Tadi malam Gerry tidak bisa tidur dengan lelap, karena setelah tutup warung, Gerry malah teringat akan apa yang dia lihat saat di danau.
Dia juga malah teringat akan apa yang dilakukan oleh sejoli yang ada di parkiran alun-alun, malang sekali nasibnya, karena belum pernah melakukannya dan bahkan belum memiliki kekasih.Namun, walaupun seperti itu dia tetap bangun saat pagi hari tiba. Karena dia harus melaksanakan kewajibannya terhadap Sang Khalik, dia juga ingin melakukan hal yang membuat dirinya penasaran.Selepas shalat subuh dia pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya di sana, karena menurutnya itu adalah waktu yang tepat.Gerry memang belum pernah bercinta dengan seorang wanita, tetapi naluri kelelakiannya menuntun dirinya untuk bisa mencari kepuasan walaupun bukan bergumul dengan seorang wanita.Pagi masih begitu gelap, matahari belum menampakkan sinarnya. Walaupun seperti itu, sudah banyak manusia yang terbangun dari tidurnya dan mulai beraktivitas. Dari mulai aktivitas bekerja untuk menghasilkan uang, sampai aktivitas yang menghasilkan suatu kenikmatan.Ouch!"Erangan kenikmatan terdengar begitu menggema di dalam kamar mandi sempit berukuran dua kali satu meter, Gerry Sadewa dengan penuh semangat memaju mundurkan pinggulnya.Satu tangannya terlihat bertumpu pada dinding kamar mandi, sedangkan tangan lainnya memegang benda yang membantu dirinya untuk mendapatkan kepuasan.Mata Gerry terlihat merem melek karena keenakan, tidak lama kemudian tubuhnya menegang dengan kedua pahanya yang dia rapatkan.Ujung kenikmatan sebentar lagi akan dia dapatkan, Gerry semakin gencar memaju mundurkan pinggulnya ke depan dan ke belakang."Ouch, ini sangat--"Brak!Pintu kamar mandi nampak terbuka, Gerry yang sedang berdiri tanpa sehelai benang pun terlihat menghentikan gerakannya.Namun, miliknya yang sudah tidak kuasa untuk memuntahkan cairan cintanya, tanpa malu langsung menyemburkan cairan lengket berwarna putih itu sampai ke dinding kamar mandi.Awalnya, mak Odah yang hendak ke pasar mendadak linglung kala dia mau menaiki angkot. Saat dia merogoh tas jinjing yang biasa dia pakai, ternyata dompetnya tidak ada di sana.Dia sudah panik, dia menyangka jika dompet berisikan uang keuntungan seharian berjualan itu sudah raib dilahap maling.Namun, Tidak lama kemudian dia terlihat menepuk jidatnya. Karena dia ingat jika dompetnya tertinggal di dapur, dekat kamar mandi."Hem! Dompetnya pasti tertinggal di sana," ujar Mak Odah.Namun, saat dia hendak mengambil dompetnya, dia merasa merinding karena janda berusia tiga puluh sembilan tahun itu mendengar suara rintihan kenikmatan dari dalam kamar mandi.Awalnya dia merasa jika itu adalah hal yang tidak mungkin, karena di rumahnya tidak ada pasangan lelaki dan wanita yang sudah menikah.Mak Odah hanya tinggal dengan putra semata wayangnya, Gerry Sadewa. Putra kebanggaannya yang selalu patuh kepada dirinya.Karena suaminya sudah pergi saat Arjuna berusia sepuluh tahun, ayah Gerry pergi ke tempat asalnya. Tempat yang sangat jauh dan membuat Mak Odah sulit untuk bertemu dengan pria itu.Namun, Mak Odah tidak pernah mengatakan kejujuran kepada putranya. Dia hanya fokus bekerja banting tulang untuk menghidupi putranya sampai bisa kuliah seperti sekarang ini.Namun, semakin lama suara rintihan kenikmatan itu semakin terdengar dengan jelas di telinganya. Bahkan, saat dia menempelkan telinganya pada pintu kamar mandi, rasa kesal, marah, malu dan juga merasa gagal langsung menyeruak ke dasar hatinya.Karena, dia mendengar suara putra semata wayangnya, Gerry sedang mengerang penuh nikmat. Karena ingin membuktikan praduganya, Mak Odah dengan cepat menendang pintu kamar mandi itu dengan sangat kencang."Emak!" teriak Gerry dengan mata yang membulat dengan sempurna.Dia benar-benar sangat kaget dan tidak menduga ibunya akan kembali lagi. Dia bahkan tidak menyangka jika ibunya akan melihat dirinya dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun.Lebih parahnya lagi, ibunya kini melihat kegiatan olah raga pagi yang sedang dia lakukan di dalam kamar