Share

2. Kedatangan Tamu

Penulis: El Nurien
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-19 19:28:45

"Aku takut sekali, Tante! Bagaimana jika Tante tidak membukakan pintu untukku?!” 

Tangis gadis itu semakin nyaring, tetapi tertelan suara guntur yang menggelegar. Sekilas cahaya putih memperlihatkan duka mereka pada semesta. 

“Haira, kita masuk dulu!” 

***

Salwa membawa Haira ke kamar putrinya. Terlihat Salsabila tertidur pulas. Haira tersenyum melihat gadis kecil yang berusia 6 tahun itu. Melihat Salsabila ia teringat kecelakaan yang akhirnya mempertemukan mereka. Secara tiba-tiba saja ia langsung jatuh cinta pada Salwa. 

Saat itu ia marah pada ibunya karena ingin menikah lagi. Kehilangan seorang ayah sudah menjadi pukulan baginya. Haruskah ia kehilangan lagi seorang sosok ibu gara-gara ibunya jatuh cinta lagi? 

Dengan perasaan kalut ia mengendarai motor milik ibunya. Mau kemana? Ia pun tidak tahu. Tanpa direncana motornya melaju di daerah sekitar Siringan, salah satu taman kota yang menjadi tempat peristirahatan orang-orang di sela kejenuhan. Tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arah tengah jalan. Haira panik. Klakson motornya yang melengking menyadarkan sang ibu. Sang ibu langsung mengejar putrinya.

Motor Haira yang semakin mendekat membuat Salwa panik. Saat itu yang terpikirkan di kepalanya hanyalah menyelamatkan putrinya. Ia menenggelamkan putrinya dalam dekapan sambil memejamkan mata. Memasrahkan diri atas keputusan Allah. Ia hanya berharap putrinya selamat, selalu bahagia dan memiliki umur panjang. 

Anehnya, tidak ada satu benda pun yang menyentuh tubuhnya. Bahkan deru motor kini telah hilang. Salwa membuka matanya. Ia berbalik, di depannya seorang gadis mengendarai sebuah motor dengan napas tersengal-sengal. Gadis itu sepertinya masih syok. 

Salwa bergegas mendekati gadis itu dengan menuntun tangan putrinya. 

“Adik tidak papa 'kan?” tanya Salwa cemas. 

Haira masih tak kuasa bersuara. 

“Maafkan saya karena telah lalai menjaga anak. Maafkan saya.”

Haira masih tidak bersuara. Napasnya masih tidak beraturan. Dadanya masih kembang kempis. Seorang bapak tua mendekati mereka. 

“Menepi dulu, Nak. Tenangkan dirimu!” 

Salwa menarik putrinya ke pinggir, lalu mendudukkannya ke trotoar taman. “Salsa duduk di sini, ya.”

Salwa segera beralih ke Haira. Ia menarik tangan Haira, hingga gadis mulai tersadar dan mau turun dari kendaraan. Bapak tua di dekat mereka langsung mengambil alih motor itu, lalu menepikan ke pinggir jalan. 

Haira telah duduk di samping Salsabila. Ia masih belum bersuara. Salwa berinisiatif mencarikan minuman untuknya. 

“Salsa, temanin Kakak ya. Umi mau cari minuman dulu!” 

Salwa langsung berlari ke seberang, begitu putrinya mengangguk. Tak lama Salwa sudah  balik membawa air mineral botol yang dingin. Ia menyerahkan kepada Haira setelah membuka penutupnya. 

“Minumlah, Dik. Barangkali membuatmu sedikit lebih nyaman.” 

Dengan pelan Haira mengangkat tanganya, tanpa beralih memandang wajah cemas Salwa. 

Sejak itulah ia mulai mengenal Salwa dan Salsabila. Komunikasi mereka hanyalah lewat chat atau media social. Anehnya, di saat dia putus asa yang teringat di benaknya hanyalah Salwa. 

“Ini handuknya.” Suara Salwa memecah lamunannya. “Mandi ke kamarku saja. Di sana ada air hangatnya.”

Haira mengangguk. Tiba-tiba matanya tertuju pada mata Salwa yang bengkak. 

“Mata Tante kenapa? Tante nangis? Gara-gara Haira, ya? Apa karena Tante kehujanan tadi?” tanya Haira dengan panik. 

