Gerry langsung menutup mulutnya mendapat pertanyaan dari nenek tua itu, dia kini bingung harus berkata apa.
Hari ini perasaan Gerry Sadewa sedang tidak baik-baik saja, dia benar-benar merasa sial dengan apa yang dia lalui hari ini.Berkali-kali dia mendapatkan kesialan, kini bahkan dia harus dimaki oleh seorang wanita tua yang tidak dia kenal.Sebenarnya ingin sekali Gerry menyahuti ucapan dari perempuan tua itu, sayangnya dia masih menghargai yang namanya wanita. Terlebih lagi ibunya juga adalah seorang single parent.Wanita yang berjuang sendiri untuk kesejahteraan hidupnya dan juga dirinya, dia tidak mau menyakiti wanita. Akhirnya Gerry memilih untuk meminta maaf."Maaf ya, Bu. Saya sudah salah, permisi," ucap Gerry pada akhirnya.Gerry dengan cepat membeli air mineral satu botol dan segera pergi dari sana, dia memutuskan untuk pergi ke taman yang lokasinya tidak jauh dari kampus."Ya Tuhan, ngga semangat banget gue pagi ini. Malu banget dah kalau ingat tadi pagi, semoga aja kalau gue pulang nanti nyokap udah baik-baik aja. Udah nggak ngungkit masalah tadi pagi," ucap Gerry dengan lemas.Setelah mengatakan hal itu Gerry nampak duduk di salah satu bangku panjang yang berada di taman, dia menyimpan roti, tas ransel dan air mineral di sisi bangku yang masih kosong."Sarapan pagi ini pake roti, udah kaya orang Belanda gue. Biasanya emak siapin nasi dikasih bakwan terus pake bumbu kacang, hah! Emak masih tidur apa udah sarapan ya?" tanya Gerry dengan khawatir.Tidak lama kemudian, Gerry memakan roti yang dia bawa dari rumah. Mulutnya memang mengunyah roti tersebut, tapi pandangannya terlihat menerawang jauh entah ke mana.Entah apa yang dipikirkan oleh pria itu, tapi wajahnya terlihat tidak baik-baik saja. Lima belas menit kemudian, dia terlihat meraba-raba bangku kosong di sampingnya.Dia seolah sedang mencari sesuatu, tetapi tidak ada apa pun. Lalu, Gerry menunduk dan memperhatikan bangku kosong di sampingnya."Astoge! Gue udah ngabisin semua rotinya, kok gue nggak sadar ya? Tahu-tahu tinggal plastiknya aja," ucap Gerry seraya memunguti cangkang roti dan memasukkannya ke dalam tong sampah.Padahal Gerry sudah pergi ke Mart dan sudah cukup lama berdiam diri di taman, tetapi waktu baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi.Rasanya menunggu waktu menunjukkan pukul sembilan itu sangat lama, dia merasa jika pagi ini berjalan dengan sangat lambat sekali."Harus ngapain dulu coba, mau ngobrol juga nggak ada temennya. Mau pergi ke kampus males, pasti si Gilang juga belum datang. Haish! Enak bener hidupnya," gerutu Gerry.Karena tidak mau berlama-lama di taman seperti orang hilang, akhirnya Gerry memutuskan untuk pergi ke kampus saja.Tidak apa dia pergi sekarang, walaupun di kampus memang masih terlihat sepi. Lebih baik dia nongkrong di pos satpam dari pada melamun sendirian di taman, pikirnya.Brugh!"Aduh!"Gerry yang sedang melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kampus terlihat tidak begitu memperhatikan jalanan, sehingga dia kembali menabrak seorang wanita yang baru saja ingin keluar dari dalam kampus.Wanita itu nampak terjatuh dengan bokongnya yang mendarat dengan sempurna di atas keramik, sontak Gerry langsung membantu wanita itu untuk bangun."Ayo saya bantu, maaf sa---"Gerry tidak meneruskan ucapannya, karena dia melihat Gita. Wanita yang tadi pagi dia tabrak di depan Mart.Gita tersenyum dengan sangat lebar, dia langsung mengelus lembut lengan Gerry dan menautkan tangannya ke tangan pria muda itu.Gerry sampai kaget dibuatnya, karena pagi ini mereka baru bertemu dua kali. Namun, Gita terlihat begitu berani dengan apa yang dia lakukan terhadap dirinya."Sepertinya kita jodoh ya, dua kali bertemu dan dua kali juga kamu nabrak saya." Gita terlihat mengerlingkan matanya dengan nakal ke arah Gerry.Gerry langsung mengerjap-ngerjapkan matanya, dia bingung dengan apa yang dilakukan oleh Gita. Haruskah dia senang atau haruskah dia sedih, pikirnya."Hey! Kok malah diam aja, Kenapa? Kamu