Home / Pendekar / Giok Langit / Bab 4 : Berterima Kasih

Share

Bab 4 : Berterima Kasih

Author: Adidan Ari
last update Last Updated: 2024-12-28 10:32:29

Naik kuda tunggangan yang diambil dari kedua prajurit pingsan, Yang Feng membawa Long Wei menjauhi tempat itu. Melihat dari arah bayangan, mereka saat ini sedang menuju ke utara.

Long Wei terus mengikuti sosok kakek berpakaian prajurit kekaisaran itu yang sejak tadi tidak mengatakan apa pun. Sebenarnya dia juga tak terlalu peduli hendak pergi ke mana, Long Wei tidak punya tujuan pasti.

Yang Feng menghentikan laju kudanya di anak sungai kecil yang masih tersambung dengan sungai di belakang warung tadi. Ia menengok ke segala penjuru terlebih dahulu untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Setelah merasa yakin, kakek itu melompat turun dan duduk di atas rumput tebal.

“Jadi, apa itu tadi?” Long Wei masih tidak mengerti dengan semuanya.

Yang Feng terkekeh. “Kau terlalu waspada kepadaku, nak.” Ia melihat jarak mereka terpisah kurang lebih dua tombak dengan Long Wei yang telah meraba gagang pedangnya. “Aku hanya ingin bilang terima kasih.”

Wajah Long Wei berubah seketika. Mulutnya terbuka lebar, begitu pula dengan matanya.

Yang Feng melanjutkan. “Nah, kau penasaran, kan? Duduklah di sini agar kita bisa bicara dengan nyaman.” Ia menepuk-nepuk rumput tebal di sebelah tempatnya duduk.

Masih dengan kecurigaan yang belum lenyap sepenuhnya, Long Wei menghampiri Yang Feng perlahan. Dia menambatkan kuda di pohon yang sedikit jauh dari kakek tersebut, lalu mengambil tempat duduk yang juga agak jauh, terpisah kurang lebih dua langkah.

Long Wei bukan orang bodoh, walau umurnya masih muda sekali. Karena kebiasaan mengambil harta milik orang, pemuda itu jadi tahu mana barang bagus dan bukan. Pemuda itu tahu pula mana barang yang disayang dan tak disayang pemiliknya, dan dia telah menyimpulkan sejak lama bahwa gelang giok itu adalah benda yang amat berharga bagi Yang Feng.

Dan kenapa aku tetap mengikutinya sampai sini? Long Wei bertanya-tanya dalam hati.

Yang Feng tak bisa menahan senyum melihat kekhawatiran Long Wei yang keterlaluan. “Baiklah jika itu maumu,” ucapnya kemudian.

“Jadi, apa maksudmu ingin bilang terima kasih?”

“Tentu saja karena gelang giok yang kauambil itu.”

Long Wei semakin bingung. Tentu saja, mana ada orang yang bilang terima kasih kepada seseorang yang telah mengambil harta bendanya?

Melihat wajah Long Wei yang semakin kebingungan, Yang Feng lekas menjelaskan. “Sebenarnya, ini merupakan keberuntungan yang datang dari langit, aku yakin itu. Langit masih mengizinkan kalau kebenaran berdiri di atas negeri ini, maka dari itulah kau diizinkan untuk mencurinya dariku.”

Sekarang Yang Feng malah mendongeng, membicarakan hal-hal yang sulit dicerna oleh kepala Long Wei. Pencurian dibenarkan langit? Bahkan dia yang sejak lahir menjadi bajak laut pun tak pernah berpikiran sejauh itu.

“Kenapa begitu?” Yang Feng sengaja memancing rasa penasaran dan menambah rasa kebingungan Long Wei.

Tanpa sadar Long Wei terpancing pula. “Kenapa?”

“Itu adalah Giok Langit.” Yang Feng menunjuk tubuh Long Wei, seolah tahu tempat giok itu disimpan. “Giok keramat yang dibuat oleh delapan petinggi Kekaisaran Tian generasi pertama. Mereka orang-orang sakti pada masa itu. Dalam cerita-cerita, kesaktian mereka sudah seperti dewa, tentu saja itu hanya cerita, kau jangan percaya.”

Long Wei menggenggam dadanya sebelah kiri, tempat gelang itu disimpan dalam saku jubahnya.

“Ada delapan Giok Langit dengan bentuknya yang bermacam-macam. Sepasang anting, tiga cincin, satu gelang, satu kalung, dan satu hiasan kepala berupa tusuk rambut, kesemuanya ada delapan.” Yang Feng memastikan dengan menghitung apa yang ia ucapkan menggunakan jari tangan. “Ketika mereka disatukan, maka akan memanggil seekor naga legenda yang katanya,” Yang Feng menekankan pada kata “katanya”, “naga itu adalah naga yang datang dari langit. Naga itu pula yang jadi peliharaan kaisar secara turun-temurun, bersumpah akan menjadi pelindung negeri, dan wujud dari kekuasaan sejati.”

“Tunggu.” Long Wei memotong. “Apa maksudmu menceritakan semua ini?” Ia bangkit berdiri sambil memicingkan mata. “Aku sudah mencurinya darimu, kau menceritakannya kepada pencuri?”

“Hah?” Yang Feng menampakkan tampang orang bodoh. “Kau langsung percaya?”

“Jadi kaubohong?” Kemarahan Long Wei datang tiba-tiba. Dia merasa telah dipermainkan. “Kau menolong orang yang mencuri hartamu, dan aku mengikutimu sampai ke sini padahal aku tahu kau adalah pemilik harta benda yang kucuri. Lalu kau menceritakan semua itu dan kau heran aku percaya? Siapa yang tidak waras di sini?” seru Long Wei, matanya melotot.

“Tenang, nak.” Yang Feng berdiri pula, tersenyum tipis. “Aku hanya tidak menyangka kau akan percaya.”

“Aku tak bilang aku percaya!”

Yang Feng mengabaikannya dan melepas pakaian atas. Dia menjatuhkan zirah besinya sebelum melepas pakaian di sebelah dalam. Sebelum Long Wei menanyakan apa yang terjadi, pemuda itu sudah dibungkam oleh pemandangan di hadapannya.

Tubuh tua Yang Feng yang masih tampak bugar itu dinodai dengan sebuah luka berbentuk telapak tangan hitam di bagian dada. Bekas telapak tangan itu bahkan sedikit melesak ke dalam. Melihatnya saja Long Wei seolah bisa merasakan sakitnya.

Lalu di bahu kanan Yang Feng terdapat bekas luka lain pula. Luka itu seperti luka sayat, dalam sekali, dan daging di dalam luka itu warnanya putih—benar-benar putih.

“Apa itu?” Long Wei sampai gugup saking ngerinya. “Kenapa kautunjukkan padaku?”

“Itu karena Giok Langit yang sudah kaucuri itu, nak. Ada orang yang ingin merampasnya dariku dan aku bertarung dengan mereka. Jujur saja aku hampir mati. Untung giok itu sudah kaucuri, jika tidak aku harus mengambilnya dulu dari dalam peti beru bisa melarikan diri dan kuyakin jika memang harus begitu, aku tak akan selamat.”

Yang Feng memakai kembali pakaiannya dengan benar—dengan zirah besinya pula. “Karena itulah aku berterima kasih padamu. Jadi, kau masih bawa giok itu, kan? Tidak kaujual, kan?”

Long Wei meneguk ludah, masih terbayang dua luka tadi. Di sisi lain dia kagum sekali dengan Yang Feng yang terlihat biasa saja saat mengatakan tentang luka-luka itu.

Pemuda itu mengeluarkan Giok Langit dari sakunya dengan perlahan. Saat melihatnya, Yang Feng menghela napas lega. “Bagus … bagus … kuucapkan terima kasih untuk yang kedua kali.”

“Jadi, aku harus bagaimana sekarang?” Long Wei masih kebingungan.

“Kembalikan itu padaku, kalau kau tak keberatan,” ucap Yang Feng dengan tangan kanan terulur. “Seperti yang kaulihat pada diriku, orang-orang tak akan segan membunuhmu saat mereka tahu kau memiliki gelang itu.”

Long Wei kembali merasa ragu. Giok ini adalah benda berharga, amat berharga, dia bahkan sampai terpana dibuatnya. Dia merasa sayang dengan gelang giok ini. Long Wei tak berniat menjualnya karena ia berniat untuk menjadikan giok ini sebegai satu benda pusaka, semacam jimat.

Melihat keraguan di mata Long Wei, Yang Feng merasa wajar. “Kau tahu siapa yang memberikan dua luka ini?”

Long Wei menggeleng. Tentu saja dia tidak tahu.

“Mereka berdua dijuluki Tangan Maut dan Pertapa Putih—eh?” Yang Feng terkejut saat cengkeraman Long Wei pada gelang itu semakin erat. “Ada apa?” Yang Feng menghentikan niatnya yang hendak melanjutkan cerita seram tentang dua orang tersebut.

Long Wei menggeram. “Aku ada dendam pribadi dengan mereka. Merekalah yang membunuh ayahku, malam hari sebelum aku ditolong olehmu.”

Yang Feng terbelalak. Kejutan ini benar-benar di luar dugaannya. Dia sama sekali tak berpikir kalau pemuda malang yang tanpa sengaja tersangkut di kail pancingnya ternyata sudah punya urusan dengan dua orang pendekar itu.

“Takdir … takdir … kadang memang membingungkan. Ini pasti sudah digariskan oleh Langit, ini pasti bukan kebetulan semata.” Yang Feng menarik kembali tangannya sambil menggelengkan kepala. “Misteri alam yang tak pernah bisa diungkapkan, itulah takdir.”

Long Wei masih diam.

Yang Feng tiba-tiba menatap Long Wei serius. Sorot matanya tajam sampai membuat tulang belakang Long Wei terasa dingin.

“Long Wei, kutarik kata-kataku yang menginginkan kau mengembalikan gelang itu. Kurasa dunia sudah menakdirkanku untuk mati tak lama lagi, maka dari itu ia memilih seorang penerus untuk melanjutkan tugasku menjaga salah satu Giok Langit,” ucapnya penuh wibawa dan Long Wei masih tidak paham.

Lelaki tua itu melanjutkan. “Sekarang kuubah pertanyaanku, sekaligus aku ingin minta bantuanmu. Maukah kau membawa gelang itu, melindunginya dari tangan-tangan jahat, dan mewarisi semua ilmu dariku?”

Long Wei tak perlu berpikir dua kali untuk mengerti apa maksudnya. “Jadi muridmu?”

Yang Feng mengangguk perlahan.

Long Wei semakin bimbang. Diamatinya gelang giok itu yang indahnya luar biasa, lalu menatap Yang Feng di hadapannya, kemudian gelang itu lagi. Kejadian ini terus terulang sampai memakan waktu yang bisa dibilang tidak sebentar, tapi mereka masih tetap saling berdiri seperti itu.

Dia sudah menyelamatkanku, batin Long Wei bersuara. Dia sudah dilukai oleh orang-orang yang membunuh ayahku, suara itu kembali terdengar.

“Bagaimana?” Yang Feng masih setia menunggu.

Long Wei telah menentukan pilihan.

“Aku, Long Wei, mulai hari ini akan jadi pewaris ilmu dari kakek Yang Feng. Ini kulakukan sebagai balas budiku yang sudah diselamatkan dua kali.”

Yang Feng sebenarnya tak terlalu setuju dengan itu, yang ia pedulikan adalah menjaga Giok Langit. Namun, lelaki tua ini tetap tersenyum dan mengangguk.

“Hanya satu hal lagi yang harus kausetujui.” Kini Long Wei yang menatap tajam.

“Oh, apa itu?”

Sebelum melanjutkan, ia meneguk ludah. “Pesan dari mendiang ayahku. ‘Seorang lelaki tak akan mudah tunduk kepada siapa pun’.”

Jantung Long Wei berdetak lebih cepat saat melihat senyum menghilang di wajah Yang Feng.

Kemudian kakek itu berkata. “Ucapanmu sombong sekali ….” Senyumnya kembali terbit. “Tapi aku ingin kau mempertahankannya sampai kapan pun.” Yang Feng lantas tertawa bergelak. “Kau tak perlu berlutut untuk mengangkatku jadi guru, aku pun tak terlalu perlu dengan dirimu yang jadi seorang murid. Yang jelas, aku hanya ingin kau mewarisi semua ilmu-ilmuku dan kaugunakan untuk melindungi Giok Langit serta berjalan di jalan kebenaran.”

