Tidak percaya, itulah yang Gerry Sadewa rasakan saat ini. Rasanya terlalu banyak kejutan di hari ini. Terlalu banyak hal yang tidak terduga dan membuat kepalanya pening.
Mendengar gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mom, rasanya dia tidak percaya jika Gita sudah memiliki anak seumuran dengan dirinya. Karena dilihat dari sisi mana pun Gita belum begitu tua, dia masih terlihat sangat muda. Jika bersanding dengan wanita di sampingnya, Gita dan wanita itu terlihat seperti adik kakak. Atau mungkin gadis itu adalah anak adopsi, pikir Gerry. "Ada apa Gerry? Kenapa melihat kami seperti itu?" tanya Gita. Gita tersenyum ketika melihat Gerry memandang dirinya dan juga Gendis secara bergantian, apalagi ketika melihat wajah Gerry yang keheranan saat menatap dirinya, sungguh dia merasa lucu. "Anu, Tante. Saya---" Gerry malah kembali terdiam, pria muda itu nampak bingung harus berkata apa. Melihat Gerry yang hanya diam saja, Gita terlihat menggelengkan kepalanya. Lalu, dia pun menegur pria muda di hadapannya itu. "Loh, kok malah bengong? Anu apa Gerry?" tanya Gerry. Gerry tersenyum kecut seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung harus berbicara seperti apa kepada Gita. Gita memang terlihat masih cantik dan juga sangat seksi, tetapi tetap saja Gita lebih tua dari dirinya. Gerry tetap kesusahan harus memulainya seperti apa dan bagaimana. "Saya nggak percaya kalau--" Gerry tidak meneruskan ucapannya, dia malah memandang gadis muda yang berada di samping Gita dengan intens. Gerry memperhatikan wajah gadis yang berada tepat di samping Gita itu, jika dilihat-lihat wajahnya memang begitu mirip dengan Gita versi muda. Melihat arah tatapan Gerry, Gita seakan paham kenapa Gerry bersikap seperti orang linglung. Gita tersenyum, kemudian dia berkata. "Perkenalkan, Gerry. Ini anak Tante, namanya Gendis." Gita terlihat mengulurkan tangannya untuk menarik lembut lengan Gendis, lalu dia juga menarik lembut lengan Gerry. Gerry dan juga Gendis sama-sama tersenyum kikuk, kemudian mereka pun bersalaman seraya menyebutkan nama mereka. "Hai, gue, Gerry. Anak fakultas manajemen bisnis," ucap Gerry memperkenalkan diri. Mendengar Gerry yang memperkenalkan dirinya, Gendis nampak tersenyum dengan manis. Kemudian, gadis manis itu pun berkata. "Gue Gendis, anak fakultas sastra." Gendis melepaskan tangannya dari Gerry, kemudian dia menolehkan wajahnya ke arah Gita. Dia merasa canggung diperkenalkan seperti itu oleh ibunya, berbeda dengan Gerry yang terlihat begitu senang karena ini adalah pertama kalinya dia berkenalan dengan seorang perempuan. Selama 2 tahun dia berada di kampus itu, belum pernah sekalipun Gerry berani berkenalan dengan seorang wanita. Walaupun ada beberapa wanita yang mendekatinya dan berusaha untuk berkenalan dengan dirinya, Gerry tidak pernah berani. Karena dia sangat takut jika dia akan kecewa dan mengecewakan wanita yang dekat dengan dirinya. "Senang bisa kenalan sama elu," ucap Gerry. "Iya, gue juga. Sorry gue tinggal, udah ada yang nunggu soalnya," pamit Gendis. "Iya," jawab Gerry. Setelah mengatakan hal itu, Gendis terlihat mengecup pipi ibunya itu dan segera pergi dari sana. Gadis itu seolah tidak sabar ingin bertemu dengan seseorang. "By, Mom. Jangan lupa nanti jemput ya?" seru Gendis seraya melambaikan tangannya. "Yes, Honey!" balas Gita seraya memberikan sun jauh untuk putrinya Setelah kepergian putrinya Gendis kembali menolehkan wajahnya ke arah Gerry, wanita itu tersenyum lalu berkata. "Tadi kamu mau ngomong apa? Kenapa kaya orang aneh gitu?" tanya Gita. Gerry tersenyum seraya menatap wajah cantik Gita, bahkan wajah Gita terlihat lebih cantik dari Gendis, menurutnya. Atau mungkin karena Gerry yang malah memang lebih menyukai wanita dewasa, pikirnya. "Memang sangat aneh, Tante itu cantik dan juga seksi. Tapi anaknya kok udah gede aja, ya?" ujar Gerry. Gita langsung tertawa mendengar pertanyaan dari Gerry, sudah banyak orang yang berkata seperti itu. Gita masih sangat muda tapi putrinya sudah hampir dewasa. Gita dan Gendis terlihat seperti kakak adik, bukan seperti ibu dan anak. Namun, pada kenyataannya Gendis memanglah putri semata wayang dari Gita. Gendis adalah putri kandungnya. "Kamu mau tahu jawabannya?" tanya Gita. Tentu saja Gerry sangat ingin tahu karena dia benar-benar penasaran dengan sosok wanita yang kini berada di hadapannya, bertemu dengan Gita membuat dirinya begitu penasaran. "Ya, Tante." Gerry mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap wajah Gita dengan lekat. Gita kembali tersenyum seraya mengelus lembut lengan Gerry, Gita begitu menyukai pria muda yang kini berada di hadapannya. Tidak jaim dan tidak merasa malu walaupun dalam keadaan sederhana. "Kalau mau tahu jawabannya, mulai besok kamu bekerjalah dengan Tante. Tante jamin kamu akan tahu semuanya, semua yang Tante tutupi akan kamu ketahui," ucap Gita seraya tersenyum nakal. Mendengar kata semua yang tertutup akan Gerry ketahui, pikiran Gerry mulai bertraveling. Dia bahkan berpikir jika dirinya akan bisa melihat kemolekan tubuh Gita di balik baju seksi yang dia pakai, sungguh otak Gerry mulai merasa tidak waras. "Aih! Bibir Tante seksi bener, iya dah. Gerry mau kerja sama Tante, untuk urusan gaji gimana, Tan? Soalnya Gerry cuma bisa kerja paruh waktu,'' ucap Gerry seraya tersenyum hangat. Gerry berpikir lebih baik dirinya bekerja saja, selain bisa menghindari kecanggungan antara dirinya dan juga ibunya, Gerry juga bisa mendapatkan penghasilan jika dia bekerja. "Santai aja, Gerry . Semakin kamu nurut sama Tante, kamu akan semakin banyak mendapatkan uang dari Tante," jelas Gita. Senyum di bibir Gerry semakin mengembang, jika dia memiliki uang yang banyak pasti ibunya akan sangat senang. Selain itu, Gerry juga pasti bisa segera mendapatkan kekasih. Karena jika dia memiliki uang, maka dia akan percaya diri dalam mendekati wanita. "Oh, oke Tante. Besok Gerry tunggu di sini aja deh Tan, nggak usah di Kafe melati." Gerry tersenyum senang. Gita langsung melebarkan senyumnya mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, karena dengan seperti itu dia bisa sekalian menjemput Gendis, pikirnya. "Okeh, sekalian kamu nggak usah bawa motor. Biar gampang," ucap Gita. Gerry langsung mengangguk-anggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar, karena dengan seperti itu dia tidak perlu membeli bensin lagi. Selain itu Gerry juga bisa merasakan yang namanya naik mobil mewah, karena menurutnya tidak mungkin jika Gita mengajak dirinya untuk berjalan kaki. "Sip, Tan!" jawab Gerry seraya mengangkat kedua jempolnya ke udara. Setelah terjadi obrolan cukup lama antara Gerry dan juga Gita, akhirnya Gerry memutuskan untuk masuk ke dalam kelasnya saja. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08:43. "Ger, sorry tadi gue--" "Nggak apa-apa, gue udah biasa elu cuekin kalau elu sama pacar mau naik-naik ke puncak gunung," pungkas Gerry. Sebenarnya dia masih merasa kesal terhadap Gilang, apalagi ketika melihat rambut Gilang yang masih setengah basah. Sudah dapat dipastikan jika Gilang, belum lama selesai bergulat dengan pacarnya. Lalu dia mandi dengan tergesa karena takut telat masuk. "Yaelah, Ger. Jangan marahlah, elu pan tau kalau gue jarang ketemu sama cewek gue. Dia sibuk kerja, kalau dia off kaya kemaren, itu artinya waktu gue buat puasin si entong." Gilang tertawa setelah mengatakan hal itu. Gerry benar-benar kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Gilang, karena menurutnya itu adalah hal yang tidak pantas untuk dibahas saat berada di lingkungan tempat mereka menimba ilmu. "Dasar Vangke!" rutuk Gerry seraya memukul Gilang dengan tas ranselnya.Gerry merasa jika dia memiliki teman yang tidak ada akhlak, tetapi herannya hanya dia yang selalu mengerti dirinya. Memahami dirinya dan selalu mau menemani dirinya.Di saat jam kuliah dimulai, Gerry benar-benar tidak bisa fokus dalam belajar. Apalagi ketika melihat Gilang yang terus saja tersenyum seraya memandangi dosen cantik yang sedang memberikan penjelasan, ibu Gumilang namanya.Wanita asal Palembang dengan bodi yang aduhai, bamper depannya terlihat biasa saja. Namun, bamper belakangnya terlihat sangat aduhai.Sesekali Gilang akan mengusap-usap paha dalamnya, tetapi matanya begitu fokus saat melihat ibu Gumilang. Bibirnya terlihat menganga, pikiran pria itunya sepertinya sedang ber-travelling entah ke mana.Rasanya dia benar-benar iri dengan hidup Gilang yang selalu terlihat indah di dalam setiap harinya, tidak seperti dirinya yang dirasa begitu suram."Ck! Seharusnya gue itu banyak-banyak bersyukur, karena masih ada emak gue yang baik hati, mau kerja keras dan sayangin gue," uc
Jujur?Tentu saja Gerry merasa jika dia tidak perlu jujur kepada ibunya masalah dia bekerja kepada Gita, karena dia takut jika nanti ibunya malah akan menduga-duga hal yang tidak-tidak.Awalnya Gerry merasa jika emaknya tidak akan curiga kepada dirinya, karena biasanya emaknya selalu mengiyakan saja ketika dirinya hendak berpamitan ke mana saja.Namun, kini dia sadar jika mak Odah terkesan lebih waspada. Mungkin karena dirinya sudah melakukan kesalahan yang fatal, solo karir di dalam kamar mandi.Alhasil, setiap apa pun yang akan Gerry lakukan, baik buruk atau tidak pasti akan selalu dipantau oleh emaknya itu.Melihat gelagat emaknya yang begitu curiga kepada Gerry, Gerry berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.Dia bahkan terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan, dia mempersiapkan kata-kata yang pas yang akan dia katakan kepada ibunya tersebut."Kenapa elu malah narik napas kaya gitu?''"Anu, Mak. Nggak apa-apa, Kok."Mak Odah semakin merasa cur
Ah! Canggung sekali yang Gerry rasakan saat ini, dia bahkan tidak berani melihat wajahnya di cermin. Karena wajahnya pasti sangat merah.Gerry langsung mengikuti arah ke mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel kebanggaannya."Ngga usah ditutupin, Gerry. Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"Wajah Gerry benar-benar memerah mendengar ucapan dari Gita, ini pertama kalinya ada wanita yang begitu dekat dengan dirinya.Ini pertama kalinya ada wanita yang ucapannya begitu vulgar, tanpa saringan air sumur ataupun saringan kopi."Ehm! Bisa cepat jalan ngga, Tan? Nanti aku telat loh, pagi ini ada dosen killer, soalnya." Gerry berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena Gerry benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Gita yang mengarah pada lato-lato gagang miliknya.Gita tersenyum seraya menutup bibirnya dengan tangan kanannya, karena dia malah fokus pada mainan yang sedang trend saat ini."Oh, maaf. Nan
Selama Gerry ngampus, pria muda itu terus saja membayangkan obrolan antara dirinya dan juga Gita. Janda bohay itu benar-benar membuat dirinya kesulitan untuk berkedip dan bernapas.Namun, berkali-kali Gilange coba untuk menegur pria muda itu. Karena Gilang takut jika Gerry akan dimarahi oleh guru, bagaimanapun juga Gerry tetap sahabatnya.Selesai jam kuliah, Gerry langsung menunggu Gita di pengkolan yang tidak jauh dari kampus. Hal itu dia lakukan karena takut ada yang memergoki dirinya masuk ke dalam mobil Gita, dia takut nantinya dirinya akan menjadi bahan ejekan teman-temannya.Dia takut akan disebut sebagai lelaki simpanan tante-tante, maka dari itu untuk menghindari hal itu Gerry meminta Gita untuk menjemput dirinya tidak jauh dari kampus. Bukan di depan kampus."Hay! Masuklah, Gerry!"Gita terlihat menurunkan kaca mobilnya ketika tiba di depan Gerry, pria muda itu langsung tersenyum lalu dia masuk ke dalam mobil Gita dan duduk tepat di samping wanita berusia tiga puluh lima tahu
