Home / Romansa / Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia) / 1. Apa Hakku Melarangmu?

Share

Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)
Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)
Author: El Nurien

1. Apa Hakku Melarangmu?

Author: El Nurien
last update Last Updated: 2022-09-19 19:27:58

“Menurutmu Ummi bagaimana mengenai poligami?” 

Deg. Salwa merasakan debaran hebat di dadanya. Lebih dari itu, ia pun merasakan tubuhnya juga mulai bergetar. Ia tahu, bukan tanpa alasan suaminya bertanya demikian. Ia menenggelamkan kepalanya di dada bidang suaminya. Berharap gejolak dalam dirinya sedikit bisa tenang. 

“Tergantung niatnya. Jika untuk memuaskan nafsu, ini sangat tercela. Poligami bukan sekadar urusan perut. Lapar makan, lalu dibuang. Kalau hanya untuk urusan begini, apa bedanya kita dengan hewan?  Niat untuk agama pun, tentu harus dipikirkan matang-matang. Jika tidak mempunyai pondasi yang kuat, alih-laih memberi hidayah, malah kita yang tenggelam,” ucap Salwa panjang lebar. Bagai bendungan air yang baru saja dibukanya setelah sekian lama ia tutup. 

Terdengar napas berat Salman. Ia mengeratkan pelukannya di bahu Salwa. Sesaat ia mencium ubun-ubun istrinya. 

“Bagaimana menurutmu dengan Jamilah?”

***

Di dalam kamar mandi Salwa menumpahkan segala sesak yang terpendam seharian penuh. Air matanya langsung pecah begitu putri kecilnya terlelap. Ia berlari ke kamar mandi karena tidak ingin tangisannya didengar oleh putrinya. Ia menghidupkan shower guna menenggelamkan tangisannya sendiri. Di bawah shower dia meringkuk dengan terisak-isak. 

Hati wanita mana yang siap suaminya menikah lagi? Apalagi setelah perjuangan yang cukup panjang ia lakukan demi keutuhan rumah tangganya. Namun, apa kuasanya untuk menolak takdir? Apa haknya untuk melarang suaminya melakukan yang dibolehkan dalam agama? Terlebih jika memang suaminya melakukannya untuk agama.

“Aku hanya berharap bisa membantu Jamilah mendidik anak-anaknya. Alhamdulillah, jika keduanya bisa masuk pondok, menjadi generasi yang menghidupkan syariat Islam di muka bumi.”

Ia teringat ucapan Salmam malam itu. Indah nian cita-cita suaminya, tetapi mengapa sangat menyakitkan baginya. Ia seperti dihadapkan dua pilihan yang sulit. Andai ia melarang niat suaminya, bagaimana dengan Jamilah dan anak-anaknya? Egois sekali, jika ia memperturutkan perasaannya, lalu membiarkan orang lain hidup papa agama. Andai ada yang bisa disalahkan, dirinya  yang harus disalahkan karena selalu tidak bisa menolak kebaikan. 

“Terima kasih, Mi. Ummi memang bidadari surga” ucap Salman, waktu itu lalu menghadiahi sebuah kecupan di ubun-ubun.

Seringai senyum luka terbit di bibirnya. Air matanya terus mengalir bersamaan dengan guyuran air shower. 

Sesakit inikah untuk menjadi bidadari surga? Kenapa harus dihadapkan dengan pilihan surga? Jika mengabaikan, apakah itu artinya terjauh dari surga? 

Mengingat surga, ia teringat satu upayanya tiba-tiba berantakan. Satu fragmen kembali muncul, mengabaikan tubuhnya yang menggigil. 

Saat itu Salwa sedang murajaah sambil menemani anaknya yang sedang bermain bongkar pasang rumahan. Ia langsung menutup mushafnya begitu melihat suaminya keluar dari kamar mandi. 

“Teruskan saja, tidak apa,” ucap Salman sambil mengusap rambutnya dengan handuk kecil. 

