Share

Kembali Bertemu

Gerry langsung menutup mulutnya mendapat pertanyaan dari nenek tua itu, dia kini bingung harus berkata apa.

Hari ini perasaan Gerry Sadewa sedang tidak baik-baik saja, dia benar-benar merasa sial dengan apa yang dia lalui hari ini.

Berkali-kali dia mendapatkan kesialan, kini bahkan dia harus dimaki oleh seorang wanita tua yang tidak dia kenal.

Sebenarnya ingin sekali Gerry menyahuti ucapan dari perempuan tua itu, sayangnya dia masih menghargai yang namanya wanita. Terlebih lagi ibunya juga adalah seorang single parent.

Wanita yang berjuang sendiri untuk kesejahteraan hidupnya dan juga dirinya, dia tidak mau menyakiti wanita. Akhirnya Gerry memilih untuk meminta maaf.

"Maaf ya, Bu. Saya sudah salah, permisi," ucap Gerry pada akhirnya.

Gerry dengan cepat membeli air mineral satu botol dan segera pergi dari sana, dia memutuskan untuk pergi ke taman yang lokasinya tidak jauh dari kampus.

"Ya Tuhan, ngga semangat banget gue pagi ini. Malu banget dah kalau ingat tadi pagi, semoga aja kalau gue pulang nanti nyokap udah baik-baik aja. Udah nggak ngungkit masalah tadi pagi," ucap Gerry dengan lemas.

Setelah mengatakan hal itu Gerry nampak duduk di salah satu bangku panjang yang berada di taman, dia menyimpan roti, tas ransel dan air mineral di sisi bangku yang masih kosong.

"Sarapan pagi ini pake roti, udah kaya orang Belanda gue. Biasanya emak siapin nasi dikasih bakwan terus pake bumbu kacang, hah! Emak masih tidur apa udah sarapan ya?" tanya Gerry dengan khawatir.

Tidak lama kemudian, Gerry memakan roti yang dia bawa dari rumah. Mulutnya memang mengunyah roti tersebut, tapi pandangannya terlihat menerawang jauh entah ke mana.

Entah apa yang dipikirkan oleh pria itu, tapi wajahnya terlihat tidak baik-baik saja. Lima belas menit kemudian, dia terlihat meraba-raba bangku kosong di sampingnya.

Dia seolah sedang mencari sesuatu, tetapi tidak ada apa pun. Lalu, Gerry menunduk dan memperhatikan bangku kosong di sampingnya.

"Astoge! Gue udah ngabisin semua rotinya, kok gue nggak sadar ya? Tahu-tahu tinggal plastiknya aja," ucap Gerry seraya memunguti cangkang roti dan memasukkannya ke dalam tong sampah.

Padahal Gerry sudah pergi ke Mart dan sudah cukup lama berdiam diri di taman, tetapi waktu baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi.

Rasanya menunggu waktu menunjukkan pukul sembilan itu sangat lama, dia merasa jika pagi ini berjalan dengan sangat lambat sekali.

"Harus ngapain dulu coba, mau ngobrol juga nggak ada temennya. Mau pergi ke kampus males, pasti si Gilang juga belum datang. Haish! Enak bener hidupnya," gerutu Gerry.

Karena tidak mau berlama-lama di taman seperti orang hilang, akhirnya Gerry memutuskan untuk pergi ke kampus saja.

Tidak apa dia pergi sekarang, walaupun di kampus memang masih terlihat sepi. Lebih baik dia nongkrong di pos satpam dari pada melamun sendirian di taman, pikirnya.

Brugh!

"Aduh!"

Gerry yang sedang melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kampus terlihat tidak begitu memperhatikan jalanan, sehingga dia kembali menabrak seorang wanita yang baru saja ingin keluar dari dalam kampus.

Wanita itu nampak terjatuh dengan bokongnya yang mendarat dengan sempurna di atas keramik, sontak Gerry langsung membantu wanita itu untuk bangun.

"Ayo saya bantu, maaf sa---"

Gerry tidak meneruskan ucapannya, karena dia melihat Gita. Wanita yang tadi pagi dia tabrak di depan Mart.

Gita tersenyum dengan sangat lebar, dia langsung mengelus lembut lengan Gerry dan menautkan tangannya ke tangan pria muda itu.

Gerry sampai kaget dibuatnya, karena pagi ini mereka baru bertemu dua kali. Namun, Gita terlihat begitu berani dengan apa yang dia lakukan terhadap dirinya.

"Sepertinya kita jodoh ya, dua kali bertemu dan dua kali juga kamu nabrak saya." Gita terlihat mengerlingkan matanya dengan nakal ke arah Gerry.

Gerry langsung mengerjap-ngerjapkan matanya, dia bingung dengan apa yang dilakukan oleh Gita. Haruskah dia senang atau haruskah dia sedih, pikirnya.

