Setiap kali menulis, para tokoh itu seperti bercerita sendiri di kepalaku. Terkadang heran sama Asher ... Mau bertarung seperti apa sampai bisa menghancurkan kota 😅
Asher bisa dengan mudah membaca jalan pikiran Laura. Sang istri pasti akan mencegahnya bertarung. Meski Asher memang tahu jika Hillary yang salah, tak punya niat memarahi Rachel, ataupun bertarung dengan Rangga. Asher akan menggunakan permintaan Laura untuk meraih impian besarnya yang belum terwujud. Cita-cita Asher Smith yang selalu menjadi beban pikiran karena Laura selalu menolaknya. “Aku tidak ingin kau bertarung ... Jangan membuatku khawatir, Sayang ....” Teringat sosok Rangga yang dulu pertama kali dilihat Laura. Pria dingin yang bisa melakukan apa saja demi keluarga. “Karena itu, kau harus bersembunyi! Rangga mungkin akan memotong satu tanganku dan aku akan memotong satu kakinya.” Asher pun tak jauh berbeda. Namun, siapa pun yang menjadi pemenangnya, orang-orang di sekitar mereka bisa ikut terluka. Laura pun tak mau kota kelahirannya hancur. Dia membayangkan Asher dan Rangga berubah wujud dan mulai menghancurkan kota. Laura memeluk lengan Asher sambil memejamkan mata. Ta
Semua orang langsung melihat Rachel. Hillary sedang menarik rambut Rachel dari belakang hingga badannya hampir jatuh. “Ini semua gara-gara kau! Kau pasti yang mengadu dan menghasut Paman Asher!” jerit Hillary. Rachel dengan cepat memutar badan meski rambut panjangnya masih dalam genggaman Hillary. Alhasil, beberapa helai rambutnya tercabut. Dengan geram, Rachel mencengkeram pergelangan tangan Hillary. Rachel tak akan pernah mau membiarkan orang menginjak-injak dirinya. Dia melakukan perlawanan dengan sengit sesuai ajaran Julian dan Dion. “Argh!!” pekikan lain terdengar dari mulut Hillary. Pergelangan tangannya seakan patah saat Rachel memelintir tangannya. “Lepaskan aku!” pekik Hillary. Theo segera menjauhkan Hillary, sedangkan Alan memeluk Rachel agar berhenti menyerang. Sungguh ... Alan tak bermaksud mencuri-curi kesempatan. Hanya saja, kekuatan Rachel di luar dugaannya. “Apa yang kau lakukan, Hillary Smith!” bentak Theo sambil menyentak lengan Hillary dengan kasar. Sebelum ma
PLAK! “Maaf, Kak Alan!” seru Laura. Alan pernah berpesan kepada Emma dan Laura. Bila ada tanda-tanda dirinya akan melewati batas saat bersama Rachel, Alan meminta mereka untuk menyadarkan dirinya dengan keras. Laura sangat serius saat menampar punggung Alan. Rasa panas menjalar di punggungnya hingga membuat gelora hasrat yang sesaat mampir langsung menghilang. “Ugh ... terima kasih, Lau.” Kendati demikian, Alan sangat malu karena menunjukkan sisi dirinya yang tak pernah ditunjukkan kepada orang lain. “Kenapa Kakak malah berterima kasih? Apa punggung Kakak baik-baik saja?” Sementara Rachel agak terkejut oleh tindakan Laura yang tiba-tiba berbuat kasar kepada Alan. Rachel akan memeriksa punggung Alan, tetapi Alan segera menghindar. “Aku ... oh ... tiba-tiba aku ingin cuci muka! Ha ha!” Alan segera melarikan diri ke kamar mandi. “Kenapa Kak Laura menampar punggung Kak Alan? Bagaimana kalau tulang belakangnya patah?” Laura menggaruk kepala sambil melirik Emma yang menghindari tata
“Kau ini ... selalu tidak melihat situasi. Bagaimana kalau Kak Alan tidak mengajak Rachel dan anak-anak keluar tadi?” “Salahmu sendiri mendesah-desah dengan kencang.” Asher tersenyum miring. “Kendalikan dirimu saat bersamaku, Laura Smith ....” Pemilik rumah baru saja menyelesaikan kegiatan panas singkat mereka. Hanya satu cara itulah yang dapat Laura lakukan untuk meredam amarah Asher Smith. Asher masih berbaring dengan napas terengah-engah, sedangkan Laura sudah memakai pakaian untuk menemui Emma. “Kenapa buru-buru keluar? Aku masih ingin ....” Asher menarik Laura kembali ke ranjang. “Kau tidak mau menemui Theo? Bukankah kau memanggilnya datang untuk membicarakan pekerjaan?” “Nanti .... Ayolah, sekali lagi, Sayang ... aku masih marah sekarang ...,” bujuk Asher. Laura menepis tangan Asher. “Kau harus puasa sebelum pergi ke pantai.” Laura kemudian meninggalkan Asher yang sedang tercenung mencerna kata-katanya. Lalu, setelah Laura keluar, Asher langsung berguling-guling senang.
