Langit cerah mulai tertutupi oleh awan gelap. Perut Camelia sedikit berbunyi keruyukan menandakan gadis itu mulai sedikit lapar. Langkah kaki Camelia melemah. Jalanan pun nampak sepi. Camelia tersesat. Selama ini Camelia jarang sekali keluar rumah. Tak heran jika dirinya tak mengenal dunia luar. Sungguh, Camelia tak tahu dirinya ada di mana. Gadis itu hanya melangkah mengikuti arah angin yang entah membawanya ke mana.
Camelia menghela napas dalam, gadis itu mengeluarkan ponselnya, melihat ternyata baterai ponselnya sudah habis. Bodoh! Camelia merutuki kebodohannya sendiri. Camelia tidak tahu kalau baterai ponselnya habis. Pun kini Camelia melihat dompetnya, dirinya hanya memiliki beberapa lembar uang saja. Tak banyak tapi paling tidak cukup untuk membuatnya bertahan tiga hari. Yang terpenting saat ini Camelia bisa bebas dari Dominic. Camelia tidak mau menjadi tawanan pria kejam itu lagi. “Aku harus ke mana?” gumam Camelia pelan dan sedikit bingung. Gadis itu mulai melangkahkan kaki menelusuri jalanan. Cuaca di luar semakin dingin. Camelia tak memakai jaket. Hanya pakaian pelayan yang menempel di tubuhnya. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri, melindungi tubuhnya dari dingin angin malam. Camelia melewati jalanan sepi. Tampak Camelia sedikit ketakutan karena melewati jalanan sepi itu. Bulu kuduk Camelia merinding ketakutan. Camelia mengatur napasnya, meredakan rasa takut dalam diri. Akan tetapi, tiba-tiba langkah Camelia terhenti ketika melihat tiga pria dengan tubuh tinggi tegap menghalangi langkahnya. “Hi, Cantik. Kau hanya sendiri, hm?” tanya salah satu pria. “Kau cantik sekali. Kulitmu mulus seperti bayi.” Pria kedua hendak menyentuh tangan Camelia, namun dengan cepat Camelia menjauhkan tangan pria itu yang menyentuhnya. “Minggir, Tuan. Aku ingin pergi.” Camelia melangkah mundur menjauh dari ketiga pria itu. Tapi alih-alih ketiga pria itu menjauh, malah yang ada ketiga pria itu semakin mendekat pada Camelia. Terlihat wajah Camelia memucat panik dan ketakutan. “Ah, kau semakin cantik kalau menolak seperti itu,” kata pria ketiga yang ada di sana sambil mengedipkan matanya pada Camelia. Camelia yang semakin takut itu akhirnya memutuskan berbalik, dan hendak berlari meninggalkan ketiga pria di sana. Sayangnya, tiga pria itu dengan cepat menangkap Camelia. Mereka menyeret tubuh Camelia, dan membanting ke dinding. Ringisan dan air mata Camelia beradu. Berkali-kali Camelia memohon, tapi tentu tak dipedulikan Salah satu pria di sana merobek pakaian Camelia, hingga terpampang bahu mulus Camelia. Satu pria lainnya, merobek pakaian depan, nyaris memperlihatkan dada Camelia. Tubuh mulus dan indah Camelia membuat ketiga pria di sana menatap Camelia dengan tatapan lapar dan penuh hasrat. “Jangan!” Camelia terisak seraya memeluk tubuhnya sekuat mungkit. Bahunya bergetar akibat tangis yang mendera di sana. “Ssst, kau diam dan cukup nikmati saja,” ucap pria itu dengan senyuman berengseknya. Namun, dikala pria itu hendak mencium Camelia tiba-tiba terdengar suara geraman kemarahan … “Lepaskan dia, Sialan!” gelegar Dominic keras dan menggema. Refleks, ketiga pria itu mengalihkan pandangan mereka, pada sumber suara itu. “T-Tuan Dominic?” Camelia yang terisak langsung menghentikan tangisnya kala melihat Dominic. Camelia tak tahu kalau Dominic akan menemukannya secepat itu. Tapi jauh dari dalam lubuk hati Camelia terdalam, Camelia bersyukur ada yang menolong dirinya. “Siapa kau!” bentak salah satu