“Nanti bisa dilanjutkan lagi,” sahutnya sambil mengambil alih handuk di tangan Salman. Dengan isyarat ia menyuruh Salman duduk di ujung ranjang. Ia langsung mengusap rambut hitam itu dengan pelan, seakan khawatir akan membuat rambut suaminya rontok. 

“Kalau sampai menghentikan bacaan Qur’anmu demi ini, kan tidak bagus juga. Seharusnya aku memberimu banyak ruang untuk  menjaga hafalanmu.”

“Tak apa. Semoga Allah menjaga hafalanku, berkat baktiku padamu.” 

“Aamiin.” Setelah dirasa kering, ia duduk di samping Salman. “Oh iya, Bi. Sekitar  dua bulan lagi akan ada tes hafalan 30 juz. Ummi terpikir untuk ikut. Gimana menurut Abi?”

“Ya, bagus. Aku mendukungmu.”

“Tapi ….”

Salman bertanya dengan mengangkat sebelah alis. 

“Mungkin banyak yang dikorbankan. Makanan untuk sementara kita beli masak saja. Rumah mungkin akan berantakan, juga pelayanan lainnya mungkin ….”

Salman merengkuh bahu istrinya. “Tidak apa. Maafkan Abi. Karena selama waktu Umi habis mengurus Abi dan Salsabila.”

“Tidak apa. Umi tidak menyesalkan itu. Tiba-tiba saja ingin mencoba ikutan tes. Semoga Allah, mudahkan."

“Amiin.

Salwa menggigit bibirnya, mencegah jeritan hatinya mengeluar melalui kedua bibirnya. Berapa besar perhatian Salman kepada perempuan itu, sehingga lupa istrinya yang sedang berjuang ikut seleksi tes hafalan 30 juz? Sekarang semuanya berantakan. Hari seleksi masih ada beberapa hari lagi, tapi tidak mungkin ia melanjutkan perjuangannya di tengah hati yang hancur berkeping.

Andai dalam ajaran Islam boleh tidak memaafkan, inilah yang tidak bisa dimaafkannya pada diri Salman. Mengumpulkan ayat demi ayat sebagai ibu rumah tangga bukanlah yang mudah. Butuh waktu delapan tahun ia baru bisa menyelesaikan setoran terakhirnya. Mengabaikan segala lelah di sela pengabdiannya sebagai seorang istri, ibu bahkan menantu.

Ia ingat jelas, bagaimana ia merawat ibu Salman yang sakit. Sebelah tangannya memijat kaki mertuanya, sedang sebelah lainnya memegang mushaf. Saat itu ia sedang berjuang tes 21 juz. Setelah menaiki tangga demi tangga, sekarang berantakan hanya karena keinginan suaminya. Andai boleh meminta keburukan, ia hanya  ingin tidak memaafkan suaminya. 

Kini pecahlah isakan yang terpendam. Ia biarkan jeritannya mengeluar. Memenuhi ruang kamar mandinya. Biarlah air dan kamar mandi yang menjadi saksi bisu jeritannya di malam ini. 

***

Di luar rumah seorang gadis berusia 16 tahun mondar mandir di depan pagar rumah Salwa. Hujan deras membuatnya tubuhnya semakin menggigil. Berkali-kali ia menggoncang gagang kunci pagar, tetapi tuan rumah tak kunjung keluar. Kembali ia menghidupkan layar ponsel dengan bernaungkan kain hoodienya yang telah basah. 

“Aku mohon, Tante. Bukalah!” air matanya kini luruh. Gadis yang suka membangkang ibunya itu kini putus asa. Ia tidak mungkin pulang ke rumah dengan kondisi basah kuyup. 

Sebelah bibirnya tersungging. Untuk apa pulang? Ia yakin, ibunya telah melupakannya malam ini. Mungkin untuk selamanya. 

“Hallo!” 

Mata gadis itu membelalak, melihat panggilannya yang terjawab. Secercah cahaya hadir dalam semangat hidupnya. “Tante, aku ..  di luar,” ucapnya dengan menggigil. 

“Hah? Apa kau bilang?” terdengar keterkejutan dari sang pemilik rumah. 

“Aku di luar, Tante! Buka pagarnya.”

“Tunggu-tunggu!” 

Panggilan tertutup. Lega menyusupi relung hati hati gadis itu. Anehnya, air matanya semakin mengalir deras. Sayangnya tidak ada yang tahu, perasaannya malam ini. Tertutup oleh derasnya hujan. 

Gadis itu tersenyum lebar, melihat seorang wanita tergopoh-gopoh membuka pintu. 

“Tante, pakai payung!” teriaknya. Wanita itu mengabaikan seruannya, dan terus saja berlari, lalu membuka pagar. “Kenapa tidak pakai payung, Tante? Tante jadi kehujanan."

“Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu hujan-hujanan begini?” Kepanikan membuat membuat wanita itu kesulitan memasukkan kunci. 

Air mata gadis terus saja mengalir. Terharu oleh kebaikan wanita yang dikenalnya hanya beberapa hari yang lalu. Padahal mungkin saja, ibunya kandung telah lupa melupakannya di malam ini. Bagaimana mungkin ibunya ingat padanya, di saat sedang asik mengecapnya manisnya madu asmara. 

Gadis itu langsung menubruk dan memeluk erat tubuh Salwa begitu pagar terbuka. 

“Aku takut sekali, Tante! Bagaimana jika Tante tidak membukakan pintu untukku?!” Tangis gadis itu semakin nyaring, tetapi tertelan suara guntur yang menggelegar. Sekilas cahaya putih memperlihatkan duka mereka pada semesta. 

“Haira, kita masuk dulu!” 

***

🌸🌸🌸

Terima kasih telah menemukan cerita ini.

Jangan lupa follow, subscribe, like, share dan berikan komentar terbaikmu supaya author semakin bersemangat menulis.

Terima kasih ♥️

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Prapti
sangat menarik untuk di baca
goodnovel comment avatar
Wahyudi
menarik untuk di baca
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   2. Kedatangan Tamu

    "Aku takut sekali, Tante! Bagaimana jika Tante tidak membukakan pintu untukku?!” Tangis gadis itu semakin nyaring, tetapi tertelan suara guntur yang menggelegar. Sekilas cahaya putih memperlihatkan duka mereka pada semesta. “Haira, kita masuk dulu!” ***Salwa membawa Haira ke kamar putrinya. Terlihat Salsabila tertidur pulas. Haira tersenyum melihat gadis kecil yang berusia 6 tahun itu. Melihat Salsabila ia teringat kecelakaan yang akhirnya mempertemukan mereka. Secara tiba-tiba saja ia langsung jatuh cinta pada Salwa. Saat itu ia marah pada ibunya karena ingin menikah lagi. Kehilangan seorang ayah sudah menjadi pukulan baginya. Haruskah ia kehilangan lagi seorang sosok ibu gara-gara ibunya jatuh cinta lagi? Dengan perasaan kalut ia mengendarai motor milik ibunya. Mau kemana? Ia pun tidak tahu. Tanpa direncana motornya melaju di daerah sekitar Siringan, salah satu taman kota yang menjadi tempat peristirahatan orang-orang di sela kejenuhan. Tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke

    Last Updated : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   3. Hidayah Di Tangan Allah

    Jamilah tersentak, dikejutkan oleh ketukan nyaring dan beruntun. Salman yang tidur di sampingnya ikut terkejut. “Ma! Haira hilang!”Mata Jamilah membelalak. Sesaat ia saling bersitatap dengan suaminya, lalu meloncat dari ranjang. “Jamilah, kenakan pakaianmu!” seru laki-laki yang baru saja menikahinya. Jamilah tersadar badannya tanpa mengenakan sehelai kain pun. Secepat kilat ia menyambar handuk piyama yang tergantung di dinding lalu mengenakannya sambil berjalan. Anak pertamanya mondar-mandir dengan telepon di ruang tengah dengan ponsel di telinga. “Bagaimana bisa hilang? Kapan kamu terakhir melihatnya?” tanya Jamilah sambil mengikat tali handuk piyamanya. “Seharusnya aku yang tanya sama Mama!” Haikal keburu menutup mulutnya begitu melihat ayah sambungnya berdiri di belakang ibunya. Ia mendekati ibunya. “Ma, aku tidak akan memaafkan Mama, kalau Haira kenapa-napa!” ancam Haikal dengan wajah berapi-api.Jamilah termundur. Hampir saja tubuhnya limbung andai tidak segera disangga su

    Last Updated : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   4. Rapuh

    Seketika cairan bening dari matanya menetes. [Saat ini hak istri barumu. Bersikaplah adill. Janganlah menghubungiku. Percayakan diriku dan Salsa pada Allah]***Mata Salwa membesar menyaksikan pemandangan indah di depan matanya. Haira gadis yang ia kenal pertama kali mengenakan hoodie dengan celana jeans pendek di atas paha telah berubah menjadi manis dan anggun. “Tante, jangan memandangku begitu! Aku kan jadi malu,” ucap Haira tersipu. Ia menunduk, menatap tubuhnya yang sekarang berbalut gamis milik Salwa dengan sedikit kepanjangan. “Kamu cantik sekali, Haira. Tante benar-benar kaget v dibuatmu.”Haira merengut. “Benar, Tante?! Menurut Tante, Haira cantikan mana dengan pakaian Haira biasanya?" Sesaat Salwa terdiam. Ia perlu waktu untuk memilah ucapan supaya tidak memaksakan kehendak, tetapi bisa menyentuh Haira “Selera orang berbeda, Haira. Kalau menurut Tante sih yang ini lebih cantik, anggun dan dewasa. Namun, satu hal yang ingin Tante sampaikan pada Haira. Allah yang memberi

    Last Updated : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   5. Mencari Surga Yang Lain

    Silmi menggeleng. “Hanya saja Salman surga dan nerakamu sekarang.”“Bagaimana jika aku melepaskan surga yang sekarang dan mencari surga yang lain?” “Astagfirullah …. Salwa, jangan coba berpikir tentang perceraian! Ana tidak akan bilang cerai itu perkara halal yang dibenci karena anti tau soal itu. Tapi pikirkan anak anti, Salsabila. Dia masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah.”Salwa menghempaskan napas. “Ana pun memikirkan itu. Tapi apa ana terus bisa bersikap baik pada Salman dengan kondisi hati yang sudah hancur? Ketidakharmonisan orang tua juga akan mempengaruhi perkembangan anak-anak.” Giliran Silmi yang menghempaskan napas. “Anti benar.” Sesaat keduanya sama-sama terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. “Bagaimana kalau anti fokuskan untuk mengobati hati anti? Siapa tahu itu membuat langkah anti sedikit lebih ringan.”“Mengobati hati? Silmi, luka yang diduakan itu berdarah-darah, membusuk bahkan bernanah. Setiap saat luka itu menguarkan aroma tidak nyaman sehing

    Last Updated : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   6. Pengendali Itu Pecah

    Jamilah terisak. “Aku cuma khawatir, Mas. Kalau mereka kenapa-napa, bagaimana?’ ia menenggelamkan kepalanya ke dada Salman. “Kita doakan saja, semoga Allah melindungi mereka.” *** Setelah Salman pulang, Jamilah segera menelpon Haikal agar menjemput adiknya. Ia langsung memukul bokong Haira begitu sampai di rumah. “Gadis nakal!" “Aaa ... sakit, Ma!” teriak Haira sambil berusaha menghindar dari ibunya. "Ke mana saja kamu berapa hari ini, ha? Tidak tahu malu!”Haikal langsung berlari menjauhkan adiknya dari ibu mereka. “Ma!”“Haikal, kamu jangan membela dia. Ini gara-gara kamu, dia jadi manja!” seru Jamilah, sambil berusaha menarik badan Haira, tetapi Haikal terus menghalanginya. “Tidak tahu malu?!” teriak Haira. “Bukannya Mama yang tidak malu, merebut suami orang?”“Haira, diam!” tegur Haikal.“Benar 'kan, Kak?! Mama menikah dengan laki-laki yang sudah berkeluarga 'kan? Apa itu tidak termasuk tidak malu?!” “Haira, umurmu sudah 16 tahun, seharusnya kamu bisa membedakan mana yang

    Last Updated : 2022-10-01
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   7. Serpihan Hati

    Salwa tersentak. Matanya membulat, menangkap sepasang manik yang menatapnya dengan cemas. Jemarinya Salman terangkat hendak mengusap wajahnya, tetapi refleks tangannya menampiknya. Sontak Salman terkejut, begitu juga dengan dirinya. “Maafkan aku,” ucapnya sambil berpaling. Lukanya kini kian bertambah. Seumur hidupnya berusaha menjadi wanita yang taat pada suaminya. Lalu tiba-tiba berani melawan merupakan musibah baginya. Yang membuatnya semakin terluka, kini ia mempunyai anggota tubuh yang kadang sulit dikendalikannya. Semua bermula karena cintanya telah hancur. Cinta pengendali segalanya. Perbedaan menjadi dapat dimaklumi. Cinta dapat meredam emosi. Cinta dapat menghilang kabut dalam rumah tangga. Cinta membuat semuanya membuat berat menjadi ringan. Kini, cinta itu telah berkeping. Ini hanya perkara bubur. Masih banyak perbedaan yang mereka miliki. Hanya seputar makanan. Ia tidak suka makanan beraroma, tetapi kesukaan Salman dan Salsa. Ke depannya, masih bisakah ia menyediakan me

    Last Updated : 2022-10-01
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   8. Orang Dari Masa Lalu

    Badannya kembali tertarik. Namun, kali ini Salman bukan mengunci badannya, melainkan kedua bibirnya. Tangannya berusaha mendorong dada Salman, tetapi dengan sigap Salman memegang sebelah tangannya. Seketika air matanya mengalir deras. Mengapa semuanya terasa menyakitkan? ‘Banyak bersyukur akan membuat hatimu sedikit lega dan ikhlas,’ ucapan Silmi kembali terngiang. Ia berusaha melenturkan dirinya. Memberontak tidak ada gunanya. Kenyataannya, Salman punya hak atas dirinya. Siapa sangka, di saat ia merelakan diri, Salman melepaskan ciumannya. Matanya terbuka. Jari jemari Salman mengusap wajahnya. “Maafkan aku. Aku janji tidak akan memaksamu.” Mulutnya tak berucap, bahkan air matanya pun seakan bekerjasama. Mengungkapkan segala rasa tanpa bunyi. “Aku telah melakukan banyak kesalahan dan mungkin tidak termaafkan. Namun, beri aku kesempatan untuk mengobati hatimu. Ya.” Salwa mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Salman. Salman kembali memajukan wajahnya, tetapi tubuhn

    Last Updated : 2022-10-02
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   9. Orang Dari Masa Lalu (B)

    “Sepertinya kamu sengaja menghindariku,” ucap Aditya setelah Salsabila dan Haira jauh dari mereka. “Maksudmu?” “Kemarin kamu tiba-tiba pulang, padahal katanya ingin bermalam di rumah ibumu. Tapi tiba-tiba sore sudah pulang.”“Kenapa aku harus menghindarimu?” tanya Salwa sambil mengambil botol minuman, lalu ingin meneguknya. Sayangnya, botol di tangannya sudah keburu direbut Aditya. “Kalau kamu tidak menghindariku, tidak seharusnya kamu pulang sore itu,” ucap Aditya sambil membuka segel botol dan penutupnya, lalu menyerahkannya pada Salwa. “Padahal jelas-jelas Salsa bilang padaku ingin bermalam.” Salwa hanya menatap botol itu, tanpa minat untuk mengambil kembali. Aditya kembali menggerakkan botol minuman itu, “Salwa, aku tahu diri kok, kalau kamu sudah menikah. Selama kamu bahagia, aku juga bahagia. Aku tidak akan mengganggumu.”Salwa tertegun. Ia bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan Aditya, seandainya tahu masalah yang dihadapinya?Ia teringat mengapa ia pulang ke rumah ibunya,

    Last Updated : 2022-10-02

Latest chapter

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   111. Ektra Part (2)

    “Memang Sanad nggak punya cinta? Dia sudah punya istri,” bantah Salwa.“Kalau orang memerhatikan, Sanad itu pria dingin banget," ucap Anita.“Di perusahaan, semua orang tahu, kalau hubungan suami istri mereka hanya seperti ikatan profesionalisme saja,” imbuh Bayu.“Malah aku melihat tatapan Sanad lebih berwarna ke Tera dan putranya dibanding Hayati.” Anita menimpali. “Aku tidak memerhatikan itu. Tapi kalau dilihat kondisi Evan, wajarlah jika Sanad menaruh perhatian pada Tera," sambung Salwa.“Di perusahaan Sanad itu seperti apa, Bayu?” tanya Aditya ke Bayu. “Secara persen saham punyaku lebih tinggi, tapi dia cukup berpengaruh. Tidak ada yang bisa mengabaikan atau membantah pendapatnya kecuali aku. Itu pun karena sahamku lebih tinggi. Coba saja kalau tinggi dia sedikit saja, habislah aku.”Seketika di ruangan itu tertawa. “Tapi jangan khawatir, aku sa

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   110. Ekstra Part

    Kalau memang jodoh, langkah sejauh apapun akan bertemu kembali.***“Ops.” Bayu datang bersama Anita. Aditya menarik diri. Salwa tak kuasa mencegah wajahnya untuk tidak merona. “Kalau masuk ketuk dulu, atau salam kek,” gerutu Aditya, sambil duduk ke sofa.Bayu hanya memasang wajah nyengir. Ia meletakkan kantong kertas, lalu duduk di samping Aditya. Anita menyerahkan buket bunga kepada Salwa. “Selamat ya.”"Terima kasih, Nit."“Sama-sama. Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Anita sambil menduduki kursi di samping ranjang Salwa. “Alhamdulillah. Terima kasih, Nit,” ucap Salwa sambil menciumi aroma bunga. “Kenapa terlihat kaku sekali?” protes Anita. Salwa tertawa. “Bukan begitu. Kalau diberi, harus berterima kasih, meski kepada orang terdekat.”Anita tersenyum tipis. “Kalian sudah mengalami hari-hari berat. Refreshinglah. Apa perlu kita liburan bareng?” Anita memutar badannya ke arah Bayu dan Aditya. “Kalian ada usul. Ke mana?

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   109. Ending (3)

    Seketika tubuhnya limbung. *** “Bagaimana keadaan Haikal?” Aditya mencubit pipinya geram, sampai meringis. “Aku sangat mengkhawatirkanmu, tapi Haikal yang pertama kali kamu tanyakan setelah sadar!”“Bagaimana keadaan Haikal?” desak Salwa. Aditya mengembuskan napasnya. Ia memasang wajah kecewa. Namun, Salwa semakin panik dibuatnya.“Bagaimana keadaannya?”Tanpa suara ia mengambil ponselnya di atas nakas. Ia menyentuh ikon aplikasi warna hijau dan melakukan panggilan video di sebuah nama. Ia menyerahkan ponsel itu ke Salwa.Mata Salwa membelalak. Penuh tanya, tapi Aditya enggan menjawab. “Assalamu ‘alaikum. Hallo, Tante!” Wajah Haira menghiasi layar ponsel.“Wa alaikum salam warahmatullah. Haira, bagaimana keadaan Haikal?” “Alhamdulillah baik, Tante.” Haira mengalihkan ponselnya hingga muncul wajah Haik

