Menjadi jaminan atas kesalahan yang tak pernah dilakukan adalah hal yang tak pernah Camelia sangka. Camelia pikir hidupnya kemarin telah benar-benar berakhir. Rumah disita bank, barang-barang diambil rentenir, lalu ayahnya melarikan diri dan meninggalkan banyak utang. Hidup Camelia layaknya berada di dalam sebuah mimpi terburuk.
Sampai suatu ketika, Camelia bertemu dengan Dominic—pria yang menyanderanya. Harusnya Camelia bersyukur mendapatkan pekerjaan di mansion orang yang sangat kaya. Karena paling tidak Camelia tak menjadi gelandangan di jalan setelah diusir dari rumahnya sendiri. Tapi alih-alih bersyukur, malah Camelia kerap merasa ketakutan. Terlebih jika berhadapan dengan Dominic, tatapan tajam pria itu selalu membuat tubuh Camelia bergetar takut. Nada bicara pria itu selalu tajam, keras, dan menusuk. “Camelia, pagi ini kau bersihkan kolam renang. Letak kolam renang berada tepat di belakang mansion ini.” Hedy melangkah menghampiri Camelia—yang baru saja keluar dari kamar dan sudah memakai seragam pelayan. Camelia mengangguk patuh. “Hm, Hedy, ada yang ingin aku tanyakan padamu.” “Kau ingin tanya apa, Camelia?” Hedy menatap Camelia lekat. “Jam berapa Tuan Dominic biasanya tidur, Hedy?” tanya Camelia pelan. “Tuan Dominic tidak tentu. Tapi beliau memang sering tidur malam. Dalam satu hari beliau selalu dua kali berolahraga. Pagi sebelum beliau memulai akivitas, dan malam sebelum beliau tidur pasti selalu berolahraga,” jawab Hedy memberitahu. “Ah, begitu. Pantas saja.” Camelia menggigit bibir bawahnya. “Pantas saja? Apa maksudmu, Camelia?” Kening Hedy mengerut, menatap bingung Camelia. “Tidak apa-apa, Hedy. Aku hanya asal bicara. Yasudah, aku harus membersihkan kolam renang dulu,” ujar Camelia lembut seraya melangkah pergi menuju kolam, meninggalkan Hedy. Saat Camelia sudah tiba di kolam renang, gadis itu nampak kebingungan bagaimana cara membersihkan kolam renang yang begitu tinggi dan besar itu. Camelia yakin kolam ini pasti sangat dalam. “Aku membersihkan kolam menggunakan baskom saja,” guman Camelia yang mendapatkan ide membersihkan kolam renang menggunakan baskom. Detik berikutnya, Camelia mengambil baskom, dan langsung membersihkan kolam renang menggunakan baskom tersebut. Hingga ketika, Camelia merasa kelelahan, keseimbangannya tak terkendali akibat baskom berisikan air di tangannya sangat berat. Kaki Camelia terpeleset. Tubuh Camelia tak seimbang, hingga membuatnya tercebur di kolam. Byurrrr Camelia berusaha menggapai tepi tapi sayangnya tak bisa. Gadis itu kelabakan di dalam kolam. Beberapa detik, tangan Camelia tak lagi meraih-raih meminta pertolongan. Tubuhnya sudah lemah dan mengambang di kolam renang. Di sisi lain, Dominic melangkah keluar kamar sudah rapi dengan pakaian formal kantor. Lengan kekar dan dada bidang pria itu terbalut sempurna di balik jas berwarna hitam. Wajah tampan itu terselimuti aura dingin, tegas, dan penuh kharisma. Sorot matanya tajam layaknya mata elang. “Selamat pagi, Tuan Dominic.” Hedy menyapa Dominic dengan sopan seraya menundukan kepalanya. Dominic mengangguk singkat. “Bagaimana pekerjaan Camelia? Apa dia becus bekerja?” tanyanya seraya merapihkan kancing jasnya. “Tuan, saya baru saja meminta Camelia untuk membersihkan kolam—” “Tolong! Tolong!” Suara seorang pelayan berlari menghampiri Hedy dengan wajah panik. “Apa ada? Kenapa kau berlari seperti itu?” tanya Hedy pada seorang pelayan. “Hedy, pelayan baru tenggelam di kolam! Aku ingin menolongnya tapi aku juga tidak bisa berenang,” seru pelayan panik yang sontak membuat Dominic terkejut. “Pelayan baru? Maksudmu Camelia?” Hedy pun ikut panik. “I-iya. Camelia. Kalau tidak salah itu, kan, namanya? Aku lupa namanya. Dia pelayan baru di sini,” seru pelayan itu lagi. “Shit!” Dominic berlari menuju kolam kala mendengar Camelia tenggelam. Makian dan umpatan terus lolos dalam hatinya. Sejak hari pertama Camelia muncul, gadis itu selalu membuat masalah yang menguji kesabaran Dominic. Di kolam renang, tatapan tajam Dominic menangkap tubuh Camelia mengambang di kolam renang. Lalu … tatapan pria itu pun menatap air yang ada di tepi kolam renang berserta dua baskom di sana. Raut wajah Dominic berubah penuh emosi. Otaknya lagsung mencerna kalau Camelia membersihkan kolam renang menggunakan baskom. “Apa gadis itu seorang princess sebelumnya?! Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menimbulkan masalah!” geram Dominic emosi. Dominic hendak tak ingin peduli, tapi tak mungkin karena gadis itu pasti akan mati kalau tak ditolong. Dengan terpaksa, Dominic membuka jasnya, melempar ke sembrangan arah, dan langsung melompat ke kolam renang. Dominic meraih tubuh Camelia, membawanya ke tepi kolam. Tubuh Camelia sudah memucat. Bibirnya biru. Dominic segera memberikan pertolongan pertama. Pria itu melakukan tindakan CPR beberapa kali, sayangnya Camelia tak kunjung membuka mata. Akhirnya Dominic pun memberikan napas buatan guna membuat Camelia bisa membuka mata. Lalu … Uhugg … uhugg … Camelia terbatuk-batuk kala berhasil membuka mata. Air keluar dari hidung dan mulut gadis itu. Tampak raut wajah Dominic menunjukan jelas kemarahannya. Sorot mata tajamnya begitu menakutkan. “Kau itu kenapa bodoh sekali! Kenapa membersihkan kolam renang menggunakan baskom?! Di mana letak otakmu, Camelia!” bentak Dominic keras. Camelia hanya menundukan kepala dan masih terbatuk-batuk. Gadis itu tak bisa menjawab ucapan Dominic. Sedangkan Dominic yang terpancing emosi, memilih untuk meninggalkan Camelia begitu saja. Tepat disaat Dominic pergi, Hedy bersama dengan satu pelayan lain membantu Camelia untuk berdiri, meninggalkan kolam renang. *** “Hedy, jadi tadi Tuan Dominic yang menyelamatkanku?” Camelia bertanya kala dirinya sudah mengganti pakaian dengan seragam pelayan baru. Beruntung di lemari memiliki beberapa pakaian pelayan. Jadi Camelia bisa menggantinya dengan yang baru kala seragam yang terakhir dia pakai sudah basah akibat tenggelam di kolam. Hedy menghela napas dalam. “Iya, Tuan Dominic yang menyelamatkanmu. Para penjaga ada di depan. Kalau aku memanggil penjaga, pasti mereka akan terlambat menyelamatkanmu. Kau itu kenapa membersihkan kolam menggunakan baskom? Harusnya kau kosongkan dulu air kolam, Camelia. Setelah itu kau bisa menggunakan alat khusus membersihkan kolam.” “Maafkan aku, Hedy. Aku belum pernah membersihkan kolam renang. Lain kali aku akan bertanya dulu padamu,” ucap Camelia penuh dengan rasa bersalah. “Yasudah lupakan saja. Tapi kau harus segera berterima kasih sekaligus minta maaf pada Tuan Dominic. Kalau saja beliau tidak menyelamatkanmu, mungkin kau pasti tidak akan tertolong. Kau tahu? Tuan Dominic sampai memberikan napas buatan padamu agar demi kau sadar,” ujar Hedy menceritakan pada Camelia. “Napas buatan?” Kening Camelia mengerut, menatap bingung sekaligus terkejut. “Maksudmu napas buatan yang melalui bibir?” tanyanya memastikan. “Memangnya kalau bukan bibir lewat mana lagi, Camelia? Kau itu mengajukan pertanyaan konyol sekali.” Hedy menggeleng-gelengkan kepalanya. Mata Camelia terbelalak. “Ya Tuhan! Itu artinya Tuan Dominic sudah menciumku.” “Camelia, itu bukan—” “Aku harus menemui Tuan Dominic sekarang.” Camelia langsung berlari meninggalkan Hedy begitu saja, tanpa mau mendengar ucapan Hedy. Setibanya di depan, Camelia menatap Dominic yang hendak menuju halaman parkir mobil. Buru-buru Camelia berjalan cepat dan menghadang Dominic dengan wajah yang berusaha untuk memberanikan diri. “Tuan. Kita harus bicara.” Camelia menggigit bibir bawahnya. “Minggir. Kalau tujuanmu hanya meminta maaf dan berterima kasih, aku tidak mau mendengarnya,” tukas Dominic dingin dan sorot mata begitu tajam. Camelia menelan salivanya susah payah. “A-ku memang ingin meminta maaf karena telah ceroboh. Aku juga ingin berterima kasih karena kau sudah menyelamatkanku. T-tapi ada hal sangat penting yang harus aku katakan padamu.” “Hal penting apa yang ingin kau katakan?” Sebelah alis Dominic terangkat, tatapan pria itu masih menatap Camelia tajam. “T-tadi kita sudah berciuman, kan?” Camelia memberanikan diri menatap tatapan tajam Dominic. “Berciuman?” Dominic dibuat bingung akan apa yang diucapkan Camelia. “Kau memberikan napas buatan padaku lewat bibir. Itu sama saja kita sudah berciuman,” kata Camelia menggebu. Dominic nyaris kehilangan kata akibat otak konyol Camelia. “Itu bukan berciuman! Aku hanya memberikan napas buatan padamu demi kau sadar! Kalau aku tidak memberikan napas buatan untukmu, kau sudah pasti mati!” serunya kesal. Camelia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Rasa takut dalam hatinya kian menelusup. Sesuatu hal muncul di dalam otak Camelia. Hal di mana pesan yang dia dengar di masa kecil. Terlihat Camelia mengatur napas agar ritme jantungnya tetap beraturan. “A-aku hamil.”“Kau jahat! Kau tega mengotoriku!” Entah keberanian dari mana Camelia melangkah maju, dan langsung memukul dada bidang Dominic sekuat tenaganya. Tak sanggup menahan air mata, Camelia menangis sekeras mungkin di depan Dominic. Tangis yang tersirat betapa menderitanya gadis itu. Kulit Camelia begitu putih, menangis sesegukan membuat wajah, hidung, dan matanya sangat merah. “Apa kau sudah gila?!” Dengan satu tangan kokoh Dominic, pria itu menangkup kedua tangan Camelia kasar. Menatap Camelia tajam, menusuk, layaknya pembunuh berdarah dingin. Hal tergila dalam hidup Dominic adalah dia tak mengerti akan maksud dari ucapan konyol Camelia. “K-kau sudah menghamiliku! Kau tega! Kau jahat!” isak Camelia sesegukan dan berusaha meronta kala Dominic mencengkram tangannya. Sayangnya, tenaga Camelia hanya bagaikan kapas untuk Dominic. Tangan Camelia tak bisa lepas dari jerat Dominic. “Apa maksud ucapanmu, Sialan! Siapa yang menghamilimu!” bentak Dominic menggelegar dan keras hingga membuat bahu C
Suara pecahan gelas membuat Dominic mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak raut wajah dingin Dominic begitu menyeramkan. Sepasang iris mata Dominic tajam dan menusuk. Ruangan gelap itu sangat misterius hingga membuat semua orang masuk pasti menganggap bahwa ini adalah neraka. “Tuan Dominic, di depan ada cangkir kopi pecah. Saya sudah melihat CCTV, Nona Camelia yang mengantar kopi itu. Sepertinya Nona Camelia melihat apa yang Anda lakukan, Tuan,” jawab Eldon—asisten Dominic—melaporkan. Dominic terdiam mendengar laporan dari Eldon. Rupanya Camelia melihat apa yang dirinya lakukan. “Biarkan saja. Tidak usah pedulikan,” jawabnya dingin dan tegas. “Baik, Tuan.” Eldon menundukan kepalanya sopan, patuh atas apa yang dikatakan oleh Dominic. Tatapan Dominic teralih, menatap sosok pria yang baru saja ditembaknya. Darah kental membasahi lantai itu. Aroma anyir darah membaur memenuhi ruangan megah tersebut. Sosok pria berpakaian hitam tergeletak tak bernyawa di atas lantai. “
Lingkar mata Camelia sedikit gelap akibat baru bisa tertidur di pagi buta. Raut wajah Camelia tak secerah biasanya. Kemuraman melingkupi paras cantik gadis itu. Pancaran matanya menunjukan jelas rasa takut yang melebur menjadi satu dengan kecemasan dan kepanikan. Ya, sejak tadi malam otak Camelia sangatlah kacau. Ingatan Camelia terus terngiang-ngiang akan ancaman Dominic yang membuat seluruh bulu kuduk Camelia merinding. Camelia tidak pernah menyangka akan tersandera di istana pria yang kejam dan tak memiliki hati. Sungguh, Camelia khawatir akan terjadi sesuatu pada ayahnya. Jauh dari dalam lubuk hati Camelia terdalam, Camelia berharap ayahnya membaca pesan darinya. Camelia tak mau sampai ayahnya datang menjemputnya. “Astaga, Camelia. Kau masih berdiam di kamar?” Hedy melangkah masuk ke dalam kamar Camelia, menatap gadis itu yang masih berdiam diri di kamar. Terlihat raut wajah Hedy jengkel melihat Camelia yang belum juga keluar kamar. Padahal ini sudah waktunya bersih-bersih. “H-
Langit cerah mulai tertutupi oleh awan gelap. Perut Camelia sedikit berbunyi keruyukan menandakan gadis itu mulai sedikit lapar. Langkah kaki Camelia melemah. Jalanan pun nampak sepi. Camelia tersesat. Selama ini Camelia jarang sekali keluar rumah. Tak heran jika dirinya tak mengenal dunia luar. Sungguh, Camelia tak tahu dirinya ada di mana. Gadis itu hanya melangkah mengikuti arah angin yang entah membawanya ke mana. Camelia menghela napas dalam, gadis itu mengeluarkan ponselnya, melihat ternyata baterai ponselnya sudah habis. Bodoh! Camelia merutuki kebodohannya sendiri. Camelia tidak tahu kalau baterai ponselnya habis. Pun kini Camelia melihat dompetnya, dirinya hanya memiliki beberapa lembar uang saja. Tak banyak tapi paling tidak cukup untuk membuatnya bertahan tiga hari. Yang terpenting saat ini Camelia bisa bebas dari Dominic. Camelia tidak mau menjadi tawanan pria kejam itu lagi. “Aku harus ke mana?” gumam Camelia pelan dan sedikit bingung. Gadis itu mulai melangkahkan kaki
Langkah kaki Camelia gontai kala memasuki kamar megah Dominic. Camelia hendak ingin kembali menuju kamarnya, tapi sayangnya cengkraman tangan Dominic masih melingkar di pergelangan tangannya sangatlah kuat. Beberapa kali Camelia meringis kesakitan, tapi tetap tak membuat Dominic iba padanya. Sungguh, Camelia seakan merasa dirinya berada di ambang pintu neraka yang menyesakan dirinya. “T-Tuan … a-aku—” “Buka bajumu,” titah Dominic tegas yang sontak membuat mata Camelia melebar terkejut. “T-Tuan, a-apa maksudmu?” Camelia menelan salivanya susah payah, bingung dan tak mengerti akan apa yang diucapkan oleh Dominic. “Kau tidak lihat pakaianmu robek seperti itu?! Cepat buka pakaianmu!” bentak Dominic dengan nada keras dan tak suka dilawan. “T-Tuan, b-biarkan aku mengganti pakaianku di kamar. Aku akan—” “Kau akan berniat untuk melarikan diri lagi?! Iya?! Kau pikir aku bisa mudah ditipu, hah?!” seru Dominic dengan nada tinggi, hingga membuat Camelia menunduk tak berani melihat Dominic
Hujan deras membasahi bumi. Gelegar petir membelah langit gelap, menimbulkan kilat cahaya yang terang dan menyilaukan. Tampak Camelia yang tertidur di sofa bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Suara igauan pelan dan terdengar merintih piluh seolah menunjukan bahwa gadis itu sangat menderita. “Dad … Mom … help me …” Camelia mengigau dengan kondisi mata yang masih tertutup. Dominic membuka matanya kala gelegar petir membangunkannya. Mata Dominic menyipit tajam, tak sengaja melihat Camelia yang tidur di sofa bergerak-gerak gelisah, seakan menunjukan bahwa gadis itu tengah bermimpi buruk. Ya, Camelia tertidur di sofa kamar Dominic. Sesuai apa yang diinginkan oleh Dominic. Camelia tak berdaya. Gadis itu tak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Dominic. Dominic menyibak selimut, turun dari ranjang dan melangkah menghampiri Camelia. Raut wajah Dominic menjadi kesal melihat Camelia mengigau memanggil kedua orang tua gadis itu. Benar-benar sangat menyusahkan. Domin
“M-maaf.” Camelia kikuk salah tingkah karena mengganggu Dominic bersama dengan sosok wanita cantik yang Camelia yakini wanita itu adalah kekasih Dominic. Tampak Camelia menggigit bibir bawahnya bingung dan tak mengerti apa yang harus Camelia lakukan. Harusnya Camelia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu, tapi alih-alih pergi malah Camelia tak bisa menggerakan kakinya. Kaki Camelia seolah tertanam di sana tak mampu berkutik. Detik di mana Dominic mendengar perkataan maaf Camelia, pria itu langsung mendorong kasar tubuh Winola yang memeluknya, hingga membuat Winola tersungkur di lantai. Camelia yang berdiri tak jauh dari Dominic sampai terbelalak terkejut akan tindakan kasar Dominic pada Winola. “Akh—” Winola merintih kala tersungkur di lantai. Tatapan Winola berubah menjadi kesal. Ini bukan pertama kali Dominic menolaknya. Sudah berkali-kali Dominic menolak dirinya. “Dominic, kenapa kau kasar padaku? Orang tua kita menjalin hubungan baik. Aku yakin orang tuamu pasti se
Tiga hari setelah Camelia melarikan diri, Camelia sudah tak lagi diperbolehkan keluar dari rumah. Tugas Camelia hanya membersihkan rumah sesuai dengan jadwal yang Hedy berikan padanya. Jika sampai Camelia berani melanggar, maka Dominic tak akan segan-segan mengurung Camelia ke ruang bawah tanah. Tentu ancaman Dominic ini membuat Camelia tak berdaya sama sekali. Camelia tidak mungkin berani melawan apa yang sudah Dominic tetapkan. Kondisi Camelia beberapa hari ini sudah berangsur-angsur membaik. Bisa dikatakan Camelia sekarang sudah pulih. Tak lagi sakit. Selama tiga hari ini, Camelia sudah membantu Hedy untuk membersihkan rumah, hanya saja Hedy belum berani memberikan tugas terlalu berat dan susah pada Camelia. Pasalnya masih banyak yang harus Camelia pelajari. Pun Hedy bisa-bisa pusing kalau sampai Camelia membuat masalah. “Camelia, kau tidak usah membersihkan itu. Nanti pecah. Pajangan itu mahal sekali, Camelia,” seru Hedy panik kala melihat Camelia tengah membersihkan guci. “Hed
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli