Suara pecahan gelas membuat Dominic mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak raut wajah dingin Dominic begitu menyeramkan. Sepasang iris mata Dominic tajam dan menusuk. Ruangan gelap itu sangat misterius hingga membuat semua orang masuk pasti menganggap bahwa ini adalah neraka.
“Tuan Dominic, di depan ada cangkir kopi pecah. Saya sudah melihat CCTV, Nona Camelia yang mengantar kopi itu. Sepertinya Nona Camelia melihat apa yang Anda lakukan, Tuan,” jawab Eldon—asisten Dominic—melaporkan. Dominic terdiam mendengar laporan dari Eldon. Rupanya Camelia melihat apa yang dirinya lakukan. “Biarkan saja. Tidak usah pedulikan,” jawabnya dingin dan tegas. “Baik, Tuan.” Eldon menundukan kepalanya sopan, patuh atas apa yang dikatakan oleh Dominic. Tatapan Dominic teralih, menatap sosok pria yang baru saja ditembaknya. Darah kental membasahi lantai itu. Aroma anyir darah membaur memenuhi ruangan megah tersebut. Sosok pria berpakaian hitam tergeletak tak bernyawa di atas lantai. “Kau sudah menemukan di mana Burke?” tanya Dominic dengan nada menahan amarah dalam dirinya. “Tuan, Burke sudah lama menjadi salah satu orang kepercayaan Anda. Dia mempelajari setiap pergerakan Anda. Tidak mudah menemukannya, Tuan. Saya sudah berusaha mencari. Termasuk orang kit pun sudah mencari. Tapi Anda tidak lupa, kan? Burke kerap menggunakan topeng wajah orang lain jika tengah diburu. Butuh waktu untuk menangkapnya, Tuan.” Eldon berucap penuh sopan seraya menundukan kepalanya. “Sialan!” Dominic menggeram penuh emosi. Tangannya mengepal kuat dan amarah yang tak terkendali. Ya, Burke Moore, ayah Camelia itu adalah salah satu orang kepercayaan Dominic. Burke mengawasi klub malam milik Dominic yang tersebar luas di seluruh negara. Tidak hanya itu, dalam transaksi-transaksi penting biasanya Burke yang turun tangan. Selama ini, Dominic tak pernah turun langsung dalam transaksi penting di klub malamnya. Dominic Geovan—bungsu dari salah satu keluarga terkaya di dunia itu masih harus memegang tanggung jawab di perusahaan keluarganya. Sedangkan bisnis pribadinya tak bisa sepenuhnya dia tangani. Hal itu yang membuat Dominic memiliki beberapa orang kepercayaan. Tapi ternyata, Burke berani mengkhianatinya. Burke mengambil uang dalam jumlah yang fantastis. Bahkan Burke sampai menipu rekan bisnis Dominic. Kehilangan uang bukanlah masalah besar bagi seorang Dominic Geovan. Yang membuat Dominic marah adalah pengkhianatan Burke. Selama ini Dominic selalu membayar seluruh orangnya dengan gaji yang sangat besar. Bahkan sampai melebihi gaji seorang direktur di sebuah perusahaan. “Singkirkan dia!” Dominic menatap tajam sosok pria yang tergeletak tak berdaya di atas lantai. “Baik, Tuan.” Eldon menggerakan kepalanya pada kedua pengawal di depan untuk membawa pria yang sudah tak bernyawa itu. Pun tanpa bantahan, kedua pengawal tersebut membawa pria itu. Aroma anyir darah masih kental memenuhi ruangan megah itu. Dominic tak henti mengumpat kasar, nampaknya pria itu telah meredakan amarah yang terkumpul di dalam dirinya. Emosi seolah ingin meledak dan tak bisa terkendali. Di hadapan Dominic adalah salah satu pria yang membantu aksi Burke dalam menipu. Tak hanya menipu, tapi pria yang ditembak Dominic itu berani menggunakan klub malam milik Dominic untuk transaksi perdagangan wanita yang akan dikirim ke Russia. Aksi pria itu berhasil digagalkan oleh Eldon. Shit! Jika membayangkan ini semua membuat amarah Dominic semakin menjadi. Sebelumnya pasti ada transaksi yang berhasil dilakukan. “Pastikan hal ini tidak akan pernah terjadi lagi!” seru Dominic dengan nada tinggi. “Baik, Tuan Dominic.” Eldon menjawab patuh. Tanpa berkata, Dominic melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Sedangkan Eldon segera meminta pelayan untuk membersihkan ruangan gelap yang penuh dengan darah. Tampak sorot Dominic layaknya singa lepas yang penuh dengan amarah. *** Camelia duduk di lantai seraya memeluk lututnya. Tubuhnya bergetar hebat akibat mengingat Dominic menembak seseorang. Jantung Camelia seakan ingin berhenti berpacu. Tangan Camelia yang putih bersih sampai memucat layaknya mayat hidup yang diberikan formalin. Aura wajah Camelia menunjukan kecemasan dan kekhawatirannya. Camelia menggigit kukunya. Yang Camelia khawatirkan saat ini adalah ayahnnya. Hingga detik ini Camelia sama sekali belum bisa menghubungi ayanya. Nomor ponsel ayahnya tak aktif. Tapi tidak apa-apa. Camelia berharap ayahnya membaca pesannya tadi. “Astaga, Camelia. Kau di sini rupanya. Aku mencarimu ke seluruh isi mansion. Aku sampai pusing mencarimu, Camelia.” Hedy melangkah masuk ke dalam kamar Camelia, menatap sedikit bingung Camelia yang duduk di lantai. “Ah, Hedy. Maafkan aku. Aku sedang datang bulan. Perutku sakit, Hedy,” dusta Camelia. Terpaksa Camelia berbohong, dia tak mungkin mengatakan pada Hedy apa yang telah dirinya rasakan. Hedy menghela napas dalam. Lalu melangkah menghampiri Camelia dan berkata, “Minum obat pereda nyeri. Pasti akan jauh lebih baik. Minum juga teh hangat. Aku kalau sedang datang bulan, dan sakitnya luar biasa, biasanya aku minum obat pereda nyeri.” “I-iya, Hedy. Terima kasih sudah menyerankanku,” jawab Camelia pelan. “Yasudah, kau minumlah obat pereda nyeri sekarang. Setelah itu antarkan air lemon hangat untuk Tuan Dominic di ruang olahraganya yang ada di lantai 5. Di jam seperti ini beliau sedang berolahraga,” ujar Hedy memberi perintah. Camelia menelan salivanya susah payah. “H-Hedy, apa bisa aku melakukan pekerjaan lain? Kau saja yang mengantarkan minuman ke Tuan Dominic.” Camelia menjawab cemas. Pasalnya, Camelia masih terus ketakutan setiap kali melihat Dominic. “Camelia, setelah ini aku harus membereskan gudang. Itu tugas berat. Kalau kau yang membereskan gudang, yang ada semua semakin kacau,” balas Hedy seraya menatap Camelia. Camelia menggigit bibir bawahnya. Apa yang dikatakan Hedy adalah benar. Kalau dirinya membersihkan gudang, pasti yang ada hanya kekacauan yang terjadi. Tapi kalau dirinya bertemu dengan Dominic, itu sangat menakutkan. Dominic adalah pria yang paling kejam yang pernah Camelia dalam hidupnya. Pria yang sama sekali tak memiliki hati sedikit pun. “Camelia, ayo cepat antarkan air lemon hangat untuk Tuan Dominic. Beliau akan marah besar kalau sampai kau terlambat mengantarkan air lemon untuknya,” kata Hedy mengingatkan Camelia untuk segera mengantarkan air lemon hangat untuk Dominic. Terpaksa akhirnya Camelia menganggukan kepalanya. Dalam hal seperti ini, Camelia tak memiliki pilihan. Camelia masih bekerja di mansion Dominic. Jika Camelia tak patuh, maka masalah baru akan muncul padanya. Di dapur, Camelia membuatkan air lemon hangat. Sebelumnya, Hedy pernah mengatakan pada Camelia kalau Dominic tak menyukai minuman manis. Jadi Camelia pun menuangkan sedikit gula ke minuman air lemon tersebut. Camelia mengatur napasnya, berusaha untuk tak takut. Walau tak dipungkiri ketakutan tetaplah menghantui Camelia. Tapi Camelia berusaha mati-matian untuk menguasai diri. Dengan wajah yang sedikit pucat, Camelia melangkah menuju lift, ke lantai 5. Lantai megah di lantai 5 tersedia sebuah kolam renang khusus. Tak hanya itu saja, tapi di lantai 5 juga ruang berolah raga, lalu di sampingnya ada home theaters. Harus Camelia akui, mansion milik Dominic ini bukanlah tempat tinggal melainkan istana. Camelia kerap menyasar jika tengah berkeliling mansion. Camelia berjalan menuju ruang olahraga Dominic, mengetuk pintu, kemudian masuk ke dalam ruangan. Tampak raut wajah Camelia memucat melihat ruang olahraga bernuansa gelap dengan lampu remang-remang yang membuat bulu kuduk Camelia merinding. BUGH BUGH BUGH Tinjuan keras Dominic di samsak membuat gelas yang ada di tangan Camelia sampai bergetar hebat. Bahu Camelia turut bergetar sedangkan kakinya seolah tak mampu menginjak lantai. Napas Camelia tercekat melihat Dominic meninju samsak dengan kuat. Camelia menelan salivanya susah payah. Dibalik rasa takut Camelia, tatapan Camelia menatap tubuh Dominic yang bertelanjang dada. Celana panjang training membalut pria itu sangat sempurna. Lengan kekar dan nampak sangat kuat. Urat-urat di tangan Dominic menonjol. Otot-otot maskulin di tubuh Dominic begitu sempurna. Ditambah keringat yang memenuhi tubuh dan wajahnya membuat pria itu tampan, gagah, dan seksi. Tinjuan terakhir keras di samsak membuat Dominic menghentikan olahraga boxing. Sorot mata dingin dan tajam Dominic, menatap Camelia yang ketakutan ketika melihatnya. Dominic menghampiri Camelia. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Dominic mengambil gelas yang ada di tangan gadis itu. “S-saya permisi, T-Tuan.” Raut wajah Camelia memucat ketakutan kala berbicara. Buru-buru, gadis itu berbalik, dan hendak melangkah pergi, namun tiba-tiba keseimbangangan tubuh Camelia tak terjaga. Camelia nyaris terjatuh. Refleks, detik itu juga Dominic menangkap tubuh langsing Camelia dengan satu tangannya. Jantung Camelia sudah tak lagi beraturan kala dada Dominic menempel di dadanya. Sorot mata tajam Dominic menatap Camelia penuh amarah. Kegugupan, takut, panik melebur menjadi satu dalam diri Camelia. Aroma parfume maskulin Dominic bercampur dengan keringat meninggalkan aroma yang luar biasa seksi. Kaki Camelia bagaikan jelly yang tak mampu berdiri tegak. Mata Dominic menatap Camelia penuh emosi. Gadis itu selalu saja ceroboh dalam bertindak. Berjalan saja tidak becus, apalagi melakukan pekerjaan rumah. Dominic mendekatkan bibirnya ke telinga Camelia seraya berbisik tajam, “Jika bukan karena aku ingin menangkap ayahmu, aku bersumpah sudah menendangmu keluar dari rumahku, Camelia.”Lingkar mata Camelia sedikit gelap akibat baru bisa tertidur di pagi buta. Raut wajah Camelia tak secerah biasanya. Kemuraman melingkupi paras cantik gadis itu. Pancaran matanya menunjukan jelas rasa takut yang melebur menjadi satu dengan kecemasan dan kepanikan. Ya, sejak tadi malam otak Camelia sangatlah kacau. Ingatan Camelia terus terngiang-ngiang akan ancaman Dominic yang membuat seluruh bulu kuduk Camelia merinding. Camelia tidak pernah menyangka akan tersandera di istana pria yang kejam dan tak memiliki hati. Sungguh, Camelia khawatir akan terjadi sesuatu pada ayahnya. Jauh dari dalam lubuk hati Camelia terdalam, Camelia berharap ayahnya membaca pesan darinya. Camelia tak mau sampai ayahnya datang menjemputnya. “Astaga, Camelia. Kau masih berdiam di kamar?” Hedy melangkah masuk ke dalam kamar Camelia, menatap gadis itu yang masih berdiam diri di kamar. Terlihat raut wajah Hedy jengkel melihat Camelia yang belum juga keluar kamar. Padahal ini sudah waktunya bersih-bersih. “H-
Langit cerah mulai tertutupi oleh awan gelap. Perut Camelia sedikit berbunyi keruyukan menandakan gadis itu mulai sedikit lapar. Langkah kaki Camelia melemah. Jalanan pun nampak sepi. Camelia tersesat. Selama ini Camelia jarang sekali keluar rumah. Tak heran jika dirinya tak mengenal dunia luar. Sungguh, Camelia tak tahu dirinya ada di mana. Gadis itu hanya melangkah mengikuti arah angin yang entah membawanya ke mana. Camelia menghela napas dalam, gadis itu mengeluarkan ponselnya, melihat ternyata baterai ponselnya sudah habis. Bodoh! Camelia merutuki kebodohannya sendiri. Camelia tidak tahu kalau baterai ponselnya habis. Pun kini Camelia melihat dompetnya, dirinya hanya memiliki beberapa lembar uang saja. Tak banyak tapi paling tidak cukup untuk membuatnya bertahan tiga hari. Yang terpenting saat ini Camelia bisa bebas dari Dominic. Camelia tidak mau menjadi tawanan pria kejam itu lagi. “Aku harus ke mana?” gumam Camelia pelan dan sedikit bingung. Gadis itu mulai melangkahkan kaki
Langkah kaki Camelia gontai kala memasuki kamar megah Dominic. Camelia hendak ingin kembali menuju kamarnya, tapi sayangnya cengkraman tangan Dominic masih melingkar di pergelangan tangannya sangatlah kuat. Beberapa kali Camelia meringis kesakitan, tapi tetap tak membuat Dominic iba padanya. Sungguh, Camelia seakan merasa dirinya berada di ambang pintu neraka yang menyesakan dirinya. “T-Tuan … a-aku—” “Buka bajumu,” titah Dominic tegas yang sontak membuat mata Camelia melebar terkejut. “T-Tuan, a-apa maksudmu?” Camelia menelan salivanya susah payah, bingung dan tak mengerti akan apa yang diucapkan oleh Dominic. “Kau tidak lihat pakaianmu robek seperti itu?! Cepat buka pakaianmu!” bentak Dominic dengan nada keras dan tak suka dilawan. “T-Tuan, b-biarkan aku mengganti pakaianku di kamar. Aku akan—” “Kau akan berniat untuk melarikan diri lagi?! Iya?! Kau pikir aku bisa mudah ditipu, hah?!” seru Dominic dengan nada tinggi, hingga membuat Camelia menunduk tak berani melihat Dominic
Hujan deras membasahi bumi. Gelegar petir membelah langit gelap, menimbulkan kilat cahaya yang terang dan menyilaukan. Tampak Camelia yang tertidur di sofa bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Suara igauan pelan dan terdengar merintih piluh seolah menunjukan bahwa gadis itu sangat menderita. “Dad … Mom … help me …” Camelia mengigau dengan kondisi mata yang masih tertutup. Dominic membuka matanya kala gelegar petir membangunkannya. Mata Dominic menyipit tajam, tak sengaja melihat Camelia yang tidur di sofa bergerak-gerak gelisah, seakan menunjukan bahwa gadis itu tengah bermimpi buruk. Ya, Camelia tertidur di sofa kamar Dominic. Sesuai apa yang diinginkan oleh Dominic. Camelia tak berdaya. Gadis itu tak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Dominic. Dominic menyibak selimut, turun dari ranjang dan melangkah menghampiri Camelia. Raut wajah Dominic menjadi kesal melihat Camelia mengigau memanggil kedua orang tua gadis itu. Benar-benar sangat menyusahkan. Domin
“M-maaf.” Camelia kikuk salah tingkah karena mengganggu Dominic bersama dengan sosok wanita cantik yang Camelia yakini wanita itu adalah kekasih Dominic. Tampak Camelia menggigit bibir bawahnya bingung dan tak mengerti apa yang harus Camelia lakukan. Harusnya Camelia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu, tapi alih-alih pergi malah Camelia tak bisa menggerakan kakinya. Kaki Camelia seolah tertanam di sana tak mampu berkutik. Detik di mana Dominic mendengar perkataan maaf Camelia, pria itu langsung mendorong kasar tubuh Winola yang memeluknya, hingga membuat Winola tersungkur di lantai. Camelia yang berdiri tak jauh dari Dominic sampai terbelalak terkejut akan tindakan kasar Dominic pada Winola. “Akh—” Winola merintih kala tersungkur di lantai. Tatapan Winola berubah menjadi kesal. Ini bukan pertama kali Dominic menolaknya. Sudah berkali-kali Dominic menolak dirinya. “Dominic, kenapa kau kasar padaku? Orang tua kita menjalin hubungan baik. Aku yakin orang tuamu pasti se