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   108. Ending (2)

    Zaid mengangguk. “Iya, kan?! Kamu juga pasti ingin selalu bersamanya sampai di akhirat kelak?!”***Dari start setelah subuh sampai zuhur, Salwa memperoleh bacaan 16 juz, setelah salat Juhur serta makan siang, ia kembali memulai bacaannya dan berhasil mendapatkan 5 juz. Ia tidak menyangka kalau bacaannya bisa selancar itu. Karena dari dulu, ia tak kunjung berhasil mengkhatamkan setoran, kecuali secara berkala per tiga juz. Ia mulai menghafal setelah hijrah. Tadinya menghafal hanyalah sebagai bekal, setidak di juz 30. Siapa sangka, menghafal menjadi candu baginya, sampai akhirnya menikah. Semangatnya bertambah berkat dukungan Salman, tetapi pada saat yang bersamaan banyak rintangan yang dihadapinya.Hafalan bubar, sudah menjadi makanannya selama berproses menghafal sebagai ibu rumah tangga. Satu hal yang disyukuri dalam dirinya, ada rasa memiliki hafalan itu, sehingga selalu ia sempatkan mengulang. Sampai saatnya berani berkeinginan ikutan tes di pondok. Sayangnya, saat usahanya habi

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   107. Ending

    “Tapi …?”“Aku tidak tega meninggalkanmu.” Ia meletakkan kepalanya di bahu Aditya.Aditya mencebik. “Tidak tega meninggalkanku atau tak kuasa meninggalkanku?” goda Aditya. Salwa merasakan wajahnya menghangat. “Mungkin dua-duanya.”Aditya tersenyum bangga. “Kalau begitu istirahatlah lebih awal. Supaya besok kamu lebih fit.”Mendadak wajah Salwa merengut. Aditya mencubit pipinya. “Jangan mengujiku. Aku pun ingin malam ini menjadi malam panjang, karena besok aku akan tidur sendiri, tapi bagiku kesehatanmu lebih penting.”Salwa terdiam. Memainkan bibir, entah apa yang dipikirkannya. Aditya memegang bahu Salwa, hingga perempuan itu berdiri. Ia mengangkat tubuh Salwa, lalu meletakkan di atas ranjang. “Tidurlah. Aku ingin melihat wajahmu lebih lama,” ucap Aditya setelah merapikan selimut di badan Salwa. “Peluk aku!” rengek Salwa. Aditya terkekeh.

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   106. Pengorbananmu Takkan Sia-sia (2)

    Salwa tersenyum. Ia menggaet lengan Aditya, menyandarkan kepala ke bahu, lalu memejamkan mata.*** Salwa tak kuasa menahan tangis, melihat Haikal yang tak sadarkan diri di ruang ICU yang hanya bisa ia lihat lewat  kaca. Berbagai selang yang tidak diketahui Salwa namanya, bergelayutan di badan Haikal. “Jangan dilihat kalau membuatmu tidak kuat,” ucap Aditya setelah menelungkupkan wajah Salwa ke bahunya.“Ini gara-gara aku,” isaknya.“Tidak ada yang bisa disalahkan dari kejadian ini. Aku yakin, ia melakukannya dengan suka rela, jadi kamu harus kuat sebagai bentuk terima kasih padanya.”Salwa beralih kepada Jamilah yang duduk di bangku panjang ruang tunggu. Salman yang duduk di samping, terus memberikan dukungan kepada Jamilah. “Maafkan aku,” ucap Salwa tanpa berani mengangkat wajah. “Aku tau, permohonan maaf, tidak bisa membalikkan keadaan, tapi aku tidak tahu lagi melakukan apa selain

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   105. Pengorbananmu Takkan Sia-sia

    "Jagalah diri baik-baik. Jika kanu terluka, aku pun ikut terluka."~Aditya~***“Ya, Hallo!” Aditya menjauh dari jalanan. Namun, ketika sudah terlanjur jauh, barulah ia menyadari. Ia menatap panggilan di layar ponselnya tanpa nama. Ini jebakan.Decit mobil terdengar jelas. “WA, AWAS!” Teriaknya sambil berlari mendekati Salwa.***Dari kejauhan Danum menatap nanar. Inilah kesempatannya, setelah sekian lama ia menunggu. Selama mengintai, hatinya terus tergerus luka. Ia melihat jelas perhatian Aditya semakin membesar terhadap perempuan yang hanya tinggal beberapa meter dengannya. Kini ia tidak peduli lagi hari esok. Baginya sekarang menuntaskan rasa sakit hati yang terlanjur berdarah-darah.“Meski aku tidak bisa lagi memilikinya, setidaknya kamu juga tidak boleh memilikinya. Meski kita harus mati bersama.”Ia mengambil ponselnya, lalu melakukan panggilan dengan nomor yang baru saja dibelinya. “Hallo!” Ia hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas. Matanya terus menatap nanar mangsa di

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   104. Caraku Melindungimu (2)

    Di balik pintu kamar Salman memegang dadanya yang terasa nyeri. Waktu telah berlalu, tetapi ia masih belum bisa membuang perasaannya pada ibu dari anaknya. *** Salwa sedikit tersentak, ketika bangun tidak mendapati Aditya di sampingnya. Ia memasang telinga, barangkali ada bunyi dari dalam kamar kecil, kenyataannya nihil. Ia keluar kamarnya, terlihat lampu sudah menyala di mushola kecil mereka. Ia melangkah pelan hingga sampai ke tempat yang dituju. Terlihat Aditya sedang bersujud. “Masya Allah,” batinnya. Seumur pernikahan, baru kali ini Aditya bangun sendiri untuk salat Tahajud. Ia berbalik ke kamar, bergegas ke kamar kecil, berwudu, mengenakan mukena, lalu duduk di belakang Aditya. Sesaat Aditya terkesiap melihatnya setelah salam. “Sudah bangun?” tanya Aditya.Salwa mengangguk. “Masih ingin salat kan? Kita berjamaah ya!” “Sayang sekali, aku ingin berdoa.”

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   103. Caraku Melindungimu

    Setelah selesai salat Isya orang-orang berpencar. Aditya bergegas turun setelah melihat orang yang diperhatikannya sejak tadi telah keluar masjid. “Assalamu ‘alaikum,” ucap Aditya. Laki-laki itu berpaling. “Wa ‘alaikum salam.” Sesaat Aditya terpana dengan penampilan laki-laki itu. Wajah putih bersih, sedikit cambang di dagu membuatnya terlihat lebih berwibawa. Pembawaan sifat tawadhu membuat laki-laki itu terlihat semakin sempurna di matanya. “Anda …?” Aditya mengulurkan tangannya. “Saya Aditya, suami Salwa. Kita pernah bertemu di acara pernikahan kami kemarin di Nagara.”“Oh iya ya. Saya baru ingat.” Laki-laki itu menyambut tangan Aditya. “Saya Zaid. Istri kita dua sahabat, tapi baru sekarang kita bisa bertegur sapa.”“Maafkan saya. Kalian menyempatkan diri datang ke Nagara, sedang baru sekarang saya menyempatkan diri menyapa. Saya minta maaf.”Zaid tertawa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status