Jujur?
Tentu saja Gerry merasa jika dia tidak perlu jujur kepada ibunya masalah dia bekerja kepada Gita, karena dia takut jika nanti ibunya malah akan menduga-duga hal yang tidak-tidak. Awalnya Gerry merasa jika emaknya tidak akan curiga kepada dirinya, karena biasanya emaknya selalu mengiyakan saja ketika dirinya hendak berpamitan ke mana saja. Namun, kini dia sadar jika mak Odah terkesan lebih waspada. Mungkin karena dirinya sudah melakukan kesalahan yang fatal, solo karir di dalam kamar mandi. Alhasil, setiap apa pun yang akan Gerry lakukan, baik buruk atau tidak pasti akan selalu dipantau oleh emaknya itu. Melihat gelagat emaknya yang begitu curiga kepada Gerry, Gerry berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya. Dia bahkan terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan, dia mempersiapkan kata-kata yang pas yang akan dia katakan kepada ibunya tersebut. "Kenapa elu malah narik napas kaya gitu?'' "Anu, Mak. Nggak apa-apa, Kok." Mak Odah semakin merasa curiga kepada putranya, karena putranya itu bertingkah tidak seperti biasanya. "Elu kagak bohong kan' sama Emak?" tanya Mak Odah seraya menatap Gerry dengan tatapan menyelidik. Gerry berusaha untuk tersenyum dengan sangat manis sekali ke arah mak Odah, kemudian Gerry pun berkata. "Enggak dong, Emak. Anak Emak ini akan bekerja dan mencari cuan yang banyak, lumayan pan gaji jadi pelayan juga. Biar Gerry bisa bayar uang semesteran, Mak. Biar bisa jajanin Emak, boleh pan ya, kalau Gerry kerja?" tanya Gerry seraya memeluk mak Odah. Sebenarnya Mak Odah merasa tidak rela jika Gerry harus bekerja saat ini, karena itu artinya pekerjaan itu akan mengganggu masa kuliahnya. Mak Odah sangat takut, jika dengan bekerja Gerry malah tidak fokus dalam menyelesaikan pendidikannya. "Kalau beneran kerja boleh, Gerry. Asal jangan aneh-aneh, apalagi ngerusak anak gadis orang," pesan Mak Odah. Mak Odah sungguh takut jika Gerry akan melakukan hal yang tidak-tidak, terlebih lagi dia melihat sendiri bagaimana Gerry bermain dengan tante Lux di dalam kamar mandi. Gerry begitu lihai dalam menggerakkan pinggulnya, bahkan Gerry terlihat sudah ahli dalam melakukan hal itu. Sungguh mak Odah sangat takut. "Iya, Emak. Kagak bakalan, Gerry masih inget kalau Gerry punya Emak yang harus dibanggakan dan tidak boleh dikecewakan," jelas Gerry. Walaupun bermain dengan tante Lux di dalam kamar mandi rasanya sangat enak, tetapi dia masih punya rasa takut jika harus melakukan zinah dengan wanita yang bukan mahramnya. "Hem, awas aja kalau bohong," ancam Mak Odah. Gerry menghela napas berat mendengar apa yang dikatakan oleh mak Odah, dia sangat paham jika mak Odah kini memiliki kepercayaan yang sangat sedikit kepada dirinya. Kepercayaannya pasti sudah menipis karena apa yang sudah dia lakukan kemarin pagi, Gerry sangat paham akan hal itu. "Kagak, Mak. Mana mungkin Gerry bohong, Gerry tuh sayang banget sama Emak. Ngga bakalan Gerry mampu bohong sama Emak, cius!" ucap Gerry dengan manja. "Iya, Emak percaya. Sekarang berangkat gih, hati-hati di jalan. Awas banyak copet, walaupun Emak tahu kalau elu tuh kagak punya duit banyak." Mak Odah melerai pelukannya. Gerry nampak mengerucutkan bibirnya mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, tetapi mau marah pun tidak bisa. Karena itu memang benar adanya. "Makanya, Emak do'ain Gerry, biar Gerry dapet gaji yang gede." Gerry mencium punggung tangan kanan ibunya. Mak Odah tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, dia bahkan mengulurkan tangan kanannya untuk mengusap puncak kepala putranya tersebut. "Iya, Emak do'ain. Semoga elu bisa jadi orang yang sukses ya, Tong. Bisa bahagia dunia akhirat, aamiin," ucap Mak Odah seraya mengusap wajahnya. Walaupun dia terlahir dari keluarga sederhana, tentu saja dia berharap jika Gerry akan menjadi orang yang sukses. Maka dari itu dia rela banting tulang untuk menyekolahkan Gerry hingga bisa kuliah. "Aamiin, Gerry berangkat, ya, Mak. Assalamualaikum," pamit Gerry. "Waalaikumsalam," jawab Mak Odah. Setelah berpamitan kepada ibunya, Gerry melangkahkan kakinya menelusuri gang menuju jalan raya. Pada saat dia tiba di jalan raya, Gerry sudah bersiap untuk mencegat angkot. Namun, tanpa dia duga ada sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di hadapan Gerry. Mobil mewah yang sangat familiar di mata Gerry, karena Gerry sudah dua kali melihat mobil tersebut. Tidak lama kemudian, dia melihat kaca mobil nampak diturunkan. Seorang wanita cantik berbalut dress ketat berwarna marun melambaikan tangannya ke arah Gerry. Gerry sempat menatap wajah cantik wanita itu, bahkan tatapan matanya langsung tertuju pada paha mulus milik wanita itu. Wanita itu seakan paham dengan arah tatapan mata Gerry, dia tersenyum dengan sangat manis di bibirnya. Bahkan, tapa ragu dia mengerlingkan mata kanannya dengan nakal. "Masuk, Gerry. Sini duduk di depan sama Tante," ajak Gita. Ya, Gita sengaja datang untuk menjemput Gerry. Jangan tanya Gita dapat alamat Gerry dari mana, karena bagi orang kaya seperti Gita, mendapatkan alamat Gerry adalah hal yang sangat mudah. "Eh? Ngga usah, Tan. Gerry naik angkot aja," ucap Gerry tidak enak hati. Rasanya akan sangat merepotkan jika dia ikut masuk ke dalam mobil Gita, selain itu dia juga belum merasa kenal betul dengan wanita tersebut. "Ayolah, Gerry. Tante sendirian loh, ngga ada temennya. Masa kamu tega sih?" ujar Gita. Gita berbicara dengan sangat manja, dia tidak terlihat seperti ibu satu anak. Namun, dia terlihat seperti remaja yang baru saja mengenal pria. "Iya, deh, Tan." Gerry yang tidak enak hati langsung masuk dan duduk tepat di samping Gita. Dia simpan tas ransel kebanggaannya di sampingnya. Gita begitu senang karena Gerry akhirnya mau ikut bersama dengan dirinya, bahkan tanpa ragu Gita langsung mengusap lengan Gerry dengan lembut. "Nah gitu dong, Tante kan, jadi seneng." Kembali Gita mengusap lengan Gerry, lalu dia memasangkan sabuk pengaman untuk pria muda itu. "Kamu ganteng banget, Gerry. Sayangnya baju kamu kurang bagus, nanti setelah kamu kuliah kita ke butik Tante, ya? Tante mau kasih kamu baju," ajak Gita. "Eh? Ngga usah, Tante. Kerja aja belum, masa udah dibeliin baju aja," ucap Gerry tidak enak hati. "Ngga apa-apa, Tante yang mau, kok. Nanti Tante juga mau ngasih kamu yang lainnya," ungkap Gita. "Jangan, Tan. Akunya ngga enak," ucap Gerry. "Enakin aja, Gerry. Tante yang mau, kok." Gita mengusap-usap paha Gerry sampai ke pangkal pahanya. Gerry sampai menahan napas karena sentuhan Gita membuat tubuhnya meremang, ada rasa yang tidak biasa yang Gerry rasakan.Seperti ada aliran listrik yang mengaliri tubuhnya. "Gerry," panggil Gita. "Iya, Tante," jawab Gerry gugup. Bahkan, Gerry tidak berani menolehkan wajahnya ke arah Gita. Pria muda itu benar-benar merasa gugup saat berdekatan dengan janda berusia tiga puluh lima tahun itu. "Ehm! Ada yang tegang," ucap Gita. Mendengar apa yang Gita katakan, Gerry malah menutup matanya, Ia benar-benar merasa gugup dan juga tegang. "Abisan Tantenya gitu, akunya jadi tegang," jawab Gerry dengan jantung yang berdetak dengan cepat. "Bukan kamunya yang tegang, tapi itu." Gita menunjuk ke arah lato-lato gagang milik Gerry. Gerry langsung mengikuti ke arah mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel miliknya. "Ngga usah ditutupin Gerry, Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"Ah! Canggung sekali yang Gerry rasakan saat ini, dia bahkan tidak berani melihat wajahnya di cermin. Karena wajahnya pasti sangat merah.Gerry langsung mengikuti arah ke mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel kebanggaannya."Ngga usah ditutupin, Gerry. Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"Wajah Gerry benar-benar memerah mendengar ucapan dari Gita, ini pertama kalinya ada wanita yang begitu dekat dengan dirinya.Ini pertama kalinya ada wanita yang ucapannya begitu vulgar, tanpa saringan air sumur ataupun saringan kopi."Ehm! Bisa cepat jalan ngga, Tan? Nanti aku telat loh, pagi ini ada dosen killer, soalnya." Gerry berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena Gerry benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Gita yang mengarah pada lato-lato gagang miliknya.Gita tersenyum seraya menutup bibirnya dengan tangan kanannya, karena dia malah fokus pada mainan yang sedang trend saat ini."Oh, maaf. Nan
Selama Gerry ngampus, pria muda itu terus saja membayangkan obrolan antara dirinya dan juga Gita. Janda bohay itu benar-benar membuat dirinya kesulitan untuk berkedip dan bernapas.Namun, berkali-kali Gilange coba untuk menegur pria muda itu. Karena Gilang takut jika Gerry akan dimarahi oleh guru, bagaimanapun juga Gerry tetap sahabatnya.Selesai jam kuliah, Gerry langsung menunggu Gita di pengkolan yang tidak jauh dari kampus. Hal itu dia lakukan karena takut ada yang memergoki dirinya masuk ke dalam mobil Gita, dia takut nantinya dirinya akan menjadi bahan ejekan teman-temannya.Dia takut akan disebut sebagai lelaki simpanan tante-tante, maka dari itu untuk menghindari hal itu Gerry meminta Gita untuk menjemput dirinya tidak jauh dari kampus. Bukan di depan kampus."Hay! Masuklah, Gerry!"Gita terlihat menurunkan kaca mobilnya ketika tiba di depan Gerry, pria muda itu langsung tersenyum lalu dia masuk ke dalam mobil Gita dan duduk tepat di samping wanita berusia tiga puluh lima tahu
Gendis menggelengkan kepalanya melihat tingkah dari Gerry, ada rezeki di depan mata malah seolah ingin menolak begitu saja."Lagian elu itu aneh, nyokap gue mau merubah penampilan elu jadi lebih baik. Mending elu terima aja, nggak usah banyak protes juga."Menurut Gendis, Gerry itu terlihat sangat tampan, wajahnya mirip opa-opa Korea. Hanya perlu merubah penampilannya saja, Gerry pasti terlihat luar biasa.Dia sangat setuju jika Gita mau merubah penampilan Gerry, yang terpenting jangan merubah karakter dari Gerry yang terlihat baik dan juga polos."Tapi, Jen--""Nggak usah tapi-tapian, gue tahu kalau nyokap gue itu suka sama elu. Mending elu terima aja, lumayan tahu. Selain bekerja elu juga dapat perhatian yang lebih dari nyokap gue." Gendis tertawa setelah mengatakan hal itu.Gita dan juga Gerry terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Gendis, mereka tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gendis saat ini. Terlebih lagi dengan Gita, dia tidak menyangka jika putrinya tahu ka
Rasanya sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan, Gendis sudah tahu jika dirinya menyukai Gerry. Lebih baik kita mengungkapkan perasaannya saat ini juga kepada pria muda itu."Gerry, kamu mau nggak jadi pacar Tante?" tanya Gita dengan senyum merekah di bibirnya.Rasanya Gerry ingin sekali berkata mau, tetapi dia belum mengenal Gita sama sekali. Namun, jika dia mengatakan tidak, dia takut Gita akan marah dan tidak mau mempekerjakan dirinya lagi.Mendapatkan pekerjaan yang begitu mudah dari Gita saja dia sudah merasa berterima kasih, dia sudah berencana akan membahagiakan ibunya dengan gaji yang dia dapat dari Gita kelak.Gerry terdiam seraya memikirkan jawaban terbaik yang akan dia katakan kepada Gita, tidak lama kemudian Gerry terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan."Tante, boleh nggak kasih aku waktu buat jawab pertanyaan Tante?" pinta Gerry.Gita tersenyum hangat ke arah Gerry, dia menatap wajah tampan Gerry dengan lekat. Dia menyadari jika dir
