Dua Minggu sudah setelah pertemuan Bella dengan Nenek Rose, setelah mengetahui Bella adalah cucunya itu membuat Nenek Rose jadi sering berkunjung ke kosan ataupun kantor Bella di saat Bella tengah istirahat.Sore itu nenek Rose mengajak Bella untuk makan malam bersamanya di sebuah restoran. Bella menyetujuinya dan menunggu neneknya di depan kantor untuk di jemput."Kemarilah Nak, duduk di sebelah Nenek."Bella menuruti perintah dari neneknya dan duduk di sebelah nenek Rose."Kita akan makan dimana Nek?" "Di sebuah restoran favorit Ayahmu dulu, nenek ingin mengenangnya dengan datang bersamamu." "Wah.. Bella sungguh tidak sabar." "Mari kita segera kesana. Ayo jalan pak supir."Mobil mewah nenek Rose berjalan membelah jalanan yang penuh sesak karena berbarengan dengan waktu sibuk, yaitu waktu pulang bekerja.Mencium aroma AC mobil dan wewangian yang menyengat membuat kepala Bella terasa begitu pusing lalu Bella merasakan mual."Hoek..." Bella segera menahan diri agar tidak muntah dimo
"Gugurkan kandungan itu, mumpung kandungannya masih kecil masih bisa diatasi!" "Apa!" Marco begitu syok mendengar perintah dari nenek tua itu."Gugurkan kandungan itu! Saya tidak ingin cucu saya menderita lagi karena harus mengandung anak di luar nikah! Apa kamu dengar?" Ucap Nenek Rose dengan nada begitu sengit."Tidak! Itu anak kami, bukti cinta kami. Kenapa Anda dengan mudah menyuruhku untuk menggugurkannya!" Jawab Marco tak kalah sengit.Nenek Rose menatap Marco dengan tajam, seolah begitu membencinya. "Bukankah kamu belum menikahi Bella? Kamu tidak punya hak atas diri Bella, Saya sebagai walinya yang memiliki hak atas cucu saya!""Dengarkan! Walau kami belum menikah tapi kamu melakukan itu dengan dasar cinta, baiknya anda jangan ikut campur dalam hubungan kami! Hak atas anak di dalam kandungan Bella adalah tanggung jawabku. Biarkan kami menyelesaikan masalah ini sendiri!" Marco dengan suara baritonnya terdengar begitu marah. Bukan tanpa alasan, Nenek rose dengan seenaknya ingin
"Berhenti disitu anak haram! Kenapa kamu berani masuk ke dalam rumahku?" Pekik seorang wanita yang tentunya adalah Helena.Bella dan Nenek Rose mematung di tangga, melihat wajah Helena yang terlihat begitu marah kepadanya karena telah masuk ke dalam rumah."Helena, jangan ganggu Bella. Biarkan dia tinggal disini!" Ucap Nenek Rose tegas."Tidak! Aku tidak mengizinkan dia untuk tinggal di rumah ini, Bu! Kenapa ibu malah membawanya ke rumah ini tanpa sepengetahuan diriku?" Nenek Rose mengajak Bella untuk lanjut menaiki anak tangga, namun Bella menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak mau karena takut dengan Helena. Namun nenek Rose mencoba meyakinkan Bella agar mau menurutinya."Percayalah pada Nenek, Helena pasti akan melunak dan bisa menerimamu disini sampai kamu menikah dengan kekasihmu." Bisik Nenek Rose di telinga Bella.Percaya dengan neneknya akhirnya Bella memiliki keberanian untuk berpapasan langsung dengan Helena.Helena terlihat begitu geram pada Bella namun menahannya kar
Bella sudah tiba di kosannya dan segera merebahkan diri di atas ranjangnya yang empuk. Ucapan-ucapan yang menghinanya masih terngiang di benaknya. Rasanya masih begitu menyakitkan. Bulir bening itu kembali menetes dari kedua netranya yang indah.Ponsel Bella berdering, Marco menelpon lewat panggilan vidio. Bella segera menghapus air matanya dan mengangkat telepon dari kekasihnya itu.(Honey, kenapa kamu menangis? Apakah kamu sudah kembali ke kosanmu?) Marco terkejut saat melihat Bella dengan mata sembab dan sudah berada di kosannya."Aku tidak apa-apa, Mas." Jawab Bella dengan tersenyum.(Mas akan segera kesana!) "Tidak perlu Mas, Aku..." Tuuttt.. telepon di matikan tanpa Bella menyelesaikan ucapannya."Pasti Mas Marco sedang kemari." Lirih Bella menatap layar ponselnya. Benar saja, sekitar sepuluh menit Marco sudah berada di depan pintu kosannya dengan membawa sebungkus nasi kuning untuk sarapan.Marco langsung memeluk Bella karena begitu khawatir melihat Bella menangis tadi."Ada
"Bu, kami harus akan pamit. Maaf Bella tidak bisa menginap." "Tidak apa-apa, Nak. Ibu dan Ethan melihatmu bahagia saja sudah cukup." Ucap ibu Lisa dengan suara bergetar."Bu... Ada hal yang ingin Bella katakan." "Tentang apa itu sayang?" "Tentang keluarga besar Ayah. Keluarga Atmajaya." Ibunda Bella terdiam seolah begitu terkejut dengan apa yang diucapkan oleh putrinya. Hal yang sudah puluhan tahun dia dan suaminya tutupi kini bella mengetahuinya."A.. apa Nak? Ibu tidak mengerti." "Bu, Bella sudah tahu semuanya tentang keluarga Ayah, tentang kalian. Bella bukan akan kecil lagi Bu. Jadi berhentilah menutupi semuanya." "Nak.. dengar, masalalu Ayah dan Ibu itu tidak penting, itu hanya masa lalu jangan sampai semua itu mengganggu kebahagiaanmu." Ucap ibu Lisa khawatir."Ibu tidak perlu khawatir. Nenek Rose begitu menyayangi diriku, tetapi Tante Helena...""Helena." Ibu Lisa menutup mulutnya karena sekian tahun mengingat wanita itu lagi."Tante Helena begitu membenciku, Bu." "Itu s
Marco keluar dari ruangan dokter dengan wajah di tekuk karena merasa sedih dan bersalah, Marco menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi kepada Bella dan calon bayinya."Harusnya Aku menahan hasratku untuk tidak menyentuh Bella. Kandungannya lemah, hal buruk bisa saja menimpa calon bayiku!" Batin Marco dengan penuh rasa bersalah.Bella yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit menatap Marco dengan wajah tersenyum, seolah tidak terjadi apa-apa."Apakah kamu selalu tersenyum begini agar bisa menyembunyikan kesakitanmu, Honey?" Tanya Marco menatap wanitanya lekat."Aku tidak merasa sakit, Mas. Paling Aku hanya kelelahan makannya jadi bisa seperti ini." Marco menggenggam tangan Bella erat, sebenarnya dirinya enggan untuk memberitahu Bella tetapi Marco harus memberitahu Bella tenang kondisinya yang sebenarnya."Honey, tadi Mas baru ke ruangan Dokter, dokter memberitahu kondisimu. Ada hal buruk yang harus Mas sampaikan!" Ucap Marco dengan nada lemas."Buruk bagaimana, Mas?
"Omong kosong apa yang telah kamu katakan, Laura? Kapan kita melakukan itu? Aku bahkan tidak pernah menyentuhmu lagi!" Laura berdecak, seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Marco melupakan malam panas bersamanya."Jangan pura-pura lupa!" Pekik Laura.Marco langsung tersadar, posisi dirinya saat menunggu persidangan itu digantikan oleh Diego. "Apa jangan-jangan Diego yang telah..." Batin Marco dengan berkecamuk.Tidak mempedulikan Laura lagi, Marco segera pergi meninggalkan Laura yang masih berteriak-teriak tidak jelas kepada Marco."An ji ng kau Diego! Di belakangku malah berbuat hal yang bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Argghhh..." Teriak Marco di dalam mobil. Marco mengendarai mobil dengan kecepatan tinggal. Rasanya Marco ingin segera sampai di hadapan Diego dan memberi pelajaran kepada saudara kembarnya itu, karena perbuatannya bisa saja menimbulkan masalah di kemudian hari.Marco sudah memasuki pelataran rumahnya yang megah bak istana. Pelayan yang sedang
Marco dan Diego masih bersitegang dengan sengit. Terjadi kesalahpahaman diantara keduanya."Jadi kamu benar-benar menipuku, Marco? Sungguh aku tidak menyangka itu akan kamu lakukan!" Ucap Diego nanar."Tidak ada yang menipumu. Aku memberimu uang seharga saham perusahaan, bukankah itu termasuk yang sangat menguntungkan?" "Shit! Aku tidak mau uangmu! Berikan aku saham itu!" "Tenanglah Diego! Apa kamu sekarang sudah tidak mempercayai saudara kembarmu lagi, hah?""Kamu belum mengenal kakek, Diego! Dia orang yang keras dan juga tidak mau ada kesalahan jika terjadi kesalahan sedikit saja , Kakek pasti akan murka!" Lanjut Marco."Lalu bagaimana dengan janjimu?" "Aku memberimu uang sebesar 400 miliar dan kembalilah ke America." Tidak percaya apa yang Marco katakan , kini Diego balik mengancam Marco."Jika begitu lihatlah, Aku akan memviralkan tentang hubungan kita yang sebenarnya kepada semua orang. Bahwa Marco memiliki seorang saudara kembar yang sengaja di buang ke luar negeri!""Tenang
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.