Home / Romansa / HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA / "The first Night?"

Share

"The first Night?"

Author: Sunniejoy
last update Last Updated: 2024-09-26 16:00:02

Suasana malam itu di kamar terasa begitu canggung dan tegang. Setelah melewati acara resepsi yang cukup melelahkan, Humaira dan Arhab akhirnya tiba di kamar yang sudah disiapkan untuk mereka. Meski secara teknis mereka adalah suami-istri, namun hubungan ini terasa begitu aneh bagi keduanya. Humaira masih belum terbiasa dengan kenyataan bahwa dia kini adalah istri kedua dari Arhab, seorang habib yang sangat dihormati dan seorang suami yang ternyata sudah memiliki Aisha, seorang wanita yang begitu baik dan sabar.

Humaira menarik napas panjang. Sepanjang hari itu, pikirannya terus berkecamuk. Bayangan Aisha yang menangis sendirian di belakang pesantren membuat Humaira merasa semakin bersalah. Ia tak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati Aisha, sementara dirinya duduk di pelaminan, menerima ucapan selamat dari para tamu. Dan kini, ia harus tidur sekamar dengan suaminya, sementara hatinya dipenuhi dengan perasaan bersalah dan canggung.

Arhab
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Exhausting"

    Humaira terbangun lebih awal dari biasanya, jauh sebelum cahaya matahari menyentuh langit pagi. Suara detak jam di dinding terdengar jelas di telinganya, menandakan waktu yang terus bergerak. Ia menoleh ke arah Arhab, suaminya, yang masih tertidur lelap di sebelahnya. Rasa canggung yang selama ini ia rasakan tidak kunjung hilang, bahkan semakin hari semakin membebani. Bagaimana tidak? Pernikahan yang berlangsung begitu tiba-tiba dan bukan atas dasar cinta membuat Humaira terus-menerus meragukan perasaannya sendiri. Saat melihat jam, Humaira tersentak. Waktu Subuh hampir tiba, dan Arhab perlu segera bersiap untuk ke masjid. Dengan gerakan hati-hati, Humaira mengulurkan tangannya untuk membangunkan suaminya. Namun, ketika tangannya menyentuh bahu Arhab, keseimbangannya terganggu. Tanpa ia sadari, tangannya yang lemah terselip, dan tubuhnya terjatuh tepat di atas tubuh Arhab. Keduanya terkejut. Mata mereka bertemu dalam jarak yang begitu dekat.

    Last Updated : 2024-09-27
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Dua Rumah"

    Arhab dan Aisha melangkah menuju rumah mereka, suasana siang menuju sore yang tenang terasa kontras dengan emosi yang bergelora di dalam hati masing-masing. Ketika mereka tiba di depan pintu, Aisha merasakan getaran di dadanya. Begitu pintu tertutup, tanpa bisa ditahan, air mata mulai mengalir di pipinya. Tangisnya pecah, bukan karena cemburu atau rasa sakit yang mendalam, tetapi karena kehilangan anak pertama mereka yang belum sempat lahir. "Aku minta maaf," ucap Arhab, suaranya bergetar saat dia memeluk Aisha erat-erat. Dia juga merasakan kesedihan yang menggerogoti, kesedihan yang tak kunjung reda sejak kejadian itu. "Semua ini… ini bukan salahmu." Aisha hanya bisa menangis dalam pelukan Arhab. Air mata itu menjadi saksi bisu dari perasaan sakit yang menggerogoti jiwa mereka. Sebenarnya, alibi Aisha tentang mengajar mengaji adalah cara dia melindungi diri dari rasa sakit yang terlalu dalam. Hari itu adalah ha

    Last Updated : 2024-09-28
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Prolog"

    Cuaca di Inggris saat ini sangat indah. Musim semi akan segera tiba, dan aku berjalan dengan hati yang gembira sambil mendorong sepedaku menuju kampus. Udara segar yang membelai wajahku seolah mengingatkan bahwa hidup ini penuh warna. Di sepanjang jalan, aku melihat berbagai aktivitas orang-orang, mulai dari para pelajar yang sibuk dengan buku-buku mereka hingga pasangan lansia yang berjalan sambil bergandengan tangan. Kehangatan suasana ini membuat hariku semakin cerah.Tahun 2019 ini adalah tahun ketiga aku merayakan tahun baru Hijriyah tanpa Abi dan Umma di pesantren. Kerinduan akan suasana bersama orang tua kerap menghampiri, namun di sisi lain, ada kebahagiaan tersendiri bisa menuntut ilmu di negeri orang—impian yang telah aku cita-citakan sejak lama.Tak terasa, satu tahun lagi aku akan menyelesaikan pendidikan dengan double degree di dua universitas ternama, Cambridge dan Oxford, di jurusan Antropologi dan sejarah. Namun, jujur saja, aku masih bingung apa yang akan kulakukan se

    Last Updated : 2024-08-03
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Untouchable Girl"

    Perpustakaan kampus telah menjadi tempat favorit Humaira untuk beristirahat dan menyelesaikan tugas. Meskipun aturan perpustakaan melarang tidur di dalamnya, Humaira sering melanggar aturan tersebut. Baginya, perpustakaan adalah tempat yang nyaman, seperti rumah ketiga setelah pondok pesantren dan kosannya.**[PERPUSTAKAAN CAMBRIDGE UNIVERSITY]**Saat Humaira tertidur di salah satu sudut perpustakaan, seorang wanita berambut pirang menggoyangkan tangan Humaira dengan lembut. “Humey...,” ucapnya pelan, berusaha membangunkan Humaira. Namun, setelah beberapa kali digoyangkan dan tidak ada respons, wanita itu mendapatkan ide untuk memasangkan headphone yang dikenakannya ke telinga Humaira. Dengan volume yang keras, musik mulai terdengar, membuat Humaira terbangun dengan terkejut dan jatuh dari kursinya.Suara jatuhnya Humaira menarik perhatian pengunjung perpustakaan. Teman Humaira, Clara, tertawa tanpa suara melihat kejadian itu. Humaira, setengah sadar, segera berdiri dan membenarkan k

    Last Updated : 2024-08-03
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "On The Way Maroko"

    Malam Minggu di Inggris, Humaira masih sibuk dengan tugasnya. Ia terus mengerjakan hingga lupa waktu.Tiba-tiba, ada panggilan Skype masuk. Ternyata dari Gabriel, yang membuat perhatian Humaira teralihkan dari tugas di laptopnya.Tanpa berpikir panjang, Humaira langsung mengangkat panggilan Skype dari Gabriel."Hey, what's up? Oh my God, you look so busy. Sorry I disturbed you," ucap Gabriel sambil melambaikan tangan dan tersenyum."Oh, it's okay. I'm just doing my assignment. Kamu belum mengerjakan tugas?" tanya Humaira sambil menutup buku dan membuka kacamatanya."Assignment? what's assignment?" jawab Gabriel."Culture coursework," kata Humaira."Oh yeah. I forgot. Hehe, but tomorrow we can go to Morocco. For what? Doing the task," ujar Gabriel dengan enteng."Okay, it's not weird anymore. But this task is from the killer lecture, so I need to finish it," kata Humaira.Gabriel hanya tertawa tanpa beban pikiran."Oh, Humaira, have you made preparations for Morocco tomorrow?" tanya Ga

    Last Updated : 2024-08-03
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Honeymoon "

    **[Sebulan Sebelum Berangkat]**“Istriku, sepertinya bulan depan kita bisa berangkat ke Maroko. Aku sudah mengurus semua dokumen untuk keberangkatan kita,” ucap Arhab dengan senyum penuh rasa bangga.“Iya, suamiku. Terima kasih banyak,” jawab istrinya dengan mata berbinar penuh antusiasme.**1 Bulan Kemudian****[H-2 Sebelum Berangkat ke Maroko]**Arhab dan istrinya sedang sibuk berkemas untuk perjalanan mereka ke Maroko. Mereka memutuskan untuk terbang dari Jawa Timur ke Jakarta terlebih dahulu, lalu melanjutkan penerbangan ke Maroko dari Bandara Soekarno-Hatta.Di dalam pesawat, sebelum lepas landas, istrinya tiba-tiba memulai percakapan.“Yang...” ucapnya dengan nada penuh keraguan.“Iya, ada apa?” jawab Arhab, menoleh dengan penuh perhatian.Terjadi keheningan sejenak sebelum istrinya melanjutkan, “Eh, tidak jadi deh...” sambil tersenyum kecil.“Kenapa, sayang?” tanya Arhab, penasaran.“Tidak jadi, pokoknya,” jawab istrinya, nada suaranya berubah sedikit dingin.“Ya sudah...” ucap