Salwa tertawa. Seiris silet menyayat hatinya. Yang mengetahui keadaannya malam ini adalah gadis yang dikenalnya hanya beberapa hari yang lalu. 

“Mandilah! Semoga kamu tidak jatuh sakit. Lihatlah bibirmu, membiru begitu. Berapa lama kamu di luar?” 

***

Salwa tersenyum melihat Haira yang makan sangat lahap. Sepertinya anak itu sangat kelaparan. Sesaat ia merasa terhibur dengan kehadiran Haira. Tadinya ia sangat menyesali, mengapa memasak begitu banyak, padahal tahu Salman tidak akan pulang ke rumahnya malam ini. Rupanya apa yang telah dilakukannya, telah Allah siapkan untuk Haira. 

“Kenapa, Tante memandang saya begitu?” tanya Haira dengan mulut masih penuh.  

“Senang melihatmu makan sangat lahap. Tadinya, Tante berpikir mau diapakan makanan ini?” 

Haira menelan makanan. Ia mengambil gelas berisi air lalu mengukkan. Terdengar bunyi dari tenggorokan. 

“Pelan-pelan!” Salwa mengingatkan. 

Haira tersenyum sipu. “Melihat makanan ini, tiba-tiba perut saya jadi lapar sekali, Tante,” ucapnya setelah mulutnya telah kosong. 

Salwa tersenyum. “Kamu keberkahan buat nanti malam ini. Makanlah. Kamu tidur bersama Salsabila malam ini, ya.”

Haira mengangguk. Lagi-lagi Salwa hanya bisa memberikan senyuman. Banyak pertanyaan bergilir di benaknya, tetapi ia urung menanyakan, khawatir merusak selera makan Haira. Mengapa gadis itu sampai ke sini? Apa yang terjadi? Apakah gadis ini tidak mempunyai orang tua? Jika ada, apakah orang tuanya tidak mengkhawatirkannya? Jika tidak ada, dengan siapa selama ini ia tinggal? 

Salwa teringat motor yang dikendarai Haira waktu awal pertemuan mereka beberapa hari yang silam. Ia menduga, Haira berasal dari keluarga yang berada. 

***

Haira mengerjapkan matanya. sebuah sentuhan lembut menyapa lengannya. Wajah seorang wanita mengenakan mukena dengan gadis kecil yang terlihat di indra penglihatannya. 

“Assalamu alaikum, Kak,” ucap Salsabila. 

“Wa alaikum salam,” sahut Haira sambil duduk dengan tangan mengucek matanya. 

Salwa duduk di tepi ranjang, lalu mendudukkan putrinya di dekat Haira. “Salsabila sangat senang melihatmu.”

“Dia tidak kaget, Tante? Tiba-tiba ada orang asing di sampingnya.”

“Sempat kaget, nangis malah, tapi langsung diam begitu mengenalmu. Aku bilang, mulai sekarang, Salsabila punya kakak. Dia senang sekali.”

“Kakak!” salsabila mengulurkan tangannya yang langsung disambut Haira. 

“Adik,” jawab Haira dengan canggung. Sesaat mereka tertawa. 

“Kakak, sebentar lagi salat Subuh. Kakak Salat kan?” tanya Salsabila dengan mimik polos. 

Haira terdiam. Salwa mengerutkan sebelah keningnya, begitu melihat perubahan air muka Haira. “Ada apa?”

“Saya sudah lama tidak salat, Tante. Bacaannya banyak lupa. Apa boleh salat seperti itu?” 

Sesaat Salwa terkesiap. Ia mulai memahami mengapa Salman ingin menikahi Jamilah. Terhadap Haira yang masih asing saja hatinya terasa sedih, bagaimana dengan Salman sebagai teman lama?

Salwa mencoba mengukir senyum. “Tidak apa, Haira. Salat Fardu lima kali sehari itu kewajiban kita sebagai umat muslim. Masalah bacaan, Haira bisa belajar pelan-pelan. Untuk subuh ini, kita salat berjamaah, gimana?”

Haira langsung tersenyum riang. Reflex ia memegang kedua tangan Salwa, “Boleh, Tante? Haira mau.”

Salwa pun merasakan kebahagiaan yang meluap-luap begitu melihat reaksi Haira. “Kalau begitu, kamu siap-siaplah. Aku tunggu di ruang musholla.”

Haira mengangguk. 

“Salsabila mau ikut ibu, atau nunggu Kakak?” tanya Salwa pada putrinya. 

“Salsa nunggu Kakak di sini.”

“Baiklah, kalau begitu. Ummi keluar ya?” 

Gadis cilik itu mengangguk.

*** 

Jamilah tersentak, dikejutkan oleh ketukan nyaring dan beruntun. Salman yang tidur di sampingnya ikut terkejut. 

“Ma! Haira hilang!” 

🌸🌸🌸

Terima kasih telah menemukan cerita ini.

Jangan lupa follow, subscribe, like, share dan berikan komentar terbaikmu supaya author semakin bersemangat menulis.

Terima kasih ♥️

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Prapti
haira gadis yg sangat baik
goodnovel comment avatar
Wahyudi
haira gadis yang baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   3. Hidayah Di Tangan Allah

    Jamilah tersentak, dikejutkan oleh ketukan nyaring dan beruntun. Salman yang tidur di sampingnya ikut terkejut. “Ma! Haira hilang!”Mata Jamilah membelalak. Sesaat ia saling bersitatap dengan suaminya, lalu meloncat dari ranjang. “Jamilah, kenakan pakaianmu!” seru laki-laki yang baru saja menikahinya. Jamilah tersadar badannya tanpa mengenakan sehelai kain pun. Secepat kilat ia menyambar handuk piyama yang tergantung di dinding lalu mengenakannya sambil berjalan. Anak pertamanya mondar-mandir dengan telepon di ruang tengah dengan ponsel di telinga. “Bagaimana bisa hilang? Kapan kamu terakhir melihatnya?” tanya Jamilah sambil mengikat tali handuk piyamanya. “Seharusnya aku yang tanya sama Mama!” Haikal keburu menutup mulutnya begitu melihat ayah sambungnya berdiri di belakang ibunya. Ia mendekati ibunya. “Ma, aku tidak akan memaafkan Mama, kalau Haira kenapa-napa!” ancam Haikal dengan wajah berapi-api.Jamilah termundur. Hampir saja tubuhnya limbung andai tidak segera disangga su

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   4. Rapuh

    Seketika cairan bening dari matanya menetes. [Saat ini hak istri barumu. Bersikaplah adill. Janganlah menghubungiku. Percayakan diriku dan Salsa pada Allah]***Mata Salwa membesar menyaksikan pemandangan indah di depan matanya. Haira gadis yang ia kenal pertama kali mengenakan hoodie dengan celana jeans pendek di atas paha telah berubah menjadi manis dan anggun. “Tante, jangan memandangku begitu! Aku kan jadi malu,” ucap Haira tersipu. Ia menunduk, menatap tubuhnya yang sekarang berbalut gamis milik Salwa dengan sedikit kepanjangan. “Kamu cantik sekali, Haira. Tante benar-benar kaget v dibuatmu.”Haira merengut. “Benar, Tante?! Menurut Tante, Haira cantikan mana dengan pakaian Haira biasanya?" Sesaat Salwa terdiam. Ia perlu waktu untuk memilah ucapan supaya tidak memaksakan kehendak, tetapi bisa menyentuh Haira “Selera orang berbeda, Haira. Kalau menurut Tante sih yang ini lebih cantik, anggun dan dewasa. Namun, satu hal yang ingin Tante sampaikan pada Haira. Allah yang memberi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   5. Mencari Surga Yang Lain

    Silmi menggeleng. “Hanya saja Salman surga dan nerakamu sekarang.”“Bagaimana jika aku melepaskan surga yang sekarang dan mencari surga yang lain?” “Astagfirullah …. Salwa, jangan coba berpikir tentang perceraian! Ana tidak akan bilang cerai itu perkara halal yang dibenci karena anti tau soal itu. Tapi pikirkan anak anti, Salsabila. Dia masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah.”Salwa menghempaskan napas. “Ana pun memikirkan itu. Tapi apa ana terus bisa bersikap baik pada Salman dengan kondisi hati yang sudah hancur? Ketidakharmonisan orang tua juga akan mempengaruhi perkembangan anak-anak.” Giliran Silmi yang menghempaskan napas. “Anti benar.” Sesaat keduanya sama-sama terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. “Bagaimana kalau anti fokuskan untuk mengobati hati anti? Siapa tahu itu membuat langkah anti sedikit lebih ringan.”“Mengobati hati? Silmi, luka yang diduakan itu berdarah-darah, membusuk bahkan bernanah. Setiap saat luka itu menguarkan aroma tidak nyaman sehing

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   6. Pengendali Itu Pecah

    Jamilah terisak. “Aku cuma khawatir, Mas. Kalau mereka kenapa-napa, bagaimana?’ ia menenggelamkan kepalanya ke dada Salman. “Kita doakan saja, semoga Allah melindungi mereka.” *** Setelah Salman pulang, Jamilah segera menelpon Haikal agar menjemput adiknya. Ia langsung memukul bokong Haira begitu sampai di rumah. “Gadis nakal!" “Aaa ... sakit, Ma!” teriak Haira sambil berusaha menghindar dari ibunya. "Ke mana saja kamu berapa hari ini, ha? Tidak tahu malu!”Haikal langsung berlari menjauhkan adiknya dari ibu mereka. “Ma!”“Haikal, kamu jangan membela dia. Ini gara-gara kamu, dia jadi manja!” seru Jamilah, sambil berusaha menarik badan Haira, tetapi Haikal terus menghalanginya. “Tidak tahu malu?!” teriak Haira. “Bukannya Mama yang tidak malu, merebut suami orang?”“Haira, diam!” tegur Haikal.“Benar 'kan, Kak?! Mama menikah dengan laki-laki yang sudah berkeluarga 'kan? Apa itu tidak termasuk tidak malu?!” “Haira, umurmu sudah 16 tahun, seharusnya kamu bisa membedakan mana yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   7. Serpihan Hati

    Salwa tersentak. Matanya membulat, menangkap sepasang manik yang menatapnya dengan cemas. Jemarinya Salman terangkat hendak mengusap wajahnya, tetapi refleks tangannya menampiknya. Sontak Salman terkejut, begitu juga dengan dirinya. “Maafkan aku,” ucapnya sambil berpaling. Lukanya kini kian bertambah. Seumur hidupnya berusaha menjadi wanita yang taat pada suaminya. Lalu tiba-tiba berani melawan merupakan musibah baginya. Yang membuatnya semakin terluka, kini ia mempunyai anggota tubuh yang kadang sulit dikendalikannya. Semua bermula karena cintanya telah hancur. Cinta pengendali segalanya. Perbedaan menjadi dapat dimaklumi. Cinta dapat meredam emosi. Cinta dapat menghilang kabut dalam rumah tangga. Cinta membuat semuanya membuat berat menjadi ringan. Kini, cinta itu telah berkeping. Ini hanya perkara bubur. Masih banyak perbedaan yang mereka miliki. Hanya seputar makanan. Ia tidak suka makanan beraroma, tetapi kesukaan Salman dan Salsa. Ke depannya, masih bisakah ia menyediakan me

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   8. Orang Dari Masa Lalu

    Badannya kembali tertarik. Namun, kali ini Salman bukan mengunci badannya, melainkan kedua bibirnya. Tangannya berusaha mendorong dada Salman, tetapi dengan sigap Salman memegang sebelah tangannya. Seketika air matanya mengalir deras. Mengapa semuanya terasa menyakitkan? ‘Banyak bersyukur akan membuat hatimu sedikit lega dan ikhlas,’ ucapan Silmi kembali terngiang. Ia berusaha melenturkan dirinya. Memberontak tidak ada gunanya. Kenyataannya, Salman punya hak atas dirinya. Siapa sangka, di saat ia merelakan diri, Salman melepaskan ciumannya. Matanya terbuka. Jari jemari Salman mengusap wajahnya. “Maafkan aku. Aku janji tidak akan memaksamu.” Mulutnya tak berucap, bahkan air matanya pun seakan bekerjasama. Mengungkapkan segala rasa tanpa bunyi. “Aku telah melakukan banyak kesalahan dan mungkin tidak termaafkan. Namun, beri aku kesempatan untuk mengobati hatimu. Ya.” Salwa mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Salman. Salman kembali memajukan wajahnya, tetapi tubuhn

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-02
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   9. Orang Dari Masa Lalu (B)

    “Sepertinya kamu sengaja menghindariku,” ucap Aditya setelah Salsabila dan Haira jauh dari mereka. “Maksudmu?” “Kemarin kamu tiba-tiba pulang, padahal katanya ingin bermalam di rumah ibumu. Tapi tiba-tiba sore sudah pulang.”“Kenapa aku harus menghindarimu?” tanya Salwa sambil mengambil botol minuman, lalu ingin meneguknya. Sayangnya, botol di tangannya sudah keburu direbut Aditya. “Kalau kamu tidak menghindariku, tidak seharusnya kamu pulang sore itu,” ucap Aditya sambil membuka segel botol dan penutupnya, lalu menyerahkannya pada Salwa. “Padahal jelas-jelas Salsa bilang padaku ingin bermalam.” Salwa hanya menatap botol itu, tanpa minat untuk mengambil kembali. Aditya kembali menggerakkan botol minuman itu, “Salwa, aku tahu diri kok, kalau kamu sudah menikah. Selama kamu bahagia, aku juga bahagia. Aku tidak akan mengganggumu.”Salwa tertegun. Ia bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan Aditya, seandainya tahu masalah yang dihadapinya?Ia teringat mengapa ia pulang ke rumah ibunya,

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-02
  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   10. Sebuah Rasa

    Haira tersenyum mencebik melihat wajah ibunya. “Apaan sih, Mama. Aku sudah memutuskan masuk di pondok mana." “Tapi dari mana kamu tahu informasi pondok itu?” tanya Jamilah cemas.“Ada deh,” jawab Haira cuek. Ia mengambil remote televisi dari tangan Haikal. “Tapi sebagai orang tua, kami harus tahu dan melihat langsung pondok itu, sebelum kamu mendaftar ke sana. Kami harus memastikan kamu nyaman di pondok itu.”“Ada orang yang aku kenal di sana, Ma. Dia baik. Aku juga pernah ke sana. Aku menyukainya, jadi Mama nggak usah khawatir. Selain itu, aku ga mau Mama ke sana.”Jamilah tersentak dengan ucapan Haira yang terakhir. “Berita Mama kawin dengan suami orang sudah tersebar di sekolahku, aku tidak ingin juga menyebar ke pondok. Cukup Kak Haikal yang jadi waliku.”Jamilah menatap Salman untuk meminta pendapatnya. Salman hanya membalasnya dengan anggukan. “Baiklah, jika itu maumu. Meski sedih, Mama menurut saja. Mama percayakan itu pada Haikal. Semoga kamu betah di sana. Almarhum Papa p

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-02

Bab terbaru

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   111. Ektra Part (2)

    “Memang Sanad nggak punya cinta? Dia sudah punya istri,” bantah Salwa.“Kalau orang memerhatikan, Sanad itu pria dingin banget," ucap Anita.“Di perusahaan, semua orang tahu, kalau hubungan suami istri mereka hanya seperti ikatan profesionalisme saja,” imbuh Bayu.“Malah aku melihat tatapan Sanad lebih berwarna ke Tera dan putranya dibanding Hayati.” Anita menimpali. “Aku tidak memerhatikan itu. Tapi kalau dilihat kondisi Evan, wajarlah jika Sanad menaruh perhatian pada Tera," sambung Salwa.“Di perusahaan Sanad itu seperti apa, Bayu?” tanya Aditya ke Bayu. “Secara persen saham punyaku lebih tinggi, tapi dia cukup berpengaruh. Tidak ada yang bisa mengabaikan atau membantah pendapatnya kecuali aku. Itu pun karena sahamku lebih tinggi. Coba saja kalau tinggi dia sedikit saja, habislah aku.”Seketika di ruangan itu tertawa. “Tapi jangan khawatir, aku sa

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   110. Ekstra Part

    Kalau memang jodoh, langkah sejauh apapun akan bertemu kembali.***“Ops.” Bayu datang bersama Anita. Aditya menarik diri. Salwa tak kuasa mencegah wajahnya untuk tidak merona. “Kalau masuk ketuk dulu, atau salam kek,” gerutu Aditya, sambil duduk ke sofa.Bayu hanya memasang wajah nyengir. Ia meletakkan kantong kertas, lalu duduk di samping Aditya. Anita menyerahkan buket bunga kepada Salwa. “Selamat ya.”"Terima kasih, Nit."“Sama-sama. Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Anita sambil menduduki kursi di samping ranjang Salwa. “Alhamdulillah. Terima kasih, Nit,” ucap Salwa sambil menciumi aroma bunga. “Kenapa terlihat kaku sekali?” protes Anita. Salwa tertawa. “Bukan begitu. Kalau diberi, harus berterima kasih, meski kepada orang terdekat.”Anita tersenyum tipis. “Kalian sudah mengalami hari-hari berat. Refreshinglah. Apa perlu kita liburan bareng?” Anita memutar badannya ke arah Bayu dan Aditya. “Kalian ada usul. Ke mana?

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   109. Ending (3)

    Seketika tubuhnya limbung. *** “Bagaimana keadaan Haikal?” Aditya mencubit pipinya geram, sampai meringis. “Aku sangat mengkhawatirkanmu, tapi Haikal yang pertama kali kamu tanyakan setelah sadar!”“Bagaimana keadaan Haikal?” desak Salwa. Aditya mengembuskan napasnya. Ia memasang wajah kecewa. Namun, Salwa semakin panik dibuatnya.“Bagaimana keadaannya?”Tanpa suara ia mengambil ponselnya di atas nakas. Ia menyentuh ikon aplikasi warna hijau dan melakukan panggilan video di sebuah nama. Ia menyerahkan ponsel itu ke Salwa.Mata Salwa membelalak. Penuh tanya, tapi Aditya enggan menjawab. “Assalamu ‘alaikum. Hallo, Tante!” Wajah Haira menghiasi layar ponsel.“Wa alaikum salam warahmatullah. Haira, bagaimana keadaan Haikal?” “Alhamdulillah baik, Tante.” Haira mengalihkan ponselnya hingga muncul wajah Haik

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   108. Ending (2)

    Zaid mengangguk. “Iya, kan?! Kamu juga pasti ingin selalu bersamanya sampai di akhirat kelak?!”***Dari start setelah subuh sampai zuhur, Salwa memperoleh bacaan 16 juz, setelah salat Juhur serta makan siang, ia kembali memulai bacaannya dan berhasil mendapatkan 5 juz. Ia tidak menyangka kalau bacaannya bisa selancar itu. Karena dari dulu, ia tak kunjung berhasil mengkhatamkan setoran, kecuali secara berkala per tiga juz. Ia mulai menghafal setelah hijrah. Tadinya menghafal hanyalah sebagai bekal, setidak di juz 30. Siapa sangka, menghafal menjadi candu baginya, sampai akhirnya menikah. Semangatnya bertambah berkat dukungan Salman, tetapi pada saat yang bersamaan banyak rintangan yang dihadapinya.Hafalan bubar, sudah menjadi makanannya selama berproses menghafal sebagai ibu rumah tangga. Satu hal yang disyukuri dalam dirinya, ada rasa memiliki hafalan itu, sehingga selalu ia sempatkan mengulang. Sampai saatnya berani berkeinginan ikutan tes di pondok. Sayangnya, saat usahanya habi

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   107. Ending

    “Tapi …?”“Aku tidak tega meninggalkanmu.” Ia meletakkan kepalanya di bahu Aditya.Aditya mencebik. “Tidak tega meninggalkanku atau tak kuasa meninggalkanku?” goda Aditya. Salwa merasakan wajahnya menghangat. “Mungkin dua-duanya.”Aditya tersenyum bangga. “Kalau begitu istirahatlah lebih awal. Supaya besok kamu lebih fit.”Mendadak wajah Salwa merengut. Aditya mencubit pipinya. “Jangan mengujiku. Aku pun ingin malam ini menjadi malam panjang, karena besok aku akan tidur sendiri, tapi bagiku kesehatanmu lebih penting.”Salwa terdiam. Memainkan bibir, entah apa yang dipikirkannya. Aditya memegang bahu Salwa, hingga perempuan itu berdiri. Ia mengangkat tubuh Salwa, lalu meletakkan di atas ranjang. “Tidurlah. Aku ingin melihat wajahmu lebih lama,” ucap Aditya setelah merapikan selimut di badan Salwa. “Peluk aku!” rengek Salwa. Aditya terkekeh.

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   106. Pengorbananmu Takkan Sia-sia (2)

    Salwa tersenyum. Ia menggaet lengan Aditya, menyandarkan kepala ke bahu, lalu memejamkan mata.*** Salwa tak kuasa menahan tangis, melihat Haikal yang tak sadarkan diri di ruang ICU yang hanya bisa ia lihat lewat  kaca. Berbagai selang yang tidak diketahui Salwa namanya, bergelayutan di badan Haikal. “Jangan dilihat kalau membuatmu tidak kuat,” ucap Aditya setelah menelungkupkan wajah Salwa ke bahunya.“Ini gara-gara aku,” isaknya.“Tidak ada yang bisa disalahkan dari kejadian ini. Aku yakin, ia melakukannya dengan suka rela, jadi kamu harus kuat sebagai bentuk terima kasih padanya.”Salwa beralih kepada Jamilah yang duduk di bangku panjang ruang tunggu. Salman yang duduk di samping, terus memberikan dukungan kepada Jamilah. “Maafkan aku,” ucap Salwa tanpa berani mengangkat wajah. “Aku tau, permohonan maaf, tidak bisa membalikkan keadaan, tapi aku tidak tahu lagi melakukan apa selain

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   105. Pengorbananmu Takkan Sia-sia

    "Jagalah diri baik-baik. Jika kanu terluka, aku pun ikut terluka."~Aditya~***“Ya, Hallo!” Aditya menjauh dari jalanan. Namun, ketika sudah terlanjur jauh, barulah ia menyadari. Ia menatap panggilan di layar ponselnya tanpa nama. Ini jebakan.Decit mobil terdengar jelas. “WA, AWAS!” Teriaknya sambil berlari mendekati Salwa.***Dari kejauhan Danum menatap nanar. Inilah kesempatannya, setelah sekian lama ia menunggu. Selama mengintai, hatinya terus tergerus luka. Ia melihat jelas perhatian Aditya semakin membesar terhadap perempuan yang hanya tinggal beberapa meter dengannya. Kini ia tidak peduli lagi hari esok. Baginya sekarang menuntaskan rasa sakit hati yang terlanjur berdarah-darah.“Meski aku tidak bisa lagi memilikinya, setidaknya kamu juga tidak boleh memilikinya. Meski kita harus mati bersama.”Ia mengambil ponselnya, lalu melakukan panggilan dengan nomor yang baru saja dibelinya. “Hallo!” Ia hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas. Matanya terus menatap nanar mangsa di

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   104. Caraku Melindungimu (2)

    Di balik pintu kamar Salman memegang dadanya yang terasa nyeri. Waktu telah berlalu, tetapi ia masih belum bisa membuang perasaannya pada ibu dari anaknya. *** Salwa sedikit tersentak, ketika bangun tidak mendapati Aditya di sampingnya. Ia memasang telinga, barangkali ada bunyi dari dalam kamar kecil, kenyataannya nihil. Ia keluar kamarnya, terlihat lampu sudah menyala di mushola kecil mereka. Ia melangkah pelan hingga sampai ke tempat yang dituju. Terlihat Aditya sedang bersujud. “Masya Allah,” batinnya. Seumur pernikahan, baru kali ini Aditya bangun sendiri untuk salat Tahajud. Ia berbalik ke kamar, bergegas ke kamar kecil, berwudu, mengenakan mukena, lalu duduk di belakang Aditya. Sesaat Aditya terkesiap melihatnya setelah salam. “Sudah bangun?” tanya Aditya.Salwa mengangguk. “Masih ingin salat kan? Kita berjamaah ya!” “Sayang sekali, aku ingin berdoa.”

  • Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)   103. Caraku Melindungimu

    Setelah selesai salat Isya orang-orang berpencar. Aditya bergegas turun setelah melihat orang yang diperhatikannya sejak tadi telah keluar masjid. “Assalamu ‘alaikum,” ucap Aditya. Laki-laki itu berpaling. “Wa ‘alaikum salam.” Sesaat Aditya terpana dengan penampilan laki-laki itu. Wajah putih bersih, sedikit cambang di dagu membuatnya terlihat lebih berwibawa. Pembawaan sifat tawadhu membuat laki-laki itu terlihat semakin sempurna di matanya. “Anda …?” Aditya mengulurkan tangannya. “Saya Aditya, suami Salwa. Kita pernah bertemu di acara pernikahan kami kemarin di Nagara.”“Oh iya ya. Saya baru ingat.” Laki-laki itu menyambut tangan Aditya. “Saya Zaid. Istri kita dua sahabat, tapi baru sekarang kita bisa bertegur sapa.”“Maafkan saya. Kalian menyempatkan diri datang ke Nagara, sedang baru sekarang saya menyempatkan diri menyapa. Saya minta maaf.”Zaid tertawa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status