Home / Pendekar / Giok Langit / Bab 5 : Desa Qinglan

Share

Bab 5 : Desa Qinglan

Author: Adidan Ari
last update Last Updated: 2024-12-29 15:08:12

Karena tempat tinggal Yang Feng sebelumnya sudah tak aman lagi, maka mereka pergi mengembara ke banyak tempat. Perjalanan dilakukan menggunakan kuda yang sama, menuju utara.

Ketika Long Wei menanyakan alasan kenapa mereka pergi ke utara, Yang Feng menjawab kalau tak ada alasan pasti. Satu hal pasti adalah sangat berbahaya bila terlalu dekat dengan ibu kota yang ada di wilayah barat, berdiri di kaki pegunungan Yuling.

Walau Long Wei ikut Yang Feng bukan karena sungguh-sungguh ingin jadi murid melainkan karena balas dendam dan sedikit balas budi, tapi ia tetap patuh akan segala perintah Yang Feng. Ketika mereka harus tidur beratapkan langit, Long Wei yang akan mencarikan kayu bakar dan makanan untuk mereka berdua. Ketika sampai di desa, mereka biasanya akan membantu siapa saja yang membutuhkan untuk mendapat uang, Long Wei amat rajin untuk itu. Karena inilah Yang Feng makin merasa sayang dan kasihan kepada pemuda tersebut, apalagi setelah ia mendengar masa lalu Long Wei.

Namun selama hampir seminggu perjalanan, Yang Feng belum menurunkan ilmu apa pun kepada Long Wei.

“Desa Qinglan, tempat yang damai.” Yang Feng menarik napas dalam-dalam untuk menikmati udara pagi yang dingin menyejukkan. “Sudah pernah ke sini?”

Long Wei merasakan aura ketentraman yang hampir belum pernah ia rasakan. Desa ini punya semacam aura tersendiri yang membuat siapa saja merasa nyaman. Dengan tiga bukit tinggi yang mengelilingi desa serta hutan lebat di sisi barat, membuat udara amat sejuk dan menenangkan.

Long Wei menggeleng. “Belum, desa ini tidak dilewati jalur Sungai Bai He, jadi aku tak pernah ke sini.”

Sungai Bai He adalah sungai yang biasa dilalui bajak laut Hantu Samudra ketika mereka masuk lebih jauh ke wilayah daratan.

“Kau akan menyukai desa Qinglan.” Yang Feng tertawa. “Aku ada kenalan juga di sini, dan aku mau mampir. Ikut?”

“Ke mana lagi aku kalau tidak ikut denganmu?”

Yang Feng tertawa bergelak.

Masuk gerbang desa, kesunyian alam seolah tak bisa dipecahkan oleh suara teriakan anak-anak kampung yang saling berkejaran, atau suara para wanita yang mengobrol di teras rumah. Long Wei menarik napasnya panjang, melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Yang Feng beberapa waktu lalu. Seketika kedamaian memenuhi seluruh urat syaraf di tubuhnya.

Andai aku bisa tinggal di sini selamanya. Namun, tiba-tiba pikirannya teringat dengan Giok Langit, Tangan Maut, dan Pertapa Putih. Long Wei tersenyum pahit, sepertinya tidak mungkin.

Yang Feng menuju pinggiran desa yang cukup jauh dengan gerbang masuk, tempat sebuah rumah sederhana berdiri di tengah sawah yang cukup luas. Rumah itu juga punya kandang kuda dan kambing di halaman belakang. Dari jauh, tampak seorang gadis cantik sedang belajar ilmu pukulan di halaman depan.

“Selamat pagi, Cang Er. Kau semakin cantik, nak,” sapa Yang Feng mengejutkan gadis itu yang langsung membalikkan badan.

Gadis cantik jelita dengan rambut yang panjang dan hitam serta tahi lalat di dagu kanan sehinnga menambah kemanisannya, merekahkan senyum. “Kakek Yang.” Dia langsung lari menghampiri dan menjura hormat. “Ayah pasti senang kau datang.”

“Harus senang, hahaha!” Kakek itu turun dari kuda. “Karena ia sendiri yang menyuruhku mampir kalau aku datang ke Qinglan.”

“Ayo masuk,” ajak Cang Er kepada kakek Yang. Dia melihat pula adanya Long Wei di belakang kakek itu, tapi karena tidak kenal maka Cang Er pura-pura tidak melihat.

“Ah, perkenalkan dia Long Wei, orang yang akan mewarisi semua ilmu-ilmuku.” Yang Feng memperkenalkan.

Cang Er kembali menjura, demikian pula dengan Long Wei.

“Beruntung sekali kau, kakak Long, bisa menjadi murid dari pendekar sakti Tapak Baja dari timur.”

Long Wei sudah mengetahui julukan Yang Feng yang mentereng itu dan dia memang merasa beruntung. “Terima kasih.”

Mereka masuk ke rumah sederhana tapi memiliki ruangan yang amat luas. Kursi-kursi tertata rapi di ruang tamu dengan hiasan dinding dan meja yang sekilas pandang seperti buatan tangan sendiri.

“Ini aku yang membuatnya.” Seolah bisa membaca pikiran Long Wei, Cang Er menunjuk teko kecil dari tanah liat di atas meja. “Sayang hasilnya seburuk itu.”

Di mata Long Wei, itu terlalu bagus untuk buatan sendiri karena terdapat ukiran ikan mas sedang saling berkejaran.

Cang Er memanggil ayahnya yang datang tak lama kemudian. Seorang pria berpakaian petani dengan rambut panjang dikuncir dan jenggot tipis, datang tergopoh-gopoh. Wajah lelaki itu langsung cerah saat melihat Yang Feng, teman lamanya.

“Kakek Yang, kau benar-benar datang.” Ia menjura memberi hormat.

“Dan kau sama sekali tak berubah,” ucap Yang Feng sembari menepuk-nepuk pundak orang tersebut.

Ia melihat ada pemuda lain di sana, sebelum bertanya, Yang Feng sudah memperkenalkan lebih dulu. “Dia Long Wei, orang yang akan mewarisi semua ilmuku. Dan dia Lu Kwan.” Yang Feng memperkenalkan mereka berdua.

Long Wei menjura hormat, sedangkan Lu Kwan mengangguk-angguk. “Kau mendapat anak berbakat, kakek Yang. Tulang anak ini cukup bagus,” ucapnya setelah melihat tubuh Long Wei.

“Mana istrimu?”

“Dia pergi ke desa untuk beli sesuatu. Sebentar lagi pasti datang.”

Sampai tengah hari Long Wei dan Yang Feng dijamu di rumah Lu Kwan yang menyediakan berbagai hidangan kepada mereka. Dibantu Lu Cang Er, Lu Kwan menyuguhkan daging panggang, mi kuah, arak manis dan beberapa roti isi sebagai penutup.

Yang Feng bersendawa cukup keras setelah menghabiskan sebagian besar yang diberikan tuan rumah dan Long Wei terkejut sekali Yang Feng bisa makan sebanyak itu. Ternyata selama di perjalanan, Yang Feng selalu menahan diri agar tidak terlalu makan banyak.

“Sudah lama aku tak makan sekenyang ini, terima kasih, nak.” Yang Feng kembali bersendawa. “Tapi, di mana istrimu? Kenapa tak kunjung pulang?”

Lu Kwan dan Cang Er sudah khawatir sejak tadi. Keduanya saling lirik.

“Aku akan menyusulnya, ayah.” Cang Er bangkit dari tempat duduk.

Lu Kwan mengangguk setuju.

Namun tepat saat Cang Er keluar dari pintu, dia memekik tatkala melihat tubuh ibunya yang tersungkur di halaman.

Yang Feng, Lu Kwan dan Long Wei segera berlari keluar dan mereka juga mendapat keterkejutan yang sama seperti Cang Er.

“Mei Mei.” Lu Kwan menyongsong tubuh istrinya yang penuh luka. Ia membaringkan kepala Mei Mei di pangkuannya. “Apa yang terjadi?”

Napas Mei Mei terengah-engah, matanya terbuka setengah. Ucapan yang keluar terdengar serak, selirih bisikan saja.

Lu Kwan lalu mengurut leher dan dada Mei Mei untuk meredakan rasa nyeri agar ia bisa bicara lebih lancar dan jelas. Usahanya berhasil.

“Pasukan Kai Ciangkun (Perwira Kai) datang dan menemuiku. Dia ….” Ucapannya terhenti saat melihat Yang Feng berdiri di belakang suaminya. “Oh ….” Mei Mei pingsan seketika.

“Apa, Kai Ciangkun? Ada masalah apa kalian dengan perwira kekaisaran?” ujar Yang Feng penuh rasa penasaran.

Lu Kwan tak menjawab melainkan langsung membawa tubuh istrinya ke kamar. Dia menyuruh Cang Er merawat ibunya. Untungnya luka Mei Mei hanya luka ringan, tidak membahayakan nyawa.

Setelah itu ia menemui Yang Feng di ruang depan. “Anakku sudah dikejar-kejar oleh perwira itu sejak lama, ia ingin meminangnya dan aku selalu menolak karena enggan berurusan dengan pemerintahan. Selain itu pula, Cang Er tak sudi menikah dengan orang itu, wajar saja, dia sudah tua.” Lu Kwan menjelaskan situasinya. “Dan sekarang dia datang ke Qinglan untuk yang ketiga kalinya dalam sebulan. Sebelumnya tak pernah sebanyak ini.”

Mata Yang Feng memicing. “Jadi hanya persoalan sepele dan dia harus membuat istrimu seperti itu?”

Lu Kwan mengangguk. Kemudian tiba-tiba ia menjura dalam. “Tolonglah keluarga kami, kakek Yang. Kebetulan kau ada di sini, ini pasti pertolongan dari para dewa.”

“Tentu saja aku tak akan biarkan kejadian ini lewat begitu saja!” cetus Yang Feng. “Long Wei, ikut aku. Kita akan cari ribut dengan perwira sombong itu.”

Long Wei mengangguk singkat, ia tak ada alasan untuk menolak.

“Aku juga akan ikut.” Lu Kwan menawarkan diri. “Bagaimanapun, Mei Mei istriku, aku tak bisa tinggal diam.”

“Bagus, begitulah watak pendekar. Sekarang tunjukkan jalannya, akan kubengkokkan hidung Kai Ciangkun itu.”

Tanpa mereka sadari, Cang Er mendengar semua itu dari kamar dan dia merasa amat khawatir. Ia cepat-cepat mengobati luka ibunya dan segera menyusul. Firasatnya buruk soal ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Giok Langit   Bab 6 : Pertempuran di Desa Qinglan

    Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekump

    Last Updated : 2024-12-30
  • Giok Langit   Bab 7 : Akhir Menyedihkan

    Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y

    Last Updated : 2025-01-01
  • Giok Langit   Bab 8 : Keputusan Cang Er

    Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak

    Last Updated : 2025-01-01
  • Giok Langit   Bab 9 : Murid

    Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam

    Last Updated : 2025-01-05
  • Giok Langit   Bab 10 : Penolong

    Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past

    Last Updated : 2025-01-18
  • Giok Langit   Bab 11 : Bertemu Setan Sakti

    Menurut keterangan dari tuan Xi Yan—lelaki yang ditolongnya—, orang yang saat sini sedang mengepung mereka adalah murid-murid dari perkumpulan Ular Iblis. Tampak simbol ular berwarna putih dan bertanduk di punggung masing-masing orang, awalnya Cang Er tak tahu tanda apa itu sebelum diberi tahu.Putri mereka yang masih berumur lima tahun menangis keras melihat kekacauan ini, tapi Xi Yan segera menarik istri dan anaknya untuk bersembunyi. Kini hanya tinggal Cang Er yang berdiri gagah menghadapi tujuh orang berwajah kasar dari perkumpulan Ular Iblis.“Kau cari mati, Nona,” kata sosok tinggi besar dan gundul. Dia membawa senjata berupa rantai panjang yang ujungnya dipasangi bola berduri, kelihatan berat sekali. “Kami datang hanya mengincar orang marga Xi itu. Kenapa kau ikut campur?”“Kalian berharap aku akan membiarkan kejahatan lewat di depan hidungku begitu saja? Jangan mimpi!” bentak Cang Er. “Sekarang akulah lawan kalian.”Mata lelaki botak tadi berkedut. “Kalau kau memaksa.” Lalu ta

    Last Updated : 2025-01-22
  • Giok Langit   Bab 12 : Setan Sakti

    Tentu saja para pengunjung jadi ribut karenanya. Baru kali ini mereka melihat pemilik warung yang bertubuh sebesar gajah mampu dilemparkan orang, apalagi yang melemparnya adalah seorang kakek bongkok.Mulailah rasa takut menyebar kepada setiap orang, hinggap dan mengeram di hati siapa saja yang melihat. Mereka mulai bertanya-tanya, siapa kakek bongkok ini? Apakah seorang penjahat sakti yang baru turun gunung? Ataukah hanya orang gila yang sedang iseng saja?Rasa takut itu berhasil dibuyarkan oleh Yang Feng yang tertawa tergelak. “Kau msasih saja suka cari keributan, ingat umurmu.”Sejenak, Setan Sakti memandang marah kepada si pemilik warung, tapi tatapannya langsung cerah begitu melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu. “Oh, kau rupanya. Dari mana saja?” Seolah melupakan kejadian tadi, dia melangkahi pemilik warung dan menepuk-nepuk pundak Yang Feng. Wajahnya langsung mengerut. “Kau tidak sehat.”Yang Feng menjura hormat. “Aku sedang merantau seperti biasa.”“Merantau?” Setan

    Last Updated : 2025-01-23
  • Giok Langit   Bab 13 : Dua Minggu

    Long Wei sungguh tak menyangka jalan hidupnya akan berbelok sejauh ini. Dia dulu berpikir akan menjadi bajak laut sampai mati, mewarisi kelompok Hantu Samudera menggantikan ayahnya dan menjadi raja bajak laut yang ditakuti.Namun, kini dia justru dipercaya oleh dua tokoh sakti yang namanya sangat besar. Dalam sakunya pun, Long Wei membawa benda berharga paling dicari di seluruh dunia persilatan. Sungguh, beberapa kali Long Wei berpikir kalau semua itu hanya mimpi, tapi nyatanya tidak.Tentu saja dia amat girang dan berterima kasih mendengar Setan Sakti akan menurunkan ilmu padanya. Dengan demikian, otomatis ia akan jadi tambah kuat dan kesempatan untuk membalas dendam makin besar.Seperti yang dijanjikan, sore hari itu juga setelah Setan Sakti selesai mengobati Yang Feng, dia langsung menjelaskan teori dari ilmu silat yang hendak ia turunkan.“Namanya adalah Silat Sakti Im-Yang. Di mana Im adalah tenaga dingin dan Yang adalah tenaga panas. Seingatku, tak ada satu manusia pun di bumi in

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Giok Langit   Bab : 60 - Keretakan

    Ruangan luas dengan segala perabotan mewah itu membuat siapa saja yang melangkah masuk merasa dirinya kecil bagai debu terbawa angin. Jauh di depan sana, puluhan langkah dari pintu masuk yang besar dan berat, terdapat kursi megah nan agung. Sebuah kursi yang jika siapa pun melihat dalam sekali pandang akan langsung tahu kalau yang pantas menghuni kursi itu pastilah orang penting.Kursi besar itu letaknya sedikit naik dari batu pualam di ruang tersebut, ada beberapa undak tangga yang harus dilewati sebelum mencapai tubuh kursi. Di sebelah kanan dan kiri tangga terdapat pilar besar warna merah dengan hiasan patung naga yang melingkarinya, seolah naga-naga itu menjadi penjaga bagi kursi besar tersebut. Lalu di depan pilar, ada meja kecil tinggi yang di atasnya terdapat hilo berukir indah yang menguarkan bau harum semerbak.Di depan tangga itu banyak meja-meja kecil yang saling berhadapan. Satu deretan meja yang lurus dengan pilar sebelah kiri, satu lagi deretan yang lurus dengan pilar se

  • Giok Langit   Bab : 59 - Tumbang

    Entah dibawa lari ke mana, yang jelas Xu Qinghe merasa tubuhnya bagai terbang menunggang angin. Bahkan untuk berteriak pun dia kesusahan, sehingga hanya mampu diam dan pasrah saat Setan Sakti membawanya dalam kecepatan gila.Di sebuah hutan yang ia rasa letaknya cukup jauh dari tempat Long Wei tadi, tiba-tiba Setan Sakti berhenti berlari. “Sudah aman,” katanya yang tak dimengerti Xu Qinghe.Perlahan Setan Sakti menurunkan tubuh itu. “Nah, kau sudah aman,” katanya lagi. “Kau bisa tenang.”Walau itu Xu Qinghe yang memiliki kepandaian tinggi, tapi dibawa dengan cara dan kecepatan seperti itu membuatnya agak pening juga. Akan tetapi hanya sebentar sebelum kepalanya ringan kembali dan keningnya berkerut.“Aman? Apa maksud Anda? Aman dari siapa?”Setan Sakti menatapnya sedikit tidak percaya, kemudian perlahan-lahan matanya menyipit. “Kau tidak tahu tentang Long Wei? Atau dia yang tak pernah menceritakannya?”Rasa heran Xu Qinghe semakin hebat. “Memangnya ada apa dengan dia? Yang kutahu dia

  • Giok Langit   Bab 58 : Pengurungan

    Xu Qinghe masih menundukkan muka dengan takut-takut. Sesekali ia melirik Long Wei yang ada di sebelahnya, tapi ketika dia melirik Setan Sakti tentu langsung dialihkannya lagi.Kakek itu sendiri tak mau melepas pandangan dari diri Xu Qinghe, entah apa maksudnya.Long Wei berdeham tiga kali untuk mencairkan suasana dan berkata. “Jadi, kau sudah sembuh total.”Kepala Xu Qinghe benar-benar terangkat sekarang, memandang Long Wei. “Benarkah? Aku memang sudah tak merasa sakit lagi di kaki.”“Tapi bekasnya masih ada,” potong Setan Sakti.Spontan Xu Qinghe melirik kakinya, tampak di sana sebuah area hitam di kaki sebelah kanannya. Warna kehitaman yang ada di sekeliling luka gigitan ular. Xu Qinghe tersenyum pahit, sebagai seorang wanita sedikit banyak dia juga mementingkan penampilan dan kondisi kakinya saat ini memang sangat mengganggu.“Warna hitam itu bukan berarti masih ada racun yang tertinggal, tapi karena dagingmu sudah membusuk.” Kakek itu melanjutkan.Xu Qinghe tersentak. “Busuk?”Set

  • Giok Langit   Bab 57 : Obat

    Dengan panik, Long Wei terus mengguncang tubuh itu. Xu Qinghe terus bungkam dengan apa pun yang Long Wei lakukan. Pemuda itu sudah menggoyang-goyangkan pundak, menampar pipi, menggoncang lagi, tapi ia sama sekali tak mau membuka mata.Kemudian Long Wei mengamati luka Xu Qinghe di kaki sebelah kanan. Celananya sudah robek sedikit terkena gigitan ular. Dia melihat kaki gadis itu berlumuran darah merah gelap yang terus mengucur. Makin banyak mengucur, warnanya berubah semakin hitam. Luka itu berupa dua lubang hitam.“Sial!” Memeras segala ingatannya, Long Wei mencoba memaksa darah itu keluar menggunakan tenaga dalam. Cara ini pernah diajarkan Yang Feng beberapa tahun lalu, tapi tidak sering dan karena itu ada bagian-bagian yang Long Wei agak terlupa.Ia menotok jalan-jalan darah di sekitar luka sampai darah yang mengucur itu melambat, kemudian menggunakan tangan kanan ia mengurut kaki di sekitar luka sambil mengerahkan tenaga dalam perlahan. Lambat laun, darah hitam pun keluar. Long Wei

  • Giok Langit   Bab 56 : Hidup dan Mati

    Bagi seorang ahli silat tingkat tinggi, yang menyerang lebih dulu justru akan membuka satu lowongan dan itu berbahaya sekali karena dapat dimanfaatkan oleh musuh. Begitu pula yang ada dalam pikiran mereka berdua.Sudah kurang lebih sepeminuman teh mereka hanya berdiri saling diam dan saling pandang dengan kuda-kuda siap tempur. Tak ada yang berniat memberi serangan lebih dulu karena di kepala masing-masing sudah memikirkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi jika salah langkah. Dari semua kemungkinan, tak ada yang tidak berbahaya.Tangan Maut yang jauh lebih kosen pun agaknya waspada mengingat guru Long Wei. Demikian pula Long Wei yang tak mau sembrono menghadapi tokoh tua berpengalaman ini.Setelah dua peminuman teh berlalu, Tangan Maut tertawa mengejek dan berkata. “Apakah si tua Yang Feng hanya mengajarimu cara berdiri?”“Ya,” balas Long Wei tanpa ragu. “Guru mengajariku cara berdiri yang benar dengan dua kaki.”Merah muka kakek itu mendapat balasan yang tak terduga ini. Mema

  • Giok Langit   Bab 55 : tangan Maut

    “Lompat!” Tiba-tiba Xu Qinghe berseru.Tubuh gadis itu melayang ke salah satu pohon sembari menyambit dua senjata rahasia berupa pisau tipis terbakar. Dua kepala ular yang ada di pohon itu langsung berlubang dan mereka tumbang seketika dalam keadaan tak bernyawa.Long Wei tahu gadis itu memilih melompat karena di atas pohon jumlah ular yang ada lebih sedikit. Apalagi dengan kepandaian mereka, mereka bisa pergi dengan cara berlompatan dari pohon ke pohon. Namun sebelum ia sendiri melompat mengikuti apa yang Xu Qinghe lakukan, selusin ular sudah mematuknya.Tongkat Long Wei bergerak cepat menyabet ke kanan dan kiri, menciptakan gulungan sinar kuning gelap yang langsung menewaskan banyak ekor ular.Dari atas Xu Qinghe melihat kesusahan pemuda itu dan tanpa ragu lagi ia menyambit enam senjata rahasia pisau terbakar.Ketika pisau-pisau itu menancap tanah, api segera menyebar membakar rerumputan dan daun-daun kering.“Gila kau!” Long Wei melambung tinggi lantas bergelantungan di salah satu d

  • Giok Langit   Bab 54 : Ular

    “Maaf selalu merepotkanmu.”“Bagus kalau kau sadar.”Xu Qinghe berhenti mendadak dan menatap Long Wei dengan tatapan tajam. “Kau bahkan tak coba menyangkal?”“Bohong itu kurang baik,” kata pemuda itu, “maksudku, jujur lebih baik.”Ia memalingkan wajah dengan muka gemas, membanting kaki kanannya sekali lalu berjalan pergi dengan langkah dihentak-hentakkan.Long Wei menatap punggung gadis itu. Perasaan geli timbul dan membuatnya menahan tawa. Memang Xu Qinghe adalah gadis yang angkuh luar biasa, walau memang diimbangi dengan kepandaian tinggi. Namun setelah kejadian malam itu, Long Wei merasakan perubahan besar dalam sikapnya. Keangkuhannya berkurang jauh dan keberaniannya meningkat pesat. Tak hanya sekali ia menggelengkan kepala karena kagum.Beberapa hari lalu, mereka mendengar kabar kalau di jalur ini siapa pun yang lewat akan terkena penyakit lalu meninggal. Awalnya mereka tak percaya dan memutuskan untuk lewat sini dalam upaya membuktikan hal tersebut.Betapa kaget hati mereka keti

  • Giok Langit   Bab 53 : Surat [Season 2]

    Tak ada pilihan lain bagi Liang Kun untuk membawa pulang tubuh Cang Er selain menggendongnya. Ini bukan pekerjaan sulit, tapi selama perjalanan itu dia tak pernah berhenti merasa cemas.Sampai di markas Gagak Putih, ia disambut dengan seruan-seruan kaget sekaligus heran. Liang Kun menjawab seadanya kalau saat ini Cang Er sedang terluka. Dia buru-buru membawa gadis itu ke kamarnya.Setelah membaringkan tubuh Cang Er ke kasur, datang seorang pelayan wanita yang biasanya mengurus keperluan Cang Er. Wajahnya tampak cemas.“Apa yang terjadi?”“Dia terluka, kena racun,” jawab Liang Kun sambil memperlihatkan luka di pundak Cang Er sebelum menutupnya lagi. “Tapi sekarang seharusnya sudah aman. Di mana guru besar?”“Saat ini sedang kedatangan tamu.”Liang Kun mengangguk-angguk. Tangannya lantas bergerak merogoh saku untuk mengeluarkan tiga bungkusan pemberian Ming Zhao Yu. “Tolong taburkan sedikit masing-masing ketiga obat ini ke lukanya di pagi hari sebelum matahari muncul. Dengan begitu dia

  • Giok Langit   Bab 52 : Dupa

    Kurang lebih sepuluh li kemudian, Liang Kun dan Cang Er akhirnya melihat cahaya matahari yang mulai mengintip dari ujung timur. Saat itu giliran Cang Er yang naik kuda, mereka berdua menatap pemandangan itu dengan penuh takjub.Semalaman penuh keduanya terus melaju dengan mengandalkan cahaya bulan yang cukup terang. Karena jalan lebar sehingga tak terlalu sulit bagi mereka. Semalaman juga mereka hampir tak pernah bicara satu sama lain kecuali saat bergantian untuk naik kuda yang tinggal satu. Milik Cang Er yang kakinya patah tak bisa lagi diselamatkan. Mereka menemukannya di bawah turunan dalam keadaan sekarat hampir kehabisan darah.Sampai pagi ini, kecanggungan masih menyelimuti mereka. Tentu saja, perihal malam itu tak bisa dilupakan dengan mudah. Hampir saja Cang Er dijadikan permainan banyak lelaki sekaligus, yang lebih memalukan adalah dia sendiri tidak melakukan perlawanan.“Aku janji berita ini tidak akan terdengar sampai ke telinga guru,” kata Liang Kun tiba-tiba.Tanpa menol

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status