Mendengar Gian hendak mendukung tim voli kelas, tentu saja anak-anak 2 IPA 2 bersorak gembira. Mereka sudah melihat sendiri seperti apa kemampuan Gian pada basket, dan kini mereka ingin mengetahui bagaimana Gian berlaga di pertandingan voli.Remaja-remaja itu seakan lupa seperti apa mereka meremehkan Gian pada dulunya. Mereka hanya ingin kelasnya menang dan terlihat keren serta membanggakan.Maka, Gian dan yang lainnya beralih ke lapangan belakang dan di sana memang sudah disiapkan area untuk pertandingan voli antara kelas Gian dengan kelas Sean.Anak-anak kelas 3 masih diperkenankan ikut acara ini untuk bersenang-senang terakhir kalinya sebelum mereka berpisah dari sekolah tersebut. Maka dari itu, mereka pasti akan mengerahkan seluruh kemampuan pada pertandingan antar kelas ini, terutama tidak mau kalah oleh adik kelas.Sean menatap Gian yang memasuki lapangan. Ada rasa kecut di hatinya jika mengingat bagaimana perlakuan Gian terakhir kali padanya. Masih terbayang rasa sakit tersetru
Gian sudah memegang bola, berdiri di belakang garis lapangan, bersiap melakukan servis. Semua orang menantikannya. Libero hebat ini akan seperti apa ketika memukul bola saat servis?Setelah mendengar peluit dari wasit, Gian mundur beberapa langkah ke belakang sampai penonton heran. Seberapa jauh Gian ingin memulai servisnya?Kemudian, Gian setengah berlari sembari membawa bola dan tepat sebelum menyentuh garis belakang, dia melompat cukup tinggi sembari melambungkan bola dan kemudian ….Dhuakk!Bola melesat seperti kilat dan langsung saja mendarat di bidang kosong area lawan.“Masuk!” sorak penonton beramai-ramai.Sean dan timnya melongo. Kenapa sepertinya bola tidak terlihat dan tiba-tiba saja sudah berada di area mereka? Apakah bolanya memang dipukul manusia atau dewa? Kenapa begitu cepat?Dengan cepat, tim Sean dihabisi Gian hanya dari servis saja. Satu set selesai dengan kemenangan gemilang tim Gian.Penonton kelas 2 bersorak gembira. Meski mereka tidak satu kelas dengan Gian, tap
Carlen dan Zohan saling melirik satu sama lain, kemudian, dengan secepat kilat, keduanya bangkit dan menghampiri Gian sambil menggenggam pisau di tangan masing-masing.Tang!Klang!“Arrghh!” Melinda menjerit kaget. Sedangkan Cheryl juga terkejut tapi tidak terlalu memperlihatkannya.Kedua pisau sudah dihujamkan ke kepala dan dada Gian, tapi ternyata bilah pisau malah menjadi bengkok.Gian menoleh ke kedua kakaknya dan mereka menatap Gian seperti mendapati seorang monster.“Gi—Gian … kok kamu …..” Carlen kehilangan kata-kata.Gian bangkit berdiri. Carlen dan Zohan ketakutan setengah mati sampai mereka jatuh ke lantai dengan raut ketakutan.“A—ampun, Gian. Ampun!” Zohan segera saja menggerakkan pantatnya untuk diseret ke belakang menjauh dari Gian. Lututnya sudah lemas tak bisa diajak berlari.Tidak berbeda dengan Carlen yang juga merasa kakinya seperti membeku, mengira ini juga merupakan kekuatan Gian. “Gian, maafkan aku, maafkan aku! Gian, aku sungguh menyesal!” Dia menyeret pantatnya
Pandangan mata Gian tertuju pada pisau yang tergeletak di lantai, yang tadi digunakan kakaknya untuk menghabisi dia. Pisau itu sudah bengkok bilahnya dan terlihat menyedihkan.Oleh Gian, benda tajam itu diambil sehingga Melinda semakin gigih merentangkan kedua lengannya untuk melindungi kedua putranya dari Gian.Pisau itu kini sudah berada di tangan Gian. Bagaikan sedang memegang kertas, bilah tajam itu dibengkokkan ke posisi semula sehingga lurus kembali.Carlen dan Zohan makin ketakutan dan mereka sibuk meminta ampun pada Gian. Carlen bahkan tak berani menatap Gian dan kedua tangannya terus menghalangi di depan mukanya, khawatir Gian melakukan sesuatu pada wajah berharganya.Gian bangkit berdiri lagi dan berhadapan dengan sang ibu. Tinggi Gian 172 cm sehingga dia lebih menjulang dibandingkan ibunya yang hanya 165 cm.Mata Gian menatap ke bawah dengan tajam kepada Melinda, mengakibatkan aura dominasi tersendiri pada wanita 45 tahun itu. Tanpa mengatakan apapun, tangan kuat Gian mence