terpesona ya, dengan kecantikan Tante?" tanya Gita dengan suaranya yang terdengar begitu seksi di telinga Gerry.Gerry benar-benar dibuat salah tingkah oleh Gita, dia tidak tahu harus berkata apa. Gerry malah menatap wajah Gita tanpa berani mengeluarkan suaranya."Aih! Kenapa diam saja? Jangan membuat Tante Khawatir, kamu ngga amnesia kan, karena tabrakan sama Tante?" tanya Gita.Gerry mengusap-usap lehernya yang tiba-tiba saja terasa dingin, padahal wanita yang berada di hadapannya adalah wanita yang begitu cantik dan juga seksi.Namun, entah mengapa Gerry merasa jika sekujur tubuhnya kini terasa merinding. Bahkan, bulu kuduknya seakan berdiri semua seakan dia sedang berhadapan dengan kuntilanak."Eh? Anu, Tante. Gimana ya?" tanya Gerry dengan bingung, karena kini Gita sedang meremat tangannya.Hal itu membuat Gerry susah untuk bernapas, karena ini kali pertamanya dia begitu dekat dengan perempuan dan mendapatkan perlakuan nakal seperti itu dari Gita."Ma--maaf, Tante. Tangan saya bukan baju yang baru digilas, nggak usah diperes juga." Gerry berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Gita.Gita terkekeh mendengar penuturan dari Gerry, dia terlihat menyelipkan anak rambutnya yang terlihat berantakan pada cuping telinganya."Oh, maaf. Aku kira bukan tangan, soalnya halus banget. Padahal kamu cowok, tapi tangan kamu halus. Kaya yang nggak pernah kerja gitu," ucap Gita.Gerry tersenyum kecut, tentu saja dia tidak pernah bekerja. Karena dirinya kini masih menimba ilmu di universitas ternama di ibu kota, dia hanya sesekali membantu ibunya di warung."Saya memang belum bekerja, Tante. Belum ada lowongan pekerjaan, belum lulus kuliah juga," jawab Gerry.Gita melebarkan senyumnya mendengar jawaban dari Gerry, rasa-rasanya ini adalah kesempatan Gita untuk mendekati berondong manis yang membuat hatinya berbunga."Oh, kalau kerja sama Tante aja gimana? Mau nggak?" tanya Gita.Tidak mungkin bukan jika Gita meminta Gerry untuk menjadi kekasihnya saat ini juga, Gita perlu melancarkan aksinya untuk mendekati Gerry terlebih dahulu."Kerja apa, Tante?" tanya Gerry dengan raut wajah berbinar.Sepertinya bekerja adalah hal yang baik, karena dengan seperti itu dia akan berpenghasilan dan bisa memberikan uang kepada ibunya."Jadi bodyguardnya Tante mau?" tanya Gerry.Dahi Gerry nampak mengernyit dalam mendengar pertanyaan dari Gita, rasanya pekerjaan seperti itu bukanlah bidang yang tepat untuk dirinya."Tapi, Tante. Saya tidak bisa berantem," jawab Gerry."Ngga apa-apa, lebih tepatnya kamu kerja untuk menjadi asisten pribadi aku aja. Ke mana pun aku pergi kamu harus ikut," jelas Gita."Maksud Tante bagaimana? Saya tidak paham," ungkap Gerry."Tante ini usahanya banyak, ada Resto, ada butik dan beberapa Kafe. Dari pada kamu jadi pelayan, mending kamu jadi asisten pribadi Tante aja. Nanti Tante kasih gaji gede, mau?" tanya Gita.Jika Gita menawari Gerry untuk bekerja sebagai asisten pribadinya, maka akan banyak kesempatan untuk Gita berdekatan dengan Gerry."Boleh mikir-mikir dulu nggak, Tan?" tanya Gerry."Satu hari, kalau kamu mau besok datang saja ke Kafe melati," jelas Gita."Oke, Tan. Ta---"Gerry tidak meneruskan ucapannya, karena dia melihat ada seorang gadis yang terlihat berlari lalu memeluk Gita dengan sangat erat."Thanks, Mom. Berkat Mom urusan sama pak Gun sudah selesai," ucapnya seraya mengecup pipi Gita.Gerry langsung melongo mendengar apa yang dikatakan oleh gadis itu, karena gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mommy. Sedangkan Gita terlihat masih sangat muda.Mendengar gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mom, rasanya dia tidak percaya jika Gita sudah memiliki anak seumuran dengan dirinya. Karena dilihat dari sisi mana pun Gita belum begitu tua, dia masih terlihat sangat muda."Ada apa Gerry? Kenapa melihat kami seperti itu?" tanya Gita."Anu, Tante. Saya---"Tidak percaya, itulah yang Gerry Sadewa rasakan saat ini. Rasanya terlalu banyak kejutan di hari ini. Terlalu banyak hal yang