    Last Updated : 2024-08-03
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Sorrows and Encounters "

    **[Keesokan Harinya]**Pagi hari, saat Arhab sedang membereskan barang-barang di ruang inap istrinya, tiba-tiba ada perawat yang mengetuk pintu. Arhab membuka pintu dan perawat tersebut dengan ramah menyampaikan bahwa ia diminta ke ruangan dokter untuk mengetahui hasil tes laboratorium istrinya.Arhab segera menuju ruangan dokter, sementara perawat memeriksa kondisi istrinya yang masih belum sadar dari pingsan semalam.Sesampainya di ruangan dokter, Arhab dipersilakan duduk. Ia langsung menanyakan hasil tes laboratorium istrinya dengan penuh kecemasan. Dokter menunjukkan surat hasil lab dan mulai menjelaskan.“Jadi begini, Pak. Berdasarkan hasil laboratorium ini, istri Bapak saat ini sedang mengandung, dengan usia kandungan sekitar dua minggu,” ucap dokter.Arhab terkejut dan tersenyum mendengar berita tersebut. Namun, senyum itu segera pudar ketika dokter melanjutkan penjelasan.“Namun, di sisi lain, istri Bapak mengalami komplikasi. Janin yang dikandungnya berisiko tidak dapat terse

    Last Updated : 2024-08-03
  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Cinta dan Rahasia"

    "Present, Kak Ilham." ucap Humaira sambil mengangkat tangan dan tersenyum ke arah Kakak pembimbing. Senyuman Humaira pun dibalas oleh Ilham. ******* "Jarang banget kasih senyum gitu ke orang lain," ucap Gabriel kepada Humaira dengan nada mengejek. "Apa sih, Gab? Gak boleh gitu gue senyum ke orang lain?" jawab Humaira, melirik Gabriel dengan kesal. "Gak boleh dong. Ke gue aja gak pernah senyum manis kayak gitu," balas Gabriel dengan mudahnya. "Hah? Aneh lu," respon Humaira keheranan dengan ucapan Gabriel. Ia pun meninggalkan Gabriel dan berjalan menuju Marrie. Tak lama kemudian, dosen menyampaikan tugas kepada para mahasiswa. "Oke baik semuanya, mohon diperhatikan dan didengarkan dengan baik. Tugas kalian saat ini adalah menganalisis sedetail dan selengkap mungkin mengenai Kasbah des Oudayas bersama kelompok yang sudah dibentuk. Setiap Minggu, kalian harus menyerahkan progres penelitian kepada saya. Mohon diserahkan tepat waktu, jika sampai tidak ada perwakilan kelompok

    Last Updated : 2024-08-29

Latest chapter

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Dua Rumah"

    Arhab dan Aisha melangkah menuju rumah mereka, suasana siang menuju sore yang tenang terasa kontras dengan emosi yang bergelora di dalam hati masing-masing. Ketika mereka tiba di depan pintu, Aisha merasakan getaran di dadanya. Begitu pintu tertutup, tanpa bisa ditahan, air mata mulai mengalir di pipinya. Tangisnya pecah, bukan karena cemburu atau rasa sakit yang mendalam, tetapi karena kehilangan anak pertama mereka yang belum sempat lahir. "Aku minta maaf," ucap Arhab, suaranya bergetar saat dia memeluk Aisha erat-erat. Dia juga merasakan kesedihan yang menggerogoti, kesedihan yang tak kunjung reda sejak kejadian itu. "Semua ini… ini bukan salahmu." Aisha hanya bisa menangis dalam pelukan Arhab. Air mata itu menjadi saksi bisu dari perasaan sakit yang menggerogoti jiwa mereka. Sebenarnya, alibi Aisha tentang mengajar mengaji adalah cara dia melindungi diri dari rasa sakit yang terlalu dalam. Hari itu adalah ha

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Exhausting"

    Humaira terbangun lebih awal dari biasanya, jauh sebelum cahaya matahari menyentuh langit pagi. Suara detak jam di dinding terdengar jelas di telinganya, menandakan waktu yang terus bergerak. Ia menoleh ke arah Arhab, suaminya, yang masih tertidur lelap di sebelahnya. Rasa canggung yang selama ini ia rasakan tidak kunjung hilang, bahkan semakin hari semakin membebani. Bagaimana tidak? Pernikahan yang berlangsung begitu tiba-tiba dan bukan atas dasar cinta membuat Humaira terus-menerus meragukan perasaannya sendiri. Saat melihat jam, Humaira tersentak. Waktu Subuh hampir tiba, dan Arhab perlu segera bersiap untuk ke masjid. Dengan gerakan hati-hati, Humaira mengulurkan tangannya untuk membangunkan suaminya. Namun, ketika tangannya menyentuh bahu Arhab, keseimbangannya terganggu. Tanpa ia sadari, tangannya yang lemah terselip, dan tubuhnya terjatuh tepat di atas tubuh Arhab. Keduanya terkejut. Mata mereka bertemu dalam jarak yang begitu dekat.

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "The first Night?"

    Suasana malam itu di kamar terasa begitu canggung dan tegang. Setelah melewati acara resepsi yang cukup melelahkan, Humaira dan Arhab akhirnya tiba di kamar yang sudah disiapkan untuk mereka. Meski secara teknis mereka adalah suami-istri, namun hubungan ini terasa begitu aneh bagi keduanya. Humaira masih belum terbiasa dengan kenyataan bahwa dia kini adalah istri kedua dari Arhab, seorang habib yang sangat dihormati dan seorang suami yang ternyata sudah memiliki Aisha, seorang wanita yang begitu baik dan sabar. Humaira menarik napas panjang. Sepanjang hari itu, pikirannya terus berkecamuk. Bayangan Aisha yang menangis sendirian di belakang pesantren membuat Humaira merasa semakin bersalah. Ia tak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati Aisha, sementara dirinya duduk di pelaminan, menerima ucapan selamat dari para tamu. Dan kini, ia harus tidur sekamar dengan suaminya, sementara hatinya dipenuhi dengan perasaan bersalah dan canggung. Arhab

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Kejutan dari Umma"

    Humaira duduk di tepi tempat tidur, memandangi langit-langit kamar dengan mata yang mulai lelah oleh air mata yang terlalu sering mengalir. Sejak resepsi pernikahannya dengan Arhab berlangsung seminggu lalu, perasaan campur aduk tak pernah meninggalkannya. Yang paling menyiksa adalah rasa bersalah yang terus-menerus menghantui setiap langkahnya. Ia terus terbayang wajah Aisha, istri pertama Arhab, yang selama ini selalu bersikap baik dan penuh pengertian. "Bagaimana mungkin dia bisa setabah itu?" gumam Humaira dalam hati. Kebaikan Aisha justru membuat Humaira merasa semakin tidak pantas berada dalam situasi ini. Bagaimana mungkin ia bisa menerima takdir sebagai istri kedua tanpa merasa bahwa dirinya adalah penyebab kesedihan orang lain? Pikirannya terus berkecamuk, dan perasaan tidak nyaman itu semakin menguat ketika Umma datang memberitahu bahwa mereka akan mengadakan resepsi pernikahan. Seminggu yang lalu, saat Umma mengutarakan niatnya, H

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Fortitude"

    Humaira terbaring lemah di kasur, matanya masih terpejam saat Arhab membawanya ke kediaman keluarga. Di sekitar, suasana dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam. Aroma bunga dan suara isak tangis mengisi ruangan. Saat Arhab menempatkan Humaira di ranjang, dia merasakan ada sesuatu yang aneh ketika melihat Aisha di ambang pintu. Aisha berdiri dengan tenang, meskipun hatinya bergetar. Melihat Humaira yang lemah dan Arhab yang cemas, ia berusaha meredakan ketegangan. Dengan langkah lembut, Aisha mendekat. "Bagaimana keadaan Humaira?" tanyanya dengan nada lembut, berusaha menjaga sikap tenangnya. Arhab yang masih khawatir menjawab, "Dia hanya butuh istirahat. Mungkin terlalu banyak yang terjadi." Suaranya bergetar, menandakan betapa bingung dan bersalahnya ia terhadap kedua wanita yang ada di hadapannya. Humaira membuka matanya perlahan. Dia melihat Aisha, dan entah mengapa, ada ketenangan dalam pandangan istr

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Kesedihan Aisha"

    Setelah Humaira pingsan, suasana di rumah keluarga Kyai berubah menjadi panik. Para ustadzah dan santri yang berada di sekitar halaman rumah segera berkerumun, berusaha melihat apa yang terjadi. Arhab, yang langsung membopong Humaira setelah ia jatuh, bergegas membawanya ke kamar di dalam rumah. Ustadzah-ustadzah yang tadinya hanya bisa berbisik, kini mulai berdoa lirih, berharap Humaira segera pulih. Sementara itu, Aisha berdiri di belakang mereka, matanya tetap terpaku pada suaminya yang tengah mengurus istri barunya. Ia berusaha keras menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya, tetapi ia tak bisa mengabaikan luka yang terus menganga di hatinya. Saat Arhab menaruh Humaira di ranjang dengan hati-hati, Umma bergegas masuk ke kamar, membawa semangkuk air dan kain basah untuk mengompres dahi putrinya. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran, namun ia berusaha tetap tenang. Ia tahu Humaira sedang berada dalam situasi yang berat, dan sebagai ibu, ia hanya bisa ber

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Seluruh Luka"

    Humaira tersentak ketika mendengar ketukan di jendela. Suara ketukan yang awalnya samar kini menjadi lebih jelas, mengusik ketenangan pikirannya. Ia melangkah perlahan ke arah jendela, menarik tirai dengan hati-hati, dan mendapati Arhab berdiri di luar. Wajah suaminya terlihat lelah, namun ketegasan masih tampak dari raut wajahnya. “Bisa tolong bukakan pintu?” suara Arhab terdengar datar namun tetap lembut, meminta untuk dibukakan pintu depan. “Oh, iya. Maaf, aku tidak mendengar ketukan pintu sebelumnya,” jawab Humaira sedikit tergagap. Ia segera berjalan ke pintu depan, membukanya, dan membiarkan Arhab masuk. Suasana di antara mereka tetap hening, tetapi Humaira merasakan sedikit kelegaan karena Arhab sudah pulang dengan selamat. Meski begitu, rasa canggung yang menyelimuti masih terasa tebal, terlebih setelah banyak hal terungkap antara mereka. Humaira menunduk, mencoba mengalihkan rasa canggung yang semakin membesar. “Mau ku siapkan air hangat? Untuk membersihkan diri setelah da

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Unexpected"

    Ilham masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Matanya sayu, tubuhnya terasa remuk. Ketika pintu ruangan terbuka, matanya langsung tertuju pada sosok yang tak pernah ia sangka akan melihat di situasi seperti ini—Arhab, sahabatnya. "Arhab... kenapa kamu di sini?" tanyanya pelan, suaranya serak dan hampir tak terdengar. Arhab, yang berdiri di depan pintu dengan wajah serius, menarik napas panjang. Dia tahu situasi ini jauh lebih rumit dari apa yang terlihat. Dengan perlahan, dia mendekati Ilham dan menjawab, "Aku di sini karena…istriku Humaira, Ham." Kalimat itu seolah membelah ruang yang semula hening. Mata Ilham melebar, jantungnya berdegup kencang. Ia menatap Humaira yang berdiri di samping Arhab, wajahnya tertunduk dalam-dalam, seolah tak berani menatap langsung pada Ilham. "Ya, Kak Ilham," ucap Humaira dengan suara lemah. "Kami telah menikah... sebelum Abi meninggal. Di rumah sakit.""Inalillahi wa inalillahi Raji'un, ya Allah pak kyai"

  • HAFALAN CINTAKU: HUMAIRA   "Unpredictable"

    Humaira langsung mengusap air matanya, menaruh handphone di meja samping, dan berdiri dari ranjang. Kamar yang seharusnya menjadi tempat ia menghabiskan malam pertama sebagai istri baru, kini terasa begitu sesak. Setiap sudutnya seolah menekan dada, membuat napas terasa berat. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan keluar dengan langkah tergesa. Berbagai perasaan berkecamuk dalam pikirannya—pertanyaan tanpa jawaban, kekecewaan yang menusuk, dan kesedihan yang tak tertahankan.Begitu sampai di depan kamar Umma, Humaira melihat ibunya tengah tidur, memeluk foto Abi. Gambar suaminya yang baru saja pergi menghadap Ilahi, kini menjadi satu-satunya penghibur di tengah kesedihan yang mendera. Humaira dengan lembut berbaring di samping Umma dan memeluknya dari belakang, mencari sedikit kehangatan di tengah rasa kehilangan yang dalam."Ada apa, Humaira?" tanya Umma dengan suara serak, setengah sadar.Humaira menarik napas panjang, berusaha mengendalikan perasaannya. "

DMCA.com Protection Status