Aku dan Raka terlahir kembar. Kami dibesarkan di Panti Graves sejak berusia empat tahun. Sama seperti anak panti lainnya, kami memiliki nama kecil di sana yang hanya terdiri dari satu nama. Namaku Mika, tapi di dunia luar namaku akan berganti sesuai pemberian Bapak. Bapak adalah teman baik Mama yang membantu mengurus panti sejak lama, entah berapa tahun. Yang pasti, keduanya saling percaya dan menjaga. Begitu aku keluar, aku merasa beruntung langsung bisa melihatnya tanpa mencemaskan keberadaan Pemburu Iblis. Bapak yang tahu rute yang aman, sehingga kalau ada dia, sudah dipastikan tidak ada gangguan. Di bawah naungan pohon, kulihat dia sedang menungguku. Wajahnya tampak jelas ketika disinari rembulan. Sambil mengenakan pakaian hangatnya yang biasa dia pakai saat menyusuri hutan. Begitu mendekat, tinggiku sudah hampir sebatas wajahnya. Dulu, aku bahkan tidak bisa meraih tangannya. Dialah Bapak, orang pertama yang kami kenal di panti Graves. Berbeda dengan Mama, Bapak cukup jarang
Bapak bekerja sebagai pembuat minuman di kota ini. Tidak bisa dipungkiri, tempatnya bekerja selalu ramai sehingga kualitasnya tidak perlu ditanya. Tapi, ironisnya dia tidak suka minum melainkan yang aman. Aku dan Raka, di hari pertama, hanya berdiri diam sambil memandangi Bapak membuat minum untuk para pelanggannya. Sebenarnya, tujuan kami hanya satu, tapi tidak satu pun dari kami yang berani berucap. Ini salah Raka yang tidak membangunkanku beberapa jam lalu, harusnya kami sudah keluar dari sini sejak pagi supaya bisa bicara empat mata dengan Bapak. Bapak tidak membangunkan, karena dia tidak tahu kehendak kami. Mungkin dikira masih ingin berlibur di rumahnya. Di antara pelanggannya, kami berdua yang paling pucat. Untung tidak ada suara yang menyeru hal itu. Mentari belum begitu rendah sehingga masih aman bagi kami untuk berjalan keluar selagi menunggu malam menjemput. Kurang lebih seperti Mama, Bapak tidur hanya beberapa jam saat kami beraktifitas dan kadang tidur di waktu yang
"Mika!" Terdengar seruan Bapak. "Bantu aku membersihkan ini!" Aku hendak menyela kalau itu bisa jadi tugas Raka, namun kulihat saudaraku sedang sibuk menyapu lantai. Mau tidak mau, aku turuti kehendaknya. Selagi mencuci piring, kuperhatikan Bapak yang sibuk dengan gelas dan minuman. Melihat tangannya yang agak kekar membuktikan bagaimana dia berhasil membunuh gadis itu hanya dengan sekali langkah. Ya, sekali. Tepat ketika mengucapkan "dengan senang hati" dia melesat dan berhasil menikam gadis itu hingga roboh. Aku tidak percaya, dia dengan mudah membunuh seseorang yang dianggap sebagai penyelamat bagi sebagian orang. Namun, tentu wajar bagiku jika Bapak memilih menghabisinya. Dia barangkali takut kalau kami bakal diserang ketika mulai berbaur dengan masyarakat akibat satu saksi. Begitu selesai menghabisi gadis itu, Bapak menyeret mayatnya. Di balik kain pelindung, kulihat dia melempar mayat gadis itu ke jurang layakny
« ??? » "Tolong! Iblis!" Jeritan seorang wanita menggemparkan seisi desa lantaran saudaranya telah berubah menjadi iblis setelah berburu. Seorang pria dengan tatapan liar dengan taring tajam siap memangsa. Cakarnya hendak mencengkeram leher wanita yang berlari di depannya. "Akh!" Wanita itu tumbang. Iblis telah mengisap darahnya. Geligi itu perlahan menggerogoti seluruh bahu wanita malang itu. Mangsanya menjerit dengan sia-sia. Perlahan, suaranya semakin serak hingga akhirnya hening. Wanita itu tewas dengan mata terbalak merasakan dirinya dimangsa hidup-hidup. Syaaat! Iblis telah tumbang. Sebuah tombak menancap di kepalanya. Sosok wanita berdiri memandangi tragedi di depannya. Dia terlambat. Wanita itu menatap korban dengan tatapan prihatin. Namun, segera setelahnya, dia tancapkan pedang ke kening sang mayat hingga remuk kepalanya demi mencegah perubahan. "Pemburu
Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan yang berdiri kokoh di atas langit. Di negeri yang indah itu, hiduplah sang Putri dan Pangeran. Mereka ditakdirkan untuk menjaga kerajaan bersama.Di sisi mereka berdiri para pelindung, mereka itu para Penjaga–Guardian. Bersama mereka memerintah kerajaan itu.Seseorang pernah meramalkan, jika keberuntungan akan memihak mereka. Kalau suatu saat negeri itu akan berjaya.Namun, takdir berkata lain. Seseorang telah merusak kebahagiaan mereka.Runtuhlah negeri itu, menyisakan jiwa-jiwa yang tidak tenang. Mereka menuntut balas dendam.Jiwa-jiwa itu dilahirkan kembali. Namun, tidak semua lahir kembali membawa kisah yang telah lampau.Di antara kisah yang terkikis oleh zaman, tersimpan serangkaian kisah yang akan mengungkap segalanya.Dan kisah itu adalah ...Guardians of Shan 4 :Nawala
Aku yakin mimpiku pertanda awal dari kisah lama yang telah terkubur. Ketika mengingat lagi, terasa lebih menyakinkan dari sebelumnya. Walau sosok yang mendekapku itu belum jelas rupanya, tapi aku yakin dia pasti Guardian yang ingin menjemputku. Dalam mimpi, kalungku bersinar. Pada sisi lain aku merasa mimpi itu hanya wujud dari keinginanku untuk bertemu dengan para Guardian-ku setelah sekian lama terpisah. Ke mana mereka selama ini? Apa mereka akan kembali?"Levi?" Suara Bibi terdengar dari balik kamar. Tak lama, dia masuk setelah kuizinkan. "Tumben bangun lebih awal.""Sudah terbiasa." Aku tersenyum tipis. Sebenarnya, ini sungguh aneh. Bukan hal biasa bagiku bangun pada malam hari seperti anak panti lainnya.Semenjak aku menetap di panti, semakin aku berharap untuk segera diadopsi saat itu juga. Memang benar dulu aku dibesarkan di sebuah panti asuhan, tapi anak-anak di sana juga sepertiku. Mereka bangun di pagi hari lalu tidur pada malamnya. Makanan yang disajikan juga beragam setiap
"Levi, bangun!" Louis rupanya berdiri di sisi ranjangku sambil berusaha mengapai rambut cokelatku. "Ayo, waktunya makan!"Dengan tarikan pelan di rambut, Louis berhasil menyeretku ke ruang makan. Anak-anak panti sudah mulai duduk dan menunggu makanannya. Aku ingin menambahkan aturan tidak tertulis dalam panti ini. Jadi, ketika hendak makan, kami seharusnya menunggu hingga seluruh anggota dalam panti ini berkumpul. Kecuali bagi yang tidak sanggup makan, tentunya. Jelas saat ini mereka menunggu kehadiranku."Halo, Levi!" Sapaan dari Bibi membuatku sedikit terkejut. Aku tidak melihatnya tadi. "Ayo, makan!"Tanpa menunggu tanggapan dariku, Louis menyeretku ke dua kursi kosong yang pastinya disediakan untuk kami berdua. Tidak lama, Bibi lalu memimpin doa dan makan pun dimulai."Kamu lagi-lagi telat." Louis terkikik sambil menyantap daging itu dengan lahap.Aku menunduk, mengamati daging yang disajikan setiap saat ini. Bukankah janggal jika kita harus makan jenis makanan yang sama setiap sa
"Kamu belum pantas untuk membawanya." Suara Bibi terdengar, meski dunia di sekitarku masih begitu gelap. Mataku terpejam, sementara badan terasa hangat karena diselimuti. Kutebak, mereka sebenarnya berdiri tidak jauh dari posisiku berbaring."Dia tanggungjawabku, aku yang melindunginya selama ini," balas seorang pria. Dia memiliki logat yang aneh, seakan berusaha menyesuaikan kalimat yang biasa diucapkan oleh Bibi. Sedikit mirip dengan suara Nemesis, meski di sisi lain juga terdengar sedikit keras seakan ingin lawan bicara tahu betapa seriusnya dia. Itulah suara yang kudengar beberapa saat sebelum kegelapan menyambut pandanganku."Kamu mungkin sudah membuktikannya, tapi aku rasa kamu masih belum pantas," sahut Bibi. "Datanglah kemari setelah aku yakin.""Mau sampai kapan kau tahan dia dariku?" balas si pria, sedikit lebih keras dari sebelumnya, dapat kurasakan gejolak amarah darinya. "Aku sudah membantumu, aku menjamin keselamatan anak-anak di sini, terutama Levi. Kau masih bilang it