Kasihan nggak dianggap 🥹
‘Orang sepele bagi keluarga Asher Smith.’ Nora kehilangan selera makan setelah mendengar satu kalimat yang sangat menusuk jantungnya. Asher rupanya tak pernah menganggap dirinya sebagai keluarga. 'Pasti gara-gara Laura,' pikir Nora. Siapa lagi yang dapat iri dan selalu mengganggu kehidupannya jika bukan sang kakak tiri? Nora menatap tajam Laura penuh kebencian.Setelah menyelesaikan makan makan yang dilalui dengan khidmat, mereka bersama-sama duduk di salah satu ruangan untuk mengobrol santai. Beberapa sanak saudara dari Keluarga Smith pun hadir di sana, termasuk Hillary dan … Alan. “Kak Alan!” seru Laura senang. Alan tersenyum kecil dan memeluk adik kecil yang disayanginya. Setelah melewati waktu tanpa melihat Laura setiap hari, Alan telah berhasil menata hatinya. Alan kembali menganggap Laura sebagai seorang adik, seperti Emma.Namun, Asher yang melihatnya tetap tak suka. “Jangan memeluk istriku terlalu lama!” geram Asher lirih. Alan melepaskan Laura sambil menaikkan kedua tanga
“Menggelapkan dana? Bicara apa kau?” Wajah Vincent merah padam karena tak terima menantunya dituduh dengan kejam. Vincent yakin, Asher pasti yang menjebak Nora. Seperti yang diharapkan Asher, perhatian seluruh anggota keluarganya berbalik kepada Nora. Pria itu menyeringai kecil saat melihat wajah pucat keponakan iparnya. Walaupun mungkin Laura akan puas dengan tindakannya membongkar kelicikan Nora di depan semua orang, tetapi tidak dengan Asher. Dia ingin menyingkirkan Nora dan Simon sepenuhnya dari hidup Laura.“Paman … kita tahu jika Kak Laura yang mengambilnya.” Nora melihat ke arah suami dan mertuanya bergantian. “Ini tidak benar. Aku tidak pernah melakukannya.” Sebelumnya, Nora membuat kesepakatan dengan Smith Group ketika Juan hendak membawa kasus penggelapan dana ke meja hijau. Nora pun memohon ampunan dan berjanji akan membayar semua kerugian Smith Group, serta meminta Juan agar tak mengatakan perbuatannya kepada Keluarga Myers. Karena itu, Nora menagihkan semua kepada Simo
‘Ah … kenapa aku harus membuka mata?’ keluh Asher ketika ekor matanya menangkap bayangan Noah. Asher mengakhiri ciuman panasnya. Laura hendak menyerobot bibirnya lagi, tetapi Asher gegas menangkap bibir Laura dengan ibu jarinya. “Tunggulah di kamarmu. Kau tidak ingin orang lain melihat keganasanmu, bukan?” bisik Asher dengan suara berat dan menggoda. Wajah Laura sontak merah padam. Akhir-akhir ini, Laura selalu ingin merasakan bibir Asher. Dia sampai lupa diri dan tempat. “B-baik ….” Laura menunduk sambil berjalan cepat menuju kamarnya. Asher tersenyum kecil melihat tingkah menggemaskan Laura. Setelah Laura tak terlihat, Asher berjalan ke tempat persembunyian Noah. Noah berjongkok sambil bersandar pada pilar. Kepalanya menunduk selagi menatap kakinya yang mengusap-usap lantai. Kedua tangannya terpaut di belakang kepala dan sesekali mengacak rambutnya.“Noah, sedang apa kau di sini?” Noah terperanjat dan spontan berdiri. “Paman … kau dan Laura … apakah kalian ….” Noah menelan pe
BRAK! Asher membuka pintu walk-in closet dengan kencang hingga membentur dinding. Dia tak tahan mendengar pengakuan cinta Noah dan tak ingin Laura sampai memikirkan itu. “Lepaskan Laura, Noah!” bentak Asher dengan mata berkilat penuh amarah. “Paman? Kenapa Paman ada di sini?” Noah menunjuk wajah Asher, lalu melihat ke belakang badan Asher. “Ah … jadi benar kata Nora … kalian sudah berhubungan sejak kau bertunangan denganku.” Dia ganti menunjuk-nunjuk Laura. Noah tertawa, tetapi raut wajahnya menyiratkan kekecewaan. Asher menggenggam telunjuk Noah dan menariknya keluar dari kamar. “Kau mabuk dan hanya berkhayal,” geram Asher. “Kunci pintu kamarmu.” Laura langsung menutup rapat pintu kamar begitu Asher dan Noah keluar. Dadanya naik turun dengan cepat dan jelas. Tak elak, Laura sedikit terkejut oleh kedatangan dan pernyataan cinta Noah. ‘Noah … sungguh mencintaiku? Kenapa … tidak mengatakannya sejak dulu? Kenapa dia tidak mau mendengarkan penjelasanku, sebelum memutuskan rencana pe
“Membenciku? Kenapa?” Laura spontan bertanya. Dia sangat terkejut oleh pernyataan Jake. Sebelum mendapat jawaban, Jake membuka pintu di depannya. Kemudian menarik tangan Laura yang ada di lengannya agar semakin merapat. “Tidak perlu membahas masalah yang menyedihkan di hari istimewa ini. Tersenyumlah ….” Jake tersenyum begitu tepuk tangan mengiringi kedatangan mereka. Laura yang tadinya penasaran akan kalimat yang diucapkan Jake, mendadak kembali gugup. Semua orang kini menyorot dirinya. Debaran jantung Laura kian menggila begitu langkah kakinya semakin mendekat di depan altar. Asher berdiri dengan gagah menanti Laura. Tak ada senyuman di wajah Asher. Laura pikir, Asher sedang marah dengan mata menyorot tajam padanya. ‘Kenapa dia melihatku seperti itu? Apakah dia masih marah gara-gara Noah masuk ke kamar tadi malam? Tapi, itu ‘kan bukan salahku!’ Kini, Laura berdiri berhadap-hadapan dengan Asher. Mereka kemudian melakukan ritual yang sama seperti pernikahan sebelumnya. Namun, kal
Jantung Asher hampir meledak melihat reaksi Laura. Wanita itu benar-benar menggemaskan. Dia ingin sekali melahap bulat-bulat istrinya sekarang juga. Asher sampai tak sadar tengah memajukan wajahnya untuk menciumi seluruh wajah Laura. Tetapi, Laura tahu apa yang hendak Asher lakukan. Laura pun mendorong pelan pipi Asher menggunakan jari telunjuknya. “Apa yang akan kau lakukan di tempat umum seperti ini?” Asher mengerjapkan mata ketika tersadar. “Untuk menunjukkan jika kita bahagia karena saling memiliki,” kilahnya. “Juga untuk memberi peringatan pada semua wanita itu jika aku adalah milikmu. Jangan menghindar … kemarilah … kau harus berani unjuk gigi untuk mempertahankan suamimu.” Laura mencubit perut Asher karena pria itu malah semakin memajukan bibirnya. Dia malu bukan main ketika melihat beberapa tamu berbisik-bisik sambil tertawa saat melihat ke arahnya. Orang-orang yang menyaksikan mereka, menganggap jika kedua pasangan pengantin itu saling mencintai dan tak sabar melewati mal
“Kenapa harus tempat ini lagi? Kemarin, kau sudah memaksaku untuk mengambil foto di sini.” Asher menyeringai misterius. Dia yang berdiri di belakang Laura, menundukkan kepala sambil berbisik, “Bukalah pintu itu … hadiahmu ada di dalam sana.” Laura membuka pintu kamar 501 dengan ragu. Ketika dia berhasil membuka pintu itu, kedua matanya terbuka lebar dengan mulut ternganga. “A-apa … siapa … siapa dia?” Laura tercengang bukan main ketika melihat seorang pria yang duduk terikat di kursi dengan mulut tersumpal kain putih. Pria itu menggelengkan kepada dengan kuat. Wajahnya merah padam dan suaranya hanya terdengar erangan tak jelas, seperti ingin mengatakan sesuatu.“Jared Baker … entah dengan nama apa dia berkenalan denganmu karena orang ini sering menggunakan nama lain setiap berkenalan dengan wanita. Dia adalah orang yang ingin menggaulimu malam itu.” Mulut Laura terbuka semakin lebar. Jadi, ini hadiah yang dimaksud Asher? Lalu … apa yang harus dilakukan Laura kepada pria itu? Laur
Asher melepas kalung di lehernya, kemudian memakaikan kalung peninggalan Callista di leher Laura. “Hadiahku yang terakhir.” “Ini … milikku.” Kenapa Asher memberikan sebagai hadiah? Entahlah … yang pasti, Laura bahagia telah mendapatkan kalungnya lagi. Dia mengusap liontin itu penuh kasih sayang, seakan-akan jejak ibunya masih tertinggal di sana. Asher baru menyadari, betapa berharga kalung itu bagi Laura. Dia sudah tahu tentang ibu Laura, pemilik pertama memiliki kalung itu. Namun, Asher tak menyelidiki kehidupan Callista lebih jauh lagi.“Sampai kapan kita di sini? Aku ingin pulang.” Laura menatap langit-langit yang sekarang menjadi terang karena hari telah beranjak siang. Tak ada bedanya menginap di hotel atau tinggal di rumah. Asher hanya mencumbu Laura sepanjang waktu, seperti tak ada hari esok. “Mau bagaimana lagi? Kita tidak membawa pakaian. Kau mau keluar menggunakan gaunmu yang sudah terkena keringat?” Asher sebenarnya bisa menyuruh orang untuk membawakan pakaian untuk me
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang