui bernama Zilong. "Kalau begitu, saya permisi dulu," ujarnya berpamitan sebelum ia beranjak dari tempatnya, dan berlalu pergi meninggalkan Esmeralda yang masih termenung memandangi kartu nama yang telah diberikan padanya. Wanita itu mendengar suara pintu ruangan yang ditutup oleh seseorang, tanpa menoleh lagi. Pandangannya beralih menatap wajah pucat suaminya - Ling, yang masih tidak sadarkan diri."Ling, bangunlah! Aku tidak ingin mendengar surat wasiat yang kamu berikan. Sadarlah, Ling! Aku berjanji bahwa aku tidak akan pernah lagi meninggalkanmu sendirian," ujar wanita itu yang kembali terisak. Ia membenamkan wajahnya pada
"Bu, kamu baik-baik saja kan?" Security itu gegas membantu Esmeralda untuk berdiri. "Kenapa kamu mendorongku?" Tatapan mata Esmeralda terlihat tajam menatap wajah lelaki itu. "Maaf, Bu saya tidak sengaja. Saya hanya mengikuti prosedur yang berlaku," ucap Security itu dengan takut-takut. "Prosedur apa?" Nada suara Esmeralda mulai meninggi. Ia mulai merasa kesal pada security yang berdiri di hadapannya itu. Lelaki itu bungkam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh Esmeralda. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Terlihat jelas dari pancaran raut di wajahnya, lelaki itu sedikit merasa bersalah pada Esmeralda. "Kamu tahu tidak? Aku sedang hamil! Jika sampai terjadi apa-apa dengan janinku, kamu adalah orang pertama yang aku cari!" kecam wanita itu dengan nada yang sedikit mengancam. Kedua mata security itu tampak membelalak dengan lebar. Ia merasa terkejut mendengar pernyataan yang telah dilontarkan oleh Esmeralda. "Anu...." Ia tidak dapat berkata-kata. Keringat di
"Esme, bagaimana? Kita lepaskan saja alat-alat Ling? Dokter bilang, dia bahkan tidak bisa bernafas tanpa bantuan alat-alat rumah sakit," ujar Bu Aurora yang telah memberaikan lamunan Esmeralda. Wanita itu menarik nafas panjang, dan kembali menghembuskan secara perlahan. Dadanya terasa sesak ketika tidak ada pilihan lain selain merelakan suaminya pergi. "Jika tidak ada pilihan lain, apa lagi yang bisa kita perbuat, Bu?" sahut wanita itu dengan nada yang terdengar putus asa. Bu Aurora menyentuh bahu menantunya dengan lembut. Ia seolah bisa mengerti bagaimana perasaan wanita muda itu. "Ibu akan berbicara dengan dokter dulu, ya? Ibu masih belum memberikan jawaban pada dokter," ucap Bu Aurora yang segera beranjak dari hadapan Esmeralda. Ia berjalan menelusuri koridor rumah sakit menuju ke ruangan dokter. Sementara Esmeralda, tanpa ragu masuk ke dalam ruangan ICU. Ia berjalan menghampiri suaminya yang tidak akan mungkin bisa kembali sadar. Wanita itu duduk di samping pembaringan. Ia m
"Bu? Kenapa jenazah suamiku wajahnya membiru seperti ini? Apa ada yang salah dengan jenazahnya?" Esmeralda memekik, yang membuat perhatian para tetangganya yang datang untuk membacakan doa, tersita padanya. Bu Aurora seolah memberi kode pada menantunya itu dengan kedipan mata. Tapi Esmeralda tidak mengerti kode-kode yang telah diberikan oleh ibu mertuanya. Sehingga Bu Aurora segera beranjak dari tempat duduknya. Ia meraih tangan Esmeralda, dan menjauhkan menantunya dari jenazah putranya. "Apa yang terjadi dengan Ling, Bu?" tanya wanita itu hendak memastikan. Bu Aurora meletakkan jari telunjuknya pada bibir menantunya itu, saat keduanya telah berada di ruang keluarga. Ia seolah hendak memberikan isyarat pada Esmeralda untuk tutup mulut. "Ada apa, Bu?" tanya wanita itu yang seolah tidak sabar menunggu jawaban dari ibu mertuanya. Kedua matanya menatap wajah Bu Aurora dengan tatapan mata yang dalam. "Nak, dokter bilang hal itu wajar karena proses pembusukan. Suamimu sebenarnya sudah
"Aaahhhh" Esmeralda berteriak keras saat ia mendengar suara ketukan dari jendela kaca mobilnya. Ia memejamkan kedua matanya untuk mengurangi perasaan takut di hatinya.Dug dug dug!Suara ketukan itu perlahan berubah menjadi gedoran, yang telah menyita perhatian dari Esmeralda.Wanita itu pun perlahan-lahan membuka kedua matanya.Ia bisa bernafas dengan lega saat ia mengetahui bahwa yang mengetuk kaca jendela mobilnya, bukanlah makhluk halus. Melainkan manusia biasa, sama seperti dirinya. Dan itu adalah Franky, mantan suaminya.Esmeralda gegas membuka kaca jendela mobilnya. Ia menatap wajah lelaki itu dengan sorot matanya yang tajam."Ada apa, mas?" Raut wajahnya terlihat jutek, sama seperti saat terakhir kali keduanya bertemu."Dek, kita bisa bicara sebentar nggak?" tanya lelaki itu dengan tatapan mata yang menyimpan harapan pada Esmeralda.Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat untuk berpikir dengan serius. Kedua alisnya tampak mengerut menatap wajah mant