Julian menatap seorang wanita yang duduk menunduk sambil mencengkeram kedua sisi lututnya. Wanita itu gemetaran dan tak berani menatap Julian. Beberapa menit lalu, Julian mendatangi Cindy dan seenaknya masuk ke apartemen itu. Cindy belum mendengar kabar Julian ada di negara tersebut karena sibuk mengurus Richard yang membangkang perintahnya. “Cindy ... Cindy ... jadi, kau sengaja berpura-pura hamil untuk membuka aib Richard yang pernah, dan sebenarnya sering bercinta denganmu karena jebakanmu?” Cindy tak membalas. Dia hanya menelan ludah bulat-bulat karena tenggorokannya terasa sangat kering secara mendadak. “Kau melakukannya agar Hillary tidak marah saat mengetahui fakta itu dari orang lain, sekaligus agar percaya bahwa Richard pria baik yang menjadi korban dari banyak pihak, termasuk dirimu?” Julian menjadi kesal karena lawan bicaranya tak menjawab. “Perlukah aku memotong lidahmu agar kau menjawabku? Atau kau tuli dan tidak bisa mendengarku? Kalau tidak butuh telinga, aku bisa m
Asher Smith, pria yang dingin dan menyeramkan itu kembali. Seorang karyawan mendesak Theo untuk menyerahkan laporan. “Aku sedang sibuk, Tom. Kau tinggal melangkah sedikit lagi ke ruangan Tuan Asher. Tsk!” Tak jauh berbeda dari Asher, Theo saat ini sedang sibuk mengurus banyak hal. Asher seperti orang gila kerja yang menumpuk banyak berkas untuk segera diselesaikan. Pria bernama Tom itu mengetuk pintu ruangan Asher dengan ragu. Setelah dipersilakan masuk, Tom melangkah kecil masuk ke dalam. “Apa kakimu sakit!? Kau tidak bisa berjalan dengan benar?” sergah Asher. Tom mempercepat langkah kaki menuju meja kerja Asher. Kemudian menumpuk sebuah dokumen di atas dokumen yang menggunung. “Ini laporan keuangan minggu lalu, Tuan.” Asher menyambar dokumen itu. Mata elangnya tak hanya menyusuri kata demi kata dengan cepat, tetapi juga teliti. “Ini ... ini ....” Asher menunjuk sebuah area kosong yang belum diberi tanda titik. “Kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan benar!? Sudah bosan beker
Bukan hanya keberuntungan Julian saat Asher meminta Laura menenangkan dirinya dengan liburan di pantai. Sejak piknik bersama di kapal pesiar, Julian sudah melihat gelagat aneh Asher yang sering melihat ke arah pantai. Terkadang, Asher tersenyum mesum dan meremas gemas pinggang Laura pada waktu itu. Julian juga mendapat laporan dari anak buahnya jika Asher memiliki banyak tempat liburan di luar imajinasinya, seperti rumah pohon misalnya. Dengan mengandalkan informasi dan seringai mesum Asher, Julian dapat menebak jika Asher ingin bersenang-senang dengan Laura di pantai. Hal tersebut diperkuat oleh pembicaraan Asher dan Laura saat bercinta di kapal, serta penolakan tegas Laura yang bersuara agak keras. Julian tak banyak ambil pusing dan hanya menikmati suasana. Hingga dirinya mendengar dari Asher sendiri jika Hillary menjambak rambut Rachel. Otak cepat Julian dalam berpikir langsung teringat kejadian itu dan sesuatu yang diinginkan Asher. Julian perlu menyingkirkan Asher untuk sesaat
“Richard ....” Hillary menangkup mulut dengan ujung kedua telapak tangan. Akhir-akhir ini, banyak sekali yang membuat dirinya lelah dan banyak pikiran. Namun, lamaran Richard yang mendadak, dan meski bukan di tempat istimewa, Hillary sangat bahagia mendengarnya. “Aku punya banyak kekurangan yang sudah kau tahu ... tapi, aku tulus mencintaimu, Hillary Smith .... Aku berjanji akan selalu membahagiakanmu sampai akhir ....” Richard kembali mengulang pertanyaannya, “Maukah kau menikah denganku?” Hillary mengangguk tanpa kata. Tenggorokannya terasa kering oleh kegugupan dan kebahagiaan yang melanda. Richard mengambil cincin dari kotak perhiasan hitam, lalu menyelipkan cincin itu di jari manis Hillary. “Apa pun yang terjadi, aku akan menikah denganmu.” “Richard ....” Hillary memeluk Richard penuh kasih sayang. “Kau tidak seharusnya membeli cincin mahal di saat bisnismu belum berkembang. Apa pun yang kau beri, aku akan dengan senang hati menerima.” Richard tak menjawab. Entah mengapa ha