“Kau jahat! Kau tega mengotoriku!” Entah keberanian dari mana Camelia melangkah maju, dan langsung memukul dada bidang Dominic sekuat tenaganya. Tak sanggup menahan air mata, Camelia menangis sekeras mungkin di depan Dominic. Tangis yang tersirat betapa menderitanya gadis itu. Kulit Camelia begitu putih, menangis sesegukan membuat wajah, hidung, dan matanya sangat merah.
“Apa kau sudah gila?!” Dengan satu tangan kokoh Dominic, pria itu menangkup kedua tangan Camelia kasar. Menatap Camelia tajam, menusuk, layaknya pembunuh berdarah dingin. Hal tergila dalam hidup Dominic adalah dia tak mengerti akan maksud dari ucapan konyol Camelia. “K-kau sudah menghamiliku! Kau tega! Kau jahat!” isak Camelia sesegukan dan berusaha meronta kala Dominic mencengkram tangannya. Sayangnya, tenaga Camelia hanya bagaikan kapas untuk Dominic. Tangan Camelia tak bisa lepas dari jerat Dominic. “Apa maksud ucapanmu, Sialan! Siapa yang menghamilimu!” bentak Dominic menggelegar dan keras hingga membuat bahu Camelia bergetar akibat terkejut. Tanpa sadar, jarak Dominic dan Camelia sangatlah dekat. Bahkan tangis Camelia mulai mengecil kala tubuh Dominic kian merapat ke tubuhnya. Seketika itu juga, Camelia merasakan jantungnya berpacu dengan cepat tak karuan. Pipi Camelia memerah menahan rasa sulit untuk diungkapkan. “K-kau sudah menciumku. Sebentar lagi pasti aku akan hamil. Kau jahat!” Air mata Camelia kembali berlinang kala mengatakan. Sepasang iris mata cokelat Dominic melebar mendengar ucapan konyol Camelia. Sorot mata tajam bagaikan harimau yang ingin membunuh musuh. “Apa kau ini berpura-pura bodoh untuk menarik perhatianku, hah?! Aku bahkan tidak bernafsu melihatmu!” serunya dengan nada tinggi. “A-aku—” Dominic menghempaskan tangan kedua tangan Camelia ke udara, sedikit menjauh dari Camelia. “Aku tidak memiliki waktu berbicara denganmu! Gunakan otakmu sebelum kau berbicara denganku!” Tak lagi memedulikan, Dominic melangkahkan kakinya tegas meninggalkan Camelia begitu saja. Terlihat raut wajah Camelia muram dan sedih. Air mata gadis itu pun mulai menetes jatuh kala Dominic pergi. Camelia tersudut. Wanita itu seolah berada di ambang kesengsaraan yang tak berujung. *** Hari sudah gelap. Langit di luar menunjukan keindahan bulan dan bintang. Sayangnya, keindahan malam berbeda dengan wajah Camelia yang kacau. Gadis itu duduk di kamar dengan wajah yang takut dan gelisah. Tangan Camelia menyentuh perutnya yang masih rata itu. Perasaan berkecamuk membuat hati Camelia tak tenang. “Camelia, tolong kau antarkan—” Perkataan Hedy terpotong melihat Camelia duduk di ranjang kamar dengan keadaan mata yang sembab seperti habis menangis. Ditambah wajah Cemelia menunjukan gadis itu telah memiliki masalah besar. “Camelia, kau kenapa?” Hedy mendekat, dan duduk tepat di samping Camelia. Mata Hedy menatap Camelia dengan tatapan penuh khawatir. “Hedy, kau di sini?” Camelia menatap Hedy yang duduk di sampingnya. Gadis itu tak menyadari kalau Hedy masuk ke dalam kamarnya. “Kau kenapa, Camelia? Apa kau memiliki masalah?” tanya Hedy dengan nada yang cukup serius. Iris mata Hedy menunjukan sedikit kekhawatirannya pada Camelia. Camelia terdiam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Camelia butuh seseorang untuk menjadi teman untuk bercerita. “Hedy, aku dan Tuan Dominic sudah berciuman. Pasti sebentar lagi aku hamil, Hedy. Tapi tadi saat aku mengatakan aku hamil pada Tuan Dominic, dia malah marah besar padaku. Apa yang harus aku lakukan, Hedy? Usiaku masih sangat muda. Aku belum siap menjadi seorang ibu.” Kening Hedy berkerut dalam. Raut wajah Hedy berubah menjadi bingung akan ucapan Camelia. “Tunggu, Camelia … apa maksud dari ucapanmu?” tanyanya tak mengerti. Camelia menggigit bibir bawahnya. “Kalau sudah pernah berciuman pasti akan hamil, kan?” Mata Hedy terperanjat terkejut, melebar dan bibir pun menganga. Hedy meyakinkan bahwa ucapan konyol Camelia itu salah didengar telinganya. Tapi tidak, semua kata-kata Camelia sangatlah jelas, hingga membuat Hedy sampai nyaris tak mampu berkata-kata. “Astaga, Camelia! Sejak kapan berciuman bisa membuat seorang wanita hamil?!” “Waktu aku kecil, mendiang ibuku yang mengatakan berciuman akan membuat wanita menjadi hamil. Jadi aku sangat takut, Hedy.” “Ya Tuhan!” Hedy menjerit tak percaya. “Dan sampai detik ini ucapan mendiangmu itu, kau masih percayai, Camelia?” Hedy menatap Camelia dengan tatapan yang luar biasa kaget. “Aku akan terus percaya pada ucapan ibuku, Hedy,” jawab Camelia polos. “Camelia, apa kau tidak pernah belajar tentang biologi?” “Tidak, Hedy. Aku tidak mengambil mata pelajaran itu.” “Ck! Oke, apa kau tidak pernah menonton film dewasa?” “Film dewasa yang berisikan tentang hubungan romantis? Itu maksudmu, Hedy?” “Bukan, Camelia. Film dewasa yang menunjukan keintiman pria dan wanita bahkan sampai melakukan hubungan suami istri.” “Aku tidak pernah menonton film yang kau maksud, Hedy. Film yang aku tonton hanya film berisikan tentang wawasan luas antar negara saja. Aku dilarang ayahku menonton film seperti yang kau maksud.” “Astaga, hidupmu menyedihkan sekali. Lalu apa kau belum pernah memiliki kekasih?” “Tidak, Hedy. Aku tidak pernah memiliki kekasih. Aku dilarang dekat dengan pria.” Hedy memijat kepalanya pusing luar biasa. Kepala Hedy benar-benar seakan tertusuk. “Camelia, dengarkan aku … berciuman tidak akan pernah bisa membuat wanita hamil. Kelak kau akan mengerti caranya bagaimana. Sekarang aku sulit menjelaskan padamu karena pasti kau juga tidak akan paham.” “Kau yakin, Hedy? Aku dan Tuan Dominic sudah berciuman. Aku takut hamil,” ucap Camelia polos dengan mata yang memancarkan jelas ketakutannya. “Kalau berciuman bisa membuat hamil, sudah berapa ratus kali aku hamil.” Hedy medesah frustrasi. “Camelia, berciuman itu tidak membuat hamil. Ucapan ibumu pasti bermaksud menjaga dirimu dari pria-pria berengsek di luar sana. Tapi percayalah padaku, berciuman tidak akan membuatmu hamil.” Hedy melanjutkan lagi ucapannya menjelaskan. “Jadi aku salah.” Camelia menggigit bibir bawahnya malu pada dirinya sendiri. Hedy menghela napas dalam. “Yasudah, lebih baik kau antarkan kopi espresso untuk Tuan Dominic. Dia berada di ruangan khusus-nya di sebelah kanan di lantai dua. Kau ketuk pintu lalu letakan kopi di depan ruangan saja. Ada meja di depan ruangan. Tidak usah masuk.” Camelia mengangguk patuh merespon ucapan Hedy. Berikutnya, Camelia bangkit berdiri, melangkah menuju dapur membuatkan kopi untuk