Long Wei tidak menjawab karena pikirannya belum berpikir sejauh itu.

Dia hanya memikirkan kematian ayahnya, Tangan Maut, Pertapa Putih, mewarisi ilmu, dan balas dendam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Giok Langit   Bab 5 : Desa Qinglan

    Karena tempat tinggal Yang Feng sebelumnya sudah tak aman lagi, maka mereka pergi mengembara ke banyak tempat. Perjalanan dilakukan menggunakan kuda yang sama, menuju utara.Ketika Long Wei menanyakan alasan kenapa mereka pergi ke utara, Yang Feng menjawab kalau tak ada alasan pasti. Satu hal pasti adalah sangat berbahaya bila terlalu dekat dengan ibu kota yang ada di wilayah barat, berdiri di kaki pegunungan Yuling.Walau Long Wei ikut Yang Feng bukan karena sungguh-sungguh ingin jadi murid melainkan karena balas dendam dan sedikit balas budi, tapi ia tetap patuh akan segala perintah Yang Feng. Ketika mereka harus tidur beratapkan langit, Long Wei yang akan mencarikan kayu bakar dan makanan untuk mereka berdua. Ketika sampai di desa, mereka biasanya akan membantu siapa saja yang membutuhkan untuk mendapat uang, Long Wei amat rajin untuk itu. Karena inilah Yang Feng makin merasa sayang dan kasihan kepada pemuda tersebut, apalagi setelah ia mendengar masa lalu Long Wei.Namun selama ha

    Last Updated : 2024-12-29
  • Giok Langit   Bab 6 : Pertempuran di Desa Qinglan

    Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekump

    Last Updated : 2024-12-30
  • Giok Langit   Bab 7 : Akhir Menyedihkan

    Gerbang desa sudah tampak di depan sana, tinggal beberapa langkah lagi. Akan tetapi, sepintas pemikiran menghantam kepalanya sampai membuat kening Long Wei mengkerut. Baru teringat olehnya selama pertempuran tadi sama sekali tak tampak batang hidung perwira Kai.“Ke mana dia?” Pemuda itu menghentikan larinya di depan sebuah rumah, membuat penghuninya makin ketakutan dan cepat-cepat bersembunyi.Matanya menyapu segenap penjuru untuk mencari keberadaan perwira Kai kalau-kalau orang itu justru diam-diam mengikutinya. Long Wei mencabut pedang pendek dan bersiap dengan kuda-kuda.Sepintas pemikiran kembali menghantam kepalanya tak lama kemudian. “Jangan-jangan ….” Long Wei langsung berlari menuju rumah Lu Kwan. ***Menggunakan golok besarnya, Lu Kwan menebas kepala Yang Feng sekuat tenaga. Sungguh golok itu tak bisa dianggap main-main karena senjata itulah yang mengangkat Lu Kwan menjadi pendekar tersohor berjuluk Lu Taihiap.Y

    Last Updated : 2025-01-01
  • Giok Langit   Bab 8 : Keputusan Cang Er

    Walau sedang dalam keadaan terluka yang cukup parah, tapi Yang Feng tetaplah seorang pendekar besar yang berjuluk Tapak Baja. Kepekaannya terhadap sekitar telah tinggi sekali sehingga tebasan pedang Cang Er mampu ia rasakan dengan jelas.Pedang itu berhenti dan bergetar saat tangan Yang Feng menahannya menggunakan dua jari tangan. Cang Er berseru kaget dan mencoba menarik pedangnya, tapi tak berhasil.Sedangkan Yang Feng hanya tersenyum lembut, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi marah. “Maafkan aku, nak … ini salahku yang tak bisa melindungi kalian.”Cang Er mematung selama beberapa saat sebelum jatuh berlutut sambil menutup muka dengan dua tangan. Pundaknya bergetar hebat diiringi isak tangis memilukan. Hati Yang Feng sakit sekali mendengarnya.Long Wei menghela napas lega saat melihat Yang Feng baik-baik saja. Ia menghampiri mereka.“Kau tak apa, kek?” tanyanya.Yang Feng menggeleng. “Luka dalamku bertambah, ini sungguh tidak baik. Setelah ini kita akan mampir ke rumah Setan Sak

    Last Updated : 2025-01-01
  • Giok Langit   Bab 9 : Murid

    Yang Feng tidak langsung mengajari sesuatu kepada Long Wei karena dia ingin mengetahui kesetiaan dan kepatuhan pemuda itu. Walau waktu yang berlalu belum begitu lama, tapi Long Wei telah membuktikan bahwa ia berani mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serbuan para prajurit perwira Kai.Di sisi lain, keributan itu juga memaksa Yang Feng untuk menurunkan ilmu lebih cepat dari yang sudah ia rencanakan. Maka dari itulah perjalanan menuju tempat Setan Sakti sangat lama karena mereka harus sering berhenti di tengah jalan agar Yang Feng dapat mengajarkan sesuatu kepada Long Wei.“Yang kulihat, kau sama sekali tidak mengeluarkan tenaga dalam,” komentarnya di pagi kelabu pada hari kedua perjalanan mereka menuju kediaman Setan Sakti. “Kau tidak mengeluarkan tenaga dalam,” ulangnya.Long Wei yang tadi baru saja disuruh memukul telapak tangan Yang Feng itu mengerutkan kening. “Tapi begitulah yang ayahku ajarkan.”Yang Feng menggeleng. “Itu bukan tenaga dalam tapi hanya tenaga luar saja. Kau mam

    Last Updated : 2025-01-05
  • Giok Langit   Bab 10 : Penolong

    Nama asli dari kakek berjuluk Pertapa Putih itu adalah Cao Yin. Hanya beberapa orang yang mengetahui nama asli Pertapa Putih, kebanyakan dari mereka adalah tokoh-tokoh besar dunia persilatan, salah satunya adalah Setan Sakti.Di sisi lain, Cao Yin tidak mengetahui siapa nama asli Setan Sakti karena orang itu memang aneh luar biasa. Dia mengaku telah lupa dengan nama sendiri dan selalu menggunakan julukan Setan Sakti ketika memperkenalkan diri, maka dari itu entah kapan terakhir kali nama aslinya terdengar di dunia.“Jangan berlagak jadi pahlawan kau, Cao Yin,” ketus Setan Sakti sambil terus menumbuk. “Kau bisa menyembuhkan suami wanita itu kalau kalian membunuhku?”Cao Yin buru-buru menangkupkan kedua tangan dan menunduk untuk memberi hormat. Sambil tertawa ia berkata. “Hahaha, sungguh dunia ini sempit sekali. Orang yang kukira perampok nakal ternyata adalah dewa obat paling hebat di dunia. Bagaimana kabarmu, Setan Sakti? Dan kenapa kau ada di sini?”“Kalau aku sedang tidak baik, past

    Last Updated : 2025-01-18
  • Giok Langit   Bab 11 : Bertemu Setan Sakti

    Menurut keterangan dari tuan Xi Yan—lelaki yang ditolongnya—, orang yang saat sini sedang mengepung mereka adalah murid-murid dari perkumpulan Ular Iblis. Tampak simbol ular berwarna putih dan bertanduk di punggung masing-masing orang, awalnya Cang Er tak tahu tanda apa itu sebelum diberi tahu.Putri mereka yang masih berumur lima tahun menangis keras melihat kekacauan ini, tapi Xi Yan segera menarik istri dan anaknya untuk bersembunyi. Kini hanya tinggal Cang Er yang berdiri gagah menghadapi tujuh orang berwajah kasar dari perkumpulan Ular Iblis.“Kau cari mati, Nona,” kata sosok tinggi besar dan gundul. Dia membawa senjata berupa rantai panjang yang ujungnya dipasangi bola berduri, kelihatan berat sekali. “Kami datang hanya mengincar orang marga Xi itu. Kenapa kau ikut campur?”“Kalian berharap aku akan membiarkan kejahatan lewat di depan hidungku begitu saja? Jangan mimpi!” bentak Cang Er. “Sekarang akulah lawan kalian.”Mata lelaki botak tadi berkedut. “Kalau kau memaksa.” Lalu ta

    Last Updated : 2025-01-22
  • Giok Langit   Bab 12 : Setan Sakti

    Tentu saja para pengunjung jadi ribut karenanya. Baru kali ini mereka melihat pemilik warung yang bertubuh sebesar gajah mampu dilemparkan orang, apalagi yang melemparnya adalah seorang kakek bongkok.Mulailah rasa takut menyebar kepada setiap orang, hinggap dan mengeram di hati siapa saja yang melihat. Mereka mulai bertanya-tanya, siapa kakek bongkok ini? Apakah seorang penjahat sakti yang baru turun gunung? Ataukah hanya orang gila yang sedang iseng saja?Rasa takut itu berhasil dibuyarkan oleh Yang Feng yang tertawa tergelak. “Kau msasih saja suka cari keributan, ingat umurmu.”Sejenak, Setan Sakti memandang marah kepada si pemilik warung, tapi tatapannya langsung cerah begitu melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu. “Oh, kau rupanya. Dari mana saja?” Seolah melupakan kejadian tadi, dia melangkahi pemilik warung dan menepuk-nepuk pundak Yang Feng. Wajahnya langsung mengerut. “Kau tidak sehat.”Yang Feng menjura hormat. “Aku sedang merantau seperti biasa.”“Merantau?” Setan

    Last Updated : 2025-01-23

Latest chapter

  • Giok Langit   Bab : 60 - Keretakan

    Ruangan luas dengan segala perabotan mewah itu membuat siapa saja yang melangkah masuk merasa dirinya kecil bagai debu terbawa angin. Jauh di depan sana, puluhan langkah dari pintu masuk yang besar dan berat, terdapat kursi megah nan agung. Sebuah kursi yang jika siapa pun melihat dalam sekali pandang akan langsung tahu kalau yang pantas menghuni kursi itu pastilah orang penting.Kursi besar itu letaknya sedikit naik dari batu pualam di ruang tersebut, ada beberapa undak tangga yang harus dilewati sebelum mencapai tubuh kursi. Di sebelah kanan dan kiri tangga terdapat pilar besar warna merah dengan hiasan patung naga yang melingkarinya, seolah naga-naga itu menjadi penjaga bagi kursi besar tersebut. Lalu di depan pilar, ada meja kecil tinggi yang di atasnya terdapat hilo berukir indah yang menguarkan bau harum semerbak.Di depan tangga itu banyak meja-meja kecil yang saling berhadapan. Satu deretan meja yang lurus dengan pilar sebelah kiri, satu lagi deretan yang lurus dengan pilar se

  • Giok Langit   Bab : 59 - Tumbang

    Entah dibawa lari ke mana, yang jelas Xu Qinghe merasa tubuhnya bagai terbang menunggang angin. Bahkan untuk berteriak pun dia kesusahan, sehingga hanya mampu diam dan pasrah saat Setan Sakti membawanya dalam kecepatan gila.Di sebuah hutan yang ia rasa letaknya cukup jauh dari tempat Long Wei tadi, tiba-tiba Setan Sakti berhenti berlari. “Sudah aman,” katanya yang tak dimengerti Xu Qinghe.Perlahan Setan Sakti menurunkan tubuh itu. “Nah, kau sudah aman,” katanya lagi. “Kau bisa tenang.”Walau itu Xu Qinghe yang memiliki kepandaian tinggi, tapi dibawa dengan cara dan kecepatan seperti itu membuatnya agak pening juga. Akan tetapi hanya sebentar sebelum kepalanya ringan kembali dan keningnya berkerut.“Aman? Apa maksud Anda? Aman dari siapa?”Setan Sakti menatapnya sedikit tidak percaya, kemudian perlahan-lahan matanya menyipit. “Kau tidak tahu tentang Long Wei? Atau dia yang tak pernah menceritakannya?”Rasa heran Xu Qinghe semakin hebat. “Memangnya ada apa dengan dia? Yang kutahu dia

  • Giok Langit   Bab 58 : Pengurungan

    Xu Qinghe masih menundukkan muka dengan takut-takut. Sesekali ia melirik Long Wei yang ada di sebelahnya, tapi ketika dia melirik Setan Sakti tentu langsung dialihkannya lagi.Kakek itu sendiri tak mau melepas pandangan dari diri Xu Qinghe, entah apa maksudnya.Long Wei berdeham tiga kali untuk mencairkan suasana dan berkata. “Jadi, kau sudah sembuh total.”Kepala Xu Qinghe benar-benar terangkat sekarang, memandang Long Wei. “Benarkah? Aku memang sudah tak merasa sakit lagi di kaki.”“Tapi bekasnya masih ada,” potong Setan Sakti.Spontan Xu Qinghe melirik kakinya, tampak di sana sebuah area hitam di kaki sebelah kanannya. Warna kehitaman yang ada di sekeliling luka gigitan ular. Xu Qinghe tersenyum pahit, sebagai seorang wanita sedikit banyak dia juga mementingkan penampilan dan kondisi kakinya saat ini memang sangat mengganggu.“Warna hitam itu bukan berarti masih ada racun yang tertinggal, tapi karena dagingmu sudah membusuk.” Kakek itu melanjutkan.Xu Qinghe tersentak. “Busuk?”Set

  • Giok Langit   Bab 57 : Obat

    Dengan panik, Long Wei terus mengguncang tubuh itu. Xu Qinghe terus bungkam dengan apa pun yang Long Wei lakukan. Pemuda itu sudah menggoyang-goyangkan pundak, menampar pipi, menggoncang lagi, tapi ia sama sekali tak mau membuka mata.Kemudian Long Wei mengamati luka Xu Qinghe di kaki sebelah kanan. Celananya sudah robek sedikit terkena gigitan ular. Dia melihat kaki gadis itu berlumuran darah merah gelap yang terus mengucur. Makin banyak mengucur, warnanya berubah semakin hitam. Luka itu berupa dua lubang hitam.“Sial!” Memeras segala ingatannya, Long Wei mencoba memaksa darah itu keluar menggunakan tenaga dalam. Cara ini pernah diajarkan Yang Feng beberapa tahun lalu, tapi tidak sering dan karena itu ada bagian-bagian yang Long Wei agak terlupa.Ia menotok jalan-jalan darah di sekitar luka sampai darah yang mengucur itu melambat, kemudian menggunakan tangan kanan ia mengurut kaki di sekitar luka sambil mengerahkan tenaga dalam perlahan. Lambat laun, darah hitam pun keluar. Long Wei

  • Giok Langit   Bab 56 : Hidup dan Mati

    Bagi seorang ahli silat tingkat tinggi, yang menyerang lebih dulu justru akan membuka satu lowongan dan itu berbahaya sekali karena dapat dimanfaatkan oleh musuh. Begitu pula yang ada dalam pikiran mereka berdua.Sudah kurang lebih sepeminuman teh mereka hanya berdiri saling diam dan saling pandang dengan kuda-kuda siap tempur. Tak ada yang berniat memberi serangan lebih dulu karena di kepala masing-masing sudah memikirkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi jika salah langkah. Dari semua kemungkinan, tak ada yang tidak berbahaya.Tangan Maut yang jauh lebih kosen pun agaknya waspada mengingat guru Long Wei. Demikian pula Long Wei yang tak mau sembrono menghadapi tokoh tua berpengalaman ini.Setelah dua peminuman teh berlalu, Tangan Maut tertawa mengejek dan berkata. “Apakah si tua Yang Feng hanya mengajarimu cara berdiri?”“Ya,” balas Long Wei tanpa ragu. “Guru mengajariku cara berdiri yang benar dengan dua kaki.”Merah muka kakek itu mendapat balasan yang tak terduga ini. Mema

  • Giok Langit   Bab 55 : tangan Maut

    “Lompat!” Tiba-tiba Xu Qinghe berseru.Tubuh gadis itu melayang ke salah satu pohon sembari menyambit dua senjata rahasia berupa pisau tipis terbakar. Dua kepala ular yang ada di pohon itu langsung berlubang dan mereka tumbang seketika dalam keadaan tak bernyawa.Long Wei tahu gadis itu memilih melompat karena di atas pohon jumlah ular yang ada lebih sedikit. Apalagi dengan kepandaian mereka, mereka bisa pergi dengan cara berlompatan dari pohon ke pohon. Namun sebelum ia sendiri melompat mengikuti apa yang Xu Qinghe lakukan, selusin ular sudah mematuknya.Tongkat Long Wei bergerak cepat menyabet ke kanan dan kiri, menciptakan gulungan sinar kuning gelap yang langsung menewaskan banyak ekor ular.Dari atas Xu Qinghe melihat kesusahan pemuda itu dan tanpa ragu lagi ia menyambit enam senjata rahasia pisau terbakar.Ketika pisau-pisau itu menancap tanah, api segera menyebar membakar rerumputan dan daun-daun kering.“Gila kau!” Long Wei melambung tinggi lantas bergelantungan di salah satu d

  • Giok Langit   Bab 54 : Ular

    “Maaf selalu merepotkanmu.”“Bagus kalau kau sadar.”Xu Qinghe berhenti mendadak dan menatap Long Wei dengan tatapan tajam. “Kau bahkan tak coba menyangkal?”“Bohong itu kurang baik,” kata pemuda itu, “maksudku, jujur lebih baik.”Ia memalingkan wajah dengan muka gemas, membanting kaki kanannya sekali lalu berjalan pergi dengan langkah dihentak-hentakkan.Long Wei menatap punggung gadis itu. Perasaan geli timbul dan membuatnya menahan tawa. Memang Xu Qinghe adalah gadis yang angkuh luar biasa, walau memang diimbangi dengan kepandaian tinggi. Namun setelah kejadian malam itu, Long Wei merasakan perubahan besar dalam sikapnya. Keangkuhannya berkurang jauh dan keberaniannya meningkat pesat. Tak hanya sekali ia menggelengkan kepala karena kagum.Beberapa hari lalu, mereka mendengar kabar kalau di jalur ini siapa pun yang lewat akan terkena penyakit lalu meninggal. Awalnya mereka tak percaya dan memutuskan untuk lewat sini dalam upaya membuktikan hal tersebut.Betapa kaget hati mereka keti

  • Giok Langit   Bab 53 : Surat [Season 2]

    Tak ada pilihan lain bagi Liang Kun untuk membawa pulang tubuh Cang Er selain menggendongnya. Ini bukan pekerjaan sulit, tapi selama perjalanan itu dia tak pernah berhenti merasa cemas.Sampai di markas Gagak Putih, ia disambut dengan seruan-seruan kaget sekaligus heran. Liang Kun menjawab seadanya kalau saat ini Cang Er sedang terluka. Dia buru-buru membawa gadis itu ke kamarnya.Setelah membaringkan tubuh Cang Er ke kasur, datang seorang pelayan wanita yang biasanya mengurus keperluan Cang Er. Wajahnya tampak cemas.“Apa yang terjadi?”“Dia terluka, kena racun,” jawab Liang Kun sambil memperlihatkan luka di pundak Cang Er sebelum menutupnya lagi. “Tapi sekarang seharusnya sudah aman. Di mana guru besar?”“Saat ini sedang kedatangan tamu.”Liang Kun mengangguk-angguk. Tangannya lantas bergerak merogoh saku untuk mengeluarkan tiga bungkusan pemberian Ming Zhao Yu. “Tolong taburkan sedikit masing-masing ketiga obat ini ke lukanya di pagi hari sebelum matahari muncul. Dengan begitu dia

  • Giok Langit   Bab 52 : Dupa

    Kurang lebih sepuluh li kemudian, Liang Kun dan Cang Er akhirnya melihat cahaya matahari yang mulai mengintip dari ujung timur. Saat itu giliran Cang Er yang naik kuda, mereka berdua menatap pemandangan itu dengan penuh takjub.Semalaman penuh keduanya terus melaju dengan mengandalkan cahaya bulan yang cukup terang. Karena jalan lebar sehingga tak terlalu sulit bagi mereka. Semalaman juga mereka hampir tak pernah bicara satu sama lain kecuali saat bergantian untuk naik kuda yang tinggal satu. Milik Cang Er yang kakinya patah tak bisa lagi diselamatkan. Mereka menemukannya di bawah turunan dalam keadaan sekarat hampir kehabisan darah.Sampai pagi ini, kecanggungan masih menyelimuti mereka. Tentu saja, perihal malam itu tak bisa dilupakan dengan mudah. Hampir saja Cang Er dijadikan permainan banyak lelaki sekaligus, yang lebih memalukan adalah dia sendiri tidak melakukan perlawanan.“Aku janji berita ini tidak akan terdengar sampai ke telinga guru,” kata Liang Kun tiba-tiba.Tanpa menol

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status