Gendis sangat tahu kalau ibunya terlihat kuat dalam kesehariannya, tetapi nyatanya ibunya itu begitu rapuh. Ibunya adalah wanita yang gampang sedih, wanita itu gampang terluka.Maka dari itu dia ingin berbicara serius kepada Gerry, jangan sampai nantinya pria itu akan melakukan hal yang salah."Duduklah, Gerry," ucap Gendis yang melihat Gerry hanya diam saja.Dia ingin segera berbicara dengan pria itu, tetapi dia merasa kesal karena Gerry tidak juga merespon ucapannya dengan cepat."Eh? Iya," jawab Gerry dengan gugup. Lalu, dia duduk di salah satu sofa yang ada di sana.Melihat Gerry yang sudah duduk di atas sofa, Gendis terlihat menyandarkan tubuhnya pada tembok ruangan tersebut.Dia tidak mau duduk satu sofa dengan Gerry, bukan karena jijik, tetapi dia menghargai jika Gerry kini adalah kekasih dari ibunya."Ada apa? Kenapa terlihat begitu serius?" tanya Gerry dengan ketar-ketir.Sungguh Gerry takut jika Gendis akan mengatakan hal yang tidak-tidak, Gendis terlihat baik saat dia berad
"Entah seperti apa wajah bapak, gue kagak tahu. Entah orang mana dan apakah sudah meninggal atau tidak, gue nggak tahu," ujar Gerry yang hanya mampu dia katakan di dalam hatinya.Seingatnya di kala usianya sepuluh tahun, ayahnya pergi untuk bekerja ke tempat yang jauh. Namun, tidak lama kemudian ibunya berkata jika ayahnya sudah meninggal di perantauan.Gerry tidak paham, jika dia bertanya kepada ibunya, mak Odah tidak pernah mau mengatakan apa pun. Dia selalu berkata jika bapaknya sudah meninggal dan Gerry tidak boleh bertanya lagi.Dia sangat takut jika Gerry banyak bertanya, maka mak Odah akan bersedih atau marah. Gerry hanya bisa menghela napas berat setiap kali dia ingin tahu tentang sosok ayahnya."Tapi kamu beneran ganteng, Gerry. Wajah kamu mirip opa Korea, bapak kamu orang Korea ya, Gerry?" tanya Gendis.Rasa-rasanya Gendis sangat tidak percaya jika Gerry asli orang Betawi, karena dilihat dari sisi mana pun Gerry sangat tampan.Dia benar-benar begitu mirip dengan aktor kesaya
Saat Gita bertanya kepada Gerry, ingin sekali Gerry pergi bersama Gita. Ingin sekali dia ikut makan malam bersama dengan Gita, kalau perlu dia sendiri yang akan menyuapi janda berusia tiga puluh lima tahun itu.Setelah setengah hari mengikuti kegiatan Gita, Gerry sangat paham jika Gita adalah seorang wanita pekerja keras. Usahanya banyak dan semuanya harus dia handle sendiri.Ternyata hidup menjadi seorang single parent itu benar-benar sangat berat, setelah melihat perjuangan mak Odah, kini dia melihat perjuangan Gita. Hatinya terenyuh.Ada rasa bangga karena melihat Gita yang selalu berpura-pura tersenyum dengan tegar, walaupun wajah lelahnya tidak dapat dia sembunyikan.Ada juga rasa iba di dalam hati Gita, ingin rasanya dia menarik Gita dengan lembut ke dalam pelukannya. Lalu, dia menyemangati wanita itu."Aku makan malam di rumah aja, Tan. Pasti emak udah masak buat Gerry," tolak halus Gerry.Ada rasa kecewa di dalam hati Gita ketika Arjuna mengatakan hal tersebut, karena jujur sa
Mak Odah merasa begitu heran dengan tingkah Gerry, biasanya Gerry akan masuk dengan mengucapkan salam yang begitu lantang.Namun, kali ini Gerry malah masuk begitu saja ke dalam rumah. Gerry juga nampak gelisah, sesekali dia melihat Gerry menggigit bibir bawahnya."Elu ngapa sih, Gery? ngelihat Emak udah kayak orang ngelihat setan aja?" tanya Mak Odah dengan raut wajah bingungGerry langsung terlonjak kaget dengan pertanyaan dari ibunya, dia yang begitu asik menenangkan hatinya, bahkan tidak menyadari kapan Mak Odah datang dan menghampirinya."Gerry!" tegur Mak Odah lagi.Gerry menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, dia sedang berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dari ibunya agar tidak dicurigai.Dia menghela napas panjang lalu mengeluarkannya dengan perlahan, hal itu dia lakukan secara berulang-ulang.Gery berusaha untuk tersenyum dengan sangat manis kepada ibunya, lalu dia memeluk ibunya dengan begitu erat dan mengecup pipi Mak Odah dengan penuh kasih.Anggaplah saat ini G