pria itu. “Lepaskan dia kalau kau masih ingin hidup di dunia ini,” seru Dominic dengan sorot mata tajam dan layaknya pembunuh. Tiga pria itu tertawa mendengar ancaman Dominic. “Kami bertiga, sedangkan kau hanya sendirian. Kau pasti tidak mungkin mampu melawan kami.” Dominic tersenyum sinis. “Buktikan kalau kalian bertiga mampu melumpuhkanku.” Tiga pria itu menggeram penuh emosi merasa direndahkan oleh Dominic. Detik itu juga, mereka mengeluarkan pisau dari balik jaket, lalu menyerang Dominic menggunakan pisau. Sedangkan Dominic masih diam berdiri dengan tenang kala tiga pria itu sudah menyerang. Tiga pria itu melayangkan pisau ke tubuh Dominic, sayangnya gerakan mereka kalah cepat dengan Dominic. Dominic mengambil alih pisau itu, menusuk pisau itu menembus jantung pria yang telah menyerangnya. Suara jeritan Camelia terdengar kala melihat Dominic membunuh. Camelia menutup wajahnya dengan telapak tangannya, menangis tak berani menatap Dominic yang nampak seperti singa hutan yang mengamuk. Brakkkk Dua pria lain dibanting ke tanah oleh Dominic. Dengan kejam, Dominic mengambil dua pisau dan menusuk tepat ke jantung dua pria itu bahkan sampai merobek dada dua pria itu. Suara teriakan dua pria itu terdengar, hingga membuat Camelia kian menangis dan teriak ketakutan. Aroma anyir darah merebak. Genangan darah membanjiri tanah. Terlihat Camelia bersimpuh di tanah, memeluk lututnya dan menangis melihat Dominic membunuh dengan cara yang kejam. Wajah dan tangan Camelia memucat. Bibir gadis itu sampai bergetar ketakutan. Tiga mayat tumbang di depan Camelia. Ketiga pria itu mati secara mengenaskan. Darah yang keluar dari tubuh ketiga tubuh pria itu tak henti berlinang deras. Camelia menutup wajahnya menangis histeris. Camelia tahu tiga pria itu telah melakukan tindak kejahatan, tapi Camelia tidak menyangka kalau Dominic sampi membunuh tiga pria itu dengan cara kejam. Dominic mengusap kasar kedua tangannya kotor karena telah menyentuh tiga pria laknat. Tatapan Dominic mulai teralih pada Eldon yang menghampirinya. Ya, hal yang tak Dominic sukai adalah bekerja lama. Tepat dikala Dominic tahu Camelia melarikan diri, dengan mudah Dominic menemukan Camelia dari jejak-jejak rekaman CCTV. “Bereskan tiga pria itu,” tukas Dominic memberi perintah dengan tegas dan penuh penekanan. “Baik, Tuan.” Eldon yang membawa beberapa pengawal segera menyingkirkan tiga pria yang sudah mati mengenaskan. Tak lupa Eldon mematikan CCTV jalanan agar tak membuat masalah baru. Saat Eldon dan para pengawal sudah pergi membawa tiga mayat pria yang sudah dilumpuhkan Dominic, tatapan Dominic teralih pada Camelia yang bersimpuh di tanah, menangis sambil memeluk lutut. Aura wajah kemarahan menyelimuti Dominic. Dominic melangkah menghampiri Camelia, menatap tajam dan bengis gadis itu. “Berdiri!” bentaknya keras. Camelia tak memberikan respon. Gadis itu tetap menangis sesegukan pilu. Benak Camelia seolah terekam kejadian pembunuhan tadi. Sungguh, Camelia tidak menyangka akan berada di titik sekarang ini. Titik di mana dirinya berada di ambang jurang maut. Suara petir terdengar menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Dominic yang mulai emosi dan habis kesabaran, langsung menarik kasar tangan Camelia. Membawa gadis itu meninggalkan tempat itu. Kaki Camelia melemah nyaris tak sanggup berdiri, tapi karena tarikan tangan Dominic kasar dan kencang, membuat Camelia mampu memperkokoh injakan kakinya di tanah. “T-Tuan—” “Diam kau! Jika kau