"Hey! Kok malah diam aja, Kenapa? Kamu terpesona ya, dengan kecantikan Tante?" tanya Gita dengan suaranya yang terdengar begitu seksi di telinga Gerry.

Gerry benar-benar dibuat salah tingkah oleh Gita, dia tidak tahu harus berkata apa. Gerry malah menatap wajah Gita tanpa berani mengeluarkan suaranya.

"Aih! Kenapa diam saja? Jangan membuat Tante Khawatir, kamu ngga amnesia kan, karena tabrakan sama Tante?" tanya Gita.

Gerry mengusap-usap lehernya yang tiba-tiba saja terasa dingin, padahal wanita yang berada di hadapannya adalah wanita yang begitu cantik dan juga seksi.

Namun, entah mengapa Gerry merasa jika sekujur tubuhnya kini terasa merinding. Bahkan, bulu kuduknya seakan berdiri semua seakan dia sedang berhadapan dengan kuntilanak.

"Eh? Anu, Tante. Gimana ya?" tanya Gerry dengan bingung, karena kini Gita sedang meremat tangannya.

Hal itu membuat Gerry susah untuk bernapas, karena ini kali pertamanya dia begitu dekat dengan perempuan dan mendapatkan perlakuan nakal seperti itu dari Gita.

"Ma--maaf, Tante. Tangan saya bukan baju yang baru digilas, nggak usah diperes juga." Gerry berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Gita.

Gita terkekeh mendengar penuturan dari Gerry, dia terlihat menyelipkan anak rambutnya yang terlihat berantakan pada cuping telinganya.

"Oh, maaf. Aku kira bukan tangan, soalnya halus banget. Padahal kamu cowok, tapi tangan kamu halus. Kaya yang nggak pernah kerja gitu," ucap Gita.

Gerry tersenyum kecut, tentu saja dia tidak pernah bekerja. Karena dirinya kini masih menimba ilmu di universitas ternama di ibu kota, dia hanya sesekali membantu ibunya di warung.

"Saya memang belum bekerja, Tante. Belum ada lowongan pekerjaan, belum lulus kuliah juga," jawab Gerry.

Gita melebarkan senyumnya mendengar jawaban dari Gerry, rasa-rasanya ini adalah kesempatan Gita untuk mendekati berondong manis yang membuat hatinya berbunga.

"Oh, kalau kerja sama Tante aja gimana? Mau nggak?" tanya Gita.

Tidak mungkin bukan jika Gita meminta Gerry untuk menjadi kekasihnya saat ini juga, Gita perlu melancarkan aksinya untuk mendekati Gerry terlebih dahulu.

"Kerja apa, Tante?" tanya Gerry dengan raut wajah berbinar.

Sepertinya bekerja adalah hal yang baik, karena dengan seperti itu dia akan berpenghasilan dan bisa memberikan uang kepada ibunya.

"Jadi bodyguardnya Tante mau?" tanya Gerry.

Dahi Gerry nampak mengernyit dalam mendengar pertanyaan dari Gita, rasanya pekerjaan seperti itu bukanlah bidang yang tepat untuk dirinya.

"Tapi, Tante. Saya tidak bisa berantem," jawab Gerry.

"Ngga apa-apa, lebih tepatnya kamu kerja untuk menjadi asisten pribadi aku aja. Ke mana pun aku pergi kamu harus ikut," jelas Gita.

"Maksud Tante bagaimana? Saya tidak paham," ungkap Gerry.

"Tante ini usahanya banyak, ada Resto, ada butik dan beberapa Kafe. Dari pada kamu jadi pelayan, mending kamu jadi asisten pribadi Tante aja. Nanti Tante kasih gaji gede, mau?" tanya Gita.

Jika Gita menawari Gerry untuk bekerja sebagai asisten pribadinya, maka akan banyak kesempatan untuk Gita berdekatan dengan Gerry.

"Boleh mikir-mikir dulu nggak, Tan?" tanya Gerry.

"Satu hari, kalau kamu mau besok datang saja ke Kafe melati," jelas Gita.

"Oke, Tan. Ta---"

Gerry tidak meneruskan ucapannya, karena dia melihat ada seorang gadis yang terlihat berlari lalu memeluk Gita dengan sangat erat.

"Thanks, Mom. Berkat Mom urusan sama pak Gun sudah selesai," ucapnya seraya mengecup pipi Gita.

Gerry langsung melongo mendengar apa yang dikatakan oleh gadis itu, karena gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mommy. Sedangkan Gita terlihat masih sangat muda.

Mendengar gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mom, rasanya dia tidak percaya jika Gita sudah memiliki anak seumuran dengan dirinya. Karena dilihat dari sisi mana pun Gita belum begitu tua, dia masih terlihat sangat muda.

"Ada apa Gerry? Kenapa melihat kami seperti itu?" tanya Gita.

"Anu, Tante. Saya---"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status