Gerry merasa jika dia memiliki teman yang tidak ada akhlak, tetapi herannya hanya dia yang selalu mengerti dirinya. Memahami dirinya dan selalu mau menemani dirinya.
Di saat jam kuliah dimulai, Gerry benar-benar tidak bisa fokus dalam belajar. Apalagi ketika melihat Gilang yang terus saja tersenyum seraya memandangi dosen cantik yang sedang memberikan penjelasan, ibu Gumilang namanya. Wanita asal Palembang dengan bodi yang aduhai, bamper depannya terlihat biasa saja. Namun, bamper belakangnya terlihat sangat aduhai. Sesekali Gilang akan mengusap-usap paha dalamnya, tetapi matanya begitu fokus saat melihat ibu Gumilang. Bibirnya terlihat menganga, pikiran pria itunya sepertinya sedang ber-travelling entah ke mana. Rasanya dia benar-benar iri dengan hidup Gilang yang selalu terlihat indah di dalam setiap harinya, tidak seperti dirinya yang dirasa begitu suram. "Ck! Seharusnya gue itu banyak-banyak bersyukur, karena masih ada emak gue yang baik hati, mau kerja keras dan sayangin gue," ucap Gerry lirih seraya menatap wajah mupeng Gilang. Dalam hati dia bertanya-tanya, bukankah Gilang semalam suntuk menghabiskan waktu untuk bercinta dengan pacarnya? Bahkan tadi pagi saja si entong sarapan terlebih dahulu dibandingkan dengan tuannya. Lalu, kenapa Gilang masih terlihat kehausan saat menatap ibu Gumilang, pikirnya. Sikapnya sudah seperti bayi yang tidak sabar untuk meminum asi. "Haish! Sungguh terlalu," ucap Gerry seraya menggelengkan kepalanya. Pukul satu siang Gerry sudah selesai dengan kuliahnya, dia memutuskan untuk segera pulang saja ke kediamannya. Sebenarnya Gilang sempat mengajak Gerry untuk bermain di kostannya, sahabatnya itu berkata ada film baru yang bisa ditonton dan bisa dijadikan edukasi. Awalnya Gerry mau ikut ke kostan Gilang, tetapi setelah Gilang berkata jika film itu adalah film anu-anu dengan gaya terbaru, Gerry langsung memukul Gilang dengan tas ransel miliknya dan meninggalkan temannya itu dengan kekesalan yang luar biasa. Hanya karena melihat sepasang orang yang sedang anu-anu di danau saja, dia bisa bisa melakukan hal yang tidak-tidak. Hal yang sangat memalukan dan membuat dia malu bertemu dengan ibunya. Ketika Gilang berkata jika dia sering bercinta dan rasanya sangat nikmat, Gerry masih biasa saja. Karena dia tidak terangsang hanya dengan cerita dari Gilang saja, tapi melihat yang live seperti itu, Gerry malah langsung melakukannya. Lalu, apa yang akan terjadi jika Gerry menonton film anu-anu, pikirnya. Gerry takut jika dia akan melakukan hal yang lebih gila lagi dari itu. "Kalau gue nonton film anu-anu, yang ada gue bisa ngiler pengen anu-anu. Lah, pacar aja gue nggak punya. Terus, siapa nanti yang bisa gue eksekusi. Masa boneka Pororo yang selalu nemenin gue tidur?" gerutu Gerry seraya melajukan motor Vespanya. Walaupun dia masih merasa canggung untuk bertemu dengan ibunya, tetapi itu lebih baik dari pada pergi ke kostan Gilang untuk menonton film anu-anu. Karena jika dia pulang ke rumah, dia bisa membantu mak Odah untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Atau mungkin, Gerry bisa membantu ibunya untuk menjaga warung. Warung kopi yang sudah menghidupi dirinya sejak lama. Saat tiba di halaman rumah sederhana milik mak Odah, Gerry langsung memarkirkan motornya. Lalu, dia tersenyum ketika melihat ibunya yang sedang melayani pembeli. Padahal, tadi pagi ibunya berkata jika dia akan tidur saja. Akan tetapi, sekarang Gerry begitu senang karena melihat ibunya sudah kembali beraktivitas seperti biasanya. Walaupun, masih ada raut sendu di wajahnya. Akan tetapi, jika mak Odah sudah mulai beraktivitas, itu artinya keadaan hatinya sudah mulai membaik. "Assalamualaikum, Emak. Gerry pulang!" teriak Gerry seraya melangkahkan kakinya untuk menghampiri mak Odah. Setelah mengatakan hal itu, Gerry langsung memeluk ibunya dan mengecupi pipi ibunya seperti biasanya. Mak Odah yang sedang membuat mie rebus langsung menggedikkan kedua bahunya agar Gerry melepaskan pelukannya. "Hais! Emak udah nggak sayang lagi sama Gerry? Kok dipeluk aja nggak mau?" tanya Gerry dengan bibir yang mengerucut. "Waalaikumsalam, Gerry. Bukannya begitu, Gerry Kesatria Gagah Perkasa. Emak lagi bikin mie rebus. Kamu mau kesiram air panas?" tanya Mak Odah seraya mengangkat sodet panas. Mendengar pertanyaan dari ibunya, sontak Gerry langsung melepaskan pelukannya. Dia bahkan sampai memundurkan kakinya beberapa langkah. Hal itu Gerry lakukan karena memang apa yang dikatakan oleh mak Odah benar adanya, ibunya itu sedang membuat mie rebus. Dia tidak boleh mengganggu kalau memang tidak mau tersiram air panas. "Emak, bener. Kalau gitu, Gerry ke dalam ya, Mak. Emak masakin apa buat Gerry? Gerry laper banget, Mak," ujar Gerry. Mak Odah menghela napas panjang, dia tahu jika dirinya sedang kesal terhadap putranya. Namun, tetap saja dia mengutamakan keperluan putranya. "Iya, Emak udah masak. Emak bikin semur jengkol sama teri kacang kesukaan Gerry, sekarang Gerry makan dah sono," jawab Mak Odah. Gerry melebarkan senyumnya karena ternyata ibunya itu masih begitu menyayangi dirinya, buktinya dalam keadaan marah pun ibunya masih begitu mementingkan dirinya. "Wah, Emak memang paling the best. Gerry sayang Emak. Makasih ya, Mak!" ucap Gerry seraya menghampiri ibunya lalu mengecupi pipi mak Odah dan pergi masuk ke dalam rumah. Dalam hati Gerry merasa sangat bahagia, karena walaupun ibunya terlihat marah tetapi tetap saja mak Odah membuatkan makanan favorit Gerry. Keesokan harinya. "Gerry, kamu nggak bawa motor?" tanya Mak Odah. "Ngga, Mak," jawab Gerry. Mak Odah merasa aneh karena putranya akan pergi kuliah, tetapi tidak memakai motor kesayangannya. Padahal, biasanya Gerry akan pergi ke mana pun dengan motor itu. "Mogok?" Gerry langsung menggelengkan kepalanya, karena pada kenyataannya motor Vespanya itu memang baik-baik saja. "Kaga Emakku yang bohaynya ngga ketulungan, cuma lagi pengen naik angkot aja." Gerry nyengir kuda. Mak Odah langsung mengernyitkan dahinya dengan dalam, rasanya tidak mungkin jika Gerry lebih mementingkan naik angkot daripada naik motor Vespanya. "Enakan juga naik motor, Gerry. Ngapain naik angkot? Entar dempet-dempetan pan kaga enak sempit." "Enakan yang sempit, Mak. Pan nanti kalau dempet-dempetan ama cewek pan lumayan, siapa tau entar ada satu yang nyantol," canda Gerry. Candaan Gerry langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh ibunya, karena menurutnya ucapan Gerry itu benar-benar tidak baik. "Gerry, sekolah dulu yang bener. Nanti kalau udah kerja baru nyari pacar, pacaran itu mahal. Pacar itu kudu dijajanin, bukan digombalin doang!" nasihat Mak Odah. "Iya, Emak. Oh iya, Mak. Siang ini Gerry sudah mulai kerja paruh waktu, Gerry pulang malem ya, Mak. Jangan rindu ya, Mak," jujur Gerry. Mak Odah benar-benar kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, tadi malam putra kesayangannya itu tidak mengatakan apa pun kepada dirinya. Rasanya terlalu tiba-tiba jika Gerry mengatakan akan bekerja di pagi hari ini, lagi pula Gerry masih kuliah. Mau kerja apa, pikirnya. "Eh? Kamu mau kerja apaan?" tanya Mak Odah. Gerry kebingungan harus menjawab apa, kalau mengatakan jadi asistennya Gita, sepertinya tidak mungkin. Takutnya mak Odah tidak akan percaya, atau mungkin mak Odah akan salah sangka. "Gerry? Kerja apa?" tanya Mak Odah. "Ehm! Pelayan, Mak. Jadi pelayan Restoran," jawab Gerry. Gerry terlihat gugup setelah mengatakan hal itu, Ini pertama kalinya Gerry berbohong kepada ibunya karena takut akan dimarahi jika dia berkata dengan jujur. "Kamu ngga bohong, kan, sama Emak?" tanya Mak Odah seraya menatap Gerry dengan tatapan menyelidik.Jujur?Tentu saja Gerry merasa jika dia tidak perlu jujur kepada ibunya masalah dia bekerja kepada Gita, karena dia takut jika nanti ibunya malah akan menduga-duga hal yang tidak-tidak.Awalnya Gerry merasa jika emaknya tidak akan curiga kepada dirinya, karena biasanya emaknya selalu mengiyakan saja ketika dirinya hendak berpamitan ke mana saja.Namun, kini dia sadar jika mak Odah terkesan lebih waspada. Mungkin karena dirinya sudah melakukan kesalahan yang fatal, solo karir di dalam kamar mandi.Alhasil, setiap apa pun yang akan Gerry lakukan, baik buruk atau tidak pasti akan selalu dipantau oleh emaknya itu.Melihat gelagat emaknya yang begitu curiga kepada Gerry, Gerry berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.Dia bahkan terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan, dia mempersiapkan kata-kata yang pas yang akan dia katakan kepada ibunya tersebut."Kenapa elu malah narik napas kaya gitu?''"Anu, Mak. Nggak apa-apa, Kok."Mak Odah semakin merasa cur
Ah! Canggung sekali yang Gerry rasakan saat ini, dia bahkan tidak berani melihat wajahnya di cermin. Karena wajahnya pasti sangat merah.Gerry langsung mengikuti arah ke mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel kebanggaannya."Ngga usah ditutupin, Gerry. Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"Wajah Gerry benar-benar memerah mendengar ucapan dari Gita, ini pertama kalinya ada wanita yang begitu dekat dengan dirinya.Ini pertama kalinya ada wanita yang ucapannya begitu vulgar, tanpa saringan air sumur ataupun saringan kopi."Ehm! Bisa cepat jalan ngga, Tan? Nanti aku telat loh, pagi ini ada dosen killer, soalnya." Gerry berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena Gerry benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Gita yang mengarah pada lato-lato gagang miliknya.Gita tersenyum seraya menutup bibirnya dengan tangan kanannya, karena dia malah fokus pada mainan yang sedang trend saat ini."Oh, maaf. Nan
Selama Gerry ngampus, pria muda itu terus saja membayangkan obrolan antara dirinya dan juga Gita. Janda bohay itu benar-benar membuat dirinya kesulitan untuk berkedip dan bernapas.Namun, berkali-kali Gilange coba untuk menegur pria muda itu. Karena Gilang takut jika Gerry akan dimarahi oleh guru, bagaimanapun juga Gerry tetap sahabatnya.Selesai jam kuliah, Gerry langsung menunggu Gita di pengkolan yang tidak jauh dari kampus. Hal itu dia lakukan karena takut ada yang memergoki dirinya masuk ke dalam mobil Gita, dia takut nantinya dirinya akan menjadi bahan ejekan teman-temannya.Dia takut akan disebut sebagai lelaki simpanan tante-tante, maka dari itu untuk menghindari hal itu Gerry meminta Gita untuk menjemput dirinya tidak jauh dari kampus. Bukan di depan kampus."Hay! Masuklah, Gerry!"Gita terlihat menurunkan kaca mobilnya ketika tiba di depan Gerry, pria muda itu langsung tersenyum lalu dia masuk ke dalam mobil Gita dan duduk tepat di samping wanita berusia tiga puluh lima tahu
Gendis menggelengkan kepalanya melihat tingkah dari Gerry, ada rezeki di depan mata malah seolah ingin menolak begitu saja."Lagian elu itu aneh, nyokap gue mau merubah penampilan elu jadi lebih baik. Mending elu terima aja, nggak usah banyak protes juga."Menurut Gendis, Gerry itu terlihat sangat tampan, wajahnya mirip opa-opa Korea. Hanya perlu merubah penampilannya saja, Gerry pasti terlihat luar biasa.Dia sangat setuju jika Gita mau merubah penampilan Gerry, yang terpenting jangan merubah karakter dari Gerry yang terlihat baik dan juga polos."Tapi, Jen--""Nggak usah tapi-tapian, gue tahu kalau nyokap gue itu suka sama elu. Mending elu terima aja, lumayan tahu. Selain bekerja elu juga dapat perhatian yang lebih dari nyokap gue." Gendis tertawa setelah mengatakan hal itu.Gita dan juga Gerry terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Gendis, mereka tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gendis saat ini. Terlebih lagi dengan Gita, dia tidak menyangka jika putrinya tahu ka
