Gian keluar dari parkiran luar mall dan menghampiri seorang gadis yang dikerumuni 3 pemuda tak jauh dari parkiran. “Ada apa, Cher?” tanya Gian pada adiknya. Itu memang Cheryl yang sedang diganggu 3 pemuda. “Gian, aku hendak pulang, tapi mereka ini malah mengadang jalanku, mengganggu sekali.” Cheryl bersungut-sungut. “Kami kan cuma ingin berkenalan saja, masa begitu saja tak boleh?” Salah satu dari pemuda itu menyahut Cheryl disertai senyum mesum. Jijik melihat adiknya digoda seperti itu, Gian tak tahan dan berkata, “Jangan macam-macam dengan gadis ini. Ayo, Kakak antar pulang saja.” Tangan Gian sudah meraih tangan Cheryl dan gadis itu juga tidak menolak, tapi pemuda tadi malah berkata, “Heh! Jangan ikut campur, kenapa? Memangnya kau siapa? Pacar dia?” Tak hanya itu, teman pemuda tadi sudah melayangkan tinjunya ke belakang kepala Gian. Tapi, Gian tentu saja mengetahui apa yang hendak mereka lakukan dan menangkap tinju yang diarahkan ke belakang kepalanya. Dia remas tinju itu hing
Tidak terkira kagetnya anak-anak di kelas 3 IPA 2 mendengar jawaban dari Gian. Remaja itu mengatakan kalau dia bukan murid baru!“Bukan murid baru?” Robert sampai berjalan mengelilingi Gian untuk memastikannya sembari pandangannya mirip alat pemindai yang bergerak dari atas sampai bawah. “Lalu, siapa kamu?”Belum sempat Gian menjawab, sudah ada suara di ambang pintu kelas dengan nada tanya, “Gian?”Semua orang menoleh ke pintu dan di sana ada Alicia. Gadis itu baru datang.Gian tersenyum dan menyapa dengan senyum terurai di wajah, “Cia, apa kabar? Liburmu asyik?”Semua orang di kelas kembali memusatkan pandangan ke Gian.“Gian?” Denis terkejut.“Kamu … Gian?” Robert sampai menyentuh bahu Gian yang kini lebih lebar dan bidang.“Apa kalian tidak mengenali aku? Itu Cia saja tahu,” sahut Gian sambil tersenyum ke Robert.“Eeehhh?” Serempak, seluruh siswa dan siswi yang ada di kelas itu berseru terkejut, kecuali Alicia.Bergegas, Evita dan para siswi mendekat hanya sekedar untuk memastikan
Ada rasa sedih di mata Gian ketika melihat Alicia pergi dibawa mobil. Dia masih ingin berbincang lama seperti dulu. Tapi, mau bagaimana lagi? Banyak siswi yang menempel dan membuntuti dirinya tanpa sungkan-sungkan, seakan mereka sudah tak memiliki rasa malu melakukan hal demikian di tempat terbuka.“Sudah, yah … aku mau pulang.” Gian berkata pada para siswi yang membuntutinya.“Aku antar pulang, yah Gian!” tawar Imelda.“Tidak! Tidak! Biar aku saja yang mengantar pulang!” Sonia tak mau kalah.“Ikut mobilku saja, Gian! Adem!” Emilia yang memang kaya, menyediakan mobilnya untuk mengantar Gian pulang.“Oh, kalau begitu, kita bersama-sama antar Gian pulang pakai mobil Emi saja!” Evita membuat keputusan. Imelda dan Sonia setuju. Sedangkan Emilia yang sedianya ingin bisa berduaan dengan Gian, jadi cemberut.Tidak bisa ditolak, Gian pun bersedia diantarkan pulang menggunakan mobil Emilia. Dia duduk di kabin tengah dan diapit 2 gadis di kanan dan 2 gadis di kiri. Memang kabin tengah jadi penu
Esoknya, tak hanya siswi kelasnya saja yang menjadi fans berat Gian, siswi kelas lain bahkan adik-adik kelas pun berbondong-bondong menemui Gian di kelas untuk berkenalan.Banyak dari mereka yang bertingkah mencari perhatian Gian bahkan memberinya surat cinta.Gian menerima limpahan perhatian itu dengan wajah sedikit bingung tapi suka. Ya, dia menyukai perubahan ini.Tadi pun, ketika dia berjumpa dengan Danar, remaja yang kerap merundung Gian dulunya menjadi terkejut dan kemudian menghindar dengan cepat seolah Gian adalah monster berbahaya.Di kelas, Gian hanya bisa memiliki waktu mengobrol dengan Alicia ketika pelajaran berlangsung. Dia dengan berani mengubah tempat duduknya menjadi di samping Alicia.“Cia. Maaf yah, kemarin obrolan kita terpotong.” Gian berbisik sambil menatap Alicia di sebelahnya, khawatir diketahui guru di depan kelas.Alicia menoleh singkat dan menjawab, “Oh, tidak apa-apa, Gian. Jangan terlalu dipikirkan.” Dia tersenyum meski ada kilasan pahit dari senyum itu.“
Petang berlalu, berganti menjadi malam. Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika Alicia sibuk mondar-mandir di teras depan dengan sikap gelisah. Hal ini dilihat ibunya.“Cia, jam segini kenapa malah di teras? Menunggu siapa?” tanya ibunya.Alicia menoleh dan menjawab, “Oh! Anu … menunggu teman, Ma.”“Jangan mondar-mandir begitu, seperti menunggu pacar saja, hi hi!” goda ibunya.Seketika pipi Alicia merona dan dia menyahut, “Apa sih, Mama ini?”Baru saja Alicia menjawab ibunya, terdengar suara motor memasuki halaman rumahnya. Ibu dan anak pun menatap motor dan pengendaranya.Jantung Alicia makin berdebar-debar.Ketika motor sudah sampai di depan teras, pengendaranya melepas helm dan itu adalah Gian. Dia tersenyum dan berkata, “Maaf, agak terlambat, Cia.” Sembari turun dari motor.“Hu-um, tak apa, Gian.” Alicia tersenyum senang, hatinya berseri-seri bagaikan ada pesta kembang api.Gian akhirnya sadar kalau Alicia ditemani ibunya juga di teras. Bergegas dia maju dan menyapa hormat, “Selamat
Alicia kemudian menjawab dengan sikap malu-malu, “Y—yah … kamu memang ganteng, sih sekarang. Apa kamu pakai skin care secara rutin?”Gian buru-buru menggeleng sembari menjawab, “Mana mungkin aku paham hal semacam itu, Cia. Ini … kamu tahu kan itu aku.” Dia seakan memberi kode dengan bahasa tersamar.Alicia tadinya tak paham tapi kemudian dia mengerti, “Oh … kekuatanmu?” Suaranya melirih agar tidak didengar orang di sekitarnya.Kepala Gian mengangguk mengiyakan tebakan Alicia. “Iya, gara-gara itu.”“Wah! Luar biasa sekali, Gian! Karena hal semacam itu bisa mengubah penampilan kamu! Skin care jadi merugi kalau semua orang punya itu, yah! Ha ha ha!” canda Alicia.Gian tertawa ringan. “Ha ha ha! Semoga hanya aku saja agar pabrik skin care tidak merugi.”Tak berapa lama, pesanan datang.“Kamu tak apa-apa makan lagi, Gian?” tanya Alicia sambil bersiap makan usai mencuci tangannya.“Tak masalah. Aku ini kan lelaki, maka harus kuat makan!” Gian mengangkat lengannya seperti binaraga sambil men
Gian meneguk ludah, menanti jawaban Alicia. Apakah gadis itu bersedia menjadi pacarnya? Atau ….“Kita keluar dulu dari sini, yuk!” Alicia mendadak mengatakan itu.Hati Gian mencelos seakan baru dihantam godam raksasa. Apakah ini artinya dia ditolak? Wajah penuh harapnya berangsur-angsur meredup cahayanya.“Baiklah, ayo!” Gian berjuang menata remuk hatinya. Dia ternyata tak berhasil.Keduanya lekas keluar dari toko buku dan Gian sudah mulai lunglai saat berjalan di sisi Alicia. Tapi, gadis itu justru tersenyum simpul.“Aku ingin main di taman rekreasi, boleh Gian?” tanya Alicia sambil menoleh ke Gian di sisinya.Gian membalas tatapan Alicia dan mengangguk lemah, “Ahh, ya, tentu boleh. Ayo!”Motor dilajukan Gian ke sebuah taman rekreasi malam yang masih ramai oleh beberapa pengunjung. Orang-orang itu suka menaiki kincir raksasa sambil memandangi panorama malam di kota dari ketinggian.Namun, Alicia tak mau naik kincir angin dan ingin menyusuri dulu jalanan di taman rekreasi.Menoleh ke
Gian masih termangu sambil memegang pipi yang baru saja dikecup Alicia. Namun, dia segera tersadar ketika kekasihnya memanggil lagi agar dia bergegas ke wahana kincir raksasa. Saat keduanya sudah berada di salah satu kapsul kincir raksasa, Gian mengamati Alicia yang asyik menatap panorama kota dan juga sesekali kepalanya menengok ke bagian bawah melihat pemandangan di bawah kincir sana. Setelah puas, Alicia mendongak ke Gian yang duduk di depannya. “Gian, kamu suka naik kincir raksasa begini?” “Suka. Tapi … ini adalah kali kedua aku naik hal seperti ini.” Gian sembari tersenyum kecut ketika mengatakannya. “Baru dua kali? Kapan saja?” Alicia tidak menahan rasa terkejutnya. Dia saja sudah puluhan kali naik kincir raksasa, tak hanya di Indonesia tapi juga kincir raksasa di wahana luar negeri jika dia berlibur dengan keluarganya. “Pertama, dengan ayahku saat aku berumur … mungkin 5 atau 6 tahun, aku agak lupa. Dan yang kedua adalah ini, denganmu.” Sekali lagi, senyum kecut itu muncul