berisik, aku akan melakukan hal yang tadi kau lihat padamu!” desis Dominic tajam, dan penuh ancaman. Camelia menelan salivanya susah payah. Tak ada yang bisa Camelia lakukan, gadis itu hanya bisa mengangguk patuh, merespon ucapan Dominic. Camelia tetaplah tak berdaya. Tak memiliki kekuatan untuk melawan.Langkah kaki Camelia gontai kala memasuki kamar megah Dominic. Camelia hendak ingin kembali menuju kamarnya, tapi sayangnya cengkraman tangan Dominic masih melingkar di pergelangan tangannya sangatlah kuat. Beberapa kali Camelia meringis kesakitan, tapi tetap tak membuat Dominic iba padanya. Sungguh, Camelia seakan merasa dirinya berada di ambang pintu neraka yang menyesakan dirinya. “T-Tuan … a-aku—” “Buka bajumu,” titah Dominic tegas yang sontak membuat mata Camelia melebar terkejut. “T-Tuan, a-apa maksudmu?” Camelia menelan salivanya susah payah, bingung dan tak mengerti akan apa yang diucapkan oleh Dominic. “Kau tidak lihat pakaianmu robek seperti itu?! Cepat buka pakaianmu!” bentak Dominic dengan nada keras dan tak suka dilawan. “T-Tuan, b-biarkan aku mengganti pakaianku di kamar. Aku akan—” “Kau akan berniat untuk melarikan diri lagi?! Iya?! Kau pikir aku bisa mudah ditipu, hah?!” seru Dominic dengan nada tinggi, hingga membuat Camelia menunduk tak berani melihat Dominic
Hujan deras membasahi bumi. Gelegar petir membelah langit gelap, menimbulkan kilat cahaya yang terang dan menyilaukan. Tampak Camelia yang tertidur di sofa bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Suara igauan pelan dan terdengar merintih piluh seolah menunjukan bahwa gadis itu sangat menderita. “Dad … Mom … help me …” Camelia mengigau dengan kondisi mata yang masih tertutup. Dominic membuka matanya kala gelegar petir membangunkannya. Mata Dominic menyipit tajam, tak sengaja melihat Camelia yang tidur di sofa bergerak-gerak gelisah, seakan menunjukan bahwa gadis itu tengah bermimpi buruk. Ya, Camelia tertidur di sofa kamar Dominic. Sesuai apa yang diinginkan oleh Dominic. Camelia tak berdaya. Gadis itu tak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Dominic. Dominic menyibak selimut, turun dari ranjang dan melangkah menghampiri Camelia. Raut wajah Dominic menjadi kesal melihat Camelia mengigau memanggil kedua orang tua gadis itu. Benar-benar sangat menyusahkan. Domin
“M-maaf.” Camelia kikuk salah tingkah karena mengganggu Dominic bersama dengan sosok wanita cantik yang Camelia yakini wanita itu adalah kekasih Dominic. Tampak Camelia menggigit bibir bawahnya bingung dan tak mengerti apa yang harus Camelia lakukan. Harusnya Camelia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu, tapi alih-alih pergi malah Camelia tak bisa menggerakan kakinya. Kaki Camelia seolah tertanam di sana tak mampu berkutik. Detik di mana Dominic mendengar perkataan maaf Camelia, pria itu langsung mendorong kasar tubuh Winola yang memeluknya, hingga membuat Winola tersungkur di lantai. Camelia yang berdiri tak jauh dari Dominic sampai terbelalak terkejut akan tindakan kasar Dominic pada Winola. “Akh—” Winola merintih kala tersungkur di lantai. Tatapan Winola berubah menjadi kesal. Ini bukan pertama kali Dominic menolaknya. Sudah berkali-kali Dominic menolak dirinya. “Dominic, kenapa kau kasar padaku? Orang tua kita menjalin hubungan baik. Aku yakin orang tuamu pasti se
Tiga hari setelah Camelia melarikan diri, Camelia sudah tak lagi diperbolehkan keluar dari rumah. Tugas Camelia hanya membersihkan rumah sesuai dengan jadwal yang Hedy berikan padanya. Jika sampai Camelia berani melanggar, maka Dominic tak akan segan-segan mengurung Camelia ke ruang bawah tanah. Tentu ancaman Dominic ini membuat Camelia tak berdaya sama sekali. Camelia tidak mungkin berani melawan apa yang sudah Dominic tetapkan. Kondisi Camelia beberapa hari ini sudah berangsur-angsur membaik. Bisa dikatakan Camelia sekarang sudah pulih. Tak lagi sakit. Selama tiga hari ini, Camelia sudah membantu Hedy untuk membersihkan rumah, hanya saja Hedy belum berani memberikan tugas terlalu berat dan susah pada Camelia. Pasalnya masih banyak yang harus Camelia pelajari. Pun Hedy bisa-bisa pusing kalau sampai Camelia membuat masalah. “Camelia, kau tidak usah membersihkan itu. Nanti pecah. Pajangan itu mahal sekali, Camelia,” seru Hedy panik kala melihat Camelia tengah membersihkan guci. “Hed
Camelia nyaris kehilangan kata mendengar perkataan Dominic. Sepasang iris mata abu-abunya melebar terkejut. Tenggorokan Camelia seakan tersumbat batu keras. Dada Camelia bergumuruh. Kata-kata Dominic terus terngiang dalam pikiran Camelia. Tidak! Camelia yakin apa yang dia dengar ini pasti salah. “T-Tuan, m-maaf, tadi k-kau bilang apa?” Camelia bertanya memastikan. Pasalnya Camelia takut kalau apa yang dia dengar ini tidak benar. “Ck! Apa kau tuli?! Aku bilang kau temani aku ke pesta!” seru Dominic dengan nada keras. Camelia menelan salivanya susah payah. Raut wajah gadis itu nampak pucat. “A-aku menemanimu, Tuan?” Camelia menunjuk dirinya sendiri. “Siapa lagi kalau bukan dirimu, Camelia? Aku dari tadi mengajakmu bicara! Kenapa kau bodoh sekali?!” Dominic memberikan tatapan tajam sekaligus kesal pada Camelia. “T-Tuan, t-tapi kenapa? Maksudku kenapa harus aku yang menemanimu ke pesta?” Camelia dibuat tak mengerti denganapa yang telah Dominic putuskan itu. “Jangan berisik! Kau ikut
Sebuah pesta mewah di salah satu hotel ternama di Madrid membuat Camelia menjadi canggung dan malu. Ditambah sejak tadi tangan Dominic terus melingkar di pinggang Camelia. Beberapa kali Camelia berusaha untuk tenang, tapi tetap saja tidak bisa. Jarak Camelia dan Dominic sangat dekat, membuat Camelia tak mampu untuk mengendalikan sebuah rasa dalam dirinya. Dada Camelia bergemuruh tak menentu seakan membuat aliran darah dalam tubuhnya terhenti. “T-Tuan—” “Berhenti memanggilku Tuan!” tukas Dominic dingin dan penuh penegasan. Camelia menggigit bibir bawahnya. “A-aku harus memanggilmu apa?” tanyanya bingung dan tak mengerti. Dominic menatap dingin dan lekat Camelia. Dengan telunjuknya, pria itu mengangkat dagu Camelia sambil berkata tegas, “Panggil namaku!” “T-tapi—” “Aku sudah bilang jangan membantahku, Camelia,” bisik Dominic tajam, menusuk. Camelia mengangguk patuh. Raut wajah gadis itu tetap dilingkupi rasa cemas dan takut tapi tetap Camelia tak bisa membantah. Apa yang bisa Cam
“Camelia, kau terlihat masih sangat muda. Berapa usiamu, Sayang?” Marsha memulai percakapan kala tengah menikmati makan malam bersama. Ya, di kursi meja makan itu sudah dipenuhi kelurga Geovan. Saudara-saudara Dominic serta pasangan-pasangan mereka sudah duduk bersebelahan layaknya pasangan sempurna. Begitupun dengan Camelia yang duduk di samping Dominic. Sejak tadi Camelia dilarang berjauh-jauhan dengan Dominic. “Aku 18 tahun, Bibi. Tahun ini usiaku 19 tahun,” jawab Camelia pelan dan lembut. “Wah, Camelia! Kau masih muda sekali. Usia Dominic tahun ini 29 tahun. Kau dan Dominic berbeda 10 tahun. Daun muda memang sepertinya lebih hot,” sambung Miracle sambil mengedipkan mata menggoda adik bungsunya. Selena mengulum senyumannya. “Aku tidak menyangka memiliki calon adik ipar masih sangat muda. Ah, kalau seperti ini aku merasa diriku sudah tua.” Camelia membalas ucapan Miracle dan Selena dengan senyuman canggung di wajahnya. Sungguh, Camelia tak tahu harus mengatakan apa. Bahkan Cam
“Kepalaku pusing sekali. Turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri.” Camelia meracau kala memasuki mansion Dominic. Tampak para pelayan yang masih terbangun di malam hari terkejut melihat Dominic menggendong Camelia. Tindakan Dominic membuat para pelayan tak mampu berkata-kata. Apalagi kondisi Camelia yang seperti mabuk berat. “Dominic! Kau pria menyebalkan! Turunkan aku!” Camelia memukul-mukul punggung kekar Dominic sekeras mungkin. Punggung yang seperti batu hingga membuat tangan Camelia kesakitan. Sungguh, Camelia merasakan kepalanya benar-benar tertusuk. Dominic tak mengindahkan ucapan Camelia. Pria itu terus melangkahkan kakinya menuju lift. Raut wajah Dominic sama sekali tidak peduli akan banyak pelayan yang menatapnya. Kali ini amarah Dominic tidak lagi tertahan. Camelia telah membuat masalah di tengah-tengah pesta. Brakkkk Dominic membanting kasar tubuh Camelia ke atas ranjang. Rintihan lolos di bibir Camelia terdengar. Tubuh Camelia langsing nyaris terpelanting akibat Dominic
“Lepaskan dia!” Suara bentakan keras membuat lima pria yang hampir memerkosa Camelia itu, mengalihkan pandangan pada sumber suara. Kemarahan di wajah lima pria itu begitu terlihat kala ada yang mengganggu kesenangan mereka. “Siapa kalian!” bentak salah satu pria berbadan besar itu. “Charles? Hedy?” Camelia terus menangis melihat Charles dan Hedy ada di hadapannya. Dalam hati, Camelia bersyukur karena Charles dan Hedy datang tepat waktu. “Kalian yang siapa! Berani sekali kalian menyentuh temanku!” Hedy murka. Hedy memupuk keberanian dalam dirinya melawan pria berbadan besar di depannya. Plakkk PlakkkDua tamparan keras terlayang oleh salah satu pria itu pada Hedy, hingga membuat Hedy tersungkur di tanah. Sudut bibir Hedy kini sudah penuh dengan darah. Tak menyerah begitu saja, Hedy bangkit berdiri melawan pria berbadan besar di hadapannya. Pun Charles ikut melawan. BUGH BUGH Charles melayangkan dua pukulan keras pada pria yang ada di depannya, hingga membuat salah satu pria d
“Charles, kenapa Camelia lama sekali? Di mana Camelia?” tanya Hedy seraya menatap Charles. Sedari tadi Hedy menunggu kehadiran Camelia, tapi malah Camelia tak kunjung datang. Sungguh, Hedy tak tenang kalau Camelia belum juga muncul. Hedy khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Camelia. Charles melirik arlojinya sekilas. Apa yang di katakan Hedy adalah benar. Camelia pergi sudah terlalu lama. “Hedy, kita susul saja Camelia. Aku takut Camelia lupa arah jalan ke sini.” Hedy menganggukan kepalanya setuju. “Ya, Charles. Lebih baik kita susul Camelia.” Lalu, Hedy dan Charles mulai menelusuri hutan mencari Camelia. Namun, sayangnya hasil yang didapatkan adalah nihil. Hedy dan Charles tak kunjung menemukan keberadaan Camelia. “Hedy? Charles? Kalian sedang apa?” Wilda Tillie tanpa sengaja berpapasan dengan Hedy dan Charles. Refleks, Hedy dan Charles menghentikan langkah mereka. “Nona Tillie? Kau di sini? Di mana Camelia?” tanya Charles bingung melihat sang sekretaris rektor hanya seorang
Aroma tanah yang terkena air hujan menyeruak ke indra penciuman para mahasiswa dan mahasiswi yang sudah tiba di sebuah hutan, yang letaknya cukup jauh dari pusat kota. Tampak beberapa mahasiwa dan mahasiswi sudah selesai memasang tenda. Tentu Camelia turut memasang tenda dibantu oleh Hedy dan Charles. Jika saja tidak ada Hedy dan Charles, maka tak mungkin Camelia bisa selesai memasang tenda. “Charles, terima kasih sudah membantuku dan Hedy,” ucap Camelia lembut pada Charles. “Sama-sama, Camelia. Nanti kau juga pasti bisa memasang tenda. Dulu, aku tidak bisa memasang tenda. Tapi setelah aku sering ikut berkemah, aku mulai terbiasa memasang tenda,” jawab Charles dengan senyuman samar di wajahnya. “Kau benar.” Camelia pun tersenyum, merespon ucapan Charles. “Camelia?” sapa Hana—teman sekelas Camelia. “Ya, Hana? Ada apa?” Camelia menatap gadis bernama Hana yang kini ada di hadapannya. “Camelia kau dipanggil Nona Wilda Tillie,” kata Hana dengan nada serius. “Aku dipanggil Nona Wilda
Camelia tak memberi tahu Charles tentang dirinya sudah mendapatkan izin dari Dominic. Gadis itu ingin membuat kejutan pada temannya. Padahal sebenarnya tepat di kala Dominic sudah memberikan izin, Camelia langsung mendaftarkan namanya untuk ikut pergi camping. Dan hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Camelia, untuk pergi camping. Tentu Camelia harus mengajak Hedy. Sesuai dengan keinginan Dominic yang harus pergi bersama dengan Hedy, maka Camelia wajib mengajak Hedy. Waktu menunjukan pukul enam pagi. Camelia sudah selesai bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Nantinya Camelia akan pergi camping dari kampus. Gadis itu akan menggunakan bus yang telah disiapkan oleh pihak kampus. Awalnya, Dominic sudah menawarkan Camelia diantar oleh sopir, namun Camelia menolak karena Camelia ingin membaur dengan para mahasiswa dan mahasiswi lain. Untuk hal ini Dominic mengizinkan, karena memang Dominic ingin Camelia bisa membaur dengan orang lain. “Camelia, apa kau sudah siap?” Dominic melangkah
Camelia tak sabar menunggu jawaban dari Dominic atas izinnya yang ingin ikut camping. Sudah sejak kemarin Camelia merajuk meminta Dominic untuk menjawab, tapi Dominic tak kunjung memberitahunya. Padahal Camelia sudah tak sabar.Kemarin, Charles mengirimkan pesan pada Camelia menanyakan tentang dirinya ikut camping atau tidak, tapi Camelia tidak membalas karena gadis itu belum tahu sama sekali jawaban Dominic. Kini Camelia duduk di sofa sambil menikmati cake yang tadi baru saja diantar oleh Hedy. Camelia tengah menunggu Dominic yang tengah menemui Eldon di depan. Entah apa yang Dominic bahas dengan Eldon, padahal ini sudah di luar jam kerja. Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Camelia mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja. Camelia mengambil ponsel itu, menatap ke layar tertera nama Stella di sana. Senyuman di wajah Camelia terlukis. Gadis itu langsung menjawab panggilan telepon tersebut. “Hallo, Kak Stella?” jawab Camelia kala panggilan terhubung. “Camel
“Hal apa yang bisa saya bantu, Tuan Geovan?” Efrain Gradwin—rektor dari Juilliard School—menyapa Dominic begitu sopan. Pria paruh baya itu cukup terkejut akan kedatangan Dominic ke ruang kerjanya. Pasalnya, sebelumnya Dominic tidak memberi tahu sama sekali akan datang menemuinya. Dominic mengentuk-ngetuk gagang kursi, menatap dingin dan tegas sang rektor. “Camelia memberi tahuku, kalau kampus mengadakan acara camping untuk para mahasiswa, dan mahasiswi baru. Apa itu benar?” Efrain mengangguk. “Benar, Tuan Geovan. Beberapa perkumpulan mahasiswa memberikan saran camping untuk mahasiswa dan mahasiswi baru guna menjalin perkenalan yang jauh lebih akrab.” Dominic terdiam sebentar, dan kembali berkata penuh ketegasan, “Kenapa harus camping? Resiko buruk bisa terjadi, apalagi kalau sampai tempat yang dipilih camping di tengah hutan.” Efrain tersenyum samar. “Tuan Geovan, saya mengerti pasti Anda khawatir pada calon istri Anda. Tapi Anda tidak perlu cemas. Hutan yang dipilih sangatlah ama
Pagi menyapa, Camelia duduk di sofa kamar seraya menikmati sarapannya bersama dengan Dominic. Camelia begitu lahap menikmati sarapannya. Sedangkan Dominic hanya minum kopi dan roti gandum. Dominic memang tak pernah bisa banyak sarapan dengan menu berat. “Camelia, makan pelan-pelan, nanti kau tersedak,” tukas Dominic mengingatkan Camelia agar makan pelan-pelan. “Iya, Sayang.” Camelia makan perlahan, kala mendapatkan teguran dari Dominic. “Oh, ya, Sayang, siapa yang mengirimkanmu potret fotoku dan Charles?” tanyanya penasaran. Sejak tadi malam memang, Camelia penasaran siapa yang mengirimkan potret fotonya dengan Charles. “Aku tidak tahu, nanti aku akan meminta Eldon untuk mencari tahu,” jawab Dominic dingin dan datar. Camelia mengangguk pelan. “Aku dan Charles hanya teman, Dominic. Kami tidak memiliki hubungan lain selain teman. Selama ini, Charles sangat baik padaku. Dia juga tahu aku sudah memilikimu.” Dominic meletakan cangkir kopi yang ada di tangannya ke atas meja. “Lain kali
“Tuan Dominic, apa Anda masih ingin di kantor?” Eldon bertanya pada Dominic yang tengah memeriksa dokumen meeting. Waktu menunjukan pukul delapan malam. Meeting sudah selesai sejak satu jam lalu, namun sampai detik ini Tuannya itu belum beranjak dari ruang meeting. “Sebentar lagi aku akan pulang. Aku sedang membaca ulang dokumen tadi,” jawab Dominic dingin dan datar. Tatapan pria itu masih tetap membaca dokumen yang ada di tangannya. “Eldon, bagaimana dengan respon Corben Nachum? Apa dia bersikeras untuk menjadikan putrinya memegang andil di project kerja sama dengan kita?” “Masih, Tuan. Saat tadi Anda meminta Nona Yovanka Nachum untuk pulang, Tuan Corben Nachum masih terus meminta saya untuk membujuk Anda. Beliau berharap Anda memberi kesempatan untuk Nona Yovanka Nachum. Tuan Corben mengatakan bahwa putrinya akan sangat cepat belajar tentang perusahaan. Selain itu, Tuan Corben juga mengatakan bahwa putrinya tidak akan menyusahkan Anda,” ujar Eldon melaporkan. Dominic mengembuskan
“Camelia?” Wilda Tillie—sekretaris rektor Juilliard School—tanpa sengaja berpapasan dengan Camelia yang bersama dengan Charles—hendak menuju ke pusat informasi. “Wilda?” Camelia tersenyum hangat, dan lembut kala melihat sekretaris rektor itu. Tentu Camelia mengingat Wilda. Sebelum masuk kuliah, Camelia diperkenalkan dengan Wilda Tillie oleh Dominic.“Nona Tillie,” sapa Charles pada Wilda sopan. Charles sedikit terkejut mendengar Camelia memanggil sekretaris rektor hanya nama saja. Akan tetapi, Chrles pun langsung ingat, di mana Camelia adalah kekasih Dominic Geovan. Itu yang membuat Camelia bisa dekat dengan sekretaris rektor. “Hi, Charles.” Wilda tersenyum, membalas sapaan Charles. “Camelia, kau tidak masuk kelas?” tanya Wilda seraya menatap Camelia hangat. “Aku ingin ke pusat informasi dulu,” jawab Camelia pelan. “Kau ingin ke pusat informasi? Apa yang ingin kau tanyakan, Camelia? Apa kau butuh bantuanku?” Wilda segera bertanya, kebutuhan Camelia. “Aku ingin bertanya tentang