“Hei, ini kurang bersih!” Gian menunjuk ke pakaian yang baru saja dicuci Zohan. “Ulangi!” Dia lemparkan pakaian basah itu ke kakak keduanya.Zohan tak bisa mengelak dan kembali mencuci itu sampai dinyatakan bersih oleh adiknya. Dia tersiksa, tapi tak bisa kabur dari Gian karena di otaknya sudah terpatri kalimat bahwa Gian pasti akan menemukan dia di manapun dan akan menghukum dengan menyakitkan.Karena dia lelaki yang tak tahan akan rasa sakit, dia terpaksa merelakan harga dirinya diinjak sang adik demi raganya tetap bisa utuh tanpa merasakan kesakitan akibat setruman menyengat Gian.Tak hanya Zohan saja yang ditindas Gian di rumah. Carlen juga mendapatkan porsi yang sama.“Len, kau belum bisa ke kamar sebelum piring dan perkakas kau cuci bersih.” Gian mengingatkan kakak sulungnya yang hendak berjalan ke kamar usai makan malam.“Gian, kumohon, aku butuh mengerjakan lemburanku.” Carlen memberikan tatapan memohon.Tapi Gian tidak terpengaruh dan menjawab, “Dulu aku juga memohon padamu a
Perubahan fisik dan juga sampai ke wajah, oleh Gian sangat disyukuri. Dia seakan menemukan kotak harta karun. Dengan penampilan barunya begini, dia menjadi lebih percaya diri.Karena suasana hatinya senang, dia memutuskan ingin jalan-jalan dulu sebentar sore ini menggunakan motor Zohan. Mana mungkin kakaknya menolak?Selain suasana hatinya sedang bagus, dompetnya juga lumayan tebal berkat dia mengumpulkan uang hasil menjadi kuli angkut ternama di pasar. Sehari di pasar dia bisa menghasilkan 1-2 juta rupiah. Sungguh jumlah yang fantastis.Maka, setelah bekerja sebulan lebih, dia ingin sedikit bersenang-senang menggunakan uang hasil keringatnya.Motor dibawa ke daerah pusat perbelanjaan yang memiliki mall besar. Lalu lintas di sana ramai dan padat pengunjung.Lalu, dia memarkirkan motor di mall dan ingin melihat-lihat dulu.Berjalan penuh percaya diri, Gian menerima banyak tatapan mata dari para gadis dan wanita dewasa yang berpapasan dengannya. Tatapan mereka semua terlihat memuja dan
Gian keluar dari parkiran luar mall dan menghampiri seorang gadis yang dikerumuni 3 pemuda tak jauh dari parkiran. “Ada apa, Cher?” tanya Gian pada adiknya. Itu memang Cheryl yang sedang diganggu 3 pemuda. “Gian, aku hendak pulang, tapi mereka ini malah mengadang jalanku, mengganggu sekali.” Cheryl bersungut-sungut. “Kami kan cuma ingin berkenalan saja, masa begitu saja tak boleh?” Salah satu dari pemuda itu menyahut Cheryl disertai senyum mesum. Jijik melihat adiknya digoda seperti itu, Gian tak tahan dan berkata, “Jangan macam-macam dengan gadis ini. Ayo, Kakak antar pulang saja.” Tangan Gian sudah meraih tangan Cheryl dan gadis itu juga tidak menolak, tapi pemuda tadi malah berkata, “Heh! Jangan ikut campur, kenapa? Memangnya kau siapa? Pacar dia?” Tak hanya itu, teman pemuda tadi sudah melayangkan tinjunya ke belakang kepala Gian. Tapi, Gian tentu saja mengetahui apa yang hendak mereka lakukan dan menangkap tinju yang diarahkan ke belakang kepalanya. Dia remas tinju itu hing
Tidak terkira kagetnya anak-anak di kelas 3 IPA 2 mendengar jawaban dari Gian. Remaja itu mengatakan kalau dia bukan murid baru!“Bukan murid baru?” Robert sampai berjalan mengelilingi Gian untuk memastikannya sembari pandangannya mirip alat pemindai yang bergerak dari atas sampai bawah. “Lalu, siapa kamu?”Belum sempat Gian menjawab, sudah ada suara di ambang pintu kelas dengan nada tanya, “Gian?”Semua orang menoleh ke pintu dan di sana ada Alicia. Gadis itu baru datang.Gian tersenyum dan menyapa dengan senyum terurai di wajah, “Cia, apa kabar? Liburmu asyik?”Semua orang di kelas kembali memusatkan pandangan ke Gian.“Gian?” Denis terkejut.“Kamu … Gian?” Robert sampai menyentuh bahu Gian yang kini lebih lebar dan bidang.“Apa kalian tidak mengenali aku? Itu Cia saja tahu,” sahut Gian sambil tersenyum ke Robert.“Eeehhh?” Serempak, seluruh siswa dan siswi yang ada di kelas itu berseru terkejut, kecuali Alicia.Bergegas, Evita dan para siswi mendekat hanya sekedar untuk memastikan
Ada rasa sedih di mata Gian ketika melihat Alicia pergi dibawa mobil. Dia masih ingin berbincang lama seperti dulu. Tapi, mau bagaimana lagi? Banyak siswi yang menempel dan membuntuti dirinya tanpa sungkan-sungkan, seakan mereka sudah tak memiliki rasa malu melakukan hal demikian di tempat terbuka.“Sudah, yah … aku mau pulang.” Gian berkata pada para siswi yang membuntutinya.“Aku antar pulang, yah Gian!” tawar Imelda.“Tidak! Tidak! Biar aku saja yang mengantar pulang!” Sonia tak mau kalah.“Ikut mobilku saja, Gian! Adem!” Emilia yang memang kaya, menyediakan mobilnya untuk mengantar Gian pulang.“Oh, kalau begitu, kita bersama-sama antar Gian pulang pakai mobil Emi saja!” Evita membuat keputusan. Imelda dan Sonia setuju. Sedangkan Emilia yang sedianya ingin bisa berduaan dengan Gian, jadi cemberut.Tidak bisa ditolak, Gian pun bersedia diantarkan pulang menggunakan mobil Emilia. Dia duduk di kabin tengah dan diapit 2 gadis di kanan dan 2 gadis di kiri. Memang kabin tengah jadi penu
Esoknya, tak hanya siswi kelasnya saja yang menjadi fans berat Gian, siswi kelas lain bahkan adik-adik kelas pun berbondong-bondong menemui Gian di kelas untuk berkenalan.Banyak dari mereka yang bertingkah mencari perhatian Gian bahkan memberinya surat cinta.Gian menerima limpahan perhatian itu dengan wajah sedikit bingung tapi suka. Ya, dia menyukai perubahan ini.Tadi pun, ketika dia berjumpa dengan Danar, remaja yang kerap merundung Gian dulunya menjadi terkejut dan kemudian menghindar dengan cepat seolah Gian adalah monster berbahaya.Di kelas, Gian hanya bisa memiliki waktu mengobrol dengan Alicia ketika pelajaran berlangsung. Dia dengan berani mengubah tempat duduknya menjadi di samping Alicia.“Cia. Maaf yah, kemarin obrolan kita terpotong.” Gian berbisik sambil menatap Alicia di sebelahnya, khawatir diketahui guru di depan kelas.Alicia menoleh singkat dan menjawab, “Oh, tidak apa-apa, Gian. Jangan terlalu dipikirkan.” Dia tersenyum meski ada kilasan pahit dari senyum itu.“
Petang berlalu, berganti menjadi malam. Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika Alicia sibuk mondar-mandir di teras depan dengan sikap gelisah. Hal ini dilihat ibunya.“Cia, jam segini kenapa malah di teras? Menunggu siapa?” tanya ibunya.Alicia menoleh dan menjawab, “Oh! Anu … menunggu teman, Ma.”“Jangan mondar-mandir begitu, seperti menunggu pacar saja, hi hi!” goda ibunya.Seketika pipi Alicia merona dan dia menyahut, “Apa sih, Mama ini?”Baru saja Alicia menjawab ibunya, terdengar suara motor memasuki halaman rumahnya. Ibu dan anak pun menatap motor dan pengendaranya.Jantung Alicia makin berdebar-debar.Ketika motor sudah sampai di depan teras, pengendaranya melepas helm dan itu adalah Gian. Dia tersenyum dan berkata, “Maaf, agak terlambat, Cia.” Sembari turun dari motor.“Hu-um, tak apa, Gian.” Alicia tersenyum senang, hatinya berseri-seri bagaikan ada pesta kembang api.Gian akhirnya sadar kalau Alicia ditemani ibunya juga di teras. Bergegas dia maju dan menyapa hormat, “Selamat
Alicia kemudian menjawab dengan sikap malu-malu, “Y—yah … kamu memang ganteng, sih sekarang. Apa kamu pakai skin care secara rutin?”Gian buru-buru menggeleng sembari menjawab, “Mana mungkin aku paham hal semacam itu, Cia. Ini … kamu tahu kan itu aku.” Dia seakan memberi kode dengan bahasa tersamar.Alicia tadinya tak paham tapi kemudian dia mengerti, “Oh … kekuatanmu?” Suaranya melirih agar tidak didengar orang di sekitarnya.Kepala Gian mengangguk mengiyakan tebakan Alicia. “Iya, gara-gara itu.”“Wah! Luar biasa sekali, Gian! Karena hal semacam itu bisa mengubah penampilan kamu! Skin care jadi merugi kalau semua orang punya itu, yah! Ha ha ha!” canda Alicia.Gian tertawa ringan. “Ha ha ha! Semoga hanya aku saja agar pabrik skin care tidak merugi.”Tak berapa lama, pesanan datang.“Kamu tak apa-apa makan lagi, Gian?” tanya Alicia sambil bersiap makan usai mencuci tangannya.“Tak masalah. Aku ini kan lelaki, maka harus kuat makan!” Gian mengangkat lengannya seperti binaraga sambil men