tidak terduga dan membuat kepalanya pening.Mendengar gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mom, rasanya dia tidak percaya jika Gita sudah memiliki anak seumuran dengan dirinya. Karena dilihat dari sisi mana pun Gita belum begitu tua, dia masih terlihat sangat muda.Jika bersanding dengan wanita di sampingnya, Gita dan wanita itu terlihat seperti adik kakak. Atau mungkin gadis itu adalah anak adopsi, pikir Gerry."Ada apa Gerry? Kenapa melihat kami seperti itu?" tanya Gita.Gita tersenyum ketika melihat Gerry memandang dirinya dan juga Gendis secara bergantian, apalagi ketika melihat wajah Gerry yang keheranan saat menatap dirinya, sungguh dia merasa lucu."Anu, Tante. Saya---"Gerry malah kembali terdiam, pria muda itu nampak bingung harus berkata apa. Melihat Gerry yang hanya diam saja, Gita terlihat menggelengkan kepalanya. Lalu, dia pun menegur pria muda
Gerry merasa jika dia memiliki teman yang tidak ada akhlak, tetapi herannya hanya dia yang selalu mengerti dirinya. Memahami dirinya dan selalu mau menemani dirinya.Di saat jam kuliah dimulai, Gerry benar-benar tidak bisa fokus dalam belajar. Apalagi ketika melihat Gilang yang terus saja tersenyum seraya memandangi dosen cantik yang sedang memberikan penjelasan, ibu Gumilang namanya.Wanita asal Palembang dengan bodi yang aduhai, bamper depannya terlihat biasa saja. Namun, bamper belakangnya terlihat sangat aduhai.Sesekali Gilang akan mengusap-usap paha dalamnya, tetapi matanya begitu fokus saat melihat ibu Gumilang. Bibirnya terlihat menganga, pikiran pria itunya sepertinya sedang ber-travelling entah ke mana.Rasanya dia benar-benar iri dengan hidup Gilang yang selalu terlihat indah di dalam setiap harinya, tidak seperti dirinya yang dirasa begitu suram."Ck! Seharusnya gue itu banyak-banyak bersyukur, karena masih ada emak gue yang baik hati, mau kerja keras dan sayangin gue," uc
Jujur?Tentu saja Gerry merasa jika dia tidak perlu jujur kepada ibunya masalah dia bekerja kepada Gita, karena dia takut jika nanti ibunya malah akan menduga-duga hal yang tidak-tidak.Awalnya Gerry merasa jika emaknya tidak akan curiga kepada dirinya, karena biasanya emaknya selalu mengiyakan saja ketika dirinya hendak berpamitan ke mana saja.Namun, kini dia sadar jika mak Odah terkesan lebih waspada. Mungkin karena dirinya sudah melakukan kesalahan yang fatal, solo karir di dalam kamar mandi.Alhasil, setiap apa pun yang akan Gerry lakukan, baik buruk atau tidak pasti akan selalu dipantau oleh emaknya itu.Melihat gelagat emaknya yang begitu curiga kepada Gerry, Gerry berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.Dia bahkan terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan, dia mempersiapkan kata-kata yang pas yang akan dia katakan kepada ibunya tersebut."Kenapa elu malah narik napas kaya gitu?''"Anu, Mak. Nggak apa-apa, Kok."Mak Odah semakin merasa cur
Ah! Canggung sekali yang Gerry rasakan saat ini, dia bahkan tidak berani melihat wajahnya di cermin. Karena wajahnya pasti sangat merah.Gerry langsung mengikuti arah ke mana Gita menunjuk, Gerry terlihat begitu malu. Dia bahkan langsung menutup miliknya dengan tas ransel kebanggaannya."Ngga usah ditutupin, Gerry. Tante suka lihatnya. Sepertinya punya kamu sangat---"Wajah Gerry benar-benar memerah mendengar ucapan dari Gita, ini pertama kalinya ada wanita yang begitu dekat dengan dirinya.Ini pertama kalinya ada wanita yang ucapannya begitu vulgar, tanpa saringan air sumur ataupun saringan kopi."Ehm! Bisa cepat jalan ngga, Tan? Nanti aku telat loh, pagi ini ada dosen killer, soalnya." Gerry berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena Gerry benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Gita yang mengarah pada lato-lato gagang miliknya.Gita tersenyum seraya menutup bibirnya dengan tangan kanannya, karena dia malah fokus pada mainan yang sedang trend saat ini."Oh, maaf. Nan
Selama Gerry ngampus, pria muda itu terus saja membayangkan obrolan antara dirinya dan juga Gita. Janda bohay itu benar-benar membuat dirinya kesulitan untuk berkedip dan bernapas.Namun, berkali-kali Gilange coba untuk menegur pria muda itu. Karena Gilang takut jika Gerry akan dimarahi oleh guru, bagaimanapun juga Gerry tetap sahabatnya.Selesai jam kuliah, Gerry langsung menunggu Gita di pengkolan yang tidak jauh dari kampus. Hal itu dia lakukan karena takut ada yang memergoki dirinya masuk ke dalam mobil Gita, dia takut nantinya dirinya akan menjadi bahan ejekan teman-temannya.Dia takut akan disebut sebagai lelaki simpanan tante-tante, maka dari itu untuk menghindari hal itu Gerry meminta Gita untuk menjemput dirinya tidak jauh dari kampus. Bukan di depan kampus."Hay! Masuklah, Gerry!"Gita terlihat menurunkan kaca mobilnya ketika tiba di depan Gerry, pria muda itu langsung tersenyum lalu dia masuk ke dalam mobil Gita dan duduk tepat di samping wanita berusia tiga puluh lima tahu
Gendis menggelengkan kepalanya melihat tingkah dari Gerry, ada rezeki di depan mata malah seolah ingin menolak begitu saja."Lagian elu itu aneh, nyokap gue mau merubah penampilan elu jadi lebih baik. Mending elu terima aja, nggak usah banyak protes juga."Menurut Gendis, Gerry itu terlihat sangat tampan, wajahnya mirip opa-opa Korea. Hanya perlu merubah penampilannya saja, Gerry pasti terlihat luar biasa.Dia sangat setuju jika Gita mau merubah penampilan Gerry, yang terpenting jangan merubah karakter dari Gerry yang terlihat baik dan juga polos."Tapi, Jen--""Nggak usah tapi-tapian, gue tahu kalau nyokap gue itu suka sama elu. Mending elu terima aja, lumayan tahu. Selain bekerja elu juga dapat perhatian yang lebih dari nyokap gue." Gendis tertawa setelah mengatakan hal itu.Gita dan juga Gerry terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Gendis, mereka tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gendis saat ini. Terlebih lagi dengan Gita, dia tidak menyangka jika putrinya tahu ka
Rasanya sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan, Gendis sudah tahu jika dirinya menyukai Gerry. Lebih baik kita mengungkapkan perasaannya saat ini juga kepada pria muda itu."Gerry, kamu mau nggak jadi pacar Tante?" tanya Gita dengan senyum merekah di bibirnya.Rasanya Gerry ingin sekali berkata mau, tetapi dia belum mengenal Gita sama sekali. Namun, jika dia mengatakan tidak, dia takut Gita akan marah dan tidak mau mempekerjakan dirinya lagi.Mendapatkan pekerjaan yang begitu mudah dari Gita saja dia sudah merasa berterima kasih, dia sudah berencana akan membahagiakan ibunya dengan gaji yang dia dapat dari Gita kelak.Gerry terdiam seraya memikirkan jawaban terbaik yang akan dia katakan kepada Gita, tidak lama kemudian Gerry terlihat menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan."Tante, boleh nggak kasih aku waktu buat jawab pertanyaan Tante?" pinta Gerry.Gita tersenyum hangat ke arah Gerry, dia menatap wajah tampan Gerry dengan lekat. Dia menyadari jika dir
Gendis sangat tahu kalau ibunya terlihat kuat dalam kesehariannya, tetapi nyatanya ibunya itu begitu rapuh. Ibunya adalah wanita yang gampang sedih, wanita itu gampang terluka.Maka dari itu dia ingin berbicara serius kepada Gerry, jangan sampai nantinya pria itu akan melakukan hal yang salah."Duduklah, Gerry," ucap Gendis yang melihat Gerry hanya diam saja.Dia ingin segera berbicara dengan pria itu, tetapi dia merasa kesal karena Gerry tidak juga merespon ucapannya dengan cepat."Eh? Iya," jawab Gerry dengan gugup. Lalu, dia duduk di salah satu sofa yang ada di sana.Melihat Gerry yang sudah duduk di atas sofa, Gendis terlihat menyandarkan tubuhnya pada tembok ruangan tersebut.Dia tidak mau duduk satu sofa dengan Gerry, bukan karena jijik, tetapi dia menghargai jika Gerry kini adalah kekasih dari ibunya."Ada apa? Kenapa terlihat begitu serius?" tanya Gerry dengan ketar-ketir.Sungguh Gerry takut jika Gendis akan mengatakan hal yang tidak-tidak, Gendis terlihat baik saat dia berad
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.