“Ma, nanti malam masaklah daging kecap. Ini uang untuk beli daging.” Gian berkata pada Melinda sembari berikan beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah. Melinda mengangguk dan melangkah pergi ke pasar mumpung belum terlalu siang. Kemudian, Gian menoleh ke Carlen yang bersiap ke kantor. “Cepat pulang ke rumah atau aku seret kamu dari kantor ke sini.” “Iya.” Carlen menjawab dengan wajah masam dan bergegas keluar rumah. “Gian, sudah selesai.” Zohan menaruh sapu lidinya. “Aku periksa dulu.” Gian berjalan ke halaman depan. “Hm, yang area ini belum bersih! Masih ada daun-daun kecil ini! Sapu lagi!” Zohan ingin sekali mencakar-cakar wajah Gian, tapi dia tak memiliki keberanian setelah mengetahui kekuatan macam apa yang dimiliki adiknya. Bisa-bisa justru dia yang akan babak belur nantinya. Maka, menelan kemarahannya, Zohan kembali mengulang pekerjaannya dan memastikan tidak ada lagi dedaunan terlihat di tanah halaman depan. Barulah setelah itu, Gian memperbolehkan dia masuk ke rumah. Z
Gian bingung menghadapi viralnya dia di media sosial. Ini tidak seperti yang dia inginkan. Dia hanya ingin kehidupan nyaman dan damai saja tanpa banyak huru-hara.Tapi ini malah ….“Kenapa, Bocah?” Elang di sebelahnya melirik ke Gian.Segera, Gian menoleh dengan tatapan penuh harap ke Elang dan berkata, “Elang, tolong aku! Tolong aku menangani ini, kumohon tolong aku!”Kemudian, Gian menceritakan mengenai apa yang viral mengenai dirinya di media sosial. Elang mendengarkan dengan patuh hingga melupakan makanannya.Setelah itu, Elang kembali bersikap santai sembari menyahut, “Begitu saja kamu tidak bisa mengurus? Apakah semuanya harus aku yang tangani? Hgh … kau ini kan lelaki, berpikirlah yang cepat dan tangkas.”Karena tidak bisa mendapatkan bantuan dari Elang, terpaksa Gian memutar otak. Setelah 4 menit berpikir memeras otak, akhirnya dia menemukan cara.“Elang! Ikutlah denganku!” Gian sudah menemukan rencana dan dia membutuhkan kehadiran Elang juga untuk berjaga-jaga andaikan rencan
Dalam waktu singkat, video klarifikasi yang diunggah Gian sudah mendapatkan respon dari banyak warganet di akun Instagramm.Di video itu, Gian dan 5 kakak kelasnya bertingkah seakan mereka sangat akrab.““Saat itu kami berenam sedang bermain-main ala superhero saja dan aku bertugas yang berlagak seperti superhero. Mereka bertingkah kejang-kejang itu hanyalah main-main saja. Silahkan kalau ada yang ingin bicara.” Gian membuka dengan ucapan yang sudah dia rancang.“Iya, tentu saja kami cuma main-main. Gila saja kalau benar kami punya kekuatan super, ha ha ha!” Daren tertawa lepas sambil merangkul bahu Gian.“Tentu main-main, dong! Kami biasa bercanda seperti itu. Kadang bertingkah seperti ninja di anime, atau ala-ala film zombie. Ya, kan?” Mirza menimpali.“Gian ini adik kelas yang biasa bercanda dengan kami.” Galih sembari ikut memeluk bahu Gian dengan gaya akrab yang natural.Keanu tidak mau ketinggalan dan menepuk pelan puncak kepala Gian. “Kami sayang Gian!”“Ha ha ha! Pokoknya Gian
Sean gentar melihat kedatangan Gian yang bagaikan hantu. Dia sampai mundur menjauh dari Gian hingga menabrak kursi di belakangnya. “Ka—kamu … bagaimana kamu bisa sampai ke sini?”“Kenapa aku tak bisa ke sini? Aku punya otak yang bisa aku gunakan untuk berpikir dan mencari alamatmu.” Gian terus berjalan mendekat.Terlalu banyak mundur hingga Sean akhirnya tejengkang dan duduk di lantai, matanya menyiratkan rasa takut akan teror di depannya. “Jangan … jangan macam-macam denganku.”“Kenapa? Apa hanya kau yang boleh macam-macam denganku sampai merekam dan mengunggah video mengenai aku?” sindir Gian sambil melihat reaksi terkejut Sean.Mata Sean membola karena kaget. “Da—dari mana kau tahu?”“Apa aku harus mengulangi fakta bahwa aku ini memiliki otak yang mungkin lebih besar dari milikmu?” Gian memutar bola matanya karena jengah.Setelah tak ada tempat bagi Sean mundur dikarenakan dia tersudut di depan tepi tempat tidur, Gian berjongkok di depan Sean dan berkata dengan aura mendominasi, “A