“Makanlah.”
Long Wei menatap ikan setengah gosong itu dengan ketertarikan yang hampir tidak ada, tapi dia tetap menerimanya semata-mata hanya karena nyanyian perut yang tak mau diam.
Yang Feng, kakek bercaping yang telah “menyelamatkan” Long Wei itu memakan ikan bakar jatahnya sendiri. Sambil terus mengunyah, ia melempar satu pertanyaan yang seketika membuat amarah Long Wei datang kembali. “Jadi, apa yang telah kaulakukan sampai hanyut di sungai?”
Pikirannya memutar kembali kenangan tadi malam yang baru saja terjadi. Seperti dipertontonkan persis di depan matanya, ketika ayahnya jatuh ke sungai dalam keadaan tak bernyawa, dan tantangan kedua pendekar besar.
Mata Long Wei menyusuri sungai Bai He lalu melihat sekeliling. Akhirnya dia tahu mengapa tak ada mayat lain yang lewat atau potongan-potongan kapal. Kiranya dia sudah terseret arus yang menuju ke belokan arah tenggara, dan mungkin sekali sisa-sisa pertempuran itu mengarah barat.
“Aku sedang naik kapal, dan diserang para bajak sungai.” Jawaban Long Wei tidak sepenuhnya bohong.
Kakek itu mengangguk-angguk sembari menampakkan ekspresi iba. “Aku Yang Feng, siapa namamu?”
“Long Wei,” ucapnya singkat sebelum menggigit ikan gosongnya.
“Long Wei ….” Yang Feng mengulang beberapa kali agar nama itu tertanam di ingatannya. “Aku menemukanmu hanyut di sini sendirian. Apa kau naik kapal sendirian?”
Long Wei membuka mulutnya. Sebenarnya dia ingin mengatakan bahwa hanya dirinyalah yang selamat. Akan tetapi, mulutnya kembali tertutup. Selang beberapa saat, barulah Long Wei menjawab. “Ya, aku sendirian.”
Yang Feng kembali mengangguk-angguk. “Kau mau ke mana?”
“Laut timur. Seandainya tak ada perampok-perampok sialan itu.”
“Laut timur? Akhir-akhir ini ada kabar burung beredar kalau para bajak laut di sana sedang mengganas.”
Itu aku, orang tua! Tapi mulutnya menjawab. “Aku tahu. Aku tidak pergi terlalu jauh ke laut, hanya ke pesisirnya untuk mengunjungi saudara jauh.”
Yang Feng mengangguk-angguk lagi. “Setelah ini, kau masih mau melanjutkan perjalanan ke sana?”
Kini Long Wei menunduk.
Setelah satu pasukan ayahnya hancur, otomatis Long Wei tak punya tempat kembali. Bajak laut Hantu Samudra adalah rumahnya, tempat ia pulang, dan kini sudah hancur.
Long Wei bertanya-tanya dalam hati, apa dia harus kembali ke pantai timur dan jadi bahan cemoohan para bajak, atau mengembara ke lain tempat untuk jadi apa pun demi melanjutkan hidup. Long Wei segera memutuskan.
“Aku akan pergi ke tempat lain.” Dan tetap menjadi seorang bajak. Dulu bajak laut, sekarang dan seterusnya mungkin bajak darat.
Yang Feng terbelalak. “Lalu bagaimana dengan saudara jauhmu di pantai timur itu?”
“Aku bisa datang ke sana lain waktu saat keadaan sudah lebih baik.”
Yang Feng telah menghabiskan ikan bakarnya yang hanya tinggal tulang-belulang. Ia melempar tulang-tulang itu ke sungai lalu bangkit berdiri.
“Kau tinggallah di rumahku sampai kau pulih.” Yang Feng tersenyum. “Dan bantu aku memancing, tentu saja. Aku sudah lama tak ada teman mancing.”
Mulai hari itu, Long Wei tinggal di rumah Yang Feng yang sederhana dan hampir roboh. Karena rumah itu hanya ada satu kamar, maka Long Wei harus tidur di ruangan depan beralas kain tipis dan selimut yang tak lebih tebal.
Karena Long Wei merupakan seorang petarung dari bajak laut Hantu Samudra, tentu saja dia bukan orang lemah. Hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk lukanya pulih total. Sebenarnya sebagian besar waktu itu bukan untuk kesembuhan luka luarnya, tapi untuk kesembuhan luka batinnya.
Pagi di hari ketiga, Long Wei membuka percakapan di sela-sela kegiatan mereka seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi, memancing ikan di sungai.
“Kakek, besok aku akan pergi.”
“Oh, kau pergi saja,” jawab Yang Feng seolah tak acuh.
Long Wei kaget dibuatnya. Spontan ia menolehkan kepala, memandang kakek di sampingnya.
“Maksudku, nanti sore aku harus pergi ke puncak tebing itu untuk semedi. Malam nanti adalah malam bulan purnama, baik sekali untuk meningkatkan kualitas tenaga dalamku. Aku akan kembali ke sini besok pagi hampir ke siang. Kau mau menunggu?”
Long Wei mengerutkan kening karena merasa heran ada orang yang setua itu masih memperhatikan kualitas tenaga dalam. Ia hanya berpikir bukankah sebaiknya memikirkan tentang kuburan sendiri? Mengingat tak ada orang lain yang bisa membantu di tengah hutan ini.
“Oh, baiklah, tapi maaf aku tak bisa menunggu.” Aku khawatir orang-orangnya Zhu melakukan pengejaran.
Malam tiba lebih cepat dari yang dibayangkan. Yang Feng sudah pergi sejak matahari terbenam tadi. Kini Long Wei sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan entah ke mana pun itu yang jelas jauh dari laut timur. Dia masih tidak mau—lebih tepatnya tidak bisa—untuk bertemu pasukan bajak laut Iblis Laut pimpinan Zhu Ren dalam keadaan seperti ini.
Namun sebelum pergi, Long Wei kembali teringat tujuan berikutnya yaitu untuk menjadi seorang bajak pula, tapi ini di darat. Mungkin bisa dibilang sebagai perampok.
Hal ini tak mengherankan karena semenjak kecil Long Wei hidup di kalangan para bajak laut yang kasar dan ahli dalam mengambil barang orang dengan paksaan. Maka niat jahat itu muncul dalam diri Long Wei ketika tak ada orang di rumah selain dirinya.
“Ini langkah awalku.” Ia menyeringai.
Long Wei menggeledah setiap sisi rumah Yang Feng yang tak seberapa besar. Tidak membutuhkan waktu lama karena selain rumah ini memang sempit, juga tidak ada barang berharga. Akan tetapi, ada sebuah kotak kecil persegi panjang yang tersembunyi di bawah dipan bambu tempat tidur Yang Feng.
Long Wei mengambil kotak itu dan tanpa ragu membukanya. Dia terbelalak.
Di sana terbaring sebuah gelang giok berwarna hijau cerah yang amat indah. Terakhir kali Long Wei melihat perhiasan secantik ini ketika salah seorang anak buah ayahnya memerkosa seorang putri kaya sebelum minta tebusan. Walau demikian, gelang ini jauh lebih cantik.
Long Wei mengambil gelang giok itu dengan tangan sedikit gemetar. Ada dorongan aneh di hati yang seolah memerintahnya untuk bersikap lembut kepada gelang tersebut.
“Ini … aku harus memilikinya ….” Long Wei tertawa-tawa melihat benda luar biasa itu.
Maka pemuda ini pergi meninggalkan rumah Yang Feng dengan ucapan selamat tinggal berupa pencurian terhadap satu-satunya harta di tempat tersebut. Long Wei terus tersenyum sepanjang perjalanannya menuju utara.
Waktu bergulir dan malam berganti pagi. Sungai di depan pondok kecil itu kedatangan perahu-perahu kecil dan satu kapal besar yang segera menepi. Belasan orang melompat keluar dari perahu. Sikap mereka menyeramkan, seperti para bajak.
Yang Feng yang baru saja kembali dari semedinya mengerutkan kening. “Cari siapa?”
Seorang kakek berpakaian serba putih dan kakek lain yang berpakaian serba hitam muncul di geladak kapal besar. Kakek serba putih berseru. “Yang Feng, serahkan Giok Langit itu!”
Kedua alis Yang Feng hampir bertemu. “Pertapa Putih, kau masih saja mencari-cari hal tidak masuk akal itu?”
“Jangan bohong, kau membawanya!” bentak kakek berpakaian hitam.
“Tangan Maut,” kata Yang Feng sambil terkekeh geli. “Kau masih bisa berlagak setelah kekalahanmu belasan tahun lalu? Kali ini kau bawa kawan sebanyak ini?”
Pertapa Putih dan Tangan Maut melompat dari kapal besar, tubuh mereka melayang dan mendarat di tanah dengan halus.
“Aku tidak sedang ingin main-main. Kaisar menginginkannya,” ucap si Tangan Maut dengan nada mengancam.
“Aku juga sedang tidak main-main. Kalau kau ingin tahu, para dewa sedang memihakku kali ini.” Yang Feng kembali terkekeh, bahkan hampir tertawa.
“Serahkan!” Pertapa Putih mengayunkan tangan, angin besar tercipta, menyapu Yang Feng yang masih tertawa-tawa.
“Sudah hilang!” Kakek itu membalas dengan sapuan tangan kanan.
Kedua tenaga raksasa bertemu, menciptakan suara gemuruh samar dan terpaan angin yang tak bisa diremehkan. Hanya ketiga orang sakti itu saja yang masih berdiri di tempat semula, sisanya sudah terdorong mundur tiga langkah.
“Aku tidak bohong,” Yang Feng melanjutkan. Entah dari mana asalnya dia telah menggenggam bambu panjang yang biasa ia gunakan untuk memancing. “Jadi, pencarian kalian sia-sia. Katakan saja kepada kaisar sombong itu, coba cari ke dalam gaun para selirnya, siapa tahu salah satu dari mereka yang menyembunyikannya, hahaha.” Yang Feng tertawa makin keras.
“Cari giok itu!” perintah Pertapa Putih kepada orang-orang kasar itu, sedangkan dia sendiri langsung menyerang Yang Feng bersama Tangan Maut.
Cukup melelahkan ketika semalaman harus dikejar oleh satu desa karena ketahuan mencuri sepeti harta. Peti itu kecil saja, bahkan dua tangan pun terlalu besar untuk memegangnya, tapi harus Long Wei akui kalau isinya tidak main-main.Berbagai perhiasan seperti kalung, cincin, anting, gelang, dan pernak-pernik lainnya. Long Wei bahkan sampai bingung harus ia apakan harta sebanyak ini.“Dijual sajalah,” gumamnya tanpa sadar tepat ketika makanan yang ia pesan dihidangkan di atas meja.Pelayan itu membungkuk singkat sebelum pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan pelanggan lain.Warung ini berada di persimpangan yang cukup strategis. Walau di sekelilingnya masih berupa hutan lebat, tapi jarak ke desa terdekat tak sampai lima li. Hal ini membuat para pengelana tak perlu mampir ke desa-desa itu jika hanya untuk sekadar mengisi perut.Long Wei memilih singgah di tempat ini karena tujuan itu. Dia hanya akan mengisi perut sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.“Sudah sekitar dua minggu
Naik kuda tunggangan yang diambil dari kedua prajurit pingsan, Yang Feng membawa Long Wei menjauhi tempat itu. Melihat dari arah bayangan, mereka saat ini sedang menuju ke utara.Long Wei terus mengikuti sosok kakek berpakaian prajurit kekaisaran itu yang sejak tadi tidak mengatakan apa pun. Sebenarnya dia juga tak terlalu peduli hendak pergi ke mana, Long Wei tidak punya tujuan pasti.Yang Feng menghentikan laju kudanya di anak sungai kecil yang masih tersambung dengan sungai di belakang warung tadi. Ia menengok ke segala penjuru terlebih dahulu untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah merasa yakin, kakek itu melompat turun dan duduk di atas rumput tebal.“Jadi, apa itu tadi?” Long Wei masih tidak mengerti dengan semuanya.Yang Feng terkekeh. “Kau terlalu waspada kepadaku, nak.” Ia melihat jarak mereka terpisah kurang lebih dua tombak dengan Long Wei yang telah meraba gagang pedangnya. “Aku hanya ingin bilang terima kasih.”Wajah Long Wei berubah seketika. Mulutnya terbuka
Karena tempat tinggal Yang Feng sebelumnya sudah tak aman lagi, maka mereka pergi mengembara ke banyak tempat. Perjalanan dilakukan menggunakan kuda yang sama, menuju utara.Ketika Long Wei menanyakan alasan kenapa mereka pergi ke utara, Yang Feng menjawab kalau tak ada alasan pasti. Satu hal pasti adalah sangat berbahaya bila terlalu dekat dengan ibu kota yang ada di wilayah barat, berdiri di kaki pegunungan Yuling.Walau Long Wei ikut Yang Feng bukan karena sungguh-sungguh ingin jadi murid melainkan karena balas dendam dan sedikit balas budi, tapi ia tetap patuh akan segala perintah Yang Feng. Ketika mereka harus tidur beratapkan langit, Long Wei yang akan mencarikan kayu bakar dan makanan untuk mereka berdua. Ketika sampai di desa, mereka biasanya akan membantu siapa saja yang membutuhkan untuk mendapat uang, Long Wei amat rajin untuk itu. Karena inilah Yang Feng makin merasa sayang dan kasihan kepada pemuda tersebut, apalagi setelah ia mendengar masa lalu Long Wei.Namun selama ha
Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekump
Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y
Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak
Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam
Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past
Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past
Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam
Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak
Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y
Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekump
Karena tempat tinggal Yang Feng sebelumnya sudah tak aman lagi, maka mereka pergi mengembara ke banyak tempat. Perjalanan dilakukan menggunakan kuda yang sama, menuju utara.Ketika Long Wei menanyakan alasan kenapa mereka pergi ke utara, Yang Feng menjawab kalau tak ada alasan pasti. Satu hal pasti adalah sangat berbahaya bila terlalu dekat dengan ibu kota yang ada di wilayah barat, berdiri di kaki pegunungan Yuling.Walau Long Wei ikut Yang Feng bukan karena sungguh-sungguh ingin jadi murid melainkan karena balas dendam dan sedikit balas budi, tapi ia tetap patuh akan segala perintah Yang Feng. Ketika mereka harus tidur beratapkan langit, Long Wei yang akan mencarikan kayu bakar dan makanan untuk mereka berdua. Ketika sampai di desa, mereka biasanya akan membantu siapa saja yang membutuhkan untuk mendapat uang, Long Wei amat rajin untuk itu. Karena inilah Yang Feng makin merasa sayang dan kasihan kepada pemuda tersebut, apalagi setelah ia mendengar masa lalu Long Wei.Namun selama ha
Naik kuda tunggangan yang diambil dari kedua prajurit pingsan, Yang Feng membawa Long Wei menjauhi tempat itu. Melihat dari arah bayangan, mereka saat ini sedang menuju ke utara.Long Wei terus mengikuti sosok kakek berpakaian prajurit kekaisaran itu yang sejak tadi tidak mengatakan apa pun. Sebenarnya dia juga tak terlalu peduli hendak pergi ke mana, Long Wei tidak punya tujuan pasti.Yang Feng menghentikan laju kudanya di anak sungai kecil yang masih tersambung dengan sungai di belakang warung tadi. Ia menengok ke segala penjuru terlebih dahulu untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah merasa yakin, kakek itu melompat turun dan duduk di atas rumput tebal.“Jadi, apa itu tadi?” Long Wei masih tidak mengerti dengan semuanya.Yang Feng terkekeh. “Kau terlalu waspada kepadaku, nak.” Ia melihat jarak mereka terpisah kurang lebih dua tombak dengan Long Wei yang telah meraba gagang pedangnya. “Aku hanya ingin bilang terima kasih.”Wajah Long Wei berubah seketika. Mulutnya terbuka
Cukup melelahkan ketika semalaman harus dikejar oleh satu desa karena ketahuan mencuri sepeti harta. Peti itu kecil saja, bahkan dua tangan pun terlalu besar untuk memegangnya, tapi harus Long Wei akui kalau isinya tidak main-main.Berbagai perhiasan seperti kalung, cincin, anting, gelang, dan pernak-pernik lainnya. Long Wei bahkan sampai bingung harus ia apakan harta sebanyak ini.“Dijual sajalah,” gumamnya tanpa sadar tepat ketika makanan yang ia pesan dihidangkan di atas meja.Pelayan itu membungkuk singkat sebelum pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan pelanggan lain.Warung ini berada di persimpangan yang cukup strategis. Walau di sekelilingnya masih berupa hutan lebat, tapi jarak ke desa terdekat tak sampai lima li. Hal ini membuat para pengelana tak perlu mampir ke desa-desa itu jika hanya untuk sekadar mengisi perut.Long Wei memilih singgah di tempat ini karena tujuan itu. Dia hanya akan mengisi perut sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.“Sudah sekitar dua minggu
“Makanlah.”Long Wei menatap ikan setengah gosong itu dengan ketertarikan yang hampir tidak ada, tapi dia tetap menerimanya semata-mata hanya karena nyanyian perut yang tak mau diam.Yang Feng, kakek bercaping yang telah “menyelamatkan” Long Wei itu memakan ikan bakar jatahnya sendiri. Sambil terus mengunyah, ia melempar satu pertanyaan yang seketika membuat amarah Long Wei datang kembali. “Jadi, apa yang telah kaulakukan sampai hanyut di sungai?”Pikirannya memutar kembali kenangan tadi malam yang baru saja terjadi. Seperti dipertontonkan persis di depan matanya, ketika ayahnya jatuh ke sungai dalam keadaan tak bernyawa, dan tantangan kedua pendekar besar.Mata Long Wei menyusuri sungai Bai He lalu melihat sekeliling. Akhirnya dia tahu mengapa tak ada mayat lain yang lewat atau potongan-potongan kapal. Kiranya dia sudah terseret arus yang menuju ke belokan arah tenggara, dan mungkin sekali sisa-sisa pertempuran itu mengarah barat.“Aku sedang naik kapal, dan diserang para bajak sunga