ESOKNYA sebelum pagi menjemput dan matahari mulai menyembul menunjukkan presensi gagahnya. Rosa tersentak dari tidurnya. Si gadis di buat memicingkan mata tatkala cahaya lampu mulai menusuk-nusuk irisnya. Sementara kepala pusing bukan kepalang, seperti baru saja ada orang yang memukul kepalamu dengan batu saking berputarnya. Berdenyut-denyut kejam sampai-sampai untuk sekadar mengedarkan pandangan saja tidak cukup mampu, pandangannya goyah tiap kali bergerak. Gadis tersebut berkedip perlahan seraya menatap langit-langit ruangan serba putih nan tinggi di sana. Dalam hati sudah yakin pasti bahwa Jessica yang membawanya ke rumah sakit. Helaan napas kasar keluar dari dua belah bibir Rosa. Di bawah sana, bagian kakinya terasa sakit luar biasa dan kapabel memberikan rasa panas menjalar saat di gerakan. Rosa menyibak lambat selimut yang membungkus tubuh dan serta-merta menatap miris pada kedua kakinya yang sekarang di perban sempurna. Rosa tidak akan lumpuh, 'kan? Atau yang lebih parah, kak
SIULAN senang lolos dari kedua belah bibir Arzan. Wajah pemuda itu sungguh-sungguh cerah sekali hingga titik cacat di pipinya terlihat semakin menawan kala tersenyum. Sebelum berangkat sekolah, saking tidak fokusnya, Arzan sampai-sampai terjatuh di tangga, lagi. Alasannya masih sama, tak sabar berjumpa dengan Rosa di pagi yang cerah ini. Ah! Gadis itu tidur dengan nyenyak tidak ya? Apa hari ini akan telat lagi? Dan yang terpenting dari yang terpenting, apakah gadis itu juga menikmati waktu mereka bersama kemari ini sama persis seperti dirinya yang juga sangat-sangat menikmati tiap detik kebersamaan mereka tersebut? Entahlah. Semoga saja begitu. Arzan hanya berharap cepat-cepat bertemu dengan Rosa hari ini. Mungkin kalau kata orang, Arzan tengah merindu. Astaga, belum 24 jam saja rindunya sudah sampai antartika begini. Arzan betul-betul di buat gila oleh Nona Mawarnya tersebut. Senyum malu-malu tiba-tiba naik ke permukaan dan Arzan lantas menunduk kecil, punggung tangannya menempel pad
“JOAN, lo liat si Arzan kagak?” tanya Martin begitu duduk di kursi kantin, tepat berhadapan dengan Joan nan tengah menyantap makan siangnya. Joan mengedikkan bahunya. “Belum sempet ketemu.” Wajah cowok itu berubah masam sembari menimbang-nimbang. "Apa dia mau kabur dari interogasi, ya? Secara abis bikin gempar dunia gitu.” Galen menggebrak meja pelan dan mengangguk setuju bersama ekspresi serius bukan main. “Bener! Sialan, gue baru mau minta traktir, anjir. Orangnya kagak ada.” “Makan mulu lo, babon,” ledek Johnny dengan bibir menukik tajam ke atas. Galen mengedikkan bahunya tak peduli akan hinaan sang kawan lalu beralih pada Dhani yang sibuk mengunyah nasi goreng miliknya. Cowok itupun merangkul Dhani sampai si empunya sedikit terbatuk. "Apaan sih, bangsat! Kesedek gue,” ujar Dhani kesal. Cowok itu terkekeh. “Gue mau nanya, lo ada liat Arzan kagak? Hehe.” Sembari menjauhkan lengan Galen dari pundaknya, Dhani menjawab singkat. “Ada, sih. Tadi pagi.” “Terus-terus?” Kening
SEJAUH yang pernah Arzan pikirkan selama bertahun-tahun hidup di dunia ini, ia tak pernah berpikir akan mengikuti jejak Alvin. Maksudnya dalam hal mengambil tas di kelas pada jam sekolah, memanjat dinding sekolah dan benar-benar keluar dari area sekolah lewat jalan belakang alias membolos. Arzan tidak pernah berpikir dia akan melakukan tindak kriminal ringan ini, jujur saja. Pemuda tersebut meringis pelan menatap bangunan sekolahnya dari arah luar. Tak menyangka ia betulan membolos akhirnya, ini perdana, lho, bagi Arzan. Mana pernah cowok itu melanggar peraturan.Apalagi mengemban jabatan dan tanggung jawab di sekolah sebagai Ketua OSIS Bina Bangsa yang mana selama masa kampanye berlangsung berkata dengan tegas serta percaya diri bahwa dia akan mengenyahkan berbagai macam bentuk pelanggaran oleh para murid sekolah. Namun sekarang lihatlah, ia sendiri sedang melanggar salah satu peraturan dan Arzan rasa dirinya telah jatuh mutlak ke dalam kubangan dosa dengan kesadaran penuh.Memang ini
AROMA obat-obatan mulai merambat masuk menuju indera penciuman tatkala tungkai berhasil melewati pintu utama. Aroma nan berhasil menyentak kecil penciuman hingga Arzan di buat pusing sendiri akan hal tersebut lantaran bau yang semakin kuat kian mereka melangkah semakin masuk ke dalam. Arzan jarang sakit apalagi sampai membuat dirinya di rawat di rumah sakit, maka dari itu ia sendiri betulan tidak terbiasa dengan aroma kuat obat-obatan rumah sakit. Tadi sebelum menyusuri lorong rumah sakit, ketiganya memutuskan untuk bertanya kepada bagian resepsionis. Namun mereka sempat terhambat lantaran menurut aturan rumah sakit, mereka tidak boleh sembarangan memberitahu informasi pasien. Sebab keamanan dan data pasien perlu di jaga ketat karena beberapa hal.Akan tetapi memang pada dasarnya memiliki hati nan lemah terhadap hal-hal rupawan nan mengetuk hati, resepsionis perempuan tersebut berhasil di lumpuhkan berkat serangan demi serangan yang Alvin lancarkan ala-ala gombalan yang sering muncul d
PEMUDA jangkung tersebut meraih selimut dan menariknya guna menutupi tubuh Rosa sampai bagian leher. Tangannya yang bebas lantas menyelipkan anak rambut gadis serupa tupai itu menuju ke belakang daun telinga. Sejenak ia terhenyak, iris Arzan menatap lamat-lamat wajah perempuan nan telah terlelap dan tenang. Kemudian usapan hinggap pada pipi lembut Rosa yang mana terdapat jejak-jejak bekas air mata. Memori baru sontak kembali menyentak kepala. Bagian di mana teriakan penuh histeria keluar dari belah bibir mungil itu bersama surat duka nan tidak tertahankan.Hanya dengan mendengarnya saja sudah begitu menyakitkan. Apalagi bagi Rosa.Entah luka apa yang tertoreh di hatinya sampai ia sebegitu tersakitinya.Jujur saja, datang kemari alih-alih mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, nan justru Arzan dapatkan ialah begitu banyak tanda tanya besar dalam kepala. Sebenarnya apa yang terjadi dalam semalam? Arzan tidak dapat menemukan ujung untuk menguraikannya. Setahu nan benaknya ingat kemarin
BARANGKALI dalam malam-malam terpanjangnya, Arzan pernah bermimpi buruk. Sangat-sangat buruk. Membekas bukan main dalam benak serta relung hatinya bahkan ketika ia terjaga dari alam bawah sadarnya. Butuh waktu cukup lama bagi sang pemuda berlesung pipi untuk mengenyahkannya. Di mana di sana, ia berusaha keras ingin memperbaiki, membetulkan dan setidaknya mengikis sedikit rasa bersalah di dada, namun semua keringat dan darah yang keluar berakhir dengan sia-sia. Sesuatu nan ia usahakan dan coba perbaiki telah terlalu lama pergi dari kehidupan ini. Eksistensinya telah cukup lama memudar dari peradaban manusia. Lantaran hari itu, Tuhan menjemputnya.Tuhan membawanya pulang tanpa bisa di cegah.Tuhan mengambilnya tanpa perpisahan yang layak. Tuhan mengambilnya dari Arzan. Mengambil senyuman manis nan sering kali terbit dengan sarat tulus luar biasa. Mengambil tawa bahagianya nan selalu indah mengetuk gendang telinga. Mengambil tindak-tanduk lucu nan menggemaskannya yang selama ini telah h
TEPAT pada pukul sore lebih sedikit, selepas Arzan berpamitan pulang bersama Alvin dan Revin sekaligus. Suasana nan mengitari kamar ruang inap 3018 rasa-rasanya langsung berubah sunyi begitu hanya tinggal ada empat gadis tersebut. Di sofa sana, Jessica tengah menyilangkan kakinya dengan wajah di tekuk; auranya juga semakin tidak bersahabat dengan sorot mata tanpa minat itu. Sementara itu gadis kucing, Jenna, sedang menyandarkan dirinya senyaman mungkin di dinding seraya melipat tangan. Pada sisi yang lainnya, Chelsie mau tak mau mulai merasa was-was sendiri saat memperhatikan ketiga sahabatnya ini. Takut-takut terjadi perdebatan nan tidak di inginkan. Terakhir, masih berada di atas ranjang pasiennya, Rosa sibuk sekali dengan isi pikirannya sendiri sembari bertukar posisi menjadi bersandar pada kepala ranjang. Di luar jendela sana, angkasa perlahan-lahan mulai berubah. Warna jingga masih kentara pekatnya namun akibat mendung, warna hangat itu tidak bertahan lama dan lambat laun di gant
BEBERAPA hal terkadang berlalu begitu cepat tanpa di sangka-sangka. Seperti, misalnya kau tengah menonton sebuah film tetapi ternyata eksekusi adegannya tidak membuatmu tertarik dan lekas mendatangkan bosan, namun karena masih penasaran dengan ujung cerita pada akhirnya kau akan memilih mempercepat laju jalannya film tersebut tanpa pikir panjang. Iya, seperti itu. Inti adegan dan juga sekelumit kisah yang coba sutradara sampaikan dapat sekilas di pahami dan di ingat. Begitu juga akan kehidupan. Memang saat menjalaninya terasa berat, ingin menyerah dan membuatmu terasa ingin meninggalkan dunia dengan sesegera mungkin. Sebab kewarasan tengah berada di ujung tanduk. Akal sehat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi hati juga hancur lebur di obrak-abrik takdir. Pada akhirnya, hanya kata menyerah dan putus asa yang keluar dari belah bibir. Kehidupan dan takdir memang begitu. Benang merahnya sangat rumit untuk di uraikan dengan rangkaian kata belaka. Namun percayalah. Ketika semua
“ROSA! Lo tau nggakㅡ”“ENGGAK! NGGAK TAU! NGGAK TAU! GUE IKAN SOALNYA!”Sementara Arzan mengulum senyum geli, gadis chipmunk tersebut mati-matian menahan gondok. Bukan karena apa, setelah kejadian di mana ia juga mati-matian menggombali Arzan dan ketahuan oleh pemuda itu bahwa Rosa tengah mengerjainya sebagai ajang balas dendam. Arzan marah seharian, mogon bicara dan tahu-tahu besoknya malah menggantikan Rosa dalam hal gombal menggombali.Jantung Rosa tidak kuat. Memang ya, balas dendam itu tidak baik. Rosa malah nyaris spot jantung setiap saat karena Arzan membalasnya dua kali lebih parah daripada apa yang dia lakukan. Bahkan tak ragu-ragu untuk mengejarnya sepanjang sekolah demi berkata :“MAKMUMKU! KAMU MAU KEMANA? KOK CALON IMAMMU INI DITINGGAL?!”Rosa malu. Rosa nyaris sinting. Nyaris mati karena detakan jantungnya tak keruan. Sial. Lihat saja senyum manis Arzan yang masih betah bertengger. Rosa ingin sekali mencakar wajah tampan itu tetapi sayang kalau memiliki goresan. Rosa hany
“ZAN, tau nggakㅡ”“Udah dong, Saaa!”Arzan tidak sanggup. Arzan tidak kuat lagi. Arzan sudah tidak bisa menanggungnya lagi. Arzan bisa-bisa stres plus diabetes jika diberi gula terus-menerus. Bukannya apa-apa, hanya saja memang Arzan menyukai perubahan sifat Rosa. Sangat malahan. Manisnya tak tanggung-tanggung membuat Arzan terkadang malu sendiri. Arzan malah seperti anak gadis sementara Rosa seperti cowok yang hobi menggombalinya seperti sekarang.Tingkah manis Rosa terkadang datang begitu saja tanpa permisi, langsung menyerang danㅡtok! Pas sekali mengenai hatinya. Arzan lama-lama bisa jantungan kalau begini caranya.Rosa nyengir, tidak merasa bersalah sama sekali. “Gue 'kan belum selesai ngomong, sayangku. Aduh! Gemoy sekali Anda!” Rosa terbahak.Arzan tersenyum tabah. Sabar sekali menghadapi Rosa.“Zan, lo tau nggakㅡ”“Kalau gue mirip calon imam lo?” sambar Arzan jengah, kalimat ini sering sekali dilontarkan Rosa padanya. Bahkan tak malu mengungkapkannya di depan umum sekalipun. Ben
HARI ini adalah hari pertama Rosa memasuki sekolah setelah libur nyaris satu bulan lamanya. Tak banyak yang berubah. Di pagi hari Rosa sudah bangun lebih dulu untuk memasak sarapan. Membangunkan Jessica agar mau berangkat sekolah tepat waktu namun gadis itulah yang paling susah untuk di atur. Sementara Lion bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Iya, memang Jessica memilih tinggal bersama mereka meski kadang pulang juga. Rosa tak keberatan justru senang-senang saja.Rosa dan Lion tinggal di apartemen Jessicaㅡgadis itu yang memaksa. Rosa dan Lion tidak memiliki sanak saudara sehingga Demian menawarkan diri menjadi wali legal mereka. Setidaknya sampai Rosa lulus kuliah dan bekerja. Awalnya si gadis ragu namun setelah diyakinkan oleh ketiga sahabatnya, Rosa setuju. Hanya sampai ia mendapatkan pekerjaan tetap.Rosa berdecak sebal, masih mengenakan celemek bekas memasak dan saat kembali ke kamar Jessica masih dalam posisi sama persis saat ia tinggalkan tadi. “Jessica! Ih! Buruan mandi!
ROSA kembali berduka. Di hari kepulangannya dari rumah sakit dan di hari yang sama pula Rosa melihat Julian terbaring lemah di atas ranjang. Penuh luka dan tak berdaya. Rosa tak merasakan apapun saat menatap Julian yang jangankan untuk kembali menyakitinya, bergerak saja sulit. Seorang polisi pun mendatanginya dengan sebuah kabar bernuansa gagak hitam. Bahkan Rosa belum betul-betul keluar dari rumah sakit tetapi hal-hal buruk sudah menunggu. Marie bunuh diri di rumah mereka dengan cara gantung diri di ruang tamu. Kematian sang ibu rupanya sudah berjalan selama empat hari dan baru terendus warga kemarin karena bau busuk yang menyengat. Lagi-lagi Rosa tidak bisa merasakan apapun. Gadis tersebut hanya diam, membiarkan polisi membawanya untuk mengidentifikasi mayat. Kemudian Marie dibawa pulang untuk dikebumikan dan Lion menangis di sisinya sepanjang hari pemakaman. Rosa tak menangis. Ia hanya menatap kosong pada tubuh Marie yang ditimbun tanah dengan raut datar. Banyak orang yang
DI karenakan luka jahitan di perut maupun di kepala Rosa sudah mengering. Gadis tersebut diizinkan berjalan-jalan keluar kamar asal tetap pada pengawasan dan larangan yang seharusnya. Gadis chipmunk tersebut tentu senang akhirnya bisa keluar dari kamar super sumpek karena Jessica dengan kurang ajar membawa semua makanan yang di pantangkan untuknya. Rosa berdecih, mengumpat, melempar Jessica dengan vas bunga. Tetapi Jessica tetaplah Jessica. Kelakuannya tetap diulangi lagi ke esokannya. Hari inipun sama. Jessica dengan segenap hati dan baik sekali membawa pasta udang ke dalam kamarnya. Rosa mengumpat, berteriak histeris dan Jessica ngakak di tempat. Sahabat tidak ada akhlak. Rosa meremat kuat lengan Arzan sehingga pemuda tersebut meringis. “Kalau gue bisa, gue sleding kepalanya, Zan! Ih! Nyebelin banget, asli. Kuyang geblek, gue doain poninya hilang! Mampus!” gerutu Rosa, kesal pangkat seratus. “Cuih! Najis! Ishhh! Zaaaaan, mau pasta juga,” rengeknya. Arzan menghela napas berat,
KAMAR inap Rosa ramai meski di isi hening, memperhatikan setiap gerak-gerik dokter yang kembali mengecek kondisi tubuh si gadis. Setelah Rosa sadar, Jessica seperti orang kerasukan menelepon semua orang, memberitahukan kabar gembira ini. Chelsie dan Jenna datang dengan napas terengah-engah dan mata membulat sempurna. Di susul Raffa, Revin dan Alvin kemudian. Lion pun juga datang setelahnya dengan masih mengenakan seragam basket. Jelas sekali kabur dari sesi latihan. Dokter tersebut berbalik dan membuat mereka menahan napas sejenak. Dokter tersebut tersenyum, “Pasien hanya butuh istirahat total untuk pemulihan. Jadi saya harap,” dokter tersebut menggantungkan kalimat dan tersenyum kecil. “Kalian tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu hal pada pasien. Kalau begitu saya permisi dulu.” Mereka serentak menghela napas lega. Tepat setelah pintu tertutup mereka semua langsung mengerubungi setiap sisi ranjang Rosa. Seolah mereka adalah lalat yang baru saja melihat kue lava yang lezat. Jessi
DUA minggu berlalu. Kondisi Rosa makin memburuk. Arzan tidak tahu harus bagaimana mendefinisikannya namun ia rasa setiap melangkah menuju kamar si gadis. Lututnya melemas melihat banyak alat penopang kehidupan yang terpasang di tubub Rosa. Arzan seharusnya bersyukur saat gadis itu masih bisa bertahan, tetapi ia malah berpikir jika Rosa ingin pergi. Napasnya memberat. Tepat seminggu Rosa masih berdiam diri di ranjangnya, Arzan sudah dibolehkan untuk pulang. Menjalani aktifitasnya seperti biasa, bahkan Arzan tidak merasakan apapun saat Pak Harry memujinya terus-terusan atas kinerja mereka pada OS. Setiap hari yang Arzan lakukan hanya pulang sekolah dengan cepat agar menghabiskan sisa hari di sisi ranjang Rosa. Tangannya terjulur untuk menyelipkan anak rambut Rosa ke belakang telinga si gadis. Agar wajahnya tidak tertutupi lagi selain dengan alat pernapasan. “Kayaknya di sana enak ya, Sa? Sampai lo nggak mau bangun gini,” ujar Arzan sendu. Diusapnya punggung tangan Rosa yang makin d
MUNGKIN mempertahankan kewarasan bagi seseorang seperti mempertahankan dirimu di medan perang. Sulit, mematikan, menyakitkan namun fisik dan mental dipaksa untuk terus bekerja secara spontan. Satu saja salah langkah, kamu bisa saja jatuh pada kubangan menyakitkan bernama depresiㅡgangguan mental lainnya atau bisa jadi lenyap dari muka bumiㅡmati. Barangkali opsi terakhir sering dipakai karena kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak bertahan.Apa Rosa akan begitu?Arzan tidak tahu dan tidak ingin menebak-nebak juga. Ia tidak ingin mendapatkan jawaban yang diluar dugaan nantinyaㅡnanti yang entah kapan. Tepat pukul sepuluh malam saat Krystal sudah terlelap di ranjang tambahan bersama laptop yang menyala. Alvin pun sudah pulang bersama Jessicaㅡkatanya. Arzan meloncat turun pelan-pelan dari ranjangnya. Meski dihantam pening, si pemuda tak goyah.Menarik tiang infus dengan gerakan sepelan mungkin agar tidak membangunkan Krystal, begitu pula saat membuka pintu. Lorong rumah sakit sudah agak