Sikap Charles kepada Nathalia berubah menjadi lebih perhatian karena kehadiran bayi laki-lakinya. Itu membuat Nathalia senang, ucapan Bella ternyata benar. Jika anaknya telah lahir maka sikap Charles juga akan berubah."Kita beri nama putra kita Theodore, bagaimana menurutmu, Nath?" "Nama yang indah, aku menyukai nama itu."Charles mengecup bibir Nathalia mesra setelah meletakkan Theodore di boxnya. Gairahnya bangkit, Nathalia terlihat begitu seksi setelah melahirkan. Walau tidak ada cinta di hati Charles, jika sudah bersentuhan dengan tubuh wanita pasti akan bangkit gairahnya.Charles terus mendesak Nathalia dengan ciumannya yang panas. Namun, ponselnya berdering, membuat Charles mengurungkan niatnya dan mengambil ponselnya. Nathalia sedikit kecewa, gairahnya juga sudah mulai meningkat tapi ponsel itu mengganggu sekali, "Siapa yang menelepon? Kenapa kamu mengubah nada panggilannya?" "Ini panggilan dari proyek, dan ini ponsel khusus untuk pekerja proyek." Charles langsung pergi me
Diam-diam, Marco memperhatikan istrinya yang tengah terdiam sendiri sembari menyusut air matanya. Hal seperti itu sering kali terjadi saat Bella teringat Ethan. "Kamu masih sangat merindukannya, Baby. Tapi menutupi hal itu dari diriku." Gumam Marco sendiri. Marco memanggil Bella seolah mencarinya. Agar Bella segera menghapus jejak tangisan itu. "Baby.. Baby.. dimana kamu?" Bella segera menghapus air matanya agar tidak terlihat oleh suaminya, "Iya mas, Aku ada di sini." Marco mendekati Bella dengan tersenyum, "ku cari-cari ternyata disini, Cantikku." Bella tersenyum, "Iya Mas, aku hanya ingin menghirup nafas segar pegunungan, ada apa, Mas?" "Mas kangen sama kamu, begitu Mas terbangun kamu tidak ada di sisiku," Marco lalu pura-pura terkejut, "tapi tunggu... matamu kenapa sembab begitu, Baby?" "Ahh.. ini bukan apa-apa, Mas. Aku hanya kelilipan." "kamu memikirkan Ethan lagi?" Bella terdiam lalu menundukkan kepala, "Hanya rindu, Mas." Segera Marco meraih Istrinya
Charles tengah menggendong Theodore dengan bersenandung. Menidurkan Theodore adalah rutinitas yang sudah Charles lakukan sejak 2bulan terakhir. Bayi mungil itu pun sangat nyaman di dalam pelukan Charles. Berbanding terbalik dengan Nathalia, malam-malam begini dia tengah bersiap untuk pergi ke sebuah pesta. "Apakah kamu tidak bisa membatalkan rencana pestamu itu?" Charles mulai kesal dengan tingkah lalu Nathalia. "Tidak bisa! ini pesta ulang tahun temanku, tentu Aku harus hadir." Jawab Nathalia santai sembari memakai lipstik di merah merona di bibirnya. Theodore segera di letakkan di box bayinya. Charles menghampiri Nathalia dan memegang lengannya erat. "Apa-apaan kamu ini, Char. Sakit, lepaskan!" protes Nathalia dengan perlakuan Charles yang cukup kasar padanya. "Kamu ini sudah menjadi seorang ibu, harusnya kamu bisa lebih dewasa, kurang-kurangi bepergian ke pesta seperti itu!" Wajah Nathalia berubah masam, tidak suka mendapat larangan dari Charles. "Berhenti melaran
INFO : UNTUK BEBERAPA BAB MENCERITAKAN TENTANG CHARLES, MIKSHA, NATHALIA DAN LOGAN. KARENA KELANJUTAN KISAH BELLA DAN MARCO AKAN MEMILIKI KETERKAITAN DENGAN MEREKA. ----------------------------- Dengan langkah gontai Charles berjalan meninggalkan Rumah sakit. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan berakhir seperti ini. Awalnya Charles mengira akan mudah meninggalkan Nathalia, tapi setelah tinggal bersama dan memiliki seorang putra, rasanya menjadi begitu berat untuk meninggalkannya. "Ada apa denganku? bukankah Aku tidak mencintai Nathalia? Tapi kenapa begitu sulit untuk meninggalkannya." tutur Charles begitu frustasi. Charles terdiam di kursi mobilnya. Kini apa yang harus dia lakukan? Hatinya mencintai Miskha tetapi dia begitu sulit meninggalkan Nathalia. Tidak seharusnya dia seegois ini. Sedangkan Miskha sedang menangis di hadapan Ayahnya. Sesakit ini ternyata mengatakan hal yang sebenarnya. Tuan Yohanes tidak tega melihat putri semata wayangnya menderita seperti itu
"Semua sudah terjadi, kini kamu bahkan sudah melahirkan anakku. Anak dari Logan Rodriguez."POV LoganMalam itu, Aku baru saja putus dari pacarku. Menjalin hubungan satu bulan lamanya tidak membuatku bisa mencintainya. Mungkin karena para wanita itu melihatku hanya ingin mengincar hartaku saja.Menjadi cucu konglomerat membuat siapapun ingin mendekatiku. Mereka ingin juga merasakan kekayaanku. Keluargaku yang memiliki bisnis Hotel mewah di London bahkan di beberapa negara, kami juga bergerak di pengeboran minyak bumi.Dari pekerjaan itulah, membuat kami menjadi keluarga yang kaya raya dan sangat di perhitungkan. Oleh karena itu, Aku selalu bermain-main dengan wanita, jika Aku sudah puas pasti akan aku tinggalkan. Tapi semua berubah, ketika malam itu aku pergi ke Club London. Seorang wanita dengan memakai gaun pendek berwarna hitam tengah asyik menari. Rambutnya yang bergelombang berayun kesana kemari mengikuti tariannya.
Nathalia menatap pria bernama Logan itu dengan tatapan benci. Karena pria itu, dirinya hamil bahkan sampai menjebak Charles untuk menikahinya. Pernikahan yang sama sekali tidak Nathalia harapkan. "Ternyata kamu bajingan itu! Untuk apa kamu datang menemuiku!" "Aku ingin mengambil anakku, dia milikku. Aku berhak untuk membawanya bersamaku." Plaakkk... tamparan begitu keras mendarat di pipi Logan. Nathalia menatapnya dengan penuh kebencian. Seolah begitu jijik melihat Logan. "Kenapa kau tiba-tiba datang untuk mengambil anakku? Kau tidak punya hak apa-apa untuk melakukan itu, hah?" Logan memegang pipinya, Nathalia menamparnya dengan sangat keras. Sampai pipinya terasa begitu perih. Logan menahan emosinya, "Aku harus mendapatkan anak itu!" Tamparan kedua kembali mendarat di pipi Logan. Nathalia benar-benar tidak takut. amarah telah menguasainya. "Henti
Bella segera membawa Marco ke kamarnya, padahal baru saja kemarin mereka kembali dari bogor. Malah mendapatkan kabar tidak mengenakkan seperti itu. "Tenanglah Mas, jangan terlalu emosi. Itu tidak baik untuk dirimu." Marco masih terengah karena amarah, "Aku tidak tahan, Baby. Charles benar-benar pria br*ngsek dan sangat egois." "Padahal aku mengharapkan dia bisa menjadi suami yang baik untuk Nathalia." Lanjut Marco. Bella melihat jelas kekecewaan di wajah Suaminya. Segera Bella memeluk erat Marco agar suaminya menjadi tenang. Berangsur amarah Marco mereda setelah mendapat pelukan dari Bella, aroma tubuh istrinya mampu membuatnya tenang. Memang amarahnya telah mereda, tetapi senjata pusaka milik Marco justru bangkit. Mencium aroma tubuh istrinya sangat membuat Marco sensitif. Seolah ingin saat itu menerkam sang istri jika tidak teringat Bella baru melahirkan seminggu yang lalu.
"Aku memilihmu!" Charles lantas memeluk Miskha dari belakang, "Tolong, jangan pergi!" Miskha melepas pelukan erat Chalres, "Lepaskan koh. Jangan menyulitkan dirimu sendiri." "Menyulitkan bagaimana? Aku mencintai dirimu, dan lebih bahagia hidup bersama denganmu." Senyum gertir terukir di wajah Miskha, "Kamu memiliki putra dengannya, pasti itu sulit untukmu meninggalkan bayimu." "Kitapun memiliki anak, Sonia, putri kecil kita." Charles memeluk Miskha, "Aku akan segera mengurus perceraianku dengan Nathalia dan membawa Theodore bersama kita." "Benarkah? kali ini kamu tidak membohongiku?" Miskha mulai terisak. "Percayalah padaku. Kita akan segera menjadi keluarga yang bahagia." Setelah membujuk Miskha, Charles segera pergi. Dia berniat untuk menemui Marco. Walau kini hubungan mereka berdua renggang, Charles tetap menghormati Marco. Dialah satu-satunya sahabat yang dia miliki. Sudah dua bulan lebih, Charles keluar dari istana Pratama. Tekadnya untuk bercerai dari Natha
Axel memeluk tubuh indah Anjani yang tanpa memakai sehelai baju dan hanya tertutup selimut. Setelah lelah, Keduanya menghabiskan waktu untuk bercerita. "Mas minta maaf, karna tetap tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Sandra." Mendengar itu Anjani hanya terdiam, pandangannya menerawang langit-langit rumahnya. Axel tahu jika Istri tercintanya itu kecewa, tetapi tidak mau mengungkapkan isi hatinya. "Andai kami menikah secara Sah negara mungkin Aku bisa mencegah pernikahan kedua suamiku. Tidak ada wanita yang mau berbagi suami. Posisiku hanya istri siri." batin Anjani. "Sayang... Aku tahu ini berat, tapi aku janji tidak akan pernah berpaling darimu. Ini hanya pernikahan Bisnis," bujuk Axel lalu mengecup pipi mulus Anjani. "Benarkah?" Anjani mengerlingkan matanya. "Tentu, Kamulah wanita satu-satunya di hatiku." Axel hendak mencium bibir ranum Anjani, namun istri sirinya itu malah menjauh. "Bagaimana jika kamu jatuh cinta kepada Wanita itu setelah melakukan mala
Malam ini, Axel pulang ke Apartemen Anjani. Pikirannya benar-benar sangat kusut kali ini, permasalahan perusahaannya sudah berakhir. Tapi dia tetap harus menikah dengan Sandra dan hari H menuju pernikahan mereka tinggal 7 hari lagi. Bagaimana tidak? Undangan sudah di sebar, gedung sudah di pesan, terlebih Sandra sudah begitu mengharap. Dalam dunia ini memang yang paling kerjam adalah sebuah harapan. "Mas, mandilah dulu, Aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." celetuk Anjani membuyarkan segala macam pikirannya. Axel berjalan mendekati Anjani, lalu memegang tangannya mesra lalu berbisik di telinga Anjani. "Ikut aku mandi." "Aku sudah mandi, Mas." Tidak ingin mendapatkan penolakan dari Anjani, Axel mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Anjani lalu menciuminya. Hal yang Axel lakukan itu membuat Anjani memdesah pelan. "Sayang.. saat ini aku membutuhkanmu, jangan menolak permintaanku." bisiknya. "Baiklah kalau begitu." Setelah mendapat persetuju
"Pak Tristan, Maaf, saya ingin minta izin untuk pulang sekarang."Jono, Supir pribadi Tristan terlihat sangat panik. "Sa.. saya baru di kabari oleh ibu saya jika Istri saya jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri." Claire yang mendengarnya ikut khawatir dan kasihan. Namun, Wajah Tristan nampak tidak senang. "Bukankah saya sudah bilang jika saya tidak suka pekerja yang meminta izin di saat sedang bekerja!" Rasa kagum Claire saat di ruangan meeting tadi seolah sirna. Bosnya itu tetaplah pria dingin tak berperasaan. "Ma..Maafkan saya, Pak! Tapi ini sangat darurat, istri saya sedang mengandung 9 bulan, saya sangat khawatir dengan keadaan mereka berdua." Tristan nampak menimbang-nimbang, setelah mendengar istrinya Jono tengah mengandung masih ada sedikit rasa belas kasih di hati Tristan. "Baiklah, hanya kali ini saya menginzinkanmu." Awalnya Claire sangat tidak suka saat Tristan tidak mengizinkan Jono untuk pergi, tapi gadis itu juga ikut merasakan lega saat akhirnya
Pagi itu, Claire berjalan dengan cepat menghampiri ruangan CEO. Sorot matanya tajam penuh kemarahan dan tangannya mengepal karena menahan amarah. Baru hari ini Claire tahu masalah kedua orangtuanya tentang perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena tender yang di rebut paksa oleh perusahaan Titan Corp, tempatnya bekerja. Bella dan Marco memang sengaja tidak memberitahukan keadaan mereka kepada Claire. Bagi mereka, Claire masih lah putri kecil yang tidak harus tahu segala permasalahan keluarganya. Ruangan Tristan yang memang berhadapan dengan meja kerja Claire sebagai sekretarisnya seolah tidak bisa menghentikan niat Claire untuk meluapkan emosinya. Tristan sedikit terkejut karena Claire membuka pintu ruangannya begitu saja. "Kenapa Anda melakukannya?" seru Claire tanpa rasa takut pada atasannya itu dan tanpa basa basi. "Rupanya kamu sudah mendengarnya?" Tristan tampak begitu santai menanggapi Claire. "Permasalahan sudah selesei, kamu tidak perlu khawatir lagi!"
Tristan duduk di depan sang ayah dengan perasaan berkecamuk. Pasalnya, sang Ayah telah mengambil langkah di luar perkiraannya, Franky langsung menyerang perusahaan Marco tanpa membicarakannya dengan Tristan terlebih dahulu. "Segera hentikan tindakan Papi!" Suara bariton Tristan berbicara santun namun tegas. "Bukan balas dendam seperti ini yang Aku inginkan, Pi." "Lalu seperti apa, Tan?" Franky menyesap rokoknya lalu menghembuskan asapnya. "Kamu terlalu lama dalam bertindak, sedangkan Aku sudah ingin melihat Marco dan keluarganya menderita." "Hal paling mudah untuk menyerang Marco memang langsung menyerang perushaannya." Tristan menyandarkan punggungnya dan menatap sang Ayah, "Hal itu pasti sudah Aku lakukan dari dulu, Pi. Tapi aku menginginkan hal yang lebih menyakitkan untuk mereka." "Hal seperti apa? Nyatanya, Papi belum melihat kamu melakukan tindakan apapun." "Aku ingin membuat Marco lebih menderita dengan memanfaatkan putri kesayangan mereka!" Tristan menatap taja
"A...Axel sudah menikah?" pekik Sandra terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bella segera mengajak Sandra ke dalam kamar Axel agar tidak membuat keributan dan terdengar oleh Tuan Chandra. Axel juga terkejut melihat kedatangan Mamanya bersama Sandra. "Ada apa ini, Ma?" "Sepertinya kamu harus menjelaskan saat ini juga yang sebenarnya kepada Sandra, Axel." Melihat tatapan Sandra yang penuh tanda tanya dan juga kesedihan Axel mengerti maksud Mamanya. Mungkin tadi Sandra mendengar apa yang Bella dan Axel katakan. "Jelaskan semuanya kepadaku, Xel." Sandra duduk di samping Axel. "Aku butuh kejelasan untuk apa yang aku dengar." Axel menghembuskan nafasnya, sebenarnya Axel tidak tega jika menceritakan yang sebenernya kepada Sandra, tapi Sandra sudah mendengar kebenarannya. "Baiklah, Aku akan menceritakan semuanya kepadamu." Dengan penuh perhatian Sandra memperhatikan Axel yang tengah membicarakan tentang hubungannya dengan Anjani. Berulang kali Sandra memejamkam mat
"Axel , putraku." Seru Marco, "Kamu akan segera menikah dengan Casandra, ini sudah keputusan kami semua." Bagaikan petir di siang bolong, ucapan Ayahnya mampu membuatnya tidak bisa berkata apapun. "Papa dan Om Chandra sudah sepakat untuk menikahkan kamu dengan Casandra, satu bulan lagi." Lanjut Marco menjelaskan. "Pernikahan!" Pekik Axel tercekat. "Iya Axel, pernikahan kamu dan Casandra," Ulang Marco saat melihat putranya tercengang, "Papa sudah yakin bahwa kamu dan Casandra sangat cocok." "Tapi pa.." Marco segera memotong ucapan Axel, "Jika kamu ingin protes, kita bisa bicarakan nanti, sekarang ajak Casandra berbicara agar kalian jadi lebih dekat." Marco memberikan kode kepada Axel untuk berhenti tidak mengucapkan hal yang ingin dia katakan. "Tentang Anjani akan kita bicarakan setelah para tamu ini pulang. Sekarang, patuhi saja apa kata Papa." Tekan Marco dengan membisikkan pada putranya. Tidak ingin membuat malu Ayahnya, Axel terpaksa menuruti permintaannya.
"A...Apa?" Marco seolah tidak yakin dengan apa yang di dengarnya, "Kenapa Titan Excelent seolah menyerang perusahaanku?" Untuk pertama kalinya, perusahaan Marco mengalami kesulitan. Media yang terus 'menggoreng' berita menjadikan semakin runyam. Marco berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan konferensi pers. Bermaksud agar kesalahpahaman menjadi terang. Marco membuat keputusan, "Segera adakan konferensi pers, agar masalah ini tidak berlarut dan semakin runyam." "Tapi pak, apakah kita tidak seharusnya mencari dalang di balik ini semua? Baru kita melakukan konferensi pers." ujar Axel memberi masukan. "Kita tidak punya waktu lagi, sebelum saham kita semakin merosot turun, kita harus memberikan penjelasan kepada khalayak." Saran Axel tidak di hiraukan oleh Marco. Konferensi pers itu akan segera di adakan. Besok siang adalah waktu yang tepat untuk meluruskan semua kesalahpahaman tersebut. Axel masuk ke ruangan ayahnya dengan raut wajah sedikit gusar, "Pah
Hubungan Marco dan Axel menjadi merenggang pasca Marco mengetahui, putranya telah menikahi seorang muslim. Marco tidak mempermasalahkan latar belakang Anjani, bukan soal harta. Hanya saja sebuah pernikahan harus berlandaskan pada pandasi yang kuat. Yang satu keyakinan saja masih sering mengalami cekcok , apalagi yang berbeda keyakinan. Marco hanya tidak ingin Putranya gagal. Bella yang tidak tahan melihat suami dan putranya saling mendiamkan merasa sangat jengah, "Sampai kapan kalian akan saling mendiamkan seperti ini?" "Sampai Axel memutuskan hubungan dengan Anjani." Seru Marco tanpa keraguan sembari melahap makanannya. Axel tidak terima dengan ucapan ayahnya, "Dan Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Anjani, Pah." Brakk... Marco menggebrak meja makan dan membuat Bella serta Claire terkejut. "Apa kamu mau menghancurkan keluarga ini, Axel!" pekik Marco dengan suara baritonnya. "Tidak ada yang ingin menghancurkan keluarga ini, Anjani wanita yang sangat baik.