Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.
Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.
Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.
“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”
Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekumpulan kuda sedang tertambat di pohon-pohon sana.
Kiranya itu adalah warung makan yang tak begitu besar tempat rombongan perwira Kai berhenti di sana. kedua puluh prajurit keluar dari tempat itu dipimpin oleh perwira Kai sendiri.
“Akulah orangnya,” jawab perwira Kai dengan pengerahan tenaga dalam pula untuk menunjukkan kemampuannya.
Yang Feng berjalan cepat menghampiri rombongan itu, sama sekali tak ada sikap takut pada setiap langkahnya. Long Wei dan Lu Kwan mengikuti.
Begitu dua kelompok saling berhadapan, orang-orang yang menonton segera tahu kalau sebentar lagi pasti akan terjadi hal buruk. Mereka tergopoh-gopoh masuk rumah untuk bersembunyi atau menjauh sejauh mungkin.
“Kalian para tentara kekaisaran yang seharusnya melindungi rakyat kecil, kenapa justru menindas kami?” ujar Yang Feng yang mukanya sudah memerah karena marah.
Perwira Kai menjawab dengan sikap seorang perwira, kepala sedikit mendongak. “Siapa yang kaumaksud?”
“Wanita yang sudah kausiksa dengan kejam tadi, itu adalah istri sahabatku!”
“Wanita tadi?” Kening perwira Kai mengerut, kemudian pandangannya jatuh kepada Lu Kwan dan menunjuknya. “Aku tahu dia itu istrinya.”
Yang Feng terbelalak dan menatap keduanya bergantian. Namun, ia segera menepis rasa kagetnya untuk kembali mengirim bentakan. “Kalau sudah tahu kenapa kau nekat? Apa kau tak tahu siapa dia? Dia adalah Lu Taihiap, pendekar budiman yang sudah memenggal kepala banyak orang jahat. Andai dunia tahu istrinya diperlakukan tidak adil, yakinlah tubuhmu akan diremukkan oleh para pendekar gagah yang membelanya.”
Akan tetapi, perwira Kai sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Sama sekali.
“Aku sudah membawanya, seperti perjanjian.”
Yang Feng dan Long Wei menoleh ke arah Lu Kwan yang mengatakan itu. Wajah mereka diliputi kebingungan yang tak bisa disembunyikan.
“Apa maksudnya?” Long Wei yang sejak tadi diam kini bersuara.
Wajah Lu Kwan tiba-tiba berubah keras. “Dia adalah Yang Feng, salah satu pemilik Giok Langit.”
“Keparat!” Yang Feng membentak. “Apa maksudmu, bocah?”
Terdengar suara-suara senjata dicabut dari tempatnya disusul teriakan membahana. “Tangkap mereka!” dan pedang perwira Kai membelah angin, menciptakan suara desing tajam menusuk telinga.
Yang Feng yang jadi sasaran memundurkan badan sampai punggungnya hampir menyentuh tanah, kemudian ia menendang lengan perwira Kai yang memegang pedang berbarengan tubuhnya melayang di udara.
“Lawan mereka Wei Ji,” serunya. “Lawan, lawan! Pertahankan nyawamu!”
Long Wei merunduk untuk menghindari serangan golok yang mengarah leher disusul tubuhnya yang bergulingan karena tusukan pedang dari prajurit lain. Begitu bangkit, ia melihat dua orang itu sangat bernafsu untuk merobek perutnya. Tentu saja Long Wei tak bisa membiarkannya begitu saja, dia mencabut pedang pendek dan menebas.
Suara nyaring pertemuan dua senjata terjadi selama beberapa saat sebelum salah satu prajurit berteriak kesakitan karena pedang Long Wei berhasil melukai lehernya.
Di sisi lain, Yang Feng harus menghadapi serbuan empat orang sekaligus yang tak segan-segan mengayun senjata mengarah titik vital.
“Turuti perintah perwiramu, tolol!” ia mengemplang kepala seorang prajurit sampai bergulingan. “Dia menyuruh untuk menangkapku, bukan memenggalku—pergi kau!” dia menangkis serangan golok lain dengan tangan kosong. Golok itu patah seketika.
Sedangkan prajurit yang tersisa masih tak bergerak dan hanya berdiri mengamati.
Lu Kwan tampak saling berbisik dengan perwira Kai. Wajah Lu Kwan diliputi ketakutan sampai tampak pucat, sedangkan perwira Kai kelihatan senang karena terus menyeringai.
“Lu Kwan, apa yang kaulakukan?” Yang Feng menghindar dengan cara melompat tinggi. “Apa mereka mengancammu? Jujurlah!”
Long Wei berhasil menundukkan satu prajurit, sedangkan prajurit yang tersisa ini sungguh lihai. Kemampuannya jauh lebih tinggi dibandingkan prajurit yang tadi ia gores batang lehernya. Long Wei menduga prajurit ini lebih senior dari yang tadi.
Ketika pedang si prajurit terayun, Long Wei melihat lowongan di tulang rusuk sebelah kanan. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Long Wei maju satu langkah lebih dekat dan menyusulkan tendangan kaki kanan secepat kilat. Seperti dugaan, prajurit itu menebas kaki kanannya. Namun, Long Wei menyeringai karena serangan itu hanyalah tipuan, sedangkan serangan yang mengandung tenaga sepenuhnya adalah pukulan tangan kiri mengarah tulang rusuk.
Kraaakk
“Aaaarrrgghhh!” Prajurit itu memekik kesakitan.
Long Wei menekan leher lawan sampai sebatas pinggang, lalu sraaattt, putuslah kepala itu.
Melihat kematian kawannya, tiga prajurit lain menerjang Long Wei yang tampak semakin girang.
“Datanglah! Akan kuputus kepala kalian seperti miliknya!” Ia menyongsong lawan-lawannya.
Percakapan rahasia antara Lu Kwan dan perwira Kai tampaknya sudah usai. Perwira itu tersenyum makin lebar. “Pendekar Tapak Baja Yang Feng, kusarankan agar kau menyerah dan memberikan Giok Langit itu padaku. Kaisar sangat membutuhkannya.”
Yang Feng menggertakkan gigi. “Aku bersumpah akan melindunginya dengan nyawaku! Lebih baik mati daripada melihat kaisar lalim itu menyentuh giok ini!”
“Kau yang memaksa!” perwira Kai masih menyeringai. “Bunuh saja mereka!” dan sisa-sisa prajurit yang tadi tidak menyerbu kini ikut menyerang.
“Ah, bajingan! Akan kuingat ini, Lu Taihiap!” Yang Feng memelototi Lu Kwan yang membuang muka. “Akan kuingat! Wei Ji, kita mundur.”
Sebenarnya, Yang Feng bisa saja keluar dari pertempuran ini setelah menghabisi mereka semua. Dia adalah pendekar besar dari timur yang berjuluk Tapak Baja, tidak mungkin pengeroyokan dua puluh prajurit ditambah satu perwira itu mampu merepotkannya.
Akan tetapi, kakek ini tak mau ambil risiko. Di sana ada Long Wei yang harus ia lindungi, sedangkan pembawa Giok Langit adalah Long Wei pula. Jika dia terus mengamuk, akan sulit bertarung sambil melindungi Long Wei. Karena itulah Yang Feng memilih mundur.
Perwira Kai tidak berniat membiarkan mereka pergi dengan mudah. Dia langsung naik kuda dan menghalangi jalan kabur Yang Feng. Kakek itu menggeram marah lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga ia melayang bagai burung raksasa.
“Minggir!” sambil membentak, ia melakukan gerakan pukulan tapak mengarah muka perwira Kai.
Karena jarak mereka terlalu dekat, ditambah kelihaian perwira Kai jauh di bawah Yang Feng, dia terlambat untuk bereaksi. Pedangnya sudah menebas hendak menahan serangan, tapi tapak itu datang terlalu cepat. Akibatnya serangan Yang Feng masih berhasil menghantam dadanya.
Perwira itu memekik kesakitan lalu jatuh dari kuda.
Usaha perwira Kai tidaklah sia-sia karena kini Yang Feng dan Long Wei sudah terkepung lagi. Ketika Yang Feng memutuskan hendak mengerahkan ilmu silat tingkat tingginya untuk mempercepat pertarungan, tiba-tiba terdengar lengking tinggi yang amat nyaring.
“Cang Er ….” Long Wei bergumam tanpa sadar saat wanita cantik berambut hitam panjang itu menebas tubuh dua prajurit dari belakang.
“Kakek Yang, kakak Long, cepat!”
Sejenak Yang Feng melongo, merasa sedikit curiga kalau gadis itu membantu ayahnya yang berkhianat. Akan tetapi ia melihat Long Wei sudah berlari lebih dulu maka tak ada pilihan selain ikut.
“Cepat pergi keluar dari desa. Aku akan menahan tentara-tentara ini,” kata Cang Er tanpa memandang mereka berdua.
“Jangan bodoh, anak baik. Kau akan menghadapi serbuan prajurit-prajurit itu?”
Dari samping mukanya, Long Wei dapat melihat Cang Er tersenyum tipis. “Ini penebusan untuk pengkhianatan ayahku.” Dia lalu memandang sedih ayahnya yang melihat dari jauh dengan mata terbelalak. “Dia berhutang penjelasan padaku. Sekarang cepat pergi.” Cang Er telah memutar pedangnya karena prajurit-prajurit itu sudah menyerbu dengan ganas.
Yang Feng dan Long Wei saling pandang sejenak. “Giok Langit harganya lebih dari apa pun,” ucap Yang Feng. “Pergilah, aku akan membantu Cang Er.”
“Tapi ….”
“Cepatlah, aku bisa atasi mereka!”
Setelah ragu sejenak, Long Wei tidak ada pilihan lain selain pergi dari sini. Dia adalah pemegang Giok Langit, ia sadar itu dan dia harus melindunginya.
“Aku akan kembali,” katanya singkat sebelum pergi menuju gerbang desa Qinglan.
Yang Feng mampu bernapas lega melihat pemuda itu menurutinya. Ia lantas berbalik untuk menghadapi serbuan para prajurit sekaligus membantu Cang Er.
“Jangan nekat, Er Ji!” Lu Kwan melompat tinggi, sungguh luar biasa ilmu meringankan tubuhnya.
Dia mengayunkan golok untuk menangkis serangan prajurit yang tadi menekan anaknya, bunga api berpijar.
Cang Er mundur dengan waspada, menentang pandang ayahnya tanpa rasa takut. “Kenapa ayah mengkhianati mereka?”
“Kita tak akan bisa melawan kekaisaran dan keluarga kita diancam, kau tahu itu.”
“Begitukah sikap Lu Taihiap?” Cang Er meraung murka. “Lalu kenapa? Seorang pendekar besar harus takut mati?”
“Cang Er!” Lu Kwan membentak penuh kemarahan. “Turuti kata ayahmu, jangan menyerang!”
“Aku menuruti pesanmu.” Cang Er menggigit bibir, menahan setitik air mata yang hampir turun. “Demi kebenaran, aku tak takut mati. Itulah sifat pendekar!” dan Cang Er berbalik menyerang ayahnya.
Lu Kwan merasa sedih sekali karena diserang oleh putri satu-satunya seperti itu. “Kau tak tahu mana benar mana salah,” desisnya. “Ini kulakukan demi kau dan ibumu!” Lu Kwan menebas, sangat kuat sampai membuat tangan Cang Er gemetar.
Yang Feng yang tadi sibuk menghadapi pengeroyokan prajurit lain, melihat hal itu, cepat melesat ke depan Cang Er menjadi penghalang antara Lu Kwan dan anaknya.
“Urusanmu denganku,” desisnya tajam menatap Lu Kwan. “Cang Er, kauhadapi mereka. Kebanyakan sudah terluka, itu tak akan terlalu sulit untukmu.” Walau sedikit khawatir karena ia mampu melihat ilmu Cang Er berlum terlalu matang, tapi apa boleh buat.
Bilah golok hampir menyentuh punggung Yang Feng, tapi pemegangnya langsung meregang nyawa setelah mendapat tusukan dari Cang Er. Gadis itu segera mengamuk menghadapi terjangan sisa prajurit.
“Kau terluka, aku sudah tahu sejak awal,” ucap Lu Kwan yang tidak membuat Yang Feng terkejut. “Kekuatanmu menurun jauh sekali. Kau tak akan bisa melawanku saat ini.”
“Ini bukan soal menang kalah.” Yang Feng bersiap dengan kuda-kuda. “Ini tentang pengkhianatan dan kehormatan seorang pendekar.”
Lu Kwan nampak murung. “Kau harus memaafkanku.” Ia bersiap pula. “Aku akan membunuhmu, kakek Yang.”
Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y
Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak
Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam
Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past
Menurut keterangan dari tuan Xi Yan—lelaki yang ditolongnya—, orang yang saat sini sedang mengepung mereka adalah murid-murid dari perkumpulan Ular Iblis. Tampak simbol ular berwarna putih dan bertanduk di punggung masing-masing orang, awalnya Cang Er tak tahu tanda apa itu sebelum diberi tahu.Putri mereka yang masih berumur lima tahun menangis keras melihat kekacauan ini, tapi Xi Yan segera menarik istri dan anaknya untuk bersembunyi. Kini hanya tinggal Cang Er yang berdiri gagah menghadapi tujuh orang berwajah kasar dari perkumpulan Ular Iblis.“Kau cari mati, Nona,” kata sosok tinggi besar dan gundul. Dia membawa senjata berupa rantai panjang yang ujungnya dipasangi bola berduri, kelihatan berat sekali. “Kami datang hanya mengincar orang marga Xi itu. Kenapa kau ikut campur?”“Kalian berharap aku akan membiarkan kejahatan lewat di depan hidungku begitu saja? Jangan mimpi!” bentak Cang Er. “Sekarang akulah lawan kalian.”Mata lelaki botak tadi berkedut. “Kalau kau memaksa.” Lalu ta
Tentu saja para pengunjung jadi ribut karenanya. Baru kali ini mereka melihat pemilik warung yang bertubuh sebesar gajah mampu dilemparkan orang, apalagi yang melemparnya adalah seorang kakek bongkok.Mulailah rasa takut menyebar kepada setiap orang, hinggap dan mengeram di hati siapa saja yang melihat. Mereka mulai bertanya-tanya, siapa kakek bongkok ini? Apakah seorang penjahat sakti yang baru turun gunung? Ataukah hanya orang gila yang sedang iseng saja?Rasa takut itu berhasil dibuyarkan oleh Yang Feng yang tertawa tergelak. “Kau msasih saja suka cari keributan, ingat umurmu.”Sejenak, Setan Sakti memandang marah kepada si pemilik warung, tapi tatapannya langsung cerah begitu melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu. “Oh, kau rupanya. Dari mana saja?” Seolah melupakan kejadian tadi, dia melangkahi pemilik warung dan menepuk-nepuk pundak Yang Feng. Wajahnya langsung mengerut. “Kau tidak sehat.”Yang Feng menjura hormat. “Aku sedang merantau seperti biasa.”“Merantau?” Setan
Long Wei sungguh tak menyangka jalan hidupnya akan berbelok sejauh ini. Dia dulu berpikir akan menjadi bajak laut sampai mati, mewarisi kelompok Hantu Samudera menggantikan ayahnya dan menjadi raja bajak laut yang ditakuti.Namun, kini dia justru dipercaya oleh dua tokoh sakti yang namanya sangat besar. Dalam sakunya pun, Long Wei membawa benda berharga paling dicari di seluruh dunia persilatan. Sungguh, beberapa kali Long Wei berpikir kalau semua itu hanya mimpi, tapi nyatanya tidak.Tentu saja dia amat girang dan berterima kasih mendengar Setan Sakti akan menurunkan ilmu padanya. Dengan demikian, otomatis ia akan jadi tambah kuat dan kesempatan untuk membalas dendam makin besar.Seperti yang dijanjikan, sore hari itu juga setelah Setan Sakti selesai mengobati Yang Feng, dia langsung menjelaskan teori dari ilmu silat yang hendak ia turunkan.“Namanya adalah Silat Sakti Im-Yang. Di mana Im adalah tenaga dingin dan Yang adalah tenaga panas. Seingatku, tak ada satu manusia pun di bumi in
Bahkan Xi Yan sekeluarga pun merasa terkejut sekali dengan perkataan Cao Yin. Mereka sama sekali tak menyangka bahwa kakek tersebut akan mengatakan hal tentang perjodohan secara terang-terangan.Melihat kebingungan di wajah Cang Er pula, Cao Yin kembali tertawa. “Hahaha, kau pasti bingung. Baiklah, akan kujelaskan sambil jalan. Kalian hendak menuju ke barat?” tanyanya pada keluarga Xi Yan.Xi Yan hanya mengangguk membenarkan.“Baiklah, berarti kita sekarang satu arah. Lebih baik kita pergi bersama. Kurang lebih sepuluh li dari sini akan ada kota kecil dan kita bisa beli kuda di sana.”“Oh, itu kota yang akan kami tuju, Tuan.”“Bagus, kebetulan yang berlipat ganda.”Maka pergilah orang-orang ini meninggalkan tempat tersebut. Cao Yin yang memimpin jalan di depan sambil Cang Er berjalan di sebelahnya. Dua orang ini segera tenggelam dalam pembicaraan mengenai perjodohan yang masih belum terang.Liang Kun sengaja menjauhkan diri dari mereka berdua karena merasa jengah sekali.“Ayahmu itu,
Bergerak hanya bermodalkan refleks, ia meloncat keluar dari jendela dan langsung berlari cepat menuju sumber suara. Pada waktu yang hampir bersamaan, Jit Kauw juga mengikuti langkah Cang Er dengan suitan-suitan panjang selama perjalanan.Suitan-suitan ini membangunkan kawan-kawannya yang sedang tidur nyenyak di bangunan mirip gudang itu. Diturut pula oleh Liang Kun yang sudah terbangun dan melesat cepat.Teriakan dengan suara serak ini entah dikeluarkan oleh siapa, yang jelas asalnya dari rumah tabib desa tempat Siauw Ki dirawat. Setelah suitan-suitan nyaring ini, seluruh kawan-kawan Jit Kauw yang mendengar segera berkumpul.Cang Er yang tadi berlari di depan otomatis tiba lebih dulu. Dalam keremangan malam, ia mampu melihat Siauw Ki bertempur melawan seorang siluet lelaki. Buru-buru ia cabut pedang untuk menerjang.“Pengecut hina, beraninya melawan orang sakit!”Menggerakkan pedang berdasarkan ilmu Bintang Jatuh, pedangnya membacok dengan pengerahan hawa tenaga dalam kuat sekali.Ora
Andai saja tidak berwajah terlalu pucat dan mengeluarkan banyak darah, orang itu sejatinya memiliki bentuk wajah yang tampan. Cang Er bisa mengenalnya karena dulu waktu pembasmian kelompok Zhu Ren orang itu juga ikut serta bahkan menjadi salah satu tokoh penting. Dia bukan lain adalah Siauw Ki, seorang murid Perguruan Taring Naga yang lihai.Pemuda itu terbaring lemas dengan napas pendek-pendek. Sesekali ia meringis kesakitan saat kakek tabib mengoleskan sesuatu ke lukanya. Keadaan Siauw Ki amat memprihatinkan, jika saja dia bukan seorang yang lihai, kiranya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan saat ini dia pasti sudah mati dengan luka seperti itu.“Biar kubantu.” Jit Kauw maju ke tepi pembaringan. Tanpa permisi dan minta persetujuan, ia langsung menggerakkan telunjuk jari tangan yang bergerak cepat menotok sana-sini. Seketika darah yang tadi mengucur berhenti mengalir. Ini memudahkan tabib tersebut.“Air panas,” kata tabib itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri panci di atas meja.
Mereka diberi kuda-kuda terbaik yang dimiliki Gagak Putih serta bekal selama perjalanan. Mereka tidak tahu seberapa lama perjalanan ini akan berlangsung karena tempat itu demikian jauh, Cao Yin memperkirakan tak mungkin kurang dari dua bulan. Maka dari itu mereka juga mengantongi banyak uang.Tindakan itu sebenarnya sedikit mengkhawatirkan mengingat keadaan saat ini yang serba kacau. Namun, itu perintah guru mereka, apa boleh buat.Pagi hari itu Cang Er dan Liang Kun sudah meninggalkan wilayah Gagak Putih untuk menuju utara. Kepergian dua murid pribadi ketua perguruan tentu diiringi lambaian tangan dan sorak-sorai membahana. Semua orang mendoakan agar mereka lekas pulang dalam keadaan selamat tentunya.Dalam perjalanan ini, berbagai desa dan kota dilewati. Sungai-sungai kecil dan besar diseberangi. Beberapa kali ada bandit menghadang, tapi hanya berakhir tumbang entah tanpa nyawa atau sengaja dilepaskan. Dua tokoh Perguruan Gagak Putih ini selama perjalanan juga terus melatih ilmu sil
Ia mainkan ilmu silat Berkah Dewi khas milik Gagak Putih. Seharusnya tampak cahaya bersinar terang di masing-masing tangan ketika siapa pun mainkan ilmu silat ini. Akan tetapi, Cang Er mendapati satu keanehan pagi hari itu. Ketika ia berlatih di hutan belakang Perguguran Gagak Putih, saat ia mengerahkan tenaga dari Berkah Dewi tangan kanannya diliputi cahaya putih sedangkan tangan kirinya terselubung cahaya hitam.Cang Er bahkan sampai ngeri melihat perubahan dalam dirinya sendiri. Ketika ia mencoba memukul roboh sebatang pohon yang tak begitu tinggi, hasilnya pun luar biasa lain. Saat terkena tangan kanan, pohon itu langsung pecah berhamburan dan tumbang. Namun, ketika ia memukul menggunakan tangan kiri yang bercahaya hitam, pohon itu tumbang perlahan-lahan. Walau begitu efek yang ditimbulkan tangan kiri ini lebih mengerikan karena saat batang pohon itu tumbang, bagian dalamnya sudah menghitam seperti terbakar dan berubah jadi semacam bubuk halus.“Gila, dari mana kekuatan terkutuk i
Liang Kun sudah berulang kali memberitahunya untuk tetap berdiam di kamar selama beberapa waktu, tapi rasa penasaran yang mengeram di hati seolah sudah tidak sabar untuk dikemukakan.Cang Er selalu merasa gelisah dalam kamarnya ketika mengingat kata-kata Zhu Ren. Bajak laut itu dengan lancang berani bilang kalau gurunya juga seorang pengecut karena meminta bantuan golongan hitam untuk menggempur bajak laut Hantu Samudera. Tentu saja Cang Er tidak percaya begitu saja, maka dari itu malam ini dia dengan langkah buru-buru mendatangi tempat Cao Yin.Pintu diketuk tiga kali dan membuka perlahan. Di sana tampak Cao Yin yang mengenakan jubah serba putih sedang duduk bersila di atas bantalan empuk. Tanpa ragu, Cang Er masuk lantas menjura hormat.“Guru.”Cao Yin mengelus jenggot panjangnyanya. Dengan muka tenang, ia berkata. “Kau masih belum sembuh, kenapa malam-malam justru memaksakan diri untuk datang ke sini?”“Sebenarnya saya sudah ingin mengatakan ini kepada guru sejak pertama kali kami
Orang itu menoleh sedikit, sayang Long Wei tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tak ada penerangan sama sekali kecuali sebatang lilin kecil yang menyala redup di meja sebelah kiri orang itu.“Maaf lancang masuk tanpa izin,” kata Long Wei seraya menundukkan badan dengan hormat.Orang itu seolah tak mempermasalahkan sama sekali. Dia kembali ke posisi semula dan mencelupkan kuas ke tempat tinta sebelum menulis lagi di atas kertas panjang.Long Wei merasakan keanehan sikap orang, tapi dia tidak terlalu mempermasalahkan. Pemuda itu berbalik lalu mengintip di celah jendela, tampak banyak orang berlari kacau balau di tengah kekacauan kebakaran gedung-gedung besar.“Kau tidak ikut lari?” Setelah waktu yang cukup lama hanya saling diam, Long Wei akhirnya buka suara.Terdengar suara kekehan orang itu. Ia menjawab. “Pertanyaan yang sama bisa kuajukan padamu pula.”Menurut Long Wei setelah mendengar suaranya, orang itu umurnya tentu tidak lebih dari empat puluh tahun. Melihat kulit tanga
Karena maklum dengan kepandaian Long Wei, Shi tidak mau terlalu gegabah. Satu pasak lagi dikeluarkan maka kini ia memegang sepasang pasak yang ampuh sekali.Jika Shi menjadi lebih waspada, berbeda dengan dua orang lainnya. Mereka belum mengenal sejauh apa kepandaian Long Wei, sehingga saat bertongkat ataupun tidak di mata mereka sama saja.Ming Zhao Yu yang melakukan serangan lebih dulu. Lelaki bertopeng itu merangsek maju dengan tombak siap menusuk mengarah titik-titik vital. Hampir secara bersamaan, Lonceng Surga menyerang menggunakan tapak tangan kiri yang mengeluarkan asap hitam, ilmu khas Ular Darah.Long Wei hanya melirik sesaat serangan-serangan mereka lalu mulai bergerak.Walau yang menyerang lebih dulu adalah Ming Zhao Yu, tapi yang lebih dekat adalah Lonceng Surga sehingga serangannya yang mendarat lebih dulu. Long Wei menghadapinya dengan tenang. Ia miringkan tubuh ke belakang untuk menghindar dan bersiap melakukan serangan balik.Akan tetapi, memang pantas jika orang ini m
Tanpa sungkan lagi Long Wei mainkan ilmu Guntur Peruntuh Mega. Tangannya yang berisi tenaga dalam sepenuhnya bergerak cepat untuk memukul ke kanan dan kiri. Dalam sekali gebrakan ini, dua pengeroyok tumbang seketika.Di sisi lain, tanpa sarung tangan besinya, Zhen Yu juga mengamuk tak kalah hebat. Dia bersilat dengan ilmu silat yang kelihatan agak aneh, gerakannya lebih sering menunduk dan menubruk atau melakukan cakaran ke arah mata. Namun, sejatinya di situlah letak keampuhan ilmu tersebut. Gerakan yang mirip singa itu selalu berhasil menipu mata lawan, seolah hendak bergerak ke kanan padahal ke kiri atau sebaliknya. Tak jauh berbeda dari Long Wei, dalam sekali bergebrak beberapa prajurit sudah jatuh tumbang.Ah Cui walau tidak terlalu menonjol, tapi ternyata dia memiliki ilmu silat yang lumayan juga. Gerakannya hampir mirip dengan Zhen Yu walau tidak sekuat pemuda itu. Akan tetapi, dia tetap merupakan sosok merepotkan bagi para prajurit.“Hyaaaahhh!”Menyusul bentakan ini, tiga ora
“Satu.”“Apa tidak terlalu sedikit?”“Terlalu banyak justru berbahaya. Ini istana, tak bisa kita samakan dengan yang lain-lain.” Zhen Yu memberi penjelasan dengan ekspresi yakin. “Kelemahannya juga satu, kalau ketahuan selesai sudah.”Kakek Raja Perahu yang sejak tadi diam kini ikut bersuara. “Kalian memang seperti singa, berani sekali. Menyusupkan orang ke istana hanya satu orang?”“Harus kukatakan lagi?”Menurut penjelasan Zhen Yu, Singa Emas sudah sejak lama menanam orang di istana dan jumlahnya hanya satu. Pemuda itu menjamin kalau kepandaian orang itu sangat lihai dalam hal penyamaran dan penyusupan. Kali ini jika ada orang yang menyelamatkan mereka, pastilah si penyusup itu.“Atau dengan tambahan orang dari luar,” tambah Zhen Yu setelah berpikir sebentar. “Untuk menyelamatkanku, kalau hanya satu orang kupikir terlalu sedikit.”Di tengah pembicaraan mereka yang dilakukan setengah berbisik, samar-samar mereka mendengar suara gaduh dari atas. Tak ada yang merasa heran dengan itu ka