Rasanya sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan, Gendis sudah tahu jika dirinya menyukai Gerry. Lebih baik kita mengungkapkan perasaannya saat ini juga kepada pria muda itu."Gerry, kamu mau nggak jadi pacar Tante?" tanya Gita dengan senyum merekah di bibirnya.Rasanya Gerry ingin sekali berkata mau, tetapi dia belum mengenal Gita sama sekali. Namun, jika dia mengatakan tidak, dia takut Gita akan marah dan tidak mau mempekerjakan dirinya lagi.Mendapatkan pekerjaan yang begitu mudah dari Gita saja dia sudah merasa berterima kasih, dia sudah berencana akan membahagiakan ibunya dengan gaji yang dia dapat dari Gita kelak.Gerry terdiam seraya memikirkan jawaban terbaik yang akan dia katakan kepada Gita, tidak lama kemudian Gerry terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan."Tante, boleh nggak kasih aku waktu buat jawab pertanyaan Tante?" pinta Gerry.Gita tersenyum hangat ke arah Gerry, dia menatap wajah tampan Gerry dengan lekat. Dia menyadari jika dir
Gendis sangat tahu kalau ibunya terlihat kuat dalam kesehariannya, tetapi nyatanya ibunya itu begitu rapuh. Ibunya adalah wanita yang gampang sedih, wanita itu gampang terluka.Maka dari itu dia ingin berbicara serius kepada Gerry, jangan sampai nantinya pria itu akan melakukan hal yang salah."Duduklah, Gerry," ucap Gendis yang melihat Gerry hanya diam saja.Dia ingin segera berbicara dengan pria itu, tetapi dia merasa kesal karena Gerry tidak juga merespon ucapannya dengan cepat."Eh? Iya," jawab Gerry dengan gugup. Lalu, dia duduk di salah satu sofa yang ada di sana.Melihat Gerry yang sudah duduk di atas sofa, Gendis terlihat menyandarkan tubuhnya pada tembok ruangan tersebut.Dia tidak mau duduk satu sofa dengan Gerry, bukan karena jijik, tetapi dia menghargai jika Gerry kini adalah kekasih dari ibunya."Ada apa? Kenapa terlihat begitu serius?" tanya Gerry dengan ketar-ketir.Sungguh Gerry takut jika Gendis akan mengatakan hal yang tidak-tidak, Gendis terlihat baik saat dia berad
"Entah seperti apa wajah bapak, gue kagak tahu. Entah orang mana dan apakah sudah meninggal atau tidak, gue nggak tahu," ujar Gerry yang hanya mampu dia katakan di dalam hatinya.Seingatnya di kala usianya sepuluh tahun, ayahnya pergi untuk bekerja ke tempat yang jauh. Namun, tidak lama kemudian ibunya berkata jika ayahnya sudah meninggal di perantauan.Gerry tidak paham, jika dia bertanya kepada ibunya, mak Odah tidak pernah mau mengatakan apa pun. Dia selalu berkata jika bapaknya sudah meninggal dan Gerry tidak boleh bertanya lagi.Dia sangat takut jika Gerry banyak bertanya, maka mak Odah akan bersedih atau marah. Gerry hanya bisa menghela napas berat setiap kali dia ingin tahu tentang sosok ayahnya."Tapi kamu beneran ganteng, Gerry. Wajah kamu mirip opa Korea, bapak kamu orang Korea ya, Gerry?" tanya Gendis.Rasa-rasanya Gendis sangat tidak percaya jika Gerry asli orang Betawi, karena dilihat dari sisi mana pun Gerry sangat tampan.Dia benar-benar begitu mirip dengan aktor kesaya
Saat Gita bertanya kepada Gerry, ingin sekali Gerry pergi bersama Gita. Ingin sekali dia ikut makan malam bersama dengan Gita, kalau perlu dia sendiri yang akan menyuapi janda berusia tiga puluh lima tahun itu.Setelah setengah hari mengikuti kegiatan Gita, Gerry sangat paham jika Gita adalah seorang wanita pekerja keras. Usahanya banyak dan semuanya harus dia handle sendiri.Ternyata hidup menjadi seorang single parent itu benar-benar sangat berat, setelah melihat perjuangan mak Odah, kini dia melihat perjuangan Gita. Hatinya terenyuh.Ada rasa bangga karena melihat Gita yang selalu berpura-pura tersenyum dengan tegar, walaupun wajah lelahnya tidak dapat dia sembunyikan.Ada juga rasa iba di dalam hati Gita, ingin rasanya dia menarik Gita dengan lembut ke dalam pelukannya. Lalu, dia menyemangati wanita itu."Aku makan malam di rumah aja, Tan. Pasti emak udah masak buat Gerry," tolak halus Gerry.Ada rasa kecewa di dalam hati Gita ketika Arjuna mengatakan hal tersebut, karena jujur sa
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.