mandi."Gerry! Apa yang elu lakuin, hem?" tanya Mak Odah dengan syok. Matanya terlihat melotot seakan hendak keluar dari tempatnya, tas jinjing besar yang terbuat dari anyaman cangkang kopi langsung terjatuh saking kagetnya.Dia tidak menyangka jika putranya itu kini sedang berbuat hal yang tidak seharusnya dia lakukan, putranya kini berdiri dengan memegang sabun batang dengan lubang di tengahnya.Milik putranya terlihat putih dengan busa, sangat menjijikkan dan memalukan. Rasanya Mak Odah ingin memuntahkan air minum yang tadi pagi sudah dia tenggak saat baru terbangun dari tidurnya.Putranya itu dalam keadaan polos, keringat mengalir deras di tubuhnya. Bahkan satu hal lagi yang dilihat oleh Mak Odah, milik putranya masih anteng berada di dalam lobang sabun batang yang dia pakai.Milik putranya itu kini sudah dalam keadaan lemas, selain sudah muntah-muntah karena sudah mencapai puncaknya, sepertinya si Otong juga kaget karena Mak Odah menendang pintu kamar mandi dengan sangat kencang."A--anu, Mak. Maafin Gerry, Gerry khilaf." Gerry tertunduk lesu antara malu dan juga tidak enak hati saat melihat raut kecewa di wajah ibunya.Amarah mak Odah benar-benar memuncak, jika saja tidak sayang, Ingin rasanya mak Odah mengambil pisau dan langsung memotong milik putranya karena sudah nakal."Astagfirullah, Emak kaga nyangka kalau anak kebanggan Emak bisa ngelakuin hal yang keji." Mak Odah mengambil gayung, lalu dia memukul milik Gerry yang masih betah bersarang di dalam lobang sabun.Gerry meringis kesakitan, antara ngilu dan juga sakit yang luar biasa. Sakit, Mak!" imbuhnya lagiMatanya terlihat melotot, bibirnya terlipat dan melengkung ke bawah karena menahan sakit. Kenikmatan yang tadi dia rasakan, hilang sudah berganti dengan rasa sakit yang luar biasa."Ampun, Emak. Gerry ngga lagi-lagi," ucap Gerry seraya membungkuk untuk melindungi miliknya.Mak Odah terlihat menghela napas berat seraya mengelus dadanya, dia merasa seakan susah untuk bernapas saat melihat apa yang sedang dilakukan oleh putranya tersebut.Dia tidak menyangka jika putranya yang begitu alim, jarang bicara dan selalu menuruti apa yang dia katakan, malah sedang berbuat hal yang tidak-tidak."Emak kecewa sama elu, Gerry!" teriak Mak Odah seraya menendang sabun yang baru saja terjatuh dari milik putranya itu.Sabun batang itu sangat menggelikan, karena Mak Odah bisa melihat dengan jelas ada lubang di tengahnya. Hal itu membuat mak Odah bergidik geli."Maaf, Emak. Gerry ngga lagi-lagi, Gerry khilaf." Gerry langsung meluruhkan tubuhnya ke atas lantai, dia memeluk kaki ibunya dengan erat."Ck! Bajunya dipakai Gerry, Emak geli ngeliat elu kaya gini. Waktu bayi ya, elu lucu banget. Bikin Emak pengen nyium, sekarang Emak pengen nabok, pengen nendang."Setelah mengatakan hal itu, mak Odah terlihat mengangkat gayung yang sedari-tari dia pegang dan langsung memukulkannya pada punggung Gerry."Aduh! Aduh, sakit Emak!" teriak Gerry seraya mengeratkan pelukannya, hal itu membuat milik Gerry yang menggantung lemas menyentuh kaki ibunya yang tertutup daster."Astagfirullah, Gerry! Sonoan! Emak geli, Gerry!" teriak Mak Odah dengan suara pelan tapi penuh dengan penekanan."Maaf, Emak!"Setelah mengatakan hal itu, Gerry dengan cepat bangun dan keluar dari dalam kamar mandi. Sedangkan mak Odah langsung meluruhkan tubuhnya ke atas lantai, lemas dan terasa kopong kakinya kini."Astagfirullah, maafkan hamba ya Allah. Maafkan hamba karena tidak bisa mendidik anak hamba dengan benar," ucapnya dengan lirih.Di dalam kamar.Gerry dengan cepat mengambil handuk dan memakainya, dia benar-benar merasakan ketakutan yang luar biasa saat ini.Dia takut jika ibunya tidak akan menganggap dirinya anak lagi dan akan mengusirnya, mau tinggal di mana dia, pikirnya.Usianya baru dua puluh tahun, dia baru saja kuliah semester 5. Kalau diusir dari rumah, jangankan untuk kuliah, untuk makan saja belum tentu dia bisa membelinya."Ya ampun, ya ampun. Kenapa bisa ketahuan sih? Baru pertama kali melakukannya malah terciduk, apes bener dah ah gue. Ck! Emak pasti marah besar, kudu gimana coba gue?" tanya Gerry seraya mondar-mandir tidak jelas karena panik."Ck! Mesti ngelakuin apa coba gue sekarang? Bingung gue, haduh!"Gelisah, takut, kesal dan juga rasa sesak kini sedang menyelimuti perasaan Gerry. Dia benar-benar malu dan tidak tahu harus berkata apa jika bertemu dengan ibunya.Gerry terlihat mondar-mandir dengan tidak jelas di dalam kamarnya, dia benar-benar merasa bingung harus berbuat apa saat ini.Sungguh dia benar-benar malu karena sudah ketahuan oleh ibunya, padahal saat dia mau melakukannya, Gerry sudah memastikan jika ibunya tidak ada di kediamannya."Astogeh! Gue mesti ngapain ini? Kalau mau keluar kamar, malu rasanya ketemu emak," keluh Gerry.Gerry menghela napas berat, kemudian dia segera mengambil bajunya. Namun, saat dia hendak memakai bajunya, tubuhnya terasa sangat lengket dengan keringat karena kegiatan olah raga paginya."Ck! Mau mandi malu ada emak di luar, nggak mandi badan gue lengket banget. Vangke emang!" gerutu Gerry.Gerry yang hanya menggunakan handuk saja terlihat membuka sedikit pintu kamarnya, kemudian di
Gerry sempat menatap pintu kamar ibunya yang tertutup, tetapi tidak lama kemudian pria yang memang sedang gamang itu menuruti apa yang dikatakan oleh Mak Odah, dia masuk ke dalam warung milik ibunya.Setelah mengambil beberapa bungkus roti, akhirnya Gerry pergi ke kostan Gilang, sahabat dari Gerry. Sahabat yang selalu ada di kala dirinya susah dan juga senang.Kalau untuk pergi ke kampus rasanya sangat tidak mungkin, karena waktu baru menunjukkan pukul enam pagi.Dia pergi dengan menggunakan motor Vespa kesayangannya, motor Vespa milik sang ayah. Motor tua yang selalu menemani Gerry ke mana pun dia pergi.Sebenarnya Gerry merasa risih, karena banyak orang yang mengejek dirinya. Mereka berkata jika Gerry tidak pantas memakai motor Vespa itu.Badan Gerry yang jangkung terlihat jomplang ketika memakai motor Vespa, tetapi walaupun seperti itu dia merasa bangga karena motor itu adalah motor peninggalan dari sang ayah."Lang, buka pintunya dong. Gue mau numpang ngopi," teriak Gerry.Cukup l
Gerry langsung menutup mulutnya mendapat pertanyaan dari nenek tua itu, dia kini bingung harus berkata apa.Hari ini perasaan Gerry Sadewa sedang tidak baik-baik saja, dia benar-benar merasa sial dengan apa yang dia lalui hari ini. Berkali-kali dia mendapatkan kesialan, kini bahkan dia harus dimaki oleh seorang wanita tua yang tidak dia kenal.Sebenarnya ingin sekali Gerry menyahuti ucapan dari perempuan tua itu, sayangnya dia masih menghargai yang namanya wanita. Terlebih lagi ibunya juga adalah seorang single parent.Wanita yang berjuang sendiri untuk kesejahteraan hidupnya dan juga dirinya, dia tidak mau menyakiti wanita. Akhirnya Gerry memilih untuk meminta maaf."Maaf ya, Bu. Saya sudah salah, permisi," ucap Gerry pada akhirnya.Gerry dengan cepat membeli air mineral satu botol dan segera pergi dari sana, dia memutuskan untuk pergi ke taman yang lokasinya tidak jauh dari kampus."Ya Tuhan, ngga semangat banget gue pagi ini. Malu banget dah kalau ingat tadi pagi, semoga aja kalau
Tidak percaya, itulah yang Gerry Sadewa rasakan saat ini. Rasanya terlalu banyak kejutan di hari ini. Terlalu banyak hal yang tidak terduga dan membuat kepalanya pening.Mendengar gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mom, rasanya dia tidak percaya jika Gita sudah memiliki anak seumuran dengan dirinya. Karena dilihat dari sisi mana pun Gita belum begitu tua, dia masih terlihat sangat muda.Jika bersanding dengan wanita di sampingnya, Gita dan wanita itu terlihat seperti adik kakak. Atau mungkin gadis itu adalah anak adopsi, pikir Gerry."Ada apa Gerry? Kenapa melihat kami seperti itu?" tanya Gita.Gita tersenyum ketika melihat Gerry memandang dirinya dan juga Gendis secara bergantian, apalagi ketika melihat wajah Gerry yang keheranan saat menatap dirinya, sungguh dia merasa lucu."Anu, Tante. Saya---"Gerry malah kembali terdiam, pria muda itu nampak bingung harus berkata apa. Melihat Gerry yang hanya diam saja, Gita terlihat menggelengkan kepalanya. Lalu, dia pun menegur pria muda
Gerry merasa jika dia memiliki teman yang tidak ada akhlak, tetapi herannya hanya dia yang selalu mengerti dirinya. Memahami dirinya dan selalu mau menemani dirinya.Di saat jam kuliah dimulai, Gerry benar-benar tidak bisa fokus dalam belajar. Apalagi ketika melihat Gilang yang terus saja tersenyum seraya memandangi dosen cantik yang sedang memberikan penjelasan, ibu Gumilang namanya.Wanita asal Palembang dengan bodi yang aduhai, bamper depannya terlihat biasa saja. Namun, bamper belakangnya terlihat sangat aduhai.Sesekali Gilang akan mengusap-usap paha dalamnya, tetapi matanya begitu fokus saat melihat ibu Gumilang. Bibirnya terlihat menganga, pikiran pria itunya sepertinya sedang ber-travelling entah ke mana.Rasanya dia benar-benar iri dengan hidup Gilang yang selalu terlihat indah di dalam setiap harinya, tidak seperti dirinya yang dirasa begitu suram."Ck! Seharusnya gue itu banyak-banyak bersyukur, karena masih ada emak gue yang baik hati, mau kerja keras dan sayangin gue," uc
Jujur?Tentu saja Gerry merasa jika dia tidak perlu jujur kepada ibunya masalah dia bekerja kepada Gita, karena dia takut jika nanti ibunya malah akan menduga-duga hal yang tidak-tidak.Awalnya Gerry merasa jika emaknya tidak akan curiga kepada dirinya, karena biasanya emaknya selalu mengiyakan saja ketika dirinya hendak berpamitan ke mana saja.Namun, kini dia sadar jika mak Odah terkesan lebih waspada. Mungkin karena dirinya sudah melakukan kesalahan yang fatal, solo karir di dalam kamar mandi.Alhasil, setiap apa pun yang akan Gerry lakukan, baik buruk atau tidak pasti akan selalu dipantau oleh emaknya itu.Melihat gelagat emaknya yang begitu curiga kepada Gerry, Gerry berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.Dia bahkan terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan, dia mempersiapkan kata-kata yang pas yang akan dia katakan kepada ibunya tersebut."Kenapa elu malah narik napas kaya gitu?''"Anu, Mak. Nggak apa-apa, Kok."Mak Odah semakin merasa cur
Ah! Canggung sekali yang Gerry rasakan saat ini, dia bahkan tidak berani melihat wajahnya di cermin. Karena wajahnya pasti sangat merah.Gerry langsung mengikuti arah ke mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel kebanggaannya."Ngga usah ditutupin, Gerry. Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"Wajah Gerry benar-benar memerah mendengar ucapan dari Gita, ini pertama kalinya ada wanita yang begitu dekat dengan dirinya.Ini pertama kalinya ada wanita yang ucapannya begitu vulgar, tanpa saringan air sumur ataupun saringan kopi."Ehm! Bisa cepat jalan ngga, Tan? Nanti aku telat loh, pagi ini ada dosen killer, soalnya." Gerry berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena Gerry benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Gita yang mengarah pada lato-lato gagang miliknya.Gita tersenyum seraya menutup bibirnya dengan tangan kanannya, karena dia malah fokus pada mainan yang sedang trend saat ini."Oh, maaf. Nan
Selama Gerry ngampus, pria muda itu terus saja membayangkan obrolan antara dirinya dan juga Gita. Janda bohay itu benar-benar membuat dirinya kesulitan untuk berkedip dan bernapas.Namun, berkali-kali Gilange coba untuk menegur pria muda itu. Karena Gilang takut jika Gerry akan dimarahi oleh guru, bagaimanapun juga Gerry tetap sahabatnya.Selesai jam kuliah, Gerry langsung menunggu Gita di pengkolan yang tidak jauh dari kampus. Hal itu dia lakukan karena takut ada yang memergoki dirinya masuk ke dalam mobil Gita, dia takut nantinya dirinya akan menjadi bahan ejekan teman-temannya.Dia takut akan disebut sebagai lelaki simpanan tante-tante, maka dari itu untuk menghindari hal itu Gerry meminta Gita untuk menjemput dirinya tidak jauh dari kampus. Bukan di depan kampus."Hay! Masuklah, Gerry!"Gita terlihat menurunkan kaca mobilnya ketika tiba di depan Gerry, pria muda itu langsung tersenyum lalu dia masuk ke dalam mobil Gita dan duduk tepat di samping wanita berusia tiga puluh lima tahu
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.