Beni Mulai Darting Melihat Gista yang kesakitan, membuat Arkan merasa panik. "Kamu, kenapa?" tanya Arkan cemas.Gista tak bisa bicara, karena menahan kesakitan.Mulutnya mengeluarkan buih. Dengan cepat Arkan menggendong Gista, kembali meminjam mobil tetangga yang tadi sudah ia kembalikan.Gista mulai pucat, Arkan khawatir saat melihatnya."Bertahanlah!" ujar Amran. Gista mendelik dia ingin menjawab ucapan Arkan, tapi dia tidak sanggup lagi untuk berbicara.Akhirnya Gista merasa lemas, dan tidak sadarkan diri. Setibanya di rumah sakit, ia dibawa ke ruang IGD untuk mendapatkan penanganan dari Dokter. Arkan membawa Gista ke rumah sakit yang sama di mana ibunya dirawat. Arkan memegangi dahinya yang merasa panik, dia takut jika Gista tidak tertolong, karena keadaannya tadi sangat mengkhawatirkan."Semoga istriku, selamat." gumam Arkan. Ia merasa lemas dan duduk di bangku ruang tunggu. Marwah melihat Arkan. Dia melewati lorong dekat ruang IGD, kebetulan Marwah dari kantin untuk membel
Merasakan BahagiaBeni kemudian membuka undangan itu, ternyata pernikahan Najwa akan dilangsungkan pada tanggal 8. Berarti 2 hari lagi. Seno dan Marwah datang, dengan cepat Beni mengembalikan undangan itu pada tempat semula." Apakah kamu diundang, oleh Najwa?" tanya Marwah. Saat sadar jika Beni memperhatikan undangan itu.Beni menggeleng "Tidak Mbak, aku tidak diundang oleh Najwa!" jawab Beni. Kemudian Seno memberi isyarat Beni untuk duduk. "Tumben sekali kamu main ke sini malam, pasti ada hal penting," ujar Seno, yang seakan tahu jika Beni datang pasti ada maunya. "Iya Mas, ada hal yang penting. Aku ingin meminta bantuan Mas Seno untuk menolongku,' ucap Beni." Memangnya ada apa, Ben, katakanlah !"ucap Seno."Begini Mas, aku ingin membuka usaha dan aku butuh modal. Jadi aku ingin meminjam pada kalian," ujar Beni. "Kamu butuh berapa?" tanya Seno to the point."Ya nggak banyak sih Mas, sekitar 500 juta aja!" jawab Beni. Marwah sedikit tercengang mendengar pinjaman yang Beni kata
Meraih CintamuNathan mengajak Najwa untuk meminum kopi. Dia juga membawa beberapa cemilan. Malam kedua mereka habiskan, untuk menonton film.Mereka kini berada dirumah Najwa. Sebenarnya Nathan, sudah membelikan rumah untuk Najwa. Tapi Najwa meminta untuk mereka tinggal di sana, menemani neneknya. Nanthan mengikuti permintaan istrinya, ia tidak keberatan dengan itu. Nathan merangkul Najwa, kemudian mengecup dahi Najwa dengan lembut. Najwa menatap Nathan, ia merasa kaget dengan perlakuan suaminya barusan."Kenapa, kamu sekarang sudah jadi, istriku!" ujar Nathan tersenyum."Aku hanya perlu terbiasa!" jawab Najwa."Apakah malam ini, benar-benar kita habiskan untuk menonton film?" tanya Nathan."Kenapa tidak, apalagi yang akan kita lakukan," sahut Najwa. "Oke baiklah, aku akan menemanimu," ucap Nathan.**Sudah beberapa hari ini Clarissa bertengkar dengan Beni, karena Beni tidak bisa memenuhi keinginannya dan melunasi semua hutang. Clarissa melihat foto pada sosial media milik Najwa, d
Justru Sania yang pada saat itu sangat pasrah. Dia melihat dengan jelas, bagaimana wajah Beni yang telah memucat, membayangkannya saja sudah membuat Sania ingin menangis dan merinding. Suasana menjadi hening, saat mereka menunggu kabar dari Beni. Ponsel Seno berdering, memecah kesunyian. Laras dan Sania menatap Seno berbarengan.Seno kemudian menjauh, dan menjawab telepon. Sania merangkul ibunya, karena Laras sangat shock dengan kejadian ini, dia takut kehilangan Beni. Laras sangat merasa bersalah dengan semua yang Beni alami, awalnya semua karena dia menurut Laras.Dia yang menghasut Beni untuk menikah lagi, dia yang mempengaruhi Beni dengan hal-hal yang buruk. Dimanapun penyesalan selalu datang terlambat, itulah yang dirasakan oleh Laras. Semua tidak akan kembali seperti dulu, semua tidak akan berubah. Waktu tidak akan bisa diputar kembali, tapi jika Beni diberi kesempatan panjang umur. Laras ingin mendukung anaknya, ia ingin Beni bahagia. Harusnya dari awal Laras mencegah pernik
Semua pelayat sudah pergi meninggalkan tempat pemakaman. Namun Belinda belum mau beranjak dari situ, dia masih menangis sambil memandangi batu nisan Firman. Putranya yang malang, kini telah berpulang. Firman telah meninggal dibunuh oleh teman satu sel di dalam penjara. Berita duka itu, mereka dapatkan kemarin. Belinda sangat terpukul dengan berita kematian putranya, kini kedua putranya sudah tiada. Daniel dan Firman sudah berpulang terlebih dahulu. Najwa meminta Nathan untuk membawa Rachel, Putri mereka untuk pergi terlebih dahulu dan menunggu di dalam mobil."Aku akan menemani Nenek, terlebih dahulu," ujar Najwa.Nathan menggandeng putrinya itu, yang kini sudah berusia 9 tahun menuju parkiran.~~~Najwa menghela napas berat. Dia sangat tahu betul, bagaimana perasaan neneknya kini, pasti sangat sedih.Walaupun Firman sudah banyak membuat kesalahan pada mereka. Najwa mengusap pundak neneknya dengan lembut. Belinda kemudian memeluk Najwa."Putra nenek sudah tiada, Papa kamu dan kini O
Sore ini aku bertemu dengan Hani. Karena ia akan menceritakan tentang Delia, secara bertemu agar lebih jelas."Aku bertemu dengan Delia baru saja kemarin, saat acara makan malam yang di adakan oleh rekan kerja Aldo. Sekarang Delia sudah menikah dengan pria bernama Martin." ujar Hani menjelaskan pertemuannya dengan Delia untuk pertama kali setelah lama tidak mendengar kabar, dari wanita itu."Dia sudah menikah lagi, apakah Martin itu rekan kerja Aldo juga?" tanya Najwa masih penasaran."Ya, mereka bekerja di perusahaan yang sama. Apakah Delia datang mengusikmu?" Hani menatap Najwa lekat menunggu jawaban."Tidak, hanya saja aku merasa tidak nyaman dengan kehadirannya kembali. Putrinya yaitu Sabila satu sekolah dengan Rachel, bahkan mereka sekelas." Najwa menghela nafas dan memijit pelipisnya."Dan Sabila mengambil kotak pensil Rachel, tanpa izin. Aku bertemu Delia tadi saat ia menjemput Sabila, harusnya ini bukan masalah besar, mungkin aku terlalu berlebihan." ujar Najwa."Tidak berlebi
Perubahan Delia"Rachel..!" Delia memanggil putri dari Najwa, ketika Rachel akan masuk ke dalam kelas. Delia mendekati Rachel. "Kemarin Tante kirim makanan ke rumahmu. Apakah makanannya enak?" tanya Delia."Aku tidak tahu, Tante," jawab Rachel."Kemarin tante mengirimkan makanan yang banyak loh, ada cake dan juga. Apakah kamu tidak makan?" Delia bertanya penasaran."Tidak ada Tante, aku masuk kelas dulu ya!" ucap Rachel kemudian berlalu masuk ke dalam kelasnya. "Apakah mereka tidak memakan, makanan yang sudah kuberi. Pantas saja tidak berhasil!" gumam Delia merungut kesal, sudah susah payah dia membeli makanan yang enak untuk keluarga Najwa tapi makanan itu tidak dimakan oleh mereka.Kehidupan Delia memang sudah berubah ketika dia menikah dengan Marcel. Seorang pengusaha yang mempunyai perusahaan di bidang kosmetik, kekayaan Marcel sangatlah massive, dia bisa membelikan Delia rumah mewah kehidupan yang layak dengan putrinya.Delia barusan saja mendapatkan telepon dari Marcel suami
Grup WA Mama Kece[Apakah kamu sudah tidur?] pesan itu dikirim oleh Merri. Beni yang membacanya berdecih kesal, baru saja mendapatkan nomornya. Merri sudah berani mengirim pesan yang tidak penting.Beni memilih menghapus pesan itu setelah membaca, ia membetulkan posisi bantal dan mulai memejamkan mata.Drrtt... Kembali ponsel Beni berbunyi saat Beni melihat notifikasi, ternyata Merri lagi yang mengirim pesan dan kini Mari mulai menelponnya. Beni benar-benar dibuat sebal oleh tingkah laku Merri. [Aku mau tidur! Bisakah kamu tidak mengganggu!] pesan balasan dari Beni agar Merri tahu diri. [Selamat tidur ya Mas Beni, mimpi indah muahhhhh...] balas Merri. Beni mengernyitkan dahinya membaca balasan dari wanita itu, dan merasa geli."Seperti anak ABG saja saat membalas pesan." batin Beni. ***Pagi itu Meri sudah datang ke toko sembako milik Beni. Ia membeli minyak goreng dan roti, di sana ada keinginan terselubung Merri. Tentu saja ingin bertemu dengan Beni. "Berapa semuanya, Mas?" t