Dominic. Beruntung, Camelia sudah pernah diajari oleh Hedy bagaimana membuatkan kopi dan teh yang sering Dominic konsumsi. Jadi paling tidak, Camelia tidak melakukan kesalahan. Di lantai dua, Camelia mengendarkan tatapannya mencari ruangan yang dimaksud oleh Hedy. Lalu ketika Camelia menemukan ruangan yang dimaksud oleh Hedy, Camelia melangkahkan kakinya menuju ke ruangan tersebut. Camelia hendak meletakan cangkir kopi ke atas meja, namun suara berisik dari dalam kamar membuat rasa penasaran Camelia ingin tahu apa yang ada di dalam ruangan itu. Dengan penuh keberanian dan hati-hati, Camelia membuka pintu kamar itu. Namun… Suara tembakan terdengar membuat cangkir di tangan Camelia jatuh ke lantai. Pecahan cangkir itu terpencar di lantai. Tampak tubuh Camelia bergetar ketakutan. Wajahnya pusat pasi melihat Dominic menembak seseorang pria tepat di kepala hingga membuat pria itu mati mengenaskan. Jantung Camelia ingin berhenti. Ketakutan menjalar dalam dirinya melihat dengan mata kepalanya darah memenuhi lantai. Detik itu juga, Camelia berlari sekuat mungkin meski kaki sangat lemah melihat Dominic telah membunuh seseorang. Setibanya di kamar, Camelia mengambil ponselnya. Tangannya sampai bergetar hebat. Benak Camelia terngiang bagaimana kejamnya Dominic membunuh seseorang. Bahkan raut wajah Dominic sama sekali menunjukan tak memiliki rasa iba sedikit pun. Camelia mencari nomor ayahnya, lalu berusaha untuk mengetik … *Dad, tidak usah mencariku. Jangan datang, Dad. Aku akan berusaha melarikan diri. Aku mohon kau tidak usah datang mencariku. Kau bisa dalam bahaya. Tetaplah bersembunyi, Dad.*Suara pecahan gelas membuat Dominic mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak raut wajah dingin Dominic begitu menyeramkan. Sepasang iris mata Dominic tajam dan menusuk. Ruangan gelap itu sangat misterius hingga membuat semua orang masuk pasti menganggap bahwa ini adalah neraka. “Tuan Dominic, di depan ada cangkir kopi pecah. Saya sudah melihat CCTV, Nona Camelia yang mengantar kopi itu. Sepertinya Nona Camelia melihat apa yang Anda lakukan, Tuan,” jawab Eldon—asisten Dominic—melaporkan. Dominic terdiam mendengar laporan dari Eldon. Rupanya Camelia melihat apa yang dirinya lakukan. “Biarkan saja. Tidak usah pedulikan,” jawabnya dingin dan tegas. “Baik, Tuan.” Eldon menundukan kepalanya sopan, patuh atas apa yang dikatakan oleh Dominic. Tatapan Dominic teralih, menatap sosok pria yang baru saja ditembaknya. Darah kental membasahi lantai itu. Aroma anyir darah membaur memenuhi ruangan megah tersebut. Sosok pria berpakaian hitam tergeletak tak bernyawa di atas lantai. “
Lingkar mata Camelia sedikit gelap akibat baru bisa tertidur di pagi buta. Raut wajah Camelia tak secerah biasanya. Kemuraman melingkupi paras cantik gadis itu. Pancaran matanya menunjukan jelas rasa takut yang melebur menjadi satu dengan kecemasan dan kepanikan. Ya, sejak tadi malam otak Camelia sangatlah kacau. Ingatan Camelia terus terngiang-ngiang akan ancaman Dominic yang membuat seluruh bulu kuduk Camelia merinding. Camelia tidak pernah menyangka akan tersandera di istana pria yang kejam dan tak memiliki hati. Sungguh, Camelia khawatir akan terjadi sesuatu pada ayahnya. Jauh dari dalam lubuk hati Camelia terdalam, Camelia berharap ayahnya membaca pesan darinya. Camelia tak mau sampai ayahnya datang menjemputnya. “Astaga, Camelia. Kau masih berdiam di kamar?” Hedy melangkah masuk ke dalam kamar Camelia, menatap gadis itu yang masih berdiam diri di kamar. Terlihat raut wajah Hedy jengkel melihat Camelia yang belum juga keluar kamar. Padahal ini sudah waktunya bersih-bersih. “H-
Langit cerah mulai tertutupi oleh awan gelap. Perut Camelia sedikit berbunyi keruyukan menandakan gadis itu mulai sedikit lapar. Langkah kaki Camelia melemah. Jalanan pun nampak sepi. Camelia tersesat. Selama ini Camelia jarang sekali keluar rumah. Tak heran jika dirinya tak mengenal dunia luar. Sungguh, Camelia tak tahu dirinya ada di mana. Gadis itu hanya melangkah mengikuti arah angin yang entah membawanya ke mana. Camelia menghela napas dalam, gadis itu mengeluarkan ponselnya, melihat ternyata baterai ponselnya sudah habis. Bodoh! Camelia merutuki kebodohannya sendiri. Camelia tidak tahu kalau baterai ponselnya habis. Pun kini Camelia melihat dompetnya, dirinya hanya memiliki beberapa lembar uang saja. Tak banyak tapi paling tidak cukup untuk membuatnya bertahan tiga hari. Yang terpenting saat ini Camelia bisa bebas dari Dominic. Camelia tidak mau menjadi tawanan pria kejam itu lagi. “Aku harus ke mana?” gumam Camelia pelan dan sedikit bingung. Gadis itu mulai melangkahkan kaki
Langkah kaki Camelia gontai kala memasuki kamar megah Dominic. Camelia hendak ingin kembali menuju kamarnya, tapi sayangnya cengkraman tangan Dominic masih melingkar di pergelangan tangannya sangatlah kuat. Beberapa kali Camelia meringis kesakitan, tapi tetap tak membuat Dominic iba padanya. Sungguh, Camelia seakan merasa dirinya berada di ambang pintu neraka yang menyesakan dirinya. “T-Tuan … a-aku—” “Buka bajumu,” titah Dominic tegas yang sontak membuat mata Camelia melebar terkejut. “T-Tuan, a-apa maksudmu?” Camelia menelan salivanya susah payah, bingung dan tak mengerti akan apa yang diucapkan oleh Dominic. “Kau tidak lihat pakaianmu robek seperti itu?! Cepat buka pakaianmu!” bentak Dominic dengan nada keras dan tak suka dilawan. “T-Tuan, b-biarkan aku mengganti pakaianku di kamar. Aku akan—” “Kau akan berniat untuk melarikan diri lagi?! Iya?! Kau pikir aku bisa mudah ditipu, hah?!” seru Dominic dengan nada tinggi, hingga membuat Camelia menunduk tak berani melihat Dominic
Hujan deras membasahi bumi. Gelegar petir membelah langit gelap, menimbulkan kilat cahaya yang terang dan menyilaukan. Tampak Camelia yang tertidur di sofa bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Suara igauan pelan dan terdengar merintih piluh seolah menunjukan bahwa gadis itu sangat menderita. “Dad … Mom … help me …” Camelia mengigau dengan kondisi mata yang masih tertutup. Dominic membuka matanya kala gelegar petir membangunkannya. Mata Dominic menyipit tajam, tak sengaja melihat Camelia yang tidur di sofa bergerak-gerak gelisah, seakan menunjukan bahwa gadis itu tengah bermimpi buruk. Ya, Camelia tertidur di sofa kamar Dominic. Sesuai apa yang diinginkan oleh Dominic. Camelia tak berdaya. Gadis itu tak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Dominic. Dominic menyibak selimut, turun dari ranjang dan melangkah menghampiri Camelia. Raut wajah Dominic menjadi kesal melihat Camelia mengigau memanggil kedua orang tua gadis itu. Benar-benar sangat menyusahkan. Domin
“M-maaf.” Camelia kikuk salah tingkah karena mengganggu Dominic bersama dengan sosok wanita cantik yang Camelia yakini wanita itu adalah kekasih Dominic. Tampak Camelia menggigit bibir bawahnya bingung dan tak mengerti apa yang harus Camelia lakukan. Harusnya Camelia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu, tapi alih-alih pergi malah Camelia tak bisa menggerakan kakinya. Kaki Camelia seolah tertanam di sana tak mampu berkutik. Detik di mana Dominic mendengar perkataan maaf Camelia, pria itu langsung mendorong kasar tubuh Winola yang memeluknya, hingga membuat Winola tersungkur di lantai. Camelia yang berdiri tak jauh dari Dominic sampai terbelalak terkejut akan tindakan kasar Dominic pada Winola. “Akh—” Winola merintih kala tersungkur di lantai. Tatapan Winola berubah menjadi kesal. Ini bukan pertama kali Dominic menolaknya. Sudah berkali-kali Dominic menolak dirinya. “Dominic, kenapa kau kasar padaku? Orang tua kita menjalin hubungan baik. Aku yakin orang tuamu pasti se
Tiga hari setelah Camelia melarikan diri, Camelia sudah tak lagi diperbolehkan keluar dari rumah. Tugas Camelia hanya membersihkan rumah sesuai dengan jadwal yang Hedy berikan padanya. Jika sampai Camelia berani melanggar, maka Dominic tak akan segan-segan mengurung Camelia ke ruang bawah tanah. Tentu ancaman Dominic ini membuat Camelia tak berdaya sama sekali. Camelia tidak mungkin berani melawan apa yang sudah Dominic tetapkan. Kondisi Camelia beberapa hari ini sudah berangsur-angsur membaik. Bisa dikatakan Camelia sekarang sudah pulih. Tak lagi sakit. Selama tiga hari ini, Camelia sudah membantu Hedy untuk membersihkan rumah, hanya saja Hedy belum berani memberikan tugas terlalu berat dan susah pada Camelia. Pasalnya masih banyak yang harus Camelia pelajari. Pun Hedy bisa-bisa pusing kalau sampai Camelia membuat masalah. “Camelia, kau tidak usah membersihkan itu. Nanti pecah. Pajangan itu mahal sekali, Camelia,” seru Hedy panik kala melihat Camelia tengah membersihkan guci. “Hed
Camelia nyaris kehilangan kata mendengar perkataan Dominic. Sepasang iris mata abu-abunya melebar terkejut. Tenggorokan Camelia seakan tersumbat batu keras. Dada Camelia bergumuruh. Kata-kata Dominic terus terngiang dalam pikiran Camelia. Tidak! Camelia yakin apa yang dia dengar ini pasti salah. “T-Tuan, m-maaf, tadi k-kau bilang apa?” Camelia bertanya memastikan. Pasalnya Camelia takut kalau apa yang dia dengar ini tidak benar. “Ck! Apa kau tuli?! Aku bilang kau temani aku ke pesta!” seru Dominic dengan nada keras. Camelia menelan salivanya susah payah. Raut wajah gadis itu nampak pucat. “A-aku menemanimu, Tuan?” Camelia menunjuk dirinya sendiri. “Siapa lagi kalau bukan dirimu, Camelia? Aku dari tadi mengajakmu bicara! Kenapa kau bodoh sekali?!” Dominic memberikan tatapan tajam sekaligus kesal pada Camelia. “T-Tuan, t-tapi kenapa? Maksudku kenapa harus aku yang menemanimu ke pesta?” Camelia dibuat tak mengerti denganapa yang telah Dominic putuskan itu. “Jangan berisik! Kau ikut
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli