Tidak terkira kagetnya anak-anak di kelas 3 IPA 2 mendengar jawaban dari Gian. Remaja itu mengatakan kalau dia bukan murid baru!“Bukan murid baru?” Robert sampai berjalan mengelilingi Gian untuk memastikannya sembari pandangannya mirip alat pemindai yang bergerak dari atas sampai bawah. “Lalu, siapa kamu?”Belum sempat Gian menjawab, sudah ada suara di ambang pintu kelas dengan nada tanya, “Gian?”Semua orang menoleh ke pintu dan di sana ada Alicia. Gadis itu baru datang.Gian tersenyum dan menyapa dengan senyum terurai di wajah, “Cia, apa kabar? Liburmu asyik?”Semua orang di kelas kembali memusatkan pandangan ke Gian.“Gian?” Denis terkejut.“Kamu … Gian?” Robert sampai menyentuh bahu Gian yang kini lebih lebar dan bidang.“Apa kalian tidak mengenali aku? Itu Cia saja tahu,” sahut Gian sambil tersenyum ke Robert.“Eeehhh?” Serempak, seluruh siswa dan siswi yang ada di kelas itu berseru terkejut, kecuali Alicia.Bergegas, Evita dan para siswi mendekat hanya sekedar untuk memastikan
Ada rasa sedih di mata Gian ketika melihat Alicia pergi dibawa mobil. Dia masih ingin berbincang lama seperti dulu. Tapi, mau bagaimana lagi? Banyak siswi yang menempel dan membuntuti dirinya tanpa sungkan-sungkan, seakan mereka sudah tak memiliki rasa malu melakukan hal demikian di tempat terbuka.“Sudah, yah … aku mau pulang.” Gian berkata pada para siswi yang membuntutinya.“Aku antar pulang, yah Gian!” tawar Imelda.“Tidak! Tidak! Biar aku saja yang mengantar pulang!” Sonia tak mau kalah.“Ikut mobilku saja, Gian! Adem!” Emilia yang memang kaya, menyediakan mobilnya untuk mengantar Gian pulang.“Oh, kalau begitu, kita bersama-sama antar Gian pulang pakai mobil Emi saja!” Evita membuat keputusan. Imelda dan Sonia setuju. Sedangkan Emilia yang sedianya ingin bisa berduaan dengan Gian, jadi cemberut.Tidak bisa ditolak, Gian pun bersedia diantarkan pulang menggunakan mobil Emilia. Dia duduk di kabin tengah dan diapit 2 gadis di kanan dan 2 gadis di kiri. Memang kabin tengah jadi penu
Esoknya, tak hanya siswi kelasnya saja yang menjadi fans berat Gian, siswi kelas lain bahkan adik-adik kelas pun berbondong-bondong menemui Gian di kelas untuk berkenalan.Banyak dari mereka yang bertingkah mencari perhatian Gian bahkan memberinya surat cinta.Gian menerima limpahan perhatian itu dengan wajah sedikit bingung tapi suka. Ya, dia menyukai perubahan ini.Tadi pun, ketika dia berjumpa dengan Danar, remaja yang kerap merundung Gian dulunya menjadi terkejut dan kemudian menghindar dengan cepat seolah Gian adalah monster berbahaya.Di kelas, Gian hanya bisa memiliki waktu mengobrol dengan Alicia ketika pelajaran berlangsung. Dia dengan berani mengubah tempat duduknya menjadi di samping Alicia.“Cia. Maaf yah, kemarin obrolan kita terpotong.” Gian berbisik sambil menatap Alicia di sebelahnya, khawatir diketahui guru di depan kelas.Alicia menoleh singkat dan menjawab, “Oh, tidak apa-apa, Gian. Jangan terlalu dipikirkan.” Dia tersenyum meski ada kilasan pahit dari senyum itu.“
Petang berlalu, berganti menjadi malam. Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika Alicia sibuk mondar-mandir di teras depan dengan sikap gelisah. Hal ini dilihat ibunya.“Cia, jam segini kenapa malah di teras? Menunggu siapa?” tanya ibunya.Alicia menoleh dan menjawab, “Oh! Anu … menunggu teman, Ma.”“Jangan mondar-mandir begitu, seperti menunggu pacar saja, hi hi!” goda ibunya.Seketika pipi Alicia merona dan dia menyahut, “Apa sih, Mama ini?”Baru saja Alicia menjawab ibunya, terdengar suara motor memasuki halaman rumahnya. Ibu dan anak pun menatap motor dan pengendaranya.Jantung Alicia makin berdebar-debar.Ketika motor sudah sampai di depan teras, pengendaranya melepas helm dan itu adalah Gian. Dia tersenyum dan berkata, “Maaf, agak terlambat, Cia.” Sembari turun dari motor.“Hu-um, tak apa, Gian.” Alicia tersenyum senang, hatinya berseri-seri bagaikan ada pesta kembang api.Gian akhirnya sadar kalau Alicia ditemani ibunya juga di teras. Bergegas dia maju dan menyapa hormat, “Selamat
Alicia kemudian menjawab dengan sikap malu-malu, “Y—yah … kamu memang ganteng, sih sekarang. Apa kamu pakai skin care secara rutin?”Gian buru-buru menggeleng sembari menjawab, “Mana mungkin aku paham hal semacam itu, Cia. Ini … kamu tahu kan itu aku.” Dia seakan memberi kode dengan bahasa tersamar.Alicia tadinya tak paham tapi kemudian dia mengerti, “Oh … kekuatanmu?” Suaranya melirih agar tidak didengar orang di sekitarnya.Kepala Gian mengangguk mengiyakan tebakan Alicia. “Iya, gara-gara itu.”“Wah! Luar biasa sekali, Gian! Karena hal semacam itu bisa mengubah penampilan kamu! Skin care jadi merugi kalau semua orang punya itu, yah! Ha ha ha!” canda Alicia.Gian tertawa ringan. “Ha ha ha! Semoga hanya aku saja agar pabrik skin care tidak merugi.”Tak berapa lama, pesanan datang.“Kamu tak apa-apa makan lagi, Gian?” tanya Alicia sambil bersiap makan usai mencuci tangannya.“Tak masalah. Aku ini kan lelaki, maka harus kuat makan!” Gian mengangkat lengannya seperti binaraga sambil men
Gian meneguk ludah, menanti jawaban Alicia. Apakah gadis itu bersedia menjadi pacarnya? Atau ….“Kita keluar dulu dari sini, yuk!” Alicia mendadak mengatakan itu.Hati Gian mencelos seakan baru dihantam godam raksasa. Apakah ini artinya dia ditolak? Wajah penuh harapnya berangsur-angsur meredup cahayanya.“Baiklah, ayo!” Gian berjuang menata remuk hatinya. Dia ternyata tak berhasil.Keduanya lekas keluar dari toko buku dan Gian sudah mulai lunglai saat berjalan di sisi Alicia. Tapi, gadis itu justru tersenyum simpul.“Aku ingin main di taman rekreasi, boleh Gian?” tanya Alicia sambil menoleh ke Gian di sisinya.Gian membalas tatapan Alicia dan mengangguk lemah, “Ahh, ya, tentu boleh. Ayo!”Motor dilajukan Gian ke sebuah taman rekreasi malam yang masih ramai oleh beberapa pengunjung. Orang-orang itu suka menaiki kincir raksasa sambil memandangi panorama malam di kota dari ketinggian.Namun, Alicia tak mau naik kincir angin dan ingin menyusuri dulu jalanan di taman rekreasi.Menoleh ke
Gian masih termangu sambil memegang pipi yang baru saja dikecup Alicia. Namun, dia segera tersadar ketika kekasihnya memanggil lagi agar dia bergegas ke wahana kincir raksasa. Saat keduanya sudah berada di salah satu kapsul kincir raksasa, Gian mengamati Alicia yang asyik menatap panorama kota dan juga sesekali kepalanya menengok ke bagian bawah melihat pemandangan di bawah kincir sana. Setelah puas, Alicia mendongak ke Gian yang duduk di depannya. “Gian, kamu suka naik kincir raksasa begini?” “Suka. Tapi … ini adalah kali kedua aku naik hal seperti ini.” Gian sembari tersenyum kecut ketika mengatakannya. “Baru dua kali? Kapan saja?” Alicia tidak menahan rasa terkejutnya. Dia saja sudah puluhan kali naik kincir raksasa, tak hanya di Indonesia tapi juga kincir raksasa di wahana luar negeri jika dia berlibur dengan keluarganya. “Pertama, dengan ayahku saat aku berumur … mungkin 5 atau 6 tahun, aku agak lupa. Dan yang kedua adalah ini, denganmu.” Sekali lagi, senyum kecut itu muncul
Sudah belasan menit Gian bergelantungan di besi kincir raksasa menggunakan satu tangan sementara tangan lainnya memeluk Alicia yang menempel padanya seperti koala. Dia belum berhasil mencapai tempat untuk kakinya berpijak.Mungkin jika dia tidak membawa Alicia, dia dengan mudah bergelantungan dari satu besi ke besi lainnya seperti monyet pada dahan pohon. Tapi tentu saja dia tidak bisa begitu karena Alicia pasti akan menjerit ketakutan.Maka, yang bisa Gian lakukan hanya menggeser pelan, inci demi inci pegangan tangannya dengan cara dipantulkan perlahan-lahan. Itupun Alicia sudah mulai mengerang ketakutan tanpa berani memindahkan wajahnya dari ceruk leher Gian.Tak berapa lama, mobil pemadam kebakaran datang. Para petugasnya menatap ngeri ke Gian yang masih di atas berpegangan satu tangan pada besi.“Bocah! Tahan, ya! Kami segera ke sana!” Petugas pemadam kebakaran segera memanjangkan tangga untuk menggapai mereka, namun ternyata itu masih kurang panjang sehingga tidak menjangkau temp
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra