Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.
Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.
Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.
“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”
Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekumpulan kuda sedang tertambat di pohon-pohon sana.
Kiranya itu adalah warung makan yang tak begitu besar tempat rombongan perwira Kai berhenti di sana. kedua puluh prajurit keluar dari tempat itu dipimpin oleh perwira Kai sendiri.
“Akulah orangnya,” jawab perwira Kai dengan pengerahan tenaga dalam pula untuk menunjukkan kemampuannya.
Yang Feng berjalan cepat menghampiri rombongan itu, sama sekali tak ada sikap takut pada setiap langkahnya. Long Wei dan Lu Kwan mengikuti.
Begitu dua kelompok saling berhadapan, orang-orang yang menonton segera tahu kalau sebentar lagi pasti akan terjadi hal buruk. Mereka tergopoh-gopoh masuk rumah untuk bersembunyi atau menjauh sejauh mungkin.
“Kalian para tentara kekaisaran yang seharusnya melindungi rakyat kecil, kenapa justru menindas kami?” ujar Yang Feng yang mukanya sudah memerah karena marah.
Perwira Kai menjawab dengan sikap seorang perwira, kepala sedikit mendongak. “Siapa yang kaumaksud?”
“Wanita yang sudah kausiksa dengan kejam tadi, itu adalah istri sahabatku!”
“Wanita tadi?” Kening perwira Kai mengerut, kemudian pandangannya jatuh kepada Lu Kwan dan menunjuknya. “Aku tahu dia itu istrinya.”
Yang Feng terbelalak dan menatap keduanya bergantian. Namun, ia segera menepis rasa kagetnya untuk kembali mengirim bentakan. “Kalau sudah tahu kenapa kau nekat? Apa kau tak tahu siapa dia? Dia adalah Lu Taihiap, pendekar budiman yang sudah memenggal kepala banyak orang jahat. Andai dunia tahu istrinya diperlakukan tidak adil, yakinlah tubuhmu akan diremukkan oleh para pendekar gagah yang membelanya.”
Akan tetapi, perwira Kai sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Sama sekali.
“Aku sudah membawanya, seperti perjanjian.”
Yang Feng dan Long Wei menoleh ke arah Lu Kwan yang mengatakan itu. Wajah mereka diliputi kebingungan yang tak bisa disembunyikan.
“Apa maksudnya?” Long Wei yang sejak tadi diam kini bersuara.
Wajah Lu Kwan tiba-tiba berubah keras. “Dia adalah Yang Feng, salah satu pemilik Giok Langit.”
“Keparat!” Yang Feng membentak. “Apa maksudmu, bocah?”
Terdengar suara-suara senjata dicabut dari tempatnya disusul teriakan membahana. “Tangkap mereka!” dan pedang perwira Kai membelah angin, menciptakan suara desing tajam menusuk telinga.
Yang Feng yang jadi sasaran memundurkan badan sampai punggungnya hampir menyentuh tanah, kemudian ia menendang lengan perwira Kai yang memegang pedang berbarengan tubuhnya melayang di udara.
“Lawan mereka Wei Ji,” serunya. “Lawan, lawan! Pertahankan nyawamu!”
Long Wei merunduk untuk menghindari serangan golok yang mengarah leher disusul tubuhnya yang bergulingan karena tusukan pedang dari prajurit lain. Begitu bangkit, ia melihat dua orang itu sangat bernafsu untuk merobek perutnya. Tentu saja Long Wei tak bisa membiarkannya begitu saja, dia mencabut pedang pendek dan menebas.
Suara nyaring pertemuan dua senjata terjadi selama beberapa saat sebelum salah satu prajurit berteriak kesakitan karena pedang Long Wei berhasil melukai lehernya.
Di sisi lain, Yang Feng harus menghadapi serbuan empat orang sekaligus yang tak segan-segan mengayun senjata mengarah titik vital.
“Turuti perintah perwiramu, tolol!” ia mengemplang kepala seorang prajurit sampai bergulingan. “Dia menyuruh untuk menangkapku, bukan memenggalku—pergi kau!” dia menangkis serangan golok lain dengan tangan kosong. Golok itu patah seketika.
Sedangkan prajurit yang tersisa masih tak bergerak dan hanya berdiri mengamati.
Lu Kwan tampak saling berbisik dengan perwira Kai. Wajah Lu Kwan diliputi ketakutan sampai tampak pucat, sedangkan perwira Kai kelihatan senang karena terus menyeringai.
“Lu Kwan, apa yang kaulakukan?” Yang Feng menghindar dengan cara melompat tinggi. “Apa mereka mengancammu? Jujurlah!”
Long Wei berhasil menundukkan satu prajurit, sedangkan prajurit yang tersisa ini sungguh lihai. Kemampuannya jauh lebih tinggi dibandingkan prajurit yang tadi ia gores batang lehernya. Long Wei menduga prajurit ini lebih senior dari yang tadi.
Ketika pedang si prajurit terayun, Long Wei melihat lowongan di tulang rusuk sebelah kanan. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Long Wei maju satu langkah lebih dekat dan menyusulkan tendangan kaki kanan secepat kilat. Seperti dugaan, prajurit itu menebas kaki kanannya. Namun, Long Wei menyeringai karena serangan itu hanyalah tipuan, sedangkan serangan yang mengandung tenaga sepenuhnya adalah pukulan tangan kiri mengarah tulang rusuk.
Kraaakk
“Aaaarrrgghhh!” Prajurit itu memekik kesakitan.
Long Wei menekan leher lawan sampai sebatas pinggang, lalu sraaattt, putuslah kepala itu.
Melihat kematian kawannya, tiga prajurit lain menerjang Long Wei yang tampak semakin girang.
“Datanglah! Akan kuputus kepala kalian seperti miliknya!” Ia menyongsong lawan-lawannya.
Percakapan rahasia antara Lu Kwan dan perwira Kai tampaknya sudah usai. Perwira itu tersenyum makin lebar. “Pendekar Tapak Baja Yang Feng, kusarankan agar kau menyerah dan memberikan Giok Langit itu padaku. Kaisar sangat membutuhkannya.”
Yang Feng menggertakkan gigi. “Aku bersumpah akan melindunginya dengan nyawaku! Lebih baik mati daripada melihat kaisar lalim itu menyentuh giok ini!”
“Kau yang memaksa!” perwira Kai masih menyeringai. “Bunuh saja mereka!” dan sisa-sisa prajurit yang tadi tidak menyerbu kini ikut menyerang.
“Ah, bajingan! Akan kuingat ini, Lu Taihiap!” Yang Feng memelototi Lu Kwan yang membuang muka. “Akan kuingat! Wei Ji, kita mundur.”
Sebenarnya, Yang Feng bisa saja keluar dari pertempuran ini setelah menghabisi mereka semua. Dia adalah pendekar besar dari timur yang berjuluk Tapak Baja, tidak mungkin pengeroyokan dua puluh prajurit ditambah satu perwira itu mampu merepotkannya.
Akan tetapi, kakek ini tak mau ambil risiko. Di sana ada Long Wei yang harus ia lindungi, sedangkan pembawa Giok Langit adalah Long Wei pula. Jika dia terus mengamuk, akan sulit bertarung sambil melindungi Long Wei. Karena itulah Yang Feng memilih mundur.
Perwira Kai tidak berniat membiarkan mereka pergi dengan mudah. Dia langsung naik kuda dan menghalangi jalan kabur Yang Feng. Kakek itu menggeram marah lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga ia melayang bagai burung raksasa.
“Minggir!” sambil membentak, ia melakukan gerakan pukulan tapak mengarah muka perwira Kai.
Karena jarak mereka terlalu dekat, ditambah kelihaian perwira Kai jauh di bawah Yang Feng, dia terlambat untuk bereaksi. Pedangnya sudah menebas hendak menahan serangan, tapi tapak itu datang terlalu cepat. Akibatnya serangan Yang Feng masih berhasil menghantam dadanya.
Perwira itu memekik kesakitan lalu jatuh dari kuda.
Usaha perwira Kai tidaklah sia-sia karena kini Yang Feng dan Long Wei sudah terkepung lagi. Ketika Yang Feng memutuskan hendak mengerahkan ilmu silat tingkat tingginya untuk mempercepat pertarungan, tiba-tiba terdengar lengking tinggi yang amat nyaring.
“Cang Er ….” Long Wei bergumam tanpa sadar saat wanita cantik berambut hitam panjang itu menebas tubuh dua prajurit dari belakang.
“Kakek Yang, kakak Long, cepat!”
Sejenak Yang Feng melongo, merasa sedikit curiga kalau gadis itu membantu ayahnya yang berkhianat. Akan tetapi ia melihat Long Wei sudah berlari lebih dulu maka tak ada pilihan selain ikut.
“Cepat pergi keluar dari desa. Aku akan menahan tentara-tentara ini,” kata Cang Er tanpa memandang mereka berdua.
“Jangan bodoh, anak baik. Kau akan menghadapi serbuan prajurit-prajurit itu?”
Dari samping mukanya, Long Wei dapat melihat Cang Er tersenyum tipis. “Ini penebusan untuk pengkhianatan ayahku.” Dia lalu memandang sedih ayahnya yang melihat dari jauh dengan mata terbelalak. “Dia berhutang penjelasan padaku. Sekarang cepat pergi.” Cang Er telah memutar pedangnya karena prajurit-prajurit itu sudah menyerbu dengan ganas.
Yang Feng dan Long Wei saling pandang sejenak. “Giok Langit harganya lebih dari apa pun,” ucap Yang Feng. “Pergilah, aku akan membantu Cang Er.”
“Tapi ….”
“Cepatlah, aku bisa atasi mereka!”
Setelah ragu sejenak, Long Wei tidak ada pilihan lain selain pergi dari sini. Dia adalah pemegang Giok Langit, ia sadar itu dan dia harus melindunginya.
“Aku akan kembali,” katanya singkat sebelum pergi menuju gerbang desa Qinglan.
Yang Feng mampu bernapas lega melihat pemuda itu menurutinya. Ia lantas berbalik untuk menghadapi serbuan para prajurit sekaligus membantu Cang Er.
“Jangan nekat, Er Ji!” Lu Kwan melompat tinggi, sungguh luar biasa ilmu meringankan tubuhnya.
Dia mengayunkan golok untuk menangkis serangan prajurit yang tadi menekan anaknya, bunga api berpijar.
Cang Er mundur dengan waspada, menentang pandang ayahnya tanpa rasa takut. “Kenapa ayah mengkhianati mereka?”
“Kita tak akan bisa melawan kekaisaran dan keluarga kita diancam, kau tahu itu.”
“Begitukah sikap Lu Taihiap?” Cang Er meraung murka. “Lalu kenapa? Seorang pendekar besar harus takut mati?”
“Cang Er!” Lu Kwan membentak penuh kemarahan. “Turuti kata ayahmu, jangan menyerang!”
“Aku menuruti pesanmu.” Cang Er menggigit bibir, menahan setitik air mata yang hampir turun. “Demi kebenaran, aku tak takut mati. Itulah sifat pendekar!” dan Cang Er berbalik menyerang ayahnya.
Lu Kwan merasa sedih sekali karena diserang oleh putri satu-satunya seperti itu. “Kau tak tahu mana benar mana salah,” desisnya. “Ini kulakukan demi kau dan ibumu!” Lu Kwan menebas, sangat kuat sampai membuat tangan Cang Er gemetar.
Yang Feng yang tadi sibuk menghadapi pengeroyokan prajurit lain, melihat hal itu, cepat melesat ke depan Cang Er menjadi penghalang antara Lu Kwan dan anaknya.
“Urusanmu denganku,” desisnya tajam menatap Lu Kwan. “Cang Er, kauhadapi mereka. Kebanyakan sudah terluka, itu tak akan terlalu sulit untukmu.” Walau sedikit khawatir karena ia mampu melihat ilmu Cang Er berlum terlalu matang, tapi apa boleh buat.
Bilah golok hampir menyentuh punggung Yang Feng, tapi pemegangnya langsung meregang nyawa setelah mendapat tusukan dari Cang Er. Gadis itu segera mengamuk menghadapi terjangan sisa prajurit.
“Kau terluka, aku sudah tahu sejak awal,” ucap Lu Kwan yang tidak membuat Yang Feng terkejut. “Kekuatanmu menurun jauh sekali. Kau tak akan bisa melawanku saat ini.”
“Ini bukan soal menang kalah.” Yang Feng bersiap dengan kuda-kuda. “Ini tentang pengkhianatan dan kehormatan seorang pendekar.”
Lu Kwan nampak murung. “Kau harus memaafkanku.” Ia bersiap pula. “Aku akan membunuhmu, kakek Yang.”
Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y
Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak
Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam
Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past
Mereka berpikir malam ini akan jadi awal dari kejayaan. Mereka berpikir malam ini akan punya segunung harta yang nanti digunakan untuk membangun istana di pesisir timur guna mengokohkan wilayah kekuasaan. Mereka berpikir malam ini akan penuh dengan suka cita, berpesta sampai pagi dan tidur bersama wanita-wanita cantik.Akan tetapi, itu hanya apa yang mereka pikir.Kenyataan yang tersaji jauh daripada itu.Sebuah pengkhianatan licik dari kelompok yang awalnya dikira sebagai rekan, kini membelot kepada para pendekar dan bersikeras menghancurkan mereka.Long Wei memutus tali kapal yang tertambat di dermaga, bahkan sebelum ayahnya menurunkan perintah.“Mundur!” teriaknya. “Kembali ke air. Menjauh dari daratan.”Belasan anak buah ayahnya yang belum sempat naik ke kapal segera melompat. Beberapa yang masih tertinggal harus berenang menerjang arus sungai Bai He sejauh beberapa kaki sebelum naik dengan susah payah.“Tembakkan anak panah!” Long Wei berteriak lagi melihat perahu-perahu mulai me
“Makanlah.”Long Wei menatap ikan setengah gosong itu dengan ketertarikan yang hampir tidak ada, tapi dia tetap menerimanya semata-mata hanya karena nyanyian perut yang tak mau diam.Yang Feng, kakek bercaping yang telah “menyelamatkan” Long Wei itu memakan ikan bakar jatahnya sendiri. Sambil terus mengunyah, ia melempar satu pertanyaan yang seketika membuat amarah Long Wei datang kembali. “Jadi, apa yang telah kaulakukan sampai hanyut di sungai?”Pikirannya memutar kembali kenangan tadi malam yang baru saja terjadi. Seperti dipertontonkan persis di depan matanya, ketika ayahnya jatuh ke sungai dalam keadaan tak bernyawa, dan tantangan kedua pendekar besar.Mata Long Wei menyusuri sungai Bai He lalu melihat sekeliling. Akhirnya dia tahu mengapa tak ada mayat lain yang lewat atau potongan-potongan kapal. Kiranya dia sudah terseret arus yang menuju ke belokan arah tenggara, dan mungkin sekali sisa-sisa pertempuran itu mengarah barat.“Aku sedang naik kapal, dan diserang para bajak sunga
Cukup melelahkan ketika semalaman harus dikejar oleh satu desa karena ketahuan mencuri sepeti harta. Peti itu kecil saja, bahkan dua tangan pun terlalu besar untuk memegangnya, tapi harus Long Wei akui kalau isinya tidak main-main.Berbagai perhiasan seperti kalung, cincin, anting, gelang, dan pernak-pernik lainnya. Long Wei bahkan sampai bingung harus ia apakan harta sebanyak ini.“Dijual sajalah,” gumamnya tanpa sadar tepat ketika makanan yang ia pesan dihidangkan di atas meja.Pelayan itu membungkuk singkat sebelum pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan pelanggan lain.Warung ini berada di persimpangan yang cukup strategis. Walau di sekelilingnya masih berupa hutan lebat, tapi jarak ke desa terdekat tak sampai lima li. Hal ini membuat para pengelana tak perlu mampir ke desa-desa itu jika hanya untuk sekadar mengisi perut.Long Wei memilih singgah di tempat ini karena tujuan itu. Dia hanya akan mengisi perut sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.“Sudah sekitar dua minggu
Naik kuda tunggangan yang diambil dari kedua prajurit pingsan, Yang Feng membawa Long Wei menjauhi tempat itu. Melihat dari arah bayangan, mereka saat ini sedang menuju ke utara.Long Wei terus mengikuti sosok kakek berpakaian prajurit kekaisaran itu yang sejak tadi tidak mengatakan apa pun. Sebenarnya dia juga tak terlalu peduli hendak pergi ke mana, Long Wei tidak punya tujuan pasti.Yang Feng menghentikan laju kudanya di anak sungai kecil yang masih tersambung dengan sungai di belakang warung tadi. Ia menengok ke segala penjuru terlebih dahulu untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah merasa yakin, kakek itu melompat turun dan duduk di atas rumput tebal.“Jadi, apa itu tadi?” Long Wei masih tidak mengerti dengan semuanya.Yang Feng terkekeh. “Kau terlalu waspada kepadaku, nak.” Ia melihat jarak mereka terpisah kurang lebih dua tombak dengan Long Wei yang telah meraba gagang pedangnya. “Aku hanya ingin bilang terima kasih.”Wajah Long Wei berubah seketika. Mulutnya terbuka
Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past
Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam
Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak
Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y
Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekump
Karena tempat tinggal Yang Feng sebelumnya sudah tak aman lagi, maka mereka pergi mengembara ke banyak tempat. Perjalanan dilakukan menggunakan kuda yang sama, menuju utara.Ketika Long Wei menanyakan alasan kenapa mereka pergi ke utara, Yang Feng menjawab kalau tak ada alasan pasti. Satu hal pasti adalah sangat berbahaya bila terlalu dekat dengan ibu kota yang ada di wilayah barat, berdiri di kaki pegunungan Yuling.Walau Long Wei ikut Yang Feng bukan karena sungguh-sungguh ingin jadi murid melainkan karena balas dendam dan sedikit balas budi, tapi ia tetap patuh akan segala perintah Yang Feng. Ketika mereka harus tidur beratapkan langit, Long Wei yang akan mencarikan kayu bakar dan makanan untuk mereka berdua. Ketika sampai di desa, mereka biasanya akan membantu siapa saja yang membutuhkan untuk mendapat uang, Long Wei amat rajin untuk itu. Karena inilah Yang Feng makin merasa sayang dan kasihan kepada pemuda tersebut, apalagi setelah ia mendengar masa lalu Long Wei.Namun selama ha
Naik kuda tunggangan yang diambil dari kedua prajurit pingsan, Yang Feng membawa Long Wei menjauhi tempat itu. Melihat dari arah bayangan, mereka saat ini sedang menuju ke utara.Long Wei terus mengikuti sosok kakek berpakaian prajurit kekaisaran itu yang sejak tadi tidak mengatakan apa pun. Sebenarnya dia juga tak terlalu peduli hendak pergi ke mana, Long Wei tidak punya tujuan pasti.Yang Feng menghentikan laju kudanya di anak sungai kecil yang masih tersambung dengan sungai di belakang warung tadi. Ia menengok ke segala penjuru terlebih dahulu untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah merasa yakin, kakek itu melompat turun dan duduk di atas rumput tebal.“Jadi, apa itu tadi?” Long Wei masih tidak mengerti dengan semuanya.Yang Feng terkekeh. “Kau terlalu waspada kepadaku, nak.” Ia melihat jarak mereka terpisah kurang lebih dua tombak dengan Long Wei yang telah meraba gagang pedangnya. “Aku hanya ingin bilang terima kasih.”Wajah Long Wei berubah seketika. Mulutnya terbuka
Cukup melelahkan ketika semalaman harus dikejar oleh satu desa karena ketahuan mencuri sepeti harta. Peti itu kecil saja, bahkan dua tangan pun terlalu besar untuk memegangnya, tapi harus Long Wei akui kalau isinya tidak main-main.Berbagai perhiasan seperti kalung, cincin, anting, gelang, dan pernak-pernik lainnya. Long Wei bahkan sampai bingung harus ia apakan harta sebanyak ini.“Dijual sajalah,” gumamnya tanpa sadar tepat ketika makanan yang ia pesan dihidangkan di atas meja.Pelayan itu membungkuk singkat sebelum pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan pelanggan lain.Warung ini berada di persimpangan yang cukup strategis. Walau di sekelilingnya masih berupa hutan lebat, tapi jarak ke desa terdekat tak sampai lima li. Hal ini membuat para pengelana tak perlu mampir ke desa-desa itu jika hanya untuk sekadar mengisi perut.Long Wei memilih singgah di tempat ini karena tujuan itu. Dia hanya akan mengisi perut sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.“Sudah sekitar dua minggu
“Makanlah.”Long Wei menatap ikan setengah gosong itu dengan ketertarikan yang hampir tidak ada, tapi dia tetap menerimanya semata-mata hanya karena nyanyian perut yang tak mau diam.Yang Feng, kakek bercaping yang telah “menyelamatkan” Long Wei itu memakan ikan bakar jatahnya sendiri. Sambil terus mengunyah, ia melempar satu pertanyaan yang seketika membuat amarah Long Wei datang kembali. “Jadi, apa yang telah kaulakukan sampai hanyut di sungai?”Pikirannya memutar kembali kenangan tadi malam yang baru saja terjadi. Seperti dipertontonkan persis di depan matanya, ketika ayahnya jatuh ke sungai dalam keadaan tak bernyawa, dan tantangan kedua pendekar besar.Mata Long Wei menyusuri sungai Bai He lalu melihat sekeliling. Akhirnya dia tahu mengapa tak ada mayat lain yang lewat atau potongan-potongan kapal. Kiranya dia sudah terseret arus yang menuju ke belokan arah tenggara, dan mungkin sekali sisa-sisa pertempuran itu mengarah barat.“Aku sedang naik kapal, dan diserang para bajak sunga