Gendis menggelengkan kepalanya melihat tingkah dari Gerry, ada rezeki di depan mata malah seolah ingin menolak begitu saja."Lagian elu itu aneh, nyokap gue mau merubah penampilan elu jadi lebih baik. Mending elu terima aja, nggak usah banyak protes juga."Menurut Gendis, Gerry itu terlihat sangat tampan, wajahnya mirip opa-opa Korea. Hanya perlu merubah penampilannya saja, Gerry pasti terlihat luar biasa.Dia sangat setuju jika Gita mau merubah penampilan Gerry, yang terpenting jangan merubah karakter dari Gerry yang terlihat baik dan juga polos."Tapi, Jen--""Nggak usah tapi-tapian, gue tahu kalau nyokap gue itu suka sama elu. Mending elu terima aja, lumayan tahu. Selain bekerja elu juga dapat perhatian yang lebih dari nyokap gue." Gendis tertawa setelah mengatakan hal itu.Gita dan juga Gerry terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Gendis, mereka tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gendis saat ini. Terlebih lagi dengan Gita, dia tidak menyangka jika putrinya tahu ka
Rasanya sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan, Gendis sudah tahu jika dirinya menyukai Gerry. Lebih baik kita mengungkapkan perasaannya saat ini juga kepada pria muda itu."Gerry, kamu mau nggak jadi pacar Tante?" tanya Gita dengan senyum merekah di bibirnya.Rasanya Gerry ingin sekali berkata mau, tetapi dia belum mengenal Gita sama sekali. Namun, jika dia mengatakan tidak, dia takut Gita akan marah dan tidak mau mempekerjakan dirinya lagi.Mendapatkan pekerjaan yang begitu mudah dari Gita saja dia sudah merasa berterima kasih, dia sudah berencana akan membahagiakan ibunya dengan gaji yang dia dapat dari Gita kelak.Gerry terdiam seraya memikirkan jawaban terbaik yang akan dia katakan kepada Gita, tidak lama kemudian Gerry terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan."Tante, boleh nggak kasih aku waktu buat jawab pertanyaan Tante?" pinta Gerry.Gita tersenyum hangat ke arah Gerry, dia menatap wajah tampan Gerry dengan lekat. Dia menyadari jika dir
Gendis sangat tahu kalau ibunya terlihat kuat dalam kesehariannya, tetapi nyatanya ibunya itu begitu rapuh. Ibunya adalah wanita yang gampang sedih, wanita itu gampang terluka.Maka dari itu dia ingin berbicara serius kepada Gerry, jangan sampai nantinya pria itu akan melakukan hal yang salah."Duduklah, Gerry," ucap Gendis yang melihat Gerry hanya diam saja.Dia ingin segera berbicara dengan pria itu, tetapi dia merasa kesal karena Gerry tidak juga merespon ucapannya dengan cepat."Eh? Iya," jawab Gerry dengan gugup. Lalu, dia duduk di salah satu sofa yang ada di sana.Melihat Gerry yang sudah duduk di atas sofa, Gendis terlihat menyandarkan tubuhnya pada tembok ruangan tersebut.Dia tidak mau duduk satu sofa dengan Gerry, bukan karena jijik, tetapi dia menghargai jika Gerry kini adalah kekasih dari ibunya."Ada apa? Kenapa terlihat begitu serius?" tanya Gerry dengan ketar-ketir.Sungguh Gerry takut jika Gendis akan mengatakan hal yang tidak-tidak, Gendis terlihat baik saat dia berad
"Entah seperti apa wajah bapak, gue kagak tahu. Entah orang mana dan apakah sudah meninggal atau tidak, gue nggak tahu," ujar Gerry yang hanya mampu dia katakan di dalam hatinya.Seingatnya di kala usianya sepuluh tahun, ayahnya pergi untuk bekerja ke tempat yang jauh. Namun, tidak lama kemudian ibunya berkata jika ayahnya sudah meninggal di perantauan.Gerry tidak paham, jika dia bertanya kepada ibunya, mak Odah tidak pernah mau mengatakan apa pun. Dia selalu berkata jika bapaknya sudah meninggal dan Gerry tidak boleh bertanya lagi.Dia sangat takut jika Gerry banyak bertanya, maka mak Odah akan bersedih atau marah. Gerry hanya bisa menghela napas berat setiap kali dia ingin tahu tentang sosok ayahnya."Tapi kamu beneran ganteng, Gerry. Wajah kamu mirip opa Korea, bapak kamu orang Korea ya, Gerry?" tanya Gendis.Rasa-rasanya Gendis sangat tidak percaya jika Gerry asli orang Betawi, karena dilihat dari sisi mana pun Gerry sangat tampan.Dia benar-benar begitu mirip dengan aktor kesaya
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.