"Ahhhh!!!!" Teriakan Ling terdengar sangat keras. Namun sayangnya tidak ada yang bisa mendengar karena ia hanya berada sendirian di rumah, dan tetangga kiri dan kanannya, jaraknya cukup jauh, sehingga mereka tidak mungkin mendengar suara teriakan itu. Ling terguling dari lantai atas, dan kepalanya mendarat di lantai yang terbuat dari keramik. Lelaki itu meringis menahan sakit sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Belum sempat ia bangkit, Ling dikejutkan dengan sosok anak genderuwo yang memiliki tubuh besar. Sosok itu menatapnya dengan penuh kemarahan, dengan menggunakan sorot matanya yang berwarna merah menyala. Terdengar samar, suara geraman makhluk itu, sambil mendengus, dan terus menatap Ling yang membuat lelaki itu ketakutan. Meskipun keadaan tubuhnya masih sakit, Ling berusaha bangkit. Dengan langkah yang sedikit diseret, Ling keluar dari rumahnya menuju ke garasi untuk mengambil mobil. Saat lelaki itu hendak membuka pintu mobil, ia baru teringat bahwa kunci mobi
"Sebenarnya ada apa, Bu?" tanya Esmeralda hendak memastikan. Ia sudah tidak bisa lagi menunggu ibunya berbicara. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar apa yang akan dikatakan oleh ibunya. Tatapan mata Esmeralda, menatap raut wajah ibunya dengan tatapan mata yang dalam. Bu Melisa memeluk tubuh putrinya yang semakin kebingungan. Wanita tua itu seolah ingin memberikan kekuatan pada putrinya. "Nak, suami kamu kecelakaan. Mobilnya masuk ke dalam jurang," ucapnya lirih yang mampu membuat kedua mata Esmeralda membelalak dengan lebar. "Apa?" Wanita itu hampir tidak percaya dengan apa yang telah disampaikan oleh ibunya. Ia gegas bangkit dari kursinya. Berhadapan secara langsung dengan ibunya, dan menatap semburat wajah yang tampak mulai menua itu dengan tatapan mata yang dalam. "Bagaimana keadaan Ling, Bu? Dia selamat, kan?" tanyanya hendak memastikan. Jantungnya berdetak dengan cepat, seolah ia tidak siap untuk mendengar berita buruk yang akan disampaikan oleh ibunya. "Ibu mertuamu bila
Lelaki bertubuh tinggi itu menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Baiklah, jika ibu sudah tenang, ibu bisa menghubungiku untuk mendengarkan surat wasiat yang telah dipercayakan pada saya," ujarnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama pada Esmeralda, yang segera meraihnya. Wanita itu menatap kosong secarik kertas yang memuat data lelaki itu, yang ia ketahui bernama Zilong. "Kalau begitu, saya permisi dulu," ujarnya berpamitan sebelum ia beranjak dari tempatnya, dan berlalu pergi meninggalkan Esmeralda yang masih termenung memandangi kartu nama yang telah diberikan padanya. Wanita itu mendengar suara pintu ruangan yang ditutup oleh seseorang, tanpa menoleh lagi. Pandangannya beralih menatap wajah pucat suaminya - Ling, yang masih tidak sadarkan diri."Ling, bangunlah! Aku tidak ingin mendengar surat wasiat yang kamu berikan. Sadarlah, Ling! Aku berjanji bahwa aku tidak akan pernah lagi meninggalkanmu sendirian," ujar wanita itu yang kembali terisak. Ia membenamkan wajahnya pada
"Bu, kamu baik-baik saja kan?" Security itu gegas membantu Esmeralda untuk berdiri. "Kenapa kamu mendorongku?" Tatapan mata Esmeralda terlihat tajam menatap wajah lelaki itu. "Maaf, Bu saya tidak sengaja. Saya hanya mengikuti prosedur yang berlaku," ucap Security itu dengan takut-takut. "Prosedur apa?" Nada suara Esmeralda mulai meninggi. Ia mulai merasa kesal pada security yang berdiri di hadapannya itu. Lelaki itu bungkam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh Esmeralda. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Terlihat jelas dari pancaran raut di wajahnya, lelaki itu sedikit merasa bersalah pada Esmeralda. "Kamu tahu tidak? Aku sedang hamil! Jika sampai terjadi apa-apa dengan janinku, kamu adalah orang pertama yang aku cari!" kecam wanita itu dengan nada yang sedikit mengancam. Kedua mata security itu tampak membelalak dengan lebar. Ia merasa terkejut mendengar pernyataan yang telah dilontarkan oleh Esmeralda. "Anu...." Ia tidak dapat berkata-kata. Keringat di