Melihat pemandangan di depannya, membuat Bu Layla berteriak dengan histeris. Wanita itu merangkak untuk menghampiri tubuh suaminya yang terlihat tidak berdaya. Pak Khaled batuk berdarah, yang membuat Bu Layla semakin panik. "Bu, cepat bawa Xiena dan Xavier keluar dari rumah ini. Ajak juga putri kita, " ucapnya dengan suara yang lirih. Lelaki tua itu tampak sekarat. "Tapi kami harus ke mana Pak? " tanya Bu Layla dengan panik. Belum sempat Pak Khaled menjawab pertanyaan istrinya, ia yang melihat Esmeralda berjalan maju ke arahnya, berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit, melindungi anak dan istrinya. "Cepatlah pergi, bu! " ucapnya yang segera berdiri di hadapan Esmeralda. Sementara Pak Khaled mengalihkan perhatian hantu wanita itu, Bu Layla dan Camelia pergi meninggalkan kamar sambil membawa serta Xiena dan Xavier. Mereka berhasil keluar dari rumah itu. Sedangkan Pak Khaled mendapatkan serangan bertubi-tubi yang membuat lelaki tua itu semakin tidak berdaya. Pak Khaled yan
"Bu, coba lihat siapa yang datang? " ucap Pak Khaled memberikan perintah. Bu Layla tidak menyahut. Ia segera beranjak dari tempat duduk nya menuju ke pintu depan. Saat ia membuka pintu dengan perlahan, ia membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang pucat itu, benar-benar Esmeralda. Dia sudah pulang setelah hampir satu bulan menghilang tanpa jejak, dan juga tiada kabar. Bu Layla melongo. "Ini beneran kamu Esmeralda? " tanyanya hendak memastikan. Wanita itu diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya kosong. Ia tidak menyahut pertanyaan yang telah diajukan oleh Bu Layla. Tatapan matanya terlihat kosong. Ia berjalan masuk ke dalam, melewati Bu Layla yang masih terbengong memandangi punggung Esmeralda yang semakin jauh dari hadapannya. wanita itu menuju ke kamar si kembar. Bu Layla yang tersadar dari lamunannya, bergegas masuk ke dalam rumah. Pak Khaled yang semula terlihat f
Tok tok tokSuara ketukan nyaring telah menyita perhatian Pak Khaled, Bu Layla dan Camelia yang sedang bermain dengan Xavier dan Xiena di ruang keluarga. Ketiganya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. "Siapa ya yang datang? " tanya Pak Khaled yang terlihat penasaran. Camelia hanya angkat bahu, lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap wajah Xavier dan Xiena. Bu Layla yang menyadari bahwa dirinya yang harus membukakan pintu, segera beranjak dari tempat ia duduk. "Biar ibu saja yang buka, " ucapnya yang melenggang pergi menuju ke pintu depan. Raut wajah Bu Layla berubah saat ia melihat seseorang yang berada di balik pintu, yang telah mengetuk pintu rumahnya adalah Pak Clint. Sebuah senyuman tampak tercetak dengan jelas di bibirnya. "Pak Clint? Ada apa ya? Tumben sore-sore datang bertamu? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Pak Clint terdiam selama beberapa saat. Wajahnya tampak memperlihatkan raut kebingungan dan gelisah, membuat Bu Layla menyadari bahwa ada
Seluruh bulu kuduk nya mendadak merinding. Esmeralda cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit yang sebelumnya telah di beritahukan oleh Bi Masha lewat pesan singkat di aplikasi hijau. Setibanya di rumah sakit, Esmeralda segera turun dari mobil. Ia keluar dari halaman parkir menuju ke lobby rumah sakit. Ia menemui resepsionis yang berjaga di sana. "Permisi, mbak. Saya mau menjenguk pasien atas nama Bu Aurora yang katanya sedang kritis, " ucap Esmeralda dengan raut wajahnya yang terlihat serius. "Oh, Bu Aurora ya? dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum Daerah yang ada di seberang sana, Bu! Keadaannya semakin parah. kedua matanya terus mengeluarkan darah. "Mendengar penjelasan dari petugas rumah sakit yang berjaga, membuat Esmeralda termangu selama beberapa saat lamanya. Lamunan Esmeralda terberai saat ia mendengar suara dering ponsel yang berbunyi keras dari dalam tasnya. "Baik, mbak. Terimakasih infony
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu