Pak Wira dan Bu Wira menyambut suka cita kedatangan sang menantu ke rumah mereka malam itu. Walau malam itu Dewo datang dengan sikap jumawanya yang tetap saja ada. Dia makin besar kepala karena kemudian Pak Wira dan Bu Wira justru meminta maaf untuk kesalahan putri bungsunya pada lelaki itu. Agnia yang mendengar percakapan mereka dari dalam kamarnya, tak bisa berbuat banyak. Kakinya yang masih luka, tak bisa membuatnya bergerak leluasa seperti biasanya. Seandainya saja bisa berjalan cepat menuju ke ruang tamu, dia pasti akan mencegah bapak dan ibunya untuk merendahkan harga diri meminta maaf pada suaminya itu. Agnia tetap pada pendiriannya bahwa dia bukan satu-satunya orang yang bersalah dalam retaknya rumah tangganya dengan Dewo. Kemudian, wanita itu bahkan hanya bisa pasrah saat Dewo masuk ke kamarnya dan duduk menatapnya dengan sorot penuh kemenangan.“Dimana anak-anak, Mas?” Kalimat pertama itu yang dia tanyakan sebelum Dewo mengucapkan sepatah kata pun padanya.“Kamu nggak kang
Dalam perjalanan pulang dari rumah mertuanya, Dewo menyempatkan untuk bertemu dengan orang kepercayaannya, Simon. Usai mendapat kabar tentang kecelakaan istrinya, Dewo segera meminta Simon untuk mencari tahu sesuatu tentang kecelakaan itu. Dan beberapa menit yang lalu, lelaki itu mengatakan sudah mendapatkan informasi tentang kecelakaan yang terjadi di jalan raya dekat rumah mertuanya.“Saya sudah mendapatkan plat nomor kendaraan yang menabrak istri Anda. Kemudian saya juga sudah berhasil menemukan siapa pemiliknya.” Simon mulai menjelaskan keberhasilan penyelidikannya.“Ada yang melihat mobilnya? Kenapa polisi tidak menangkapnya?”“Kalau itu saya tidak tahu, Pak. Yang jelas sampai sekarang mereka masih bebas, belum ditangkap,” lanjut Simon.“Mereka? Sepertinya kamu mau bilang bahwa mereka melakukannya dengan sengaja? Ini bukan murni kecelakaan. Gitu maksudmu?”“Benar. Memang ada orang yang ingin mencelakai istri Anda. Saya bisa pastikan itu.” “Kenapa kamu begitu yakin?”“Saya melih
Paramitha, salah satu orang kepercayaan mendiang pengusaha Suseno yang juga merupakan teman lama Celine saat kuliah, menyambut kedatangan wanita kaya itu di lobby kantor.“Aku kira kamu nggak jadi datang hari ini,” ucapnya sambil memeluk sang sahabat. “Maaf ya aku sudah merepotkanmu dengan urusan suamiku,” ujar Celine sedikit berbisik. Lalu keduanya pun beriringan menuju ke lantai atas. Ruang direktur yang selama ini merupakan tempat Narendra menghabiskan waktu untuk mengurusi perusahaan peninggalan mendiang suami Celine adalah tujuan mereka saat ini. “Apa kamu ada kesulitan mengurus semuanya, Mith?” tanya Celine saat keduanya akhirnya berada di dalam ruangan itu. Celine terlihat sudah menduduki kursi direktur, sementara Mitha yang baru saja selesai berbicara dengan salah satu karyawan, mulai fokus dengan apa yang ditanyakan oleh sahabatnya.“Lumayan sih. Aku akui suamimu itu memang sangat handal mengelola perusahaanmu, Ce. Aku paham sekarang kenapa dulu mendiang suamimu begitu men
Demi mencapai tujuannya, Dewo mulai gencar memanfaatkan Sri. Sayang sekali, wanita yang telah gelap mata karena cinta matinya pada lelaki itu tak bisa membaca niat tersembunyi di balik sikap Dewo yang semakin manis padanya. Padahal sebenarnya dalam hati Dewo, tetap hanya ada Agnia seorang saja. Sementara Sri hanya dijadikannya pelampiasan dan batu loncatan untuk semua ketidakpuasan pada istrinya itu. Seperti halnya hari ini, Dewo yang gundah karena menunggu kabar dari Agnia, terlihat tak bersemangat di kantornya. Dalam situasi itu, Mirna justru beberapa kali menelponnya. Adiknya itu melaporkan jika Naya dan Aqilla terus merengek minta untuk dipertemukan dengan ibu mereka. Mirna yang dititipi dua anaknya pun jadi pusing tujuh keliling, hingga Dewo tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. “Bisa ajak jalan mereka kemana dulu gitu? Aku masih sibuk banget di kantor, Mir,” katanya.“Sudah, Mas. Aku sudah ajak mereka sampai bolak balik dua kali jalan. Mereka tetap maunya diantarkan ketem
“Kami sudah menemukan keberadaan orang yang ibu maksud.” Seseorang menghubungi Celine untuk melaporkan sesuatu. Tak banyak bertanya lagi, Celine pun segera bersiap meluncur ke tempat yang disebutkan oleh orang-orang bayarannya itu. Sementara itu di tempat lain, Narendra rupanya sedang berkunjung ke rumah Rani. Keduanya kini nampak tengah serius ngobrol di teras rumah berpagar cukup tinggi itu. Di lingkungan sekitarnya, Rani memang termasuk warga yang cukup tertutup. Bertahun-tahun tinggal di kompleks yang terbilang elit itu, dia sama sekali tak berbaur dengan warga sekitarnya. Sayangnya, tak banyak yang mempedulikan itu juga karena lingkungannya memang terdiri dari banyak warga yang individualist. Bagi Rani sendiri, dia bukannya ingin mengeksklusifkan diri dari warga sekitar. Dia hanya menyadari statusnya yang merupakan istri kedua yang disimpan oleh seorang pengusaha kaya di daerah itu. Dia tak ingin terlihat mencolok untuk menghindari masalah untuk dirinya sendiri nantinya. Ber
Celine akhirnya memutuskan untuk membawa Narendra ke rumahnya. Sesampainya di sana, dia pun segera menyuruh orang-orang bayarannya untuk menyeret lelaki itu ke kamar tamu.“Apakah perlu kita ikat dia biar nggak bikin masalah, Bu?” Salah seorang diantara mereka bertanya. Celine menggeleng. ”Tidak perlu. Kalian boleh pergi sekarang. Akan ku hubungi lagi jika aku butuh,” kata wanita itu kemudian. Narendra yang beberapa saat yang lalu dilempar dengan kasar ke kursi tamu, kini terlihat sedang meringis menahan nyeri di lengannya yang sempat dicekal sangat kasar oleh dua orang suruhan Celine tadi. Dari luar, sayup sayup didengarnya suara mesin mobilnya yang berhenti. Dia sangat hafal suara mesin mobilnya dan sangat yakin bahwa salah satu orang suruhan Celine telah membawa mobilnya ke rumah itu. Sejujurnya Narendra sangat ciut nyali dengan orang-orang suruhan Celine itu. Dengan badan-badan yang tegap dan berotot, Narendra yakin tubuhnya remuk dengan mudah jika istrinya itu memerintahkan pa
Sadar dari pingsannya, asisten rumah tangga Rani segera berlari ke jalanan meminta bantuan beberapa tetangga dan satpam kompleks pun segera menolong dan membawa mereka ke rumah sakit. Kondisi Rani yang lumayan parah karena sempat mengeluarkan darah dari hidung dan beberapa bagian tubuhnya.Saat kemudian wanita itu sadarkan diri, Agnia adalah orang yang pertama kali diingatnya. Asisten rumah tangganya yang sudah membaik dan bisa menunggunya di kamar perawatan, langsung mencarikan ponsel yang tadi sempat dibawanya serta kerumah sakit. “Kenapa nggak kasih tahu bapak aja, Bu?” usul asistennya itu. Sejenak Rani berpikir, tapi kemudian menggeleng. Tidak mungkin dia ceritakan kejadian yang menimpanya itu pada suaminya. Lelaki itu pasti akan membatasi ruang geraknya jika sampai tahu bahwa istrinya justru mencari penyakit berhubungan dengan orang-orang bermasalah. “Tidak usah. kalau bapak telpon nanti, kamu jangan bilang soal kejadian ini, ya?”Asisten itupun mengangguk setuju, walau sebenar
Setelah terdiam beberapa saat lamanya, akhirnya Rani yang selalu banyak akal mengatakan sesuatu yang membuat Agnia shock.“Sepertinya nggak ada salahnya kamu terima tawaran Dewo kali ini, Ni.”“Apa?!” Agnia hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. Bagaimana mungkin Rani menyarankan padanya untuk menerima tawaran Dewo, padahal selama ini dia yang paling gencar memberi masukan untuk segera melepaskan diri dari lelaki itu. “Kamu sadar sama yang kamu katakan, Ran?”“Iya Ni, aku sadar sesadar sadarnya. Ini demi kebaikanmu. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, bagaimana nanti anak-anakmu?”“Maksud kamu apa sih, Ran? Negara ini punya hukum. Masa’ orang segampang itu mau mencelakai orang? Udahlah jangan khawatir, yang penting aku kan udah nggak ada hubungan apa-apa sama Narendra.””Kamu nggak ngerti sih Ni betapa seramnya wanita bernama Celine itu. Aku heran deh bagaimana mungkin Narendra dulu bisa memutuskan untuk menikah dengannya.” “Kamu bilang dia ka