Tiga hari setelah Camelia melarikan diri, Camelia sudah tak lagi diperbolehkan keluar dari rumah. Tugas Camelia hanya membersihkan rumah sesuai dengan jadwal yang Hedy berikan padanya. Jika sampai Camelia berani melanggar, maka Dominic tak akan segan-segan mengurung Camelia ke ruang bawah tanah. Tentu ancaman Dominic ini membuat Camelia tak berdaya sama sekali. Camelia tidak mungkin berani melawan apa yang sudah Dominic tetapkan. Kondisi Camelia beberapa hari ini sudah berangsur-angsur membaik. Bisa dikatakan Camelia sekarang sudah pulih. Tak lagi sakit. Selama tiga hari ini, Camelia sudah membantu Hedy untuk membersihkan rumah, hanya saja Hedy belum berani memberikan tugas terlalu berat dan susah pada Camelia. Pasalnya masih banyak yang harus Camelia pelajari. Pun Hedy bisa-bisa pusing kalau sampai Camelia membuat masalah. “Camelia, kau tidak usah membersihkan itu. Nanti pecah. Pajangan itu mahal sekali, Camelia,” seru Hedy panik kala melihat Camelia tengah membersihkan guci. “Hed
Camelia nyaris kehilangan kata mendengar perkataan Dominic. Sepasang iris mata abu-abunya melebar terkejut. Tenggorokan Camelia seakan tersumbat batu keras. Dada Camelia bergumuruh. Kata-kata Dominic terus terngiang dalam pikiran Camelia. Tidak! Camelia yakin apa yang dia dengar ini pasti salah. “T-Tuan, m-maaf, tadi k-kau bilang apa?” Camelia bertanya memastikan. Pasalnya Camelia takut kalau apa yang dia dengar ini tidak benar. “Ck! Apa kau tuli?! Aku bilang kau temani aku ke pesta!” seru Dominic dengan nada keras. Camelia menelan salivanya susah payah. Raut wajah gadis itu nampak pucat. “A-aku menemanimu, Tuan?” Camelia menunjuk dirinya sendiri. “Siapa lagi kalau bukan dirimu, Camelia? Aku dari tadi mengajakmu bicara! Kenapa kau bodoh sekali?!” Dominic memberikan tatapan tajam sekaligus kesal pada Camelia. “T-Tuan, t-tapi kenapa? Maksudku kenapa harus aku yang menemanimu ke pesta?” Camelia dibuat tak mengerti denganapa yang telah Dominic putuskan itu. “Jangan berisik! Kau ikut
Sebuah pesta mewah di salah satu hotel ternama di Madrid membuat Camelia menjadi canggung dan malu. Ditambah sejak tadi tangan Dominic terus melingkar di pinggang Camelia. Beberapa kali Camelia berusaha untuk tenang, tapi tetap saja tidak bisa. Jarak Camelia dan Dominic sangat dekat, membuat Camelia tak mampu untuk mengendalikan sebuah rasa dalam dirinya. Dada Camelia bergemuruh tak menentu seakan membuat aliran darah dalam tubuhnya terhenti. “T-Tuan—” “Berhenti memanggilku Tuan!” tukas Dominic dingin dan penuh penegasan. Camelia menggigit bibir bawahnya. “A-aku harus memanggilmu apa?” tanyanya bingung dan tak mengerti. Dominic menatap dingin dan lekat Camelia. Dengan telunjuknya, pria itu mengangkat dagu Camelia sambil berkata tegas, “Panggil namaku!” “T-tapi—” “Aku sudah bilang jangan membantahku, Camelia,” bisik Dominic tajam, menusuk. Camelia mengangguk patuh. Raut wajah gadis itu tetap dilingkupi rasa cemas dan takut tapi tetap Camelia tak bisa membantah. Apa yang bisa Cam
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli