Akhirnya setelah setelah seminggu sejak insiden jahitannya terbuka, Azalea kembali ke apartement-nya yang nyaman. Tentu saja dengan sedikit perdebatan dengan Anselio. Home sweet home. Meski bukan rumahnya tapi Azalea merasa unit apartement ini adalah home-nya. Karena di rumah, ada ibunya yang selalu meributkan tentang pernikahan.
Azalea menuju ke depan cermin. Ia berdiri tegak dan mulai melepaskan kancing teratas blouse yang Cakra pilih dari lemarinya sebagai baju ganti itu. Azalea mengamati plester putih yang berada di bagian rusuk kanannya. Ia mengusapnya pelan kemudian menekannya. Tidak terasa sakit sama sekali. Azalea menghela napas berat.
Sesaat kemudian dering ponsel baru nya yang tadi ia lemparkan ke ranjang terdengar. Ponsel baru karena ponsel lama Azalea memiliki retakan yang cukup mengganggu mata. Azalea meraih ponselnya dan memejamkan mata sejenak untuk mempersiapkan diri.
“Kamu itu siapa, sih? Anak mami bukan? Kok payah banget dihubungi. Mami ini yang melahirkan kamu loh, Azalea!” Semprotan langsung meluncur mulus menabrak gendang telinga Azalea.
Azalea mendesah ringan. “Ada apa, Mi?”
“Masih nanya ada apa!?”
Azalea hampir tersentak ke belakang tapi tetap diam mendengarkan. Berhubung ia belum ingin mengikuti jejak Malin Kundang.
“Kamu udah ketemu kan sama Dokter Ansel. Gimana? Jadi kapan kamu mau menikah?”
Azalea melotot, agak syok. Manusia di belahan bumi mana yang langsung memutuskan menikah hanya dengan satu kali pertemuan?
“Kalau kamu mau tunangan dulu juga enggak apa-apa.” Tambah Pramita ceria dari ujung sana.
“Buru-buru amat? Ini nikah, Mi. Bukannya masak mie instant yang lima menit kenyang.”
“Tahun ini kamu udah 29 tahun, Azalea. Apanya yang buru-buru? Mami ini ngelahirin kamu di usia 24 tahun, loh.”
Azalea menggaruk alisnya yang tiba-tiba gatal.
“Kamu sudah jadwalkan pertemuan selanjutnya dengan Anselio? Mami udah bilang kemarin sama Cakra.”
“Iya, udah.” Jawab Azalea lesu. Tidak jujur juga tidak bohong. Azalea memang harus kembali ke rumah sakit untuk memeriksa bekas operasinya.
“Anselio juga punya kehidupan, Mi. Punya keluarga, enggak bisa jeng-jeng-jeng mau nikah sama aku.”
“Mami udah ajak Jeng Resline dinner beberapa kali, Azalea. Dia jelas sangat menyukai kamu sebagai menantu.”
Sejak kapan!? Azalea menjerit dalam hati. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya. Sebenarnya pakai pelet apa Anselio hingga bisa meluluhkan hati sang ibu sampai sebegininya?
***
Bulu mata lentik Azalea bergerak konstan karena kerjapan yang ia lakukan. Azalea berbaring tenang di ruang pemeriksaan menatap tanpa minat langit-langit yang berwarna putih bersih. Hari ini jadwal Azalea untuk melepaskan jahitan.
Sebelumnya Azalea berniat untuk melepaskan jahitannya sendiri namun Anselio tidak memberinya izin. Setidaknya jika Azalea ingin pulang tiga hari lalu, ia harus melepaskan jahitannya kembali di rumah sakit. Maka dari itu saat ini Azalea menunggu sabar. Bagian atas tubuh Azalea sudah tertutupi kain biru, menampilkan bagian jahitannya saja di bagian rusuk sebelah kanan. Tapi mereka bilang Anselio sedang ada panggilan di ICU.
Pada kesempatan ini juga Azalea sekaligus ingin membicarakan hubungan mereka. Hubungan? Tidak tahulah Azalea harus menyebutnya apa. Karena tidak memungkinkan untuk membujuk sang ibu, Azalea beralih haluan untuk berbicara baik-baik dengan Anselio. Jika ia bisa membuat Anselio menolak permintaan ibunya, maka pernikahan tidak mungkin terjadi. Lagipula laki-laki setampan Anselio tidak mungkin belum ada yang punya bukan?
Suara pintu terbuka membuat Azalea sedikit tersentak lalu menoleh. Anselio hadir di sana dengan seragam birunya, diikuti dengan suster Eva di belakang.
“Maaf, tadi ada pasien yang kena sedikit efek samping pasca-operasi.” Anselio menjelaskan keterlambatannya dengan cepat.
“Efek sampingnya serius, Dok?” Tanya Azalea basa-basi.
“Fibrilasi ventrikel, tekanan paru-parunya enggak stabil.” Jawab Anselio sambil mengenakan sarung tangannya. “Memang jarang tapi ada sebagian kondisi orang yang begitu.”
Azalea mengangguk. “Hm, cuma perlu Magnesium.” Sahutnya seperti bergumam sendiri.
Anselio melemparkan tatapan serius pada Azalea untuk beberapa saat tapi tidak mengatakan apa apa selain pernyataan setuju. Melalui kalimat Azalea barusan, Anselio pastikan gadis itu adalah seorang dokter yang berbakat. Ia beralih pada peralatan di sampingnya yang sudah disiapkan dan mulai melakukan tindakan.
“Udah enggak ada rasa sakit kan?”
Azalea mengerjap bingung sesaat sebelum menjawab ragu. “Mungkin ... enggak.”
Lirikan dari iris gelap Anselio, Azalea tangkap. Laki-laki itu melihatnya aneh tapi tetap tak berkomentar. Azalea jadi mengalihkan pandangannya ke langit-langit.
Beberapa menit terlewati dengan hening. Suster Eva hanya mampu berdiam diri sambil sesekali membantu tindakan Anselio jika di minta.
“Udah selesai. Kalau kamu masih khawatir dengan bekas lukanya, silahkan konsultasi ke bedah plastik.” Kata Anselio dengan nada penuh sindiran.
“Iya makasih sarannya, Dok.” Balas Azalea penuh tekanan dengan sedikit sarkas.
Suster Eva dengan cepat membereskan peralatan dan menyingkir dari sana. Selama ini ia setia mendampingi Anselio di ruang konsultasi jadi sedikit banyak tahu tentang hubungan dua orang di sana.
“Dokter Ansel udah makan siang?”
“Ketika praktek memangnya kamu punya waktu untuk makan—” Anselio kontan mengalihkan pandangannya ketika Azalea tiba-tiba bangun ke posisi duduk, membuat kain penutupnya turun begitu saja. “—siang?”
Azalea mengangkat sebelah alisnya bingung kemudian tersenyum geli. “Enggak sempat, enggak ada waktu.” Ia tetap menjawab sambil mengancingkan kembali kemejanya.
“Makanya ayo saya traktir makan siang. Kata Cakra makanan di cafetaria rumah sakit ini enak-enak.”
***
Potongan ke dua chicken katsu di piring Anselio sudah masuk ke dalam mulutnya namun gadis di depannya ini belum mengatakan apa pun. Anselio yakin Azalea ingin membicarakan sesuatu, makanya sampai mengajak makan siang bersama. Anselio akui selain cantik, Azalea memiliki pesona tersendiri. Ia memiliki pancaran mata yang selalu yakin dan percaya diri. Tipe yang sulit untuk diintimidasi.
Seorang pelayan datang mengantarkan sup untuk meja mereka. Karena jam makan siang yang baru saja berlalu, tadi pelayan bilang supnya akan sedikit terlambat. Azalea tersenyum lalu mengulurkan tangannya untuk membantu namun sial baginya karena tangan si pelayan licin menyebabkan wadah sup yang masih berasap itu terlepas dan mengenai punggung tangan Azalea.
Pelayan itu langsung panik dan memohon maaf, secara langsung membersihkan tangan Azalea dengan tangannya. Azalea yang agak sedikit terkejut hanya mengangguk dan Anselio sigap menarik tisu di meja mereka untuk membersihkan tangan Azalea.
“Nanti saya bawakan yang baru, sekali lagi maaf kak.”
“Sekalian bawakan sebaskom air.” Pesan Anselio dengan nada kurang ramah.
“Iy-iya, Dok. Sekali lagi saya mohon maaf.” Pelayan itu menunduk dengan wajah pucat.
Azalea memperhatikan tangannya yang memerah. Kalau terkena sesuatu yang panas itu pasti rasanya panas dan perih kan?
“Hey, are you okay? Perlu ke IGD?”
Azalea mendongak lalu tersenyum. “I'm okay. Ini enggak parah, kok. Namanya juga enggak sengaja.”
Pelayan yang tadi kembali membawakan air seperti permintaan Anselio. Ia menaruhnya di dekat Azalea lalu meminta maaf lagi sebelum menyingkir.
“Lain kali lebih hati-hati. Makanan yang masih panas juga bisa melukai customer.” Ujar Anselio memberinya peringatan. Azalea menyenggol kakinya di bawah meja, tidak ingin mendengar omelan Anselio lebih panjang. Ia mempersilahkan pelayan itu untuk pergi dengan senyum.
Anselio membawa tangan Azalea ke dalam baskom berisi air, merendamnya di sana. Azalea tidak mengatakan banyak bahkan ketika Anselio meraih garpu dan pisaunya untuk membuat potongan-potongan kecil katsu di piringnya. Azalea menebak dalam hati mungkin love language Anselio itu act of service.
“Kamu mau membicarakan apa?” Tanya Anselio sambil menyerahkan kembali garpu ke tangan Azalea.
“Ya?”
“Kamu enggak mungkin kan ngajak makan siang bareng cuma karena mau makan siang bareng?” Anselio melihat mata Azalea lurus. “Pasti ada yang mau kamu katakan.”
Azalea menunjukan cengiran agak salah tingkah. “Ah, iya. Tentang permintaan ibu saya. Dokter pasti keberatan kan?”
Anselio mengernyit. “Iya, awalnya. Tapi sekarang enggak masalah.”
Enggak masalah gimana!? Kira-kira begitu teriakan Azalea melalui matanya.
“Dokter tahu kan maksud ibu saya enggak cuma sekedar dinner atau lunch.”
“Terus?”
“Pernikahan. Ibu saya mau pernikahan.” Azalea menunjuk Anselio dengan dagunya. “Antara Dokter dan saya.”
Tanpa diberi tahu, tentu saja Anselio tahu itu dengan jelas. “Jadi yang ingin kamu katakan adalah?”
Azalea membuang napas pelan. “Saya enggak ada niat untuk menikah. Baik untuk sekarang atau mungkin kedepannya. Jadi Dokter juga enggak perlu merasa enggak enak, silahkan tolak permintaan ibu saya dengan tegas.”
Gadis itu menatap Anselio serius dengan keyakinan pada setiap kata-katanya. Anselio membalas tatapan Azalea tidak kalah tajam, ia memiringkan sedikit kepalanya kemudian tersenyum separuh.
“Enggak mau.”
“Apa?” Azalea terperanjat.
“Meski pun keberatan saya tetap enggak ada niat untuk menolak. Kenapa harus?”
“Ya karena harus.” Azalea menjawab pasti.
“Alasannya?”
“Karena saya enggak ada niat untuk menikah.”
“Kenapa? Kamu menyukai sesama jenis?”
“Enggak! Sembarangan! Demi Tuhan saya masih doyan yang berbatang, Dok!” Sergah Azalea dengan mata melotot.
Anselio terkekeh mendengar istilah berbatang yang Azalea gunakan. “Terus kenapa?”
Azalea diam bingung mau menjawab apa. Ia punya alasan tersendiri yang tidak ingin ia bicarakan. Alasan yang membuat Azalea tidak sanggup untuk merasa tenang dalam menghirup oksigen.
Ponsel Anselio berdering. Mengalihkan perhatian keduanya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari Azalea, laki-laki itu menjawab panggilan di ponselnya.
“Iya, saya dalam perjalanan ke ICU.” Sebaris kalimat Anselio sebelum menutup telepon.
“Mari kita bicarakan alasan kamu lain kali.”
Tapi Azalea tidak bisa menyembunyikan keheranannya, sebenarnya kenapa Anselio tidak mau menolak? Tidak mungkin karena Anselio serius tertarik dengannya kan?
Azalea tahu Gaji dokter spesialis memang besar tapi apakah sebesar itu sampai Anselio bisa tinggal di apartement mewah seperti ini? Meski penasaran namun Azalea tidak ingin memusingkannya. Yah mungkin saja Anselio juga punya banyak saham seperti ibunya. Buah kan tidak pernah jatuh jauh dari pohonnya.Sedari siang sekretarisnya—Cakra sudah diteror sang nyonya besar agar mengantarkan Azalea ke alamat Anselio sepulang kantor. Ibunya bilang, Anselio sedang sakit bahkan tidak praktek di rumah sakit.Kalau dipikir apa coba hubungannya dengan Azalea!?Sudah malas berdebat, jadilah sekarang Azalea berada di sini, di depan pintu yang katanya adalah unit tempat Anselio tinggal. Tapi sayangnya setelah lima menit menekan bel, pintu itu belum juga terbuka.Ini Anselio enggak benar-benar pingsan dalam kesendirian kan? Azalea mulai menambahkan gedoran ringan di pintu besi itu.Mencari cara lain, Azalea mengeluarkan ponselnya. Mencari nomor ponsel Anselio yang Cakra kasih sebelumnya. Aduh, masa iya d
Azalea memang tidak tertarik punya hubungan romantis dengan laki-laki, tapi bukan berarti gadis itu polos seperti kertas hvs putih yang belum ternoda skripsi. Ingat, Azalea lama tinggal di Amerika. Seperti kebanyakan remaja tanggung lain yang ingin menghilangkan stress, gadis itu juga suka keluar masuk klub malam.Perlu diketahui bahwa selain skill akademiknya, skill berciuman Azalea juga salah satu yang ia banggakan. Setidaknya begitu sebelum bibirnya bertemu dengan milik Anselio. Laki-laki itu langsung berada dalam posisi teratas di list Azalea.He is definitely a great kisser. Bagaimana Anselio bisa memanfaatkan semua momen untuk memberikan intensitas dalam lumatannya. Tidak ada tuntutan sama sekali tapi Azalea merasa sangat terbuai. Sampai gadis itu tidak sadar seharusnya ia menarik diri, bukannya malah merengkuh tubuh tinggi Anselio dan balas membelit lidah Anselio yang membelah bibirnya dengan panas.Anselio mengangkat tubuh ringan Azalea dengan mudahnya. Otak Azalea ingin memp
“Kamu benar enggak ada yang sakit?”Berkali-kali sudah Anselio menanyakan itu. Azalea ingin menjambak habis rambut Anselio rasanya. Memangnya menanyakan hal seperti setelah memerawani seorang gadis adalah suatu hal terpuji!? Ha!?Dan memangnya apa urusan Anselio dengan hal tersebut? Kalau pun sakit kan yang merasakan Azalea. Wanita itu juga tidak akan menangis meraung-raung meratapi selaput daranya yang telah robek.“Azalea—”“Enggak! Saya baik-baik aja! Enggak percaya amat, sih? Mau lihat saya lari sprint!?” Potong Azalea galak.Anselio paham betul, menilik dari intensitas kegiatan mereka semalam normalnya sang wanita akan kesulitan untuk berjalan. Tapi Azalea masih bisa bergerak sebagaimana mestinya. Anselio khawatir kalau gadis itu hanya pura-pura.“Kalau ada nyeri saat—”“Ansel, saya itu lebih pusing mikirin kemungkinan hamil yang hampir 100 persen tahu gak!?”Bulan ini Azalea belum datang bulan. Sialnya sekarang ini adalah masa suburnya. Kurang apa lagi coba!? Lebih lengkap pende
Ketika Azalea terbangun, yang pertama kali otaknya terima sebagai rangsangan adalah aroma musk dan mint yang bercampur. Azalea mengerutkan keningnya tapi demi Tuhan ia masih nyaman pada posisinya. Belum pernah sebelumnya ia merasakan posisi tidur senyaman ini. Azalea tidak ingin membuka mata. Ditambah lagi dengan usapan lembut yang konstan menyentuh kulit punggungnya.Tunggu, usapan? Siapa yang menyentuhnya?Mata Azalea langsung terbuka secepat kilat. Butuh sekitar tiga kerjapan untuknya bisa mengenali pemandangan apa yang berada di sana. Itu adalah dada manusia. Lebih tepatnya dada telanjang seorang laki-laki.Azalea menelan ludah gugup. Perlahan tapi pasti ia mendongak sambil berusaha mengendalikan dirinya sendiri namun gagal begitu mengenali siapa laki-laki yang memeluknya erat. Azalea langsung terduduk karena terkejut. Lebih terkejut lagi ketika menyadari bahwa tubuhnya sendiri juga tidak memakai sehelai benang. Tangannya jadi kembali menarik selimut untuk menutup tubuhnya.“Hidup
Menurut rumor, co-ass (co-assistant) adalah satu fase hidup para calon dokter yang menegangkan, menyedihkan, merasa bodoh dan dibodohi, tidak berbeda jauh dengan level keset welcome. Intinya co-ass ada pada tataran terendah di kehidupan rumah sakit.Kisah yang sama mungkin akan terulang pada masa residen. Setidaknya dokter residen sudah dianggap sebagai dokter untuk sebagian kalangan. Berdasarkan derajat, tentu residen lebih tinggi daripada co-ass. Begitulah pemikiran Damar sebelum menjalani pendidikan spesialis di bawah bimbingan dokter spesialis bedah toraks, Anselio Dharmendra yang mempunyai julukan Amon Berjas Putih.Tahu Amon kan? Raja iblis yang mewakili sifat kekejaman. Anselio adalah wujud nyata sosok Amon di rumah sakit ini.Dulu Damar merasa kehidupan co-ass adalah yang tersuram, tapi sekarang kehidupannya sebagai dokter residen juga tak kalah suram berkat kehadiran Anselio sebagai konsulennya.“Siapa yang pegang kamar 314?” Setelah beberapa menit akhirnya suara dingin itu k
“Bu! Bu Azalea?! Ada apa?! Bu?! Bisa dengar saya?! Bu Azalea!” Panggilan yang terdengar di telinga kirinya menyadarkan Azalea.Azalea berusaha mengatur napasnya yang terasa sesak. “Cakra, dengar saya. Ada kecelakaan di jalan Pagar Alam. Tolong telepon ambulans sekarang.” Mata Azalea menyipit memperhatikan situasi di luar mobil. “Mungkin ada beberapa korban lain.” Tambahnya.“Bu Azalea enggak apa-apa?”Azalea tidak menjawab. Saat itu ia menyadari bagian punggung tangan kanannya penuh dengan darah karena pecahan kaca. Sialnya lagi ia tidakbisa menggerakan lengan kanannya. Dengan tangan kiri, Azalea meraih ponsel yang untungnya ia tempatkan di penyangga dasbor mobil. Kemudian Azalea melepaskan seatbelt yang mengikat tubuhnya. Karena tadi mobilnya sempat berada dalam posisi terbalik menyebabkan pintu mobil tersangkut sehingga sulit terbuka.Azalea bisa menoleh ke sekeliling, berarti lehernya baik-baik saja. Sekuat tenaga ia berusaha mendorong pintu mobil untuk terbuka. Pintu itu terbuka k
“Ini enggak bisa kalau cuma pakai antibiotik.” Gumam Anselio memperhatikan monitornya serius. “Apa penyakit papi saya serius, Dok?” Tanya anak gadis sang pasien. “Iya.” Anselio beralih pada pasien yang duduk di depannya kemudian melirik pada anaknya yang langsung merasa lemas. “Endokarditis infektif. Infeksi pada bagian katup jantung. Kalau enggak cepat ditangani bisa jadi embolisme, penyumbatan pembuluh darah karena gumpalan bakteri.” Jelasnya datar dan cepat. “Ada ruangankan?” Tanya Anselio pada perawat yang ada di ruangannya. “Iya, Dok. Bisa langsung masuk hari ini.” Anselio mengangguk. “Rawat inap mulai hari ini dan operasi secepatnya. Ada jadwal kosong sekitar—tiga hari lagi?” “Penuh, Dok. Malam?” “Iya, malam juga enggak apa-apa. Jangan lupa kabari anestesiologi tiga hari lagi.” Pria paruh baya itu ingin mencoba mengatakan sesuatu. “Maaf, Dok. Anak saya ada perform balet tiga hari lagi dan itu pertunjukannya untuk yang terakhir kali. Karena sibuk saya belum pernah menyaks
Dua hari. Sudah dua hari Damar belum say hello dengan kasur tercintanya di rumah. Padahal ia hanya dokter residen tapi kenapa rasanya seperti orang paling sibuk sedunia?Damar rindu ibunya. Juga anjing kesayangannya yang bernama Ansel. Benar, Ansel. Bukan Anselio. Hanya Ansel. Itu bukanlah sebuah kesengajaan. Damar benar-benar mencari nama yang bagus di internet untuk anjing kesayangannya bahkan sebelum ia mengenal Dokter Ansel.Yang barusan adalah sebuah fakta tidak penting dari seorang Damar.“Bayi Cecil vitalnya gimana?”“Stabil, Dok.”“Mungkin satu atau dua hari lagi bisa keluar dari PICU. Jangan lupa panggil walinya.”“Siap, Dok.”Damar mengerjap memperhatikan bayi kecil yang ada di hadapannya dengan senyum haru. Cecil menderita kelainan jantung bawaan yang mengharuskan ia menggunakan VAD¹ sejak lahir. Untungnya operasi berhasil dan keadaan Cecil sekarang sudah jauh lebih baik berkat ketrampilan Anselio.*/ [1]VAD - alat bantu ventrikel juga dikenal sebagai alat pendukung peredar
“Kamu benar enggak ada yang sakit?”Berkali-kali sudah Anselio menanyakan itu. Azalea ingin menjambak habis rambut Anselio rasanya. Memangnya menanyakan hal seperti setelah memerawani seorang gadis adalah suatu hal terpuji!? Ha!?Dan memangnya apa urusan Anselio dengan hal tersebut? Kalau pun sakit kan yang merasakan Azalea. Wanita itu juga tidak akan menangis meraung-raung meratapi selaput daranya yang telah robek.“Azalea—”“Enggak! Saya baik-baik aja! Enggak percaya amat, sih? Mau lihat saya lari sprint!?” Potong Azalea galak.Anselio paham betul, menilik dari intensitas kegiatan mereka semalam normalnya sang wanita akan kesulitan untuk berjalan. Tapi Azalea masih bisa bergerak sebagaimana mestinya. Anselio khawatir kalau gadis itu hanya pura-pura.“Kalau ada nyeri saat—”“Ansel, saya itu lebih pusing mikirin kemungkinan hamil yang hampir 100 persen tahu gak!?”Bulan ini Azalea belum datang bulan. Sialnya sekarang ini adalah masa suburnya. Kurang apa lagi coba!? Lebih lengkap pende
Azalea memang tidak tertarik punya hubungan romantis dengan laki-laki, tapi bukan berarti gadis itu polos seperti kertas hvs putih yang belum ternoda skripsi. Ingat, Azalea lama tinggal di Amerika. Seperti kebanyakan remaja tanggung lain yang ingin menghilangkan stress, gadis itu juga suka keluar masuk klub malam.Perlu diketahui bahwa selain skill akademiknya, skill berciuman Azalea juga salah satu yang ia banggakan. Setidaknya begitu sebelum bibirnya bertemu dengan milik Anselio. Laki-laki itu langsung berada dalam posisi teratas di list Azalea.He is definitely a great kisser. Bagaimana Anselio bisa memanfaatkan semua momen untuk memberikan intensitas dalam lumatannya. Tidak ada tuntutan sama sekali tapi Azalea merasa sangat terbuai. Sampai gadis itu tidak sadar seharusnya ia menarik diri, bukannya malah merengkuh tubuh tinggi Anselio dan balas membelit lidah Anselio yang membelah bibirnya dengan panas.Anselio mengangkat tubuh ringan Azalea dengan mudahnya. Otak Azalea ingin memp
Azalea tahu Gaji dokter spesialis memang besar tapi apakah sebesar itu sampai Anselio bisa tinggal di apartement mewah seperti ini? Meski penasaran namun Azalea tidak ingin memusingkannya. Yah mungkin saja Anselio juga punya banyak saham seperti ibunya. Buah kan tidak pernah jatuh jauh dari pohonnya.Sedari siang sekretarisnya—Cakra sudah diteror sang nyonya besar agar mengantarkan Azalea ke alamat Anselio sepulang kantor. Ibunya bilang, Anselio sedang sakit bahkan tidak praktek di rumah sakit.Kalau dipikir apa coba hubungannya dengan Azalea!?Sudah malas berdebat, jadilah sekarang Azalea berada di sini, di depan pintu yang katanya adalah unit tempat Anselio tinggal. Tapi sayangnya setelah lima menit menekan bel, pintu itu belum juga terbuka.Ini Anselio enggak benar-benar pingsan dalam kesendirian kan? Azalea mulai menambahkan gedoran ringan di pintu besi itu.Mencari cara lain, Azalea mengeluarkan ponselnya. Mencari nomor ponsel Anselio yang Cakra kasih sebelumnya. Aduh, masa iya d
Akhirnya setelah setelah seminggu sejak insiden jahitannya terbuka, Azalea kembali ke apartement-nya yang nyaman. Tentu saja dengan sedikit perdebatan dengan Anselio. Home sweet home. Meski bukan rumahnya tapi Azalea merasa unit apartement ini adalah home-nya. Karena di rumah, ada ibunya yang selalu meributkan tentang pernikahan.Azalea menuju ke depan cermin. Ia berdiri tegak dan mulai melepaskan kancing teratas blouse yang Cakra pilih dari lemarinya sebagai baju ganti itu. Azalea mengamati plester putih yang berada di bagian rusuk kanannya. Ia mengusapnya pelan kemudian menekannya. Tidak terasa sakit sama sekali. Azalea menghela napas berat.Sesaat kemudian dering ponsel baru nya yang tadi ia lemparkan ke ranjang terdengar. Ponsel baru karena ponsel lama Azalea memiliki retakan yang cukup mengganggu mata. Azalea meraih ponselnya dan memejamkan mata sejenak untuk mempersiapkan diri.“Kamu itu siapa, sih? Anak mami bukan? Kok payah banget dihubungi. Mami ini yang melahirkan kamu loh,
Azalea melihat Cakra dan Anselio bergantian. Cakra hanya bisa mengangguk untuk meyakinkan bahwa yang ia katakan barusan adalah sebuah fakta yang benar.Memang Azalea salah karena tidak melihat profil dan foto yang dikirim ibunya tapi tetap saja siapa sangka dunia se-sempit ini? Dokter ketus ini ternyata yang ibunya sebut sebagai calon menantu potensial? Azalea tidak mengerti dari sisi mana sang ibu melihat sosok Anselio.Dengan matanya Azalea mengusir Cakra keluar. Cakra menyentuh lehernya canggung, agak merutuki diri sendiri karena tidak memberi tahu Azalea lebih cepat. Laki-laki itu akhirnya keluar setelah mengangguk pamit pada Azalea dan Anselio.“Wah, kamu benar-benar belum tahu?” Kata Anselio sedikit tidak percaya.“Saya tahu, Dok. Mungkin karena kecelakaan itu ingatan saya jadi terganggu.” Azalea beralasan.“Kepala kamu bahkan enggak mengalami cedera berat.” Anselio mendengus ringan.Azalea memberanikan diri untuk menatap iris tajam Anselio sekali lagi. “Dokter enggak sakit hati
Dua hari. Sudah dua hari Damar belum say hello dengan kasur tercintanya di rumah. Padahal ia hanya dokter residen tapi kenapa rasanya seperti orang paling sibuk sedunia?Damar rindu ibunya. Juga anjing kesayangannya yang bernama Ansel. Benar, Ansel. Bukan Anselio. Hanya Ansel. Itu bukanlah sebuah kesengajaan. Damar benar-benar mencari nama yang bagus di internet untuk anjing kesayangannya bahkan sebelum ia mengenal Dokter Ansel.Yang barusan adalah sebuah fakta tidak penting dari seorang Damar.“Bayi Cecil vitalnya gimana?”“Stabil, Dok.”“Mungkin satu atau dua hari lagi bisa keluar dari PICU. Jangan lupa panggil walinya.”“Siap, Dok.”Damar mengerjap memperhatikan bayi kecil yang ada di hadapannya dengan senyum haru. Cecil menderita kelainan jantung bawaan yang mengharuskan ia menggunakan VAD¹ sejak lahir. Untungnya operasi berhasil dan keadaan Cecil sekarang sudah jauh lebih baik berkat ketrampilan Anselio.*/ [1]VAD - alat bantu ventrikel juga dikenal sebagai alat pendukung peredar
“Ini enggak bisa kalau cuma pakai antibiotik.” Gumam Anselio memperhatikan monitornya serius. “Apa penyakit papi saya serius, Dok?” Tanya anak gadis sang pasien. “Iya.” Anselio beralih pada pasien yang duduk di depannya kemudian melirik pada anaknya yang langsung merasa lemas. “Endokarditis infektif. Infeksi pada bagian katup jantung. Kalau enggak cepat ditangani bisa jadi embolisme, penyumbatan pembuluh darah karena gumpalan bakteri.” Jelasnya datar dan cepat. “Ada ruangankan?” Tanya Anselio pada perawat yang ada di ruangannya. “Iya, Dok. Bisa langsung masuk hari ini.” Anselio mengangguk. “Rawat inap mulai hari ini dan operasi secepatnya. Ada jadwal kosong sekitar—tiga hari lagi?” “Penuh, Dok. Malam?” “Iya, malam juga enggak apa-apa. Jangan lupa kabari anestesiologi tiga hari lagi.” Pria paruh baya itu ingin mencoba mengatakan sesuatu. “Maaf, Dok. Anak saya ada perform balet tiga hari lagi dan itu pertunjukannya untuk yang terakhir kali. Karena sibuk saya belum pernah menyaks
“Bu! Bu Azalea?! Ada apa?! Bu?! Bisa dengar saya?! Bu Azalea!” Panggilan yang terdengar di telinga kirinya menyadarkan Azalea.Azalea berusaha mengatur napasnya yang terasa sesak. “Cakra, dengar saya. Ada kecelakaan di jalan Pagar Alam. Tolong telepon ambulans sekarang.” Mata Azalea menyipit memperhatikan situasi di luar mobil. “Mungkin ada beberapa korban lain.” Tambahnya.“Bu Azalea enggak apa-apa?”Azalea tidak menjawab. Saat itu ia menyadari bagian punggung tangan kanannya penuh dengan darah karena pecahan kaca. Sialnya lagi ia tidakbisa menggerakan lengan kanannya. Dengan tangan kiri, Azalea meraih ponsel yang untungnya ia tempatkan di penyangga dasbor mobil. Kemudian Azalea melepaskan seatbelt yang mengikat tubuhnya. Karena tadi mobilnya sempat berada dalam posisi terbalik menyebabkan pintu mobil tersangkut sehingga sulit terbuka.Azalea bisa menoleh ke sekeliling, berarti lehernya baik-baik saja. Sekuat tenaga ia berusaha mendorong pintu mobil untuk terbuka. Pintu itu terbuka k
Menurut rumor, co-ass (co-assistant) adalah satu fase hidup para calon dokter yang menegangkan, menyedihkan, merasa bodoh dan dibodohi, tidak berbeda jauh dengan level keset welcome. Intinya co-ass ada pada tataran terendah di kehidupan rumah sakit.Kisah yang sama mungkin akan terulang pada masa residen. Setidaknya dokter residen sudah dianggap sebagai dokter untuk sebagian kalangan. Berdasarkan derajat, tentu residen lebih tinggi daripada co-ass. Begitulah pemikiran Damar sebelum menjalani pendidikan spesialis di bawah bimbingan dokter spesialis bedah toraks, Anselio Dharmendra yang mempunyai julukan Amon Berjas Putih.Tahu Amon kan? Raja iblis yang mewakili sifat kekejaman. Anselio adalah wujud nyata sosok Amon di rumah sakit ini.Dulu Damar merasa kehidupan co-ass adalah yang tersuram, tapi sekarang kehidupannya sebagai dokter residen juga tak kalah suram berkat kehadiran Anselio sebagai konsulennya.“Siapa yang pegang kamar 314?” Setelah beberapa menit akhirnya suara dingin itu k