"Esme, bagaimana? Kita lepaskan saja alat-alat Ling? Dokter bilang, dia bahkan tidak bisa bernafas tanpa bantuan alat-alat rumah sakit," ujar Bu Aurora yang telah memberaikan lamunan Esmeralda. Wanita itu menarik nafas panjang, dan kembali menghembuskan secara perlahan. Dadanya terasa sesak ketika tidak ada pilihan lain selain merelakan suaminya pergi. "Jika tidak ada pilihan lain, apa lagi yang bisa kita perbuat, Bu?" sahut wanita itu dengan nada yang terdengar putus asa. Bu Aurora menyentuh bahu menantunya dengan lembut. Ia seolah bisa mengerti bagaimana perasaan wanita muda itu. "Ibu akan berbicara dengan dokter dulu, ya? Ibu masih belum memberikan jawaban pada dokter," ucap Bu Aurora yang segera beranjak dari hadapan Esmeralda. Ia berjalan menelusuri koridor rumah sakit menuju ke ruangan dokter. Sementara Esmeralda, tanpa ragu masuk ke dalam ruangan ICU. Ia berjalan menghampiri suaminya yang tidak akan mungkin bisa kembali sadar. Wanita itu duduk di samping pembaringan. Ia m
"Bu? Kenapa jenazah suamiku wajahnya membiru seperti ini? Apa ada yang salah dengan jenazahnya?" Esmeralda memekik, yang membuat perhatian para tetangganya yang datang untuk membacakan doa, tersita padanya. Bu Aurora seolah memberi kode pada menantunya itu dengan kedipan mata. Tapi Esmeralda tidak mengerti kode-kode yang telah diberikan oleh ibu mertuanya. Sehingga Bu Aurora segera beranjak dari tempat duduknya. Ia meraih tangan Esmeralda, dan menjauhkan menantunya dari jenazah putranya. "Apa yang terjadi dengan Ling, Bu?" tanya wanita itu hendak memastikan. Bu Aurora meletakkan jari telunjuknya pada bibir menantunya itu, saat keduanya telah berada di ruang keluarga. Ia seolah hendak memberikan isyarat pada Esmeralda untuk tutup mulut. "Ada apa, Bu?" tanya wanita itu yang seolah tidak sabar menunggu jawaban dari ibu mertuanya. Kedua matanya menatap wajah Bu Aurora dengan tatapan mata yang dalam. "Nak, dokter bilang hal itu wajar karena proses pembusukan. Suamimu sebenarnya sudah
"Aaahhhh" Esmeralda berteriak keras saat ia mendengar suara ketukan dari jendela kaca mobilnya. Ia memejamkan kedua matanya untuk mengurangi perasaan takut di hatinya.Dug dug dug!Suara ketukan itu perlahan berubah menjadi gedoran, yang telah menyita perhatian dari Esmeralda.Wanita itu pun perlahan-lahan membuka kedua matanya.Ia bisa bernafas dengan lega saat ia mengetahui bahwa yang mengetuk kaca jendela mobilnya, bukanlah makhluk halus. Melainkan manusia biasa, sama seperti dirinya. Dan itu adalah Franky, mantan suaminya.Esmeralda gegas membuka kaca jendela mobilnya. Ia menatap wajah lelaki itu dengan sorot matanya yang tajam."Ada apa, mas?" Raut wajahnya terlihat jutek, sama seperti saat terakhir kali keduanya bertemu."Dek, kita bisa bicara sebentar nggak?" tanya lelaki itu dengan tatapan mata yang menyimpan harapan pada Esmeralda.Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat untuk berpikir dengan serius. Kedua alisnya tampak mengerut menatap wajah mant
Krieeett!!!Suara derit pintu yang tiba-tiba terbuka, membuat Esmeralda terkejut setengah mati. Pandangannya segera beralih menatap ke pintu, yang dibaliknya terlihat ibunya berdiri menatap putrinya itu dengan sedikit kebingungan. "Kamu udah pulang, nak? Sejak kapan? Kok nggak langsung masuk, malah berdiri di depan pintu saja?" Serentetan pertanyaan segera dilayangkan oleh Bu Melisa, seolah tidak memberikan kesempatan untuk putrinya berbicara. "Aku baru saja sampai, Bu," sahut Esmeralda dengan suara yang terdengar datar. "Yuk masuk! Kamu belum makan kan? Pasti sudah sangat kelaparan. Ibu sudah masak makanan kesukaan kamu. Kamu makan yang banyak ya, supaya kamu dan bayi kamu sehat," ucap wanita itu lagi dengan panjang dan lebar sambil menggiring putrinya untuk masuk.Sebelum pintu ditutup, Esmeralda sempat menoleh. Kedua matanya membelalak dengan lebar saat ia melihat sosok hitam yang berada dibalik pohon sawo yang berada tidak jauh dari depan rumahnya